BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Menurut Depkes RI (2003) masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi, dan psikis. Pada masa remaja terjadi pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Masa pubertas merupakan tahap perkembangan dan kematangan alat seksual serta tercapai kemampuan reproduksi (Werdiyani, 2012). Pada masa pubertas perubahan yang banyak menimbulkan masalah adalah masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi (Werdiyani, 2012). Masalah ini harus mendapatkan penanganan yang serius karena masih kurangnya akses terhadap remaja dalam mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi (Pudiastuti, 2012). Menurut ICPD (2014) kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta proses reproduksi. Pemahaman remaja akan kesehatan reproduksi sangat penting untuk menjadi bekal remaja dalam berperilaku sehat dan bertanggung jawab. Namun tidak semua remaja memperoleh informasi yang cukup dan benar tentang kesehatan reproduksi akibat keterbatasan pengetahuan dan pemahaman remaja yang mempengaruhi perilaku remaja kearah yang berisiko (Kumalasari dan Andhyantoro, 2012). Badan Pusat Statistik Indonesia menyatakan bahwa pada tahun 2012 terdapat 43,3 juta remaja berusia 15-24 tahun berperilaku tidak sehat dan 83,3% dari 23 juta remaja pernah berhubungan seksual yang merupakan salah satu penyebab terjadinya 1
2
keputihan. Berdasarkan survei surveilans perilaku yang diadakan oleh pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia (PPK-UI) menunjukkan bahwa 2,8% pelajar SMA perempuan dan 7% pelajar SMA laki-laki melaporkan adanya gejala IMS, IMS dapat memicu terjadinya keputihan (Alfiana, 2008). Masalah keputihan merupakan masalah kesehatan reproduksi yang sering muncul pada remaja. Keputihan merupakan keluarnya cairan selain darah dari liang vagina baik berbau maupun tidak berbau dan disertai rasa gatal di daerah kewanitaan (Kusmiran, 2011). Keputihan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu keputihan normal (fisiologis) dan keputihan abnormal (patologis). Keputihan patologis dapat menyebabkan ketidaknyamanan, kurangnya rasa percaya diri, dan kecemasan yang disebabkan oleh keluarannya cairan pada vagina (Monalisa, Bubakar & Amiruddin, 2012). Berdasarkan data Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (2009), di Indonesia sebanyak 75% wanita pernah mengalami keputihan minimal satu kali dalam hidupnya dan 45% diantaranya bisa mengalami keputihan sebanyak dua kali atau lebih. Data Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menyatakan bahwa kejadian keputihan di Jakarta banyak disebabkan oleh bakteri candiadosis vulva vagenitis, dikarenakan banyak perempuan yang tidak mengetahui cara membersihkan daerah vaginanya dengan benar. Hal ini dikarenakan terdapat kebiasaan wanita sejak remaja yang berperilaku buruk dalam menjaga kebersihan organ genetalianya (Widyastuti, 2009). Shadine (2012) mengungkapkan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh keputihan patologis bila tidak diobati dengan tuntas akan berakibat buruk pada kesehatan. Perempuan yang mengalami keputihan akibat infeksi berulang atau menahun dapat mengalami kemandulan akibat gangguan pada organ reproduksi dan
3
juga dapat merupakan tanda dari adanya penyakit lain yang lebih parah seperti tumor pada organ reproduksi serta merupakan gejala dari kanker leher rahim. Dari penelitian yang dilakukan oleh Gay dkk., 1997 di bagian kebidanan dan kandungan RSCM sebagaimana dikutip oleh Badaryati (2012), diperoleh data bahwa sejak tahun 1990-1995 sebanyak 2% remaja usia 11-15 tahun dan 12% remaja usia 1620 tahun dari 223 remaja mengalami keputihan (flour albus) karena terjadi infeksi di daerah kemaluan. Di sebagian negara berkembang kerentanan wanita terhadap infeksi berupa keputihan (flour albus) diperberat oleh rendahnya status sosial wanita dan terbatasnya cara pencegahan terhadap infeksi. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan remaja mengenai keputihan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nisa Juhrotun (2013) yang dilakukan di SMA Negeri 4 Tegal menunjukkan bahwa sebagian besar berpengetahuan cukup tentang keputihan fisiologis dan keputihan patologis 57,3%, berpengetahuan cukup tentang
perbedaan
tanda-tanda
keputihan
fisiologis
dan
patologis
50%,
berpengetahuan baik tentang penyebab keputihan patologis dan fisiologis 59,8% dan berpengetahuan kurang tentang pencegahan keputihan patologis 36,6%. Hasil penelitian yang dilakukan di Klinik remaja kisara PKBI Bali (2013) menunjukkan bahwa sebagaian besar remaja memiliki pengetahuan yang baik mengenai keputihan 93,20% dan hanya 46,51% yang memiliki sikap positif dalam mencegah dan mengatasi keputihan (Karuniadi, 2013). Keputihan (flour albus) merupakan salah satu penyakit yang dapat dipicu oleh IMS. Jumlah kasus IMS yang tercatat di Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada tahun 2013 sebanyak 9.656 kasus. Pada tahun 2013 di Kota Denpasar terdapat 652 kasus, dimana IMS tertinggi terdapat di Puskesmas II Denpasar Selatan. Jumlah IMS di Puskesmas II Denpasar Selatan sebanyak 630 kasus, kasus perempuan lebih banyak
4
dibandingkan dengan kasus laki-laki (Profil Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2013). Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi khususnya mengenai keputihan sangat penting untuk diketahui oleh remaja putri, agar mereka tahu bagaimana seharusnya bersikap ketika menghadapi keputihan patologis. Salah satu upaya yang dilakukan dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja di Puskesmas II Denpasar Selatan adalah melalui program PIK-KRR. Program-program yang dilakukan dalam PIK-KRR di Puskesmas II Denpasar Selatan adalah penyuluhan mengenai penyalahgunaan narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya (NAPZA) dan kesehatan reproduksi termasuk IMS dan HIV/AIDS serta pembentukan konselor sebaya. Penelitian ini penting dilakukan karena keputihan merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang sering dialami remaja putri, terutama di Puskesmas II Denpasar Selatan. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengetahuan dan sikap remaja putri dalam mencegah dan mengatasi keputihan (flour albus) di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan.
1.2 Rumusan Masalah Masalah keputihan pada remaja sering kali tidak ditangani serius oleh remaja. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan sikap remaja putri mengenai kesehatan reproduksi khususnya masalah keputihan. Namun data mengenai keputihan pada remaja putri masing kurang sehingga penelitian ini menjawab masalah peneliti yaitu “Bagaimana Tingkat Pengetahuan dan Sikap remaja puti dalam Mencegah dan Mengatasi Keputihan (flour albus) di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan?”
5
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri dalam mencegah dan mengatasi keputihan (flour albus) di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Tingkat pengetahuan remaja putri tentang mencegah dan mengatasi keputihan (flour albus) di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan. 2.
Sikap remaja putri dalam mencegah dan mengatasi keputihan (flour albus) di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi untuk lebih menggembangkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan reproduksi dalam mencegah dan mengatasi keputihan (flour albus) pada remaja. Hasil penelitian ini juga diharapkan bisa dijadikan acuan bagi penelitian-penelitian berikutnya yang berkaitan dengan keputihan (flour albus). 1.4.2 Manfaat praktis Memberikan informasi kepada semua pihak tentang tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri dalam mencegah dan mengatasi keputihan (flour albus) di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan. Dari aspek kesehatan masyarakat, dapat dilakukan upaya mencegah dan mengatasi keputihan patologis, sehingga terhindar dari keputihan yang dapat merugikan bagi kesehatan reproduksinya.
6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang kesehatan reproduksi remaja yang menggambarkan tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri dalam mencegah dan mengatasi keputihan (flour albus) di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan.