BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pada zaman yang serba konsumtif, orang tua lupa mengajak anakanaknya untuk hidup hemat, apalagi menabung. Alih-alih mengajak anak menabung, orangtua sendiri terkadang lupa diri bila sudah berada di mal (Wardhani, 2008). Tawaran diskon atau voucher membuat mereka segera merogoh dompet tanpa berpikir apakah barang yang dibeli benar-benar dibutuhkan. Gaya hidup konsumtif semacam ini semakin dimudahkan dengan kartu kredit. Bank merangsang pemilik kartu kredit terus menggesek kartunya dengan iming-iming poin. Semakin gencar berbelanja, semakin banyak poin didapat, dan semakin mahal nilai hadiahnya. Di tengah iming-iming yang serba menarik hati, orangtua harus bekerja ekstra keras untuk menarik anakanak agar tidak masuk dalam pusaran arus konsumerisme. Orang tua dengan sekuat hati mengajarkan pola perilaku tentang menabung. Ada yang berhasil, namun banyak juga yang berakhir dengan kegagalan dalam mengajari anak perilaku menabung. Sebenarnya banyak orang dewasa tidak tahu cara menangani uang dengan benar karena ketika masih kanak-kanak mereka jarang atau tidak diperkenalkan dengan uang. Orang tua mereka yang melakukan semua kegiatan mulai dari berbelanja sampai menabung untuk anak. Sedangkan
anak, jarang sekali diberikan kesempatan untuk mempelajari persoalan uang, padahal selama kehidupan tentunya seorang anak juga tidak akan terpisahkan dengan masalah uang (Wardhani, 2008). Sebagai orang tua, jika ingin anak-anak tumbuh besar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab secara finansial, menurut Wardhani (2008), memang harus membiarkan anak sering menangani atau berinteraksi dengan uang.
Pelajaran
seperti
ini
akan
membantu
anak-anak
dalam
mengembangkan pemahaman yang jauh lebih menyeluruh mengenai uang dan cara mengelolanya dengan benar, misalnya dengan perilaku menabung. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), menabung adalah kegiatan menyimpan uang (di celengan, pos, bank, dsb). Menabung juga bukanlah kata yang asing lagi ditelinga kita, hampir semua orang tahu tentang menabung. Namun yang menjadi masalah adalah kebiasaan menabung itu sendiri. Memang kata menabung selalu terngiang di telinga kita, tetapi tetap saja perilaku menabung bukan menjadi kebiasaan kita, walau memang ada sebagian orang yang gemar menabung, namun menabung terbukti sangat sulit diterapkan (Wardhani, 2008). Menabung pada anak merupakan sebuah tindakan preventif guna mencegah perilaku hidup boros dan menjadi konsumtif nantinya (Rini, 2006). Cara menabung tradisional dengan celengan misalnya, merupakan langkah awal yang mudah buat orang tua dalam mengajarkan hal positif kepada anak dalam mengelola keuangannya. Cara ini akan melatih mereka senantiasa
tidak bergaya hidup boros. Jika ini diterapkan sejak kecil, kelak anak akan terbiasa hingga dewasa. Perilaku menabung merupakan suatu sikap yang sangat positif, dimana di dalamnya tersimpan makna yang luar biasa, yaitu sikap menahan diri dan jujur (Penny, 2008). Dengan diterapkannya perilaku menabung sejak usia dini, maka perilaku ini akan terbawa hingga dewasa nanti. Menurut Yasta (2009), cara menanamkan kebiasaan menabung memang berbedabeda, tergantung usia anak. Pada anak yang belum bersekolah atau masih TK, sulit dilakukan hanya dengan memberi pengertian bahwa tidak semua yang dinginkan bisa didapatkan. Pada anak usia ini juga tidak bijaksana jika orang tua memberikan uang begitu saja tanpa diajarkan tentang cara seharusnya uang itu disimpan atau ditabung. Anak-anak yang tidak terbiasa menabung, biasanya akan selalu menghabiskan uang yang diberikan, karena hal yang paling penting dalam mendidik anak usia TK adalah keteladanan dari lingkungan. Cara terbaik dalam mengajarkan kebiasaan menabung pada anak adalah tidak serta merta langsung disuruh dan diperintahkan. Orang tua dapat memberikan teladan atau contoh perilaku menabung yang kemudian dapat ditiru oleh anak. Contoh perilaku atau teladan ini dapat dilakukan oleh orang tua sendiri, atau dengan bantuan media lain yang mampu untuk menyampaikan pesan moral dan nilai tentang menabung. Menurut Yasta (2009), cara dengan bantuan media cerita dongeng dan boneka merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan anak tentang menabung. Anak
tidak merasa dipaksa untuk menabung, sebaliknya anak melakukannya dengan sukarela karena meniru perilaku dari boneka yang menjadi tokoh dalam cerita. Hal ini dapat membuat anak lebih fokus dalam menerima pelajaran yang disampaikan, sehingga perilaku menabung dapat diterima dengan cepat, dan dapat dipraktekan sehari-hari. Sejalan dengan Yasta (2009), menurut Penny (2008), banyak cara yang bisa dilakukan agar anak tertarik dan memperhatikan akan perilaku menabung yang kita terapkan. Untuk mengajarkan konsep menabung pada anak, haruslah dilakukan dengan menyenangkan. Salah satunya adalah dengan media dongeng boneka. Metode dongeng boneka dapat menarik perhatian anak-anak, karena anak – anak diceritakan sebuah cerita tentang menabung yang di wakili oleh tokoh – tokoh boneka yang mengajarkan nilai tentang menabung. Dongeng boneka adalah suatu kisah yang di angkat dari pemikiran fiktif ataupun kisah nyata yang menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan pesan moral yang mengandung makna hidup dan cara berinteraksi dengan mahluk lainnya (Olivia, 2005). Dongeng boneka juga merupakan dunia khayalan dan imajinasi, dari pemikiran seseorang. Terkadang kisah dongeng boneka bisa membawa pendengarnya terhanyut kedalam dunia fantasi, tergantung bagaimana cara penyampaian dongeng tersebut dan pesan moral yang disampaikan (Olivia, 2005). Dongeng boneka sebenarnya mirip dengan panggung boneka atau puppet show, hanya saja dalam dongeng boneka, cerita disampaikan dengan sederhana tanpa latar panggung dan lainnya,
hanya ada pendongeng dan beberapa boneka sebagai media. Pendongeng juga bisa siapa saja, misalnya guru, orang tua, atau orang lain yang mampu untuk bercerita dongeng dan memiliki boneka. Dalam dongeng boneka, boneka tersebut nantinya berperan sebagai tokoh dalam cerita dan berfungsi untuk menyampaikan pesan moral yang ada dalam cerita dongeng. Berdasar hal diatas, dalam penelitian yang menguji hubungan dua variabel ini yaitu, tentang pengaruh dongeng boneka terhadap frekuensi perilaku menabung pada murid taman kanak – kanak. Peneliti menggunakan subjek anak usia TK karena peneliti ingin melihat seberapa signifikan pengaruh metode dongeng boneka sebagai media dalam menyampaikan nilai pesan moral perilaku menabung. Peneliti juga menggunakan dongeng boneka sebagai media bantu karena dongeng boneka dapat bercerita tentang tokoh – tokoh yang menjadi teladan bagi anak, sehingga anak mencontoh perilaku menabung nantinya. 1.2. Identifikasi Masalah Metode dongeng boneka terbukti sangat baik dalam mengajari dan merubah perilaku anak terhadap sesuatu hal. Dengan media ini orang tua atau guru lebih mudah dalam menyampaikan pelajaran serta membentuk perilaku terhadap anak (Penny, 2008). Namun yang terjadi adalah, metode ini jarang sekali dipakai orang tua dan guru dalam menerapkan kebiasaan menabung. Sebaliknya, orang tua dan guru hanya menyuruh dan memerintah anak untuk menabung, hal inilah yang membuat anak merasa dipaksa untuk
menabung dan ketika anak merasa dipaksa maka perilaku menabung itu tidaklah lagi menjadi suatu hal yang menyenangkan. Akibatnya anak tidak lagi mau melakukan perilaku menabung. 1. 3. Rumusan Masalah Adakah pengaruh dongeng boneka tentang menabung terhadap frekuensi perilaku menabung pada anak usia TK? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan adanya penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh dongeng boneka tentang menabung terhadap perilaku frekuensi menabung pada anak usia TK. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa signifikan pengaruh dongeng boneka sebagai salah satu metode dalam menerapkan perilaku menabung pada anak usia TK. Bagi orang tua dan guru, metode dongeng boneka dapat menjadi sebuah media alternatif ang bisa membantu mereka dalam menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya perilaku menabung pada anak yang dimulai sejak dini. Bagi ilmu psikologi, penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan dan menerapkan teori psikologi pendidikan, khususnya pada anak terhadap dunia nyata. Penelitian ini juga diharapkan menjadi penjembatan dan mampu
membantu ilmuan psikologi ataupun praktisi psikologi anak dan pendidikan dalam melakukan intervensi dalam kehidupan sehari - hari.