BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemerintah Daerah di Indonesia kini sedang mengalami masa transisi untuk dapat mewujudkan reformasi pengelolaan keuangan daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perubahan yang sedang terjadi saat ini merupakan suatu bentuk perubahan dalam manajemen sektor publik dengan mengubah model sistem manajemen tradisional yang kaku, birokratis, hierarkis menjadi fleksibel dan berdasarkan sasaran kinerja pemerintah. Dalam penerapan anggaran dengan menggunakan pendekatan tradisional, terdapat kesulitan dalam menentukan tolak ukur yang digunakan dalam mengukur kinerja pemerintah. Disamping itu dengan adanya tuntutan reformasi di dalam pengelolaan keuangan, Pemerintah Daerah juga dituntut untuk dapat mengimbangi antara pengelolaan keuangan dengan pengelolaan Barang Milik Daerah, sehingga peningkatan transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan sepenuhnya dapat tercapai. Kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah untuk dapat mengatur dan mengurus sendiri pemerintahannya, tentunya menjadi kemudahan bagi setiap Pemda dalam mengelola Barang Milik Daerah. Akan tetapi mulai dari diterapkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan sampai dengan saat ini, masih banyak terjadi kelemahan dan hambatan bagi masing-masing Pemda di Indonesia. Diantaranya yang paling 1 Reza Zakaria, 2012 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2
utama yaitu kurangnya kompetensi yang dimiliki oleh pengelola keuangan dan barang di masing-masing SKPD dalam bentuk laporan yang berkualitas yang ada dibawah kendalinya. Atas dasar hal tersebut demi mewujudkan kualitas akuntabilitas yang diharapkan oleh para stakeholder, Pemerintah Pusat mengeluarkan Instruksi Presiden No 4 Tahun 2011 Tentang Percepatan Peningkatan Kualitas Akuntabilitas Keuangan Negara. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas laporan yang terdapat di masing-masing instansi pemerintah khususnya pemerintah daerah masih memiliki kelemahan. Indikasi tersebut seperti masih banyak ditemukannya praktek korupsi di berbagai Pemda di Indonesia, laporan keuangan yang mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh BPK, hilangnya barang milik daerah, dan penyelenggaraan keuangan negara yang belum efisien dan efektif (bpkp.go.id). Seperti yang dikutip dalam ikhtisar hasil pemeriksaan BPK semester satu tahun 2010, melaporkan bahwa terdapat sejumlah kerugian yang dialami oleh Negara. Diantara kerugian yang terjadi, ternyata banyak dialami juga oleh Pemerintah yang ada di daerah. BPK mencatat ada 348 LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah) yang menunjukkan adanya kerugian daerah yaitu sebanyak 1.246 kasus dengan nilai Rp. 306,63 miliar. Dari jumlah tersebut, kerugian yang dialami sebagian besar terjadi pada pengelolaan barang milik daerah. Seperti kasus penggunaan barang untuk kepentingan pribadi, pengadaan barang fiktif, pemahalan harga dan ketidakjelasan dalam pelaporan barang di setiap SKPD.
3
Berkaitan dengan hal tersebut pada tahun 2009 yang lalu Pemerintah Kota Bandung mendapat predikat disclaimer dalam laporan keuangannya. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK terhadap LKPD Kota Bandung tahun 2009, salah satu penyebab opini disclaimer yaitu kurang lengkapnya data yang tercantum dalam laporan barang milik daerah yang di serahkan kepada BPK. Penyajian aset tetap yang tidak didukung dengan rincian daftar aset tetap maupun dokumen berupa daftar inventarisasi dan penilaian aset yang terintegrasi mengakibatkan kurangnya kualitas akuntabilitas dalam pengelolaan barang milik daerah. Selain itu Ketua BPK RI, Hadi Purnomo mengutarakan masalah lainnya terkait pengelolaan aset (vivanews.com, 5 April 2011), yaitu: ...Kelemahan SPI yang sering terjadi dalam LKPD terutama pada pengendalian aset tetap seperti nilai aset tetap tidak dikapitalisasi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan, perbedaan pencatatan antara saldo aset tetap pada neraca dengan dokumen sumber dan penyajian aset tetap tidak didasarkan hasil inventarisasi dan penilaian. Oleh karena itu, akuntabilitas pengelolaan aset tetap yang dimiliki oleh setiap Pemerintah Daerah dengan jumlahnya yang sangat banyak, menjadikan tuntutan oleh para stakeholder dalam hal pencatatan sehingga menjadi laporan barang milik daerah yang berkualitas menjadi sangat penting karena nilainya dapat berpengaruh
signifikan
terhadap
penyajian
laporan
keuangan
secara
komprehensif. Salah satu upaya yang terus dilakukan oleh seluruh Pemerintah Daerah di Indonesia untuk dapat mempercepat peningkatan proses akuntabilitas dengan adanya Inpres No 4 Tahun 2011 yaitu dengan melakukan upaya peningkatan peran dari Sistem Pengendalian Intern. Inpres tersebut merupakan penegasan dari
4
adanya PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah karena penyelenggaraan pengendalian intern pada setiap instansi pemerintah masih belum berjalan merata di seluruh instansi pemerintah di Indonesia. Hal ini dikarenakan pentingnya peraturan pemerintah tersebut untuk dapat mewujudkan kegiatan instansi pemerintah yang efektif dan efisien, pelaporan keuangan yang andal, pengelolaan aset negara yang tertib dan akuntabel, serta ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Seperti yang dikemukakan oleh Jones (2008: pp.1052-1075) bahwa ‘Internal control is one of the most important mechanisms of delivering accountability and enables organizations to monitor and control their operations’. Hal ini dimaksudkan agar dengan adanya pengendalian intern suatu organisasi publik dalam melakukan operasinya dapat meminimalkan pengaruh kegagalan manusia sehingga tercapainya efisiensi dan menghasilkan informasi akuntansi yang andal. Begitu juga dengan barang milik daerah yang memiliki kompleksitas dalam pengelolaannya. Hal tersebut dikarenakan dalam serangkaian proses pengelolaan barang milik daerah hingga menjadi laporan-laporan yang dibutuhkan sangatlah rentan terjadi kecurangan jika pengendalian intern di setiap SKPD tidak berjalan secara efektif. Wilopo (2008, pp. 93) mengungkapkan bahwa “Pengendalian intern birokrasi dan perilaku etis dari birokrasi memberikan pengaruh terhadap kecurangan akuntansi pemerintah. Penelitian menemukan bahwa secara parsial kedua variabel tersebut tidak secara signifikan memberikan pengaruh untuk menurunkan kecurangan akuntansi pemerintah”.
5
Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa harus adanya upaya peningkatan pengendalian intern secara konsisten oleh instansi pemerintah, dengan kata lain terwujudnya pelaksanaan pengendalian intern. Penelitian
lainnya
yang
dilakukan
oleh
Tenun
Sembiring
(2009)
mengungkapkan bahwa pengendalian intern barang milik daerah yang dilakukan oleh Inspektorat pada Pemerintah Kabupaten Karo Sumatera Utara belum mengacu pada PP Nomor 60 Tahun 2008 sehingga belum tercapainya pengendalian intern. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Nurulita (2011) mengenai aset daerah menemukan masih terdapat beberapa kekurangan mengenai penghapusan barang daerah dari daftar inventaris barang. Perbedaan pada penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu dalam penelitian ini salah satu objek penelitian berkaitan langsung terhadap kualitas laporan barang milik daerah sebagai bentuk akuntabilitas vertikal di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ada di Pemerintah Kota Bandung yang dipengaruhi oleh adanya pengendalian intern barang milik daerah. Berdasarkan fenomena yang terjadi di atas, peneliti ingin meneliti dan mengetahui lebih lanjut serta membahas tentang “Pengaruh Pengendalian Intern Barang Milik Daerah Terhadap Kualitas Laporan Barang Milik Daerah Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kota Bandung”.
6
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis mengidentifikasi rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Pengendalian Intern Barang Milik Daerah yang dilakukan di setiap SKPD dalam mengelola Barang Milik Daerah yang ada di Pemerintah Kota Bandung. 2. Bagaimana Kualitas Laporan Barang Milik Daerah di setiap SKPD yang ada di Pemerintah Kota Bandung. 3. Bagaimana pengaruh Pengendalian Intern Barang Milik Daerah terhadap Kualitas Laporan Barang Milik Daerah pada SKPD di Pemerintah Kota Bandung.
1.3 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh Pengendalian Intern Barang Milik Daerah terhadap Kualitas Laporan Barang Milik Daerah pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintah Kota Bandung.
7
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui 1. Pengendalian Intern Barang Milik Daerah pada SKPD di Pemerintah Kota Bandung. 2. Kualitas Laporan Barang Milik Daerah pada SKPD di Pemerintah Kota Bandung. 3. Berapa besar pengaruh Pengendalian Intern Barang Milik Daerah terhadap Kualitas Laporan Barang Milik Daerah pada SKPD di Pemerintah Kota Bandung. 1.5 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna dan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, baik berguna secara teoritis maupun kegunaan operasional: a. Kegunaan Secara Teoritis Memberikan bukti empiris yang berguna bagi pengembangan keilmuan, yakni sebagai bahan kajian dan menambah referensi dalam penelitian akuntansi mengenai pengaruh Pengendalian Intern Barang Milik Daerah terhadap Kualitas Laporan Barang Milik Daerah pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintah Kota Bandung.
8
b. Kegunaan Operasional Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan sebagai penentuan kebijakan bagi pengawas intern pada setiap SKPD di dalam lingkup pemerintah daerah dalam melakukan pengendalian intern barang milik daerah sebagai bentuk upaya peningkatan kualitas akuntabilitas secara horizontal maupun vertikal.