BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir seorang anak atau lebih. Dalam kelompok individu tersebut lahir organisasi sosial yang bernama keluarga dan membentuk relasi-relasi seperti hubungan suami istri, anak dan orang tua, anak dengan saudara-saudaranya, anak dengan kakek-neneknya, anak dengan paman dan tantenya, ayah-ibu dengan saudara dan ipar-iparnya, suami istri dengan orang tua dan mertuanya, dan seterusnya. Pernikahan bukanlah hal yang mudah, di dalamnya terdapat banyak konsekuensi yang harus dihadapi sebagai suatu bentuk tahap kehidupan baru individu dewasa dan pergantian status lajang menjadi sseorangh istri yang menuntut adanya penyesuaian diri terus-menerus sepanjang pernikahan (Hurlock, 1993). Sebaliknya, individu yang tidak memiliki kesiapan menuju kehidupan pernikahan belum dapat disebut layak untuk melakukan pernikahan, sehingga mereka dianjurkan untuk melakukan penundaan atau pendewasaan usia pernikahan. Menurut Dival dan Miller (Dalam Aryaaulia 2004:3), pernikahan dapat di lihat sebagai suatu hubungan atau pasangan antara pria dan wanita yang sifatnya paling intim dan cenderung diperhatikan. Selain itu pernikahan juga sering dianggap sebagai akhir dari serangkaian yang masing-masing melibatkan tingkat komitmen
yang seringkali tinggi yaitu kencan, saling menemani, janji sehidup semati, pacaran, perjanjian untuk menikah, pertunangan, dan akhirnya sebuah pernikahan. Zakiyah Daradjat (1975) mendefinisikan remaja sebagai anak yang ada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju usia dewasa pada masa peralihan ini biasanya terjadi percepatan pertumbuhan dari segi fisik maupun psikis. Baik ditinjau dari bentuk badan, sikap, cara berpikir dan bertindak mereka bukan lagi anak-anak. Mereka juga belum dikatakan manusia dewasa yang memiliki kematangan pikiran. Sifat-sifat keremajaan ini (seperti emosi yang tidak stabil, belum mempunyai kemampuan yang matang untuk menyelesaikan konflik-konflik yang dihadapi, serta belum memepunyai pemikiran yang matang tentang masa depan yang baik), akan sangat mempengaruhi perkembangan psikososial anak dalam hal ini kemampuan konflik pun, usia itu berpengaruh. Pernikahan usia mudah juga membawa pengaruh yang tidak baik bagi anakanak mereka. Biasanya anak-anak kurang kecerdasannya. Sebagaimana dikemukakan oleh Ancok yaitu : Anak-anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu remaja mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih renda bila dibandingkan dengan anak yang dilahirkan doleh ibi-ibu yang lebih dewasa. Rendahnya angka kecerdasan anak-anak tersebut karena si ibu belum membri stimulasi mental pada anak-anak mereka. Hal ini di sebabkan karena ibu-ibu yang masih remaja belum mempunyai kesiapan untuk menjadi ibu. Perkembangan bahasa si anak sangat tergantung pada cara si ibu berbicara dengan anaknya. Aspek kecerdasan non bahasa berkembang bila si ibu dapat
memberikan permainan atau stimulant mental yang baik. Ibu remaja biasanya kurang mampu memberikan stimulant mental itu. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kedewasaan ibu baik secara fisik maupun mental sangat penting, karena hal itu akan berpengaruh terhadap perkembangan anak kelak dikemudian hari. Oleh itulah maka sangat penting untuk memperhatikan umur pada anak yang akan menikah. Meskipun batas umur pernikahan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 74, yaitu pernikahan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Namun dalam kenyataannya kita masih banyak jumpai manusia melakukan pernikahan pada usia muda atau di bawah umur. Padahal pernikahan yang sukses pasti membutuhkan kedewasaan tanggung jawab secara fisik maupun mental, untuk bisa mewujudkan harapan yang ideal dalam kehidupan berumah tangga. Pernikahan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam kehidupan, terutama mengatur dalam pergaulan seorang laki-laki dan perempuan yang hidup bersama dalam sebuah rumah tangga sebagai suami istri dan sekaligus merupakan saat peralihan dari masa remaja ke masa dewasa hingga berkeluarga. Menurut Bahrun (2003:124) , Tujuan pernikahan dalam ajaran agama atau dalam ajaran sistem kepercayaan pada dasarnya adalah sama yakni untuk menghindarkan terjadinya seksual secara liar/bebas dan menciptakan system sosial yang harmonis. Selain itu pernikahan diharapkan menghantarkan manusia salam
kehidupan rumah tangga yang bahagia, melahirkan keturunan, dan saling melindungi antara satu dengan yang lainnya. Dalam proses pernikahan diperlukan atau ditentukan oleh beberapa syarat yang diatur oleh norma-norma tradisi yang berlaku dalam kehidupan masyarakat yang diatur sesuai dengan norma tersebut dan tidak menyimpang dari aturan yang telah dihayati bersama selama ini. Oleh karena itu akan mempunyai makna dan kesan menghormati atau memiliki norma-norma, sehingga kedudukan mereka akan terhormat di tengah-tengah kehidupan masyarakat. (Moejipto,2002;2). Kepada pasangan usia muda tersebut seharusnya diberikan pembekalan yang memadai tentang norma-norma berkeluarga,adat istiadat, perilaku dan budaya malu serta rasa hormat, dan pemahaman tentang agama. Masih banyak orang tua yang belum menyadari pentingnya keterlibatan mereka secara langsung dalam mengasuh anak. Tak jarang akibatnya merugikan perkembangan fisik dan mental anaknya sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian untuk mendeskripsikan pernikahan usia mudah khususnya untuk melihat factor-faktor yang mungkin mempengaruhi terjadinya pernikahan usia muda, serta dampak pernikahan usia muda tersebut dalam kehidupam berumah tangga di Kecamatan Tawalian Kabupaten Mamasa.
Dengan melihat kenyataan ini telah mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Makna pernikahan Usia Muda di Kecamatan Tawalian Kabupaten Mamasa). B. Rumusan Masalah Bahwa sasaran pembahasan penelitian ini adalah menyangkut pada pernikahan usia muda. Maka dalam pembahasan ini, nantinya tidak terlalu jauh melebar sesuai dengan topik pembahasan dan mengingat batasan waktu. Dalam penulisan ini, penulis mencoba merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan, sebagai berikut : 1. Bagaimana makna pernikahan usia muda yang terjadi dikecamatan tawalian? 2. Mengapa terjadi pernikahan usia muda dikecamatan tawalian? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian yaitu : 1. Untuk mengetahui makna dari pernikahan usia muda. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia muda. Kegunaan penelitian : 1. Sebagai bahan masukan kepada pihak yang bersangkutan dalam bidang pembangunan kependudukan, khususnya pembangunan keluarga sejahtera. 2. Sebagai
bahan
pertimbangan
kepada
melaksanakan pernikahan usia muda.
pasangan
remaja
yang
ingin
3. Menjadi bahan informan bagi peneliti yang ingin mengadakan penelitian yang sejenis dimasa akan datang. D. Kerangka Konseptual Pernikahan merupakan suatu langka hidup yang penting dalam kehidupan manusia dan bukan sekedar hubungan laki-laki dengan perempuan karena naluri seksual. Pernikahan mempunyai makna yang kokoh baik lahir maupun batin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk membentuk rumah tangga atau keluarga sesuai dengan tujuan dan ketentuan dari pencipta dalam rangka berbakti. Seperti yang kita ketahui bahwa pernikahan usia muda atau yang lebih dikenal sekarang ini dengan istilah pernikahan dini banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Pernikahan usia muda adalah pernikahan antara dua pasangan muda yang belum mencapai batas umur. Hal tersebut tentunya akan mendatangkan berbagai masalah didalam kehidupan keluarga mereka dan biasanya akan berakhir dengan perceraian yang diakibatkan kurangnya persiapan fisik dan mental serta perencanaan yang matang dalam memasuki kehidupan keluarganya. Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dalam kehidupan masyarakat, usia nikah muda sering kali akan terjadi pernikahan lebih dari satu kali. Hal ini ada kemungkinan keluarga itu tidak harmonis lagi karena bukan merupakan pilihannya sendiri. Oleh karena itu mereka dapat bercerai kemudian menikah lagi dengan pasangan hasil pilhannya sendiri. Untuk itu dalam melaksanakan pernikahan
perlu persiapan mental spiritual yang kokoh untuk menghadapi kehidupan jaman modern yang penuh persaingan baik pengetahuan, sikap, keyakinan maupun perilakunya. (Moejipto,2000;2). Menurut Koentjaraningrat (1977:90), bahwa jika ditinjau dari kebudayaan masyarakat, maka pernikahan merupakan pengatur kelakuan manusia yang bersangkut paut dengan kehidupan seksnya. Selain pernikahan berfungsi untuk mengatur ketentuan akan hak dan kewajiban serta perlindungan juga memenuhi kehidupanakan harta, gengsi sosial, dan lebih penting lagi adalah memelihara hubungan kekerabatan. E. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tawalian Kabupaten Mamasa Sulawesi Barat. 2. Tipe dan Dasar Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yang mencoba menggambarkan secara terperinci tentang gejala-gejala dalam hal pernikahan usia muda. Sedangkan dasar penelitian yang digunakaan dalam penelitian ini adalah studi kasus, yaitu suatu pendekatan untuk melihat objek penelitian sebagai suatu kesatuan yang terpadu agar dapat memperoleh fakta yang meyakinkan. 3. Teknik Pengumpulan Data 1. Jenis Data
Data kualitatif yaitu data yang berdasarkan pada bahan informasi, berkaitan dengan objek yang diteliti.
2. Sumber Data a. Data Sekunder Data yang diperoleh dari berbagai informasi, dokumen dan lain-lain baik berupa buku-buku,laporan-laporan yang relevan dalam rangka memperoleh data menyangkut permasalahan penelitian. b. Data Primer Pengumpulan data primer yang sesuai dengan kebutuhan penelitian dengan cara : -
Observasi yaitu cara pengamatan langsung pada lokasi penelitian.
-
Wwancara mendalam yaitu mengadakan wawancara langsung dengan informan. Wawancara dilakukan terhadap informan maupun responden yang dipilih dan dianggap dapat memberikan informasi tentang fokus masalah penelitian. Untuk melaksanakan wawancara terlebih dahulu dipersiapkan pedoman wawancara. Namun pada situasi tertentu, wawancara sering dilakukan secara spontan, seperti dalam pembicaraan sehari-hari tapi tetap fokus pada masalah yang diteliti.
4. Teknik Penentuan Informan
Teknik penentuan informan yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah “ Purposive Sampling “. Yaitu penarikan sampel yang ditetapkan dengan sengaja oleh penulis, didasarkan atas kriteria yang dimaksud adalah penduduk yang berada di Kecamatan Tawalian dengan memilih 3 pasangan suami istri yang melakukan pernikahan usia mudah dan beberapa tanggapan masyarakat mengenai pernikahan usia muda yang dianggap dapat menggambarkan dari apa yang dipertanyakan pada rumusan masalah. 5. Teknik Analisa Data .Seluruh hasil data penelitian yang telah dikumpulkan atau diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisa secara kualitatif dengan cara menggambarkan masalah secara jelas dan mendalam yang kemudian hasil dari penggambaran masalah diinterpretasikan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan. Secara ringkas, analisa data dilakukan melalui tahapan yaitu tahap reduksi data, tahap penyajian data,dan tahap panarikan kesimpulan. Sementara untuk menjamin validitas data, maka peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber yaitu dengan melakukan cek terhadap informasi yang disampaikan oleh informan.