BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sejak berlakunya Undang‐Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi
Daerah yang diganti dengan Undang‐Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008, dan diganti dengan Undang‐Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Pusat mendesentralisasikan sebagian urusan pemerintahan kepada Pemerintah Daerah. Salah satu dampak dari desentralisasi adalah adanya perubahan dalam pembagian alokasi keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Perubahan pembagian alokasi keuangan dilaksanakan secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah hal ini sesuai dengan Undang‐Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. Dampak lain dari adanya desentralisasi adalah Pemerintah Daerah memiliki kekuasaaan yang lebih luas dalam pengelolaan sumber‐sumber pendapatan daerah, termasuk didalamnya pengelolaan aset daerah. Aset daerah adalah seluruh harta kekayaan milik daerah baik berupa barang berwujud maupun barang tidak berwujud. Aset daerah sebagai salah satu unsur penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat. Aset daerah merupakan sumber daya yang penting bagi pemerintah daerah karena aset atau barang daerah merupakan potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah. Potensi ekonomi bermakna adanya manfaat finansial dan ekonomi
1
yang bisa diperoleh pada masa yang akan datang, yang bisa menunjang peran dan fungsi pemerintah daerah sebagai pemberi pelayanan publik kepada masyarakat. Menurut Yusuf (2010: 138) ada beberapa isu utama yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan dan pengoptimalan penggunaan aset daerah agar berdaya dan berhasil guna, antara lain adalah sebagai berikut: 1. tuntutan masyarakat agar pengelola aset/barang milik daerah baik aset/barang yang dikelola langsung maupun dipisahkan harus didasarkan pada kaidah mekanisme pasar value for money (efisien, efektif dan ekonomis), transfaransi, dan akuntabilitas; 2. investor berkeinginan melakukan kerjasama dengan pemerintahan daerah dalam upaya memberdayakan aset/barang milik daerah agar sama-sama dapat memberikan keuntungan; 3. aset yang tidak termanfaatkan dioptimalkan untuk penggunaan yang lain, baik untuk kepentingan sosial kemasyarakatan maupun untuk kepentingan pengembangan ekonomi. Ketiga isu ini merupakan peluang bagi pemerintah daerah untuk mengoptimalkan pengelolaan aset/barang milik daerah, menuju pada pengelolaan yang lebih baik, transparan, dan akuntabel. Upaya optimalisasi pengelolaan aset milik daerah harus didukung oleh kemampuan keahlian tinggi serta perilaku yang menunjang. Berkaitan dengan sikap profesionalisme tersebut, upaya untuk mendukung optimalisasi dapat dilihat dari aspek pasar dan aspek investasi. Aspek pasar dilakukan untuk melihat pemanfaatan aset khususnya tanah dan bangunan, yang paling sesuai dengan kondisi pasar saat ini dan dimasa yang akan datang. Apabila kondisi pasar akan
2
permintaan tanah untuk investasi cukup, maka terlebih dahulu perlu dilakukan anilisis kinerja investasi yang ditunjukkan dengan nilai Internal Rate of Return (IRR), Payback Periode, dan indikator lainnya yang mencerminkan nilai investasi terbaik. Untuk menilai harga wajar suatu aset adalah oleh seorang ahli yang menyatakan apakah nilai tersebut wajar atau tidak. Yang dapat melakukan penaksiran atau penilaian terhadap sutau aset adalah seorang penilai yang bersertifikat, sertifikat penilaian tersebut dikeluarkan oleh Departemen Keuangan Republik Indonesia. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007, penilaian juga dapat dilakukan oleh panitia penaksir/penilai yang dibentuk oleh kepala daerah. Dalam buletin teknis Nomor 1 Standar Akuntansi Pemerintahan disebutkan bahwa untuk menyusun neraca awal nilai aset tetap, yang dicantumkan adalah nilai wajar pada tanggal neraca awal. Nilai wajar adalah harga perolehan jika dibeli setahun atau kurang dari satu tahun. Untuk tanah dan bangunan dimungkinkan memakai nilai jual objek pajak (NJOP) apabila harga perolehan tidak ditemukan. Untuk mengukur apakah sebuah nilai itu wajar atau tidak, diukur dengan menggunakan satu atau tiga pendekatan penilaian, yaitu pendekatan perbandingan harga pasar (sales comparison approach), pendekatan biaya (cost approach), dan pendekatan pendapatan (income capitalization approach). Kabupaten Barito Selatan yang beribu Kota di Buntok merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas wilayah 883.000 hektar, wilayah Kabupaten Barito Selatan meliputi 6 kecamatan dan 93 desa/kelurahan. Kabupaten Kabupaten Barito Selatan mempunyai aset daerah cukup besar, aset
3
daerah tersebut diantaranya terdiri dari tanah dan bangunan, yang mempunyai potensi untuk dikelola dan dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan daerah. Penerimaan pendapatan daerah dari sisi penerimaan retribusi daerah yang menjadi penyumbang terbesar adalah dari jasa usaha pemanfaatan/pemakaian kekayaan daerah, di mana retribusi sewa toko Plaza Beringin memberikan kontribusi sebesar 77 persen dari total penerimaan retribusi jasa usaha. Saat ini nilai sewa per toko berdasarkan Peraturan Bupati Barito Selatan Nomor 9 Tahun 2011 tentang Tarif Sewa Ruko, Toko, Kios, Petak Los, Pelataran Pendasaran Plaza Beringin, dan Pasar Daerah se Kabupaten Barito Selatan ditetapkan sebesar Rp15.700 per 1 meter persegi per bulan dan atau sebesar Rp3.768.000 per tahun. Adapun kontribusi penerimaan dari sewa toko Plaza Beringin pada Tahun 2012, 2013 dan Tahun 2014 terhadap retribusi daerah jika dibandingkan dengan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya sebesar 4,2 persen untuk tahun 2012, 3 persen tahun 2013 dan 3,71 tahun 2014. Dengan melihat jumlah nilai sewa yang ditargetkan oleh pemerintah daerah setiap tahun, maka penerimaan daerah yang bersumber dari sewa tanah dan bangunan tidak realistis, karena kontribusinya masih sangat kecil dibanding dengan nilai potensi asetnya dan tidak adanya pertumbuhan penerimaan. Apabila dilihat dari luas dan lokasi aset yang berada di zoning komersial dan strategis, semestinya penerimaan daerah dapat ditingkatkan lagi, jika penentuan nilai sewanya berdasarkan nilai pasar aset dan nilai sewa pasar. Melihat kondisi tersebut, maka pemanfaatan aset daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Selatan dapat dikatagorikan masih rendah (belum optimal), karena nilai sewanya tidak mencerminkan nilai aset yang
4
sesungguhnya. Pemerintah daerah dapat meningkatkan penerimaan daerah yang bersumber dari pengoptimalan nilai sewa aset daerah di masa akan datang, dengan jalan melakukan penilaian aset daerah, sehingga dapat diketahui nilai aset yang sesungguhnya (market value). 1.2
Keaslian Penelitian Penelitian dan kajian tentang optimalisasi pemanfaatan aset daerah dalam
bentuk sewa yang telah banyak diakukan oleh peneliti terdahulu. Seperti Sanusi (2005), mengadakan penelitian tentang peningkatan nilai sewa aset tanah dan bangunan milik Pemerintah Kabupaten Donggala. Metode yang digunakan adalah pendekatan perbandingan data pasar, pendekatan biaya, estimasi nilai sewa, sedangkan persentase pendapatan sewa terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan menggunakan alat analisis statistik deskriptif. Harto (2006), mengadakan penelitian tentang penentuan besarnya nilai aset daerah (tanah dan bangunan) milik Pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang, mengestimasi nilai sewa aset daerah sesuai nilai pasar dan potensi aset daerah dalam memberikan kontribusi bagi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Oni dan Ayodele (2011), mengadakan penelitian tentang kontribusi nilai tanah sebagai penentu variabilitas nilai sewa kantor di Ikeja, Nigeria. Liang dan Wilhelmson (2011), dalam penelitian ini memperkirakan faktor penentu sewa ruang ritel di Shanghai. Amietsenwu (2012), meneliti tentang perubahan nilai sewa properti perumahan di dua lingkungan (Oke - Ijebu dan Apatapiti) di Akure dari tahun 2001 hingga 2011. Netzell (2013), menyelidiki variasi cross-sectional dalam sewa ritel pada tingkat mikro. Rahmawati (2013), meneliti pengaruh lokasi dan karakteristik fisik ruko terhadap harga sewa di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta. Lennartza
5
(2014), meneliti peran sektor sewa swasta dalam penyediaan perumahan bagi rumah tangga berpendapatan rendah dan tunawisma.
1.3
Rumusan Masalah Permasalahan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah
bagaimana Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Selatan mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan aset daerah berupa tanah dan bangunan dalam rangka meningkatkan penerimaan daerah. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, akan dianalisis berapa besarnya nilai aset tanah dan bangunan (Plaza Beringin) sesuai dengan nilai pasar (market value), akan mengestimasi nilai sewa aset tanah dan bangunan (Plaza Beingin), serta berapa kontribusi sewa aset daerah (Plaza Beringin) yang dikelola oleh UPTD Pengelola Pasar Buntok (Pemerintah Kabupaten Barito Selatan) terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), di mana nilai sewa saat ini tidak mencerminkan nilai aset yang sesungguhnya. Pemerintah daerah dalam penetapan nilai sewa kios Plaza Beringin belum menggunakan metodologi yang benar. Dengan demikian penentuan dan penetapan nilai sewa aset daerah (Plaza Beringin) akan dikaji kembali dengan jalan melakukan penilaian terhadap aset tetap daerah, sehingga dapat diketahui nilai sewa aset sesungguhnya apakah telah sesuai dengan nilai pasar (market value).
1.4
Pertanyaan Penelitian Pertanyaan masalah terkait dengan penelitian ini adalah:
1. berapa besarnya nilai aset daerah berupa nilai tanah dan bangunan sesuai dengan nilai pasar (market value);
6
2. berapa besarnya nilai sewa aset daerah berupa tanah dan bangunan sesuai dengan nilai pasar (market value); 3. berapa kontribusi pendapatan sewa aset daerah berupa tanah dan bangunan terhadap penerimaan Kabupaten Barito Selatan.
1.5
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:
1. mengestimasi besarnya nilai aset daerah berupa nilai tanah dan bangunan sesuai dengan nilai pasar (market value); 2. mengestimasi nilai sewa aset daerah berupa tanah dan bangunan sesuai dengan nilai pasar (market value); 3. mengestimasi kontribusi pendapatan sewa aset daerah berupa tanah dan bangunan terhadap penerimaan asli daerah. 1.6
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti yaitu:
1. memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Barito Selatan dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan pengelolaan aset daerah (tanah dan bangunan) yang memiliki potensi dan nilai ekonomi dalam menentukan nilai sewa aset daerah sesuai dengan nilai pasar (market value) dalam upaya mengoptimalkan penerimaan daerah; 2. membantu Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Selatan dalam melakukan penentuan tarif/nilai sewa kepada pihak ketiga (tenant) atas pemanfaatan asetaset daerah (tanah dan bangunan);
7
3. memberikan tambahan wawasan dalam bidang ilmu manajemen aset daerah khususnya penilaian aset di daerah; 4. sebagai bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut, khususnya di Kabupaten Barito Selatan.
1.7
Sistematika Penulisan Sistematika dari penulisan tesis ini dibagi menjadi dalam 5 (lima) bab, di
mana Bab I merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II menjelaskan tentang landasan teori dan kajian pustaka yang terdiri dari teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, model penelitian/kerangka penelitian. Bab III menjelaskan tentang metoda penelitian yang mencakup desain penelitian yang memaparkan strategi penelitian, metode pengumpulan data secara runtut dan sistematis, defenisi operasional yang menjelaskan secara spesifik variable yang diteliti, instrument penelitian, metoda analisis data. Bab IV menjelaskan tentang analisis data yang mencakup deskripsi data, uji akurasi instrument (validitas dan reliabilitas) dan pembahasan. Bab V menjelaskan tentang kesimpulan dan saran yang mencakup kesimpulan, implikasi atau rekomendasi teoritis ataupun praktis, keterbatasan penelitian dan saran yang diberikan peneliti sesuai hasil penelitian yang telah dilakukan.
8