BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang Islam adalah orang yang memiliki tujuan hidup yang digariskan oleh agama Islam.1 Sedangkan masyarakat Islam adalah sekelompok orang yang terjaring oleh kebudayaan Islam yang diamalkan sebagai suatu kebudayaan yang berdasar pada prinsip al-Qur’an dan al-Hadist dalam setiap perilakunya.2 Kebudayaan semacam inilah yang nantinya akan mewujudkan suasana yang Islami dalam kehidupan bermasyarakat. Termasuk juga gerakan kembali ke masjid adalah merupakan suatu bentuk upaya untuk mewujudkan suasana Islami tersebut, sebab maksud dari pada gerakan ini adalah bukan hanya sekedar mendatangi masjid, atau membiasakan shalat di masjid saja, akan tetapi gerakan kembali di masjid disini adalah dalam rangka membina kehidupan sebagai pribadi, keluarga, dan umat agar selalu terpaut dengan kesucian, kebenaran, ketundukan jiwa kepada Maha Mencipta ( al-Khaliq ) , serta kesetaraan derajat manusia. Firman Allah
’tA#uuρ nο4θn=¢Á9$# tΠ$s%r&uρ ÌÅzFψ$# ÏΘöθu‹ø9$#uρ «!$$Î/ š∅tΒ#u ôtΒ «!$# y‰Éf≈|¡tΒ ãßϑ÷ètƒ $yϑ‾ΡÎ) ∩⊇∇∪ šÏ‰tFôγßϑø9$# zÏΒ (#θçΡθä3tƒ βr& y7Í×‾≈s9'ρé& #†|¤yèsù ( ©!$# āωÎ) |·øƒs† óΟs9uρ nο4θŸ2¨“9$# “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah yang orangorang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada 1 Nanik Mahendrawati dan Agus safi’I, Pengembangan Masyaraakat Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 37. 2 Sidi Gozaiba, Masyarakat Islam Pengantar Sosiologi dan Sosiograf (Jakarta: Bulan bintang, 1976), 126.
1
2
siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk, golongan orang-orang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah (9): 18)3 Masjid berarti tempat untuk bersujud. Secara terminologis, masjid juga dapat diartikan sebagai tempat beribadah umat Islam khususnya dalam melaksanakan shalat. Masjid sering di sebut dengan Baitullah (rumah Allah) yaitu rumah yang dibangun untuk mengabdi kepada Allah. Setiap masjid yang dibangun diperuntukkan bagi kaum muslimin supaya dipergunakan sebagai sarana mengabdi kepada Allah. Bukan hanya untuk golongan maupun organisasi tertentu saja meskipun mereka yang membangunnya. Siswanto dalam bukunya yang berjudul Panduan Pengelolaan Himpunan Jama’ah Masjid mengemukakan bahwa Masjid juga memiliki fungsi yang dominan dalam kehidupan umat. Diantaranya adalah: 1. Sebagai tempat beribadah 2. Sebagai tempat menuntut ilmu 3. Sebagai tempat pembinaan jama’ah 4. Sebagai pusat da’wah dan kebudayaan 5. Sebagai pusat kaderisasi umat 6. Sebagai basis kebangkitan umat4 Berdasarkan pengamatan sementara, penulis mendapati bahwa Masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Desa Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo dalam perjalanannya selama ini adalah merupakan masjid yang sangat ramai yang sarat dengan kegiatan-kegiatan keagamaan yang tidak hanya diikuti oleh masyarakat sekitar desa Tegalsari saja melainkan juga 3 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara dan Penafsir al-Qur’an,1995) 280 4 Siswanto, Panduan Pengelolaan Himpunan Jama’ah Masjid (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), 9
3
diikuti oleh masyarakat dari luar desa seperti shalat berjama'ah di masjid, tahlilan, khatmul Qur'an, Qira'ah tartil dan tadarrus. Meskipun masyarakat desa Tegalsari sudah berfikiran modern, akan tetapi bila diperhatikan dari sisi praktik keagamaannya mereka tetap mau mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di masjid tersebut. Bahkan bila diperhatikan,
mereka
cenderung
banyak
melaksanakan
kegiatan
keagamaannya di masjid tidak di rumah masing-masing.5 Para Ta’mir Masjid mengetahui betul urgensi keberadaan masjid, karena keberadaan masjid memang bukan hanya menghadirkannya secara fisik akan tetapi harus membangun ruh yang religius, agar tidak hilang ditelan oleh perselisihan, perebutan kepentingan pribadi dan golongan, atau aktivitasativitas keagamaan yang kurang memperhatikan fikih prioritas.6 Berdasarkan motivasi inilah kemudian para tam'ir masjid Kyai Ageng Muhammad Besari desa Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo, nampaknya merasa lebih bersemangat untuk lebih mengupayakan berbagai macam bentuk kegiatan-kegiatan keagamaan pada masjidnya sehingga menjadikannya ramai seperti yang dapat disaksikan saat sekarang ini. Berangkat dari ketertarikan peneliti terhadap keberadaan masjid yang luar biasa secara kuantitas, dan dalam realitanyapun memiliki kualitas yang cukup bagus, dimana semua itu tentunya tidak lain disebabkan karena peran dan fungsi masjid berjalan sebagaimana mestinya serta manajemen di dalamnyapun berjalan secara efektif dan efisien.
5
Wawancara dengan Bapak Syamsuddin selaku Kyai masjid di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari desa Tegalsari, tanggal 15 maret 2008 di Kediaman Bapak Syamsuddin. 6 Budiman Mustofa, Manajemen Masjid (Surakarta: Ziyad, 2007), 39.
4
Atas dasar penelitian tersebut diatas maka peneliti ingin meneliti lebih jauh tentang hal tersebut dengan judul: Upaya Ta'mir Masjid Dalam Melaksanakan Kegiatan Keagamaan Di Masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo.
B. Fokus Penelitian Untuk mempermudah penulis lebih mendalam tentang upaya Ta’mir dalam melaksanakan kegiatan keagamaan di masjid Kyai Ageng Besari, maka penulis memfokuskan tentang : 1. Personel Ta'mir masjid Kyai Ageng Besari 2. Bentuk upaya kegiatan keagamaan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo. 3. Faktor pendukung dan penghambat kegiatan keagamaan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Tegalsari kecamatan Jetis kabupaten Ponorogo.
C. Rumusan Masalah Berdasarakan latar belakang masalah diatas maka penulis dapat merumuskan beberapa masalah antara lain: 1. Bagaimana Personel Ta'mir masjid Kyai Ageng Muhammad Besari di Desa Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo ? 2. Bagaimana bentuk upaya kegiatan keagamaan di masjid Kyai Ageng Muhammad Ponorogo ?
Besari di Desa Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten
5
3. Apakah faktor pendukung dan penghambat kegiatan keagmaan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari di Desa Tegalsari Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo ?
D. Tujuan Penelitian Berangkat dari permasalahan yang diungkap diatas, maka tujuan peneliti ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan Personel Ta'mir masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Tegalsari. 2. Untuk mendeskripsikan bentuk upaya kegiatan keagamaan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Tegalsari. 3. Untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat kegiatan keagamaan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo.
E. Manfaat Penelitian Hasil peneliti akan memiliki kegunaan: 1. Secara teoritis Dari penelitian ini akan ditentukan pola Ta’mir dalam pelaksanaan kegiatan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Tegalsari. 2. Secara Praktis
6
a. Sebagai masukan kepada Ta’mir masjid terhadap pelaksanaan kegiatan keagamaan
di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari
Tegalsari. b. Sebagai informasi kepada masyarakat tentang peran Ta’mir dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Tegalsari. c. Sebagai sumbangan untuk memperkaya ilmu pengetahuan khususnya di dunia pendidikan keagamaan
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini digunakan metodologi penelitian dengan pendekatan kualitatif, yang memiliki karakteristik alami (natural setting) sebagai sumber data langsung, diskriptif, proses lebih dipentingkan daripada hasil. Analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisis induktif dan makna merupakan hal yang esensial. 7 Dan dalam hal ini jenis penelitian yang digunakan adalah study kasus yaitu suatu diskriptif, intensif dan analisis fenomena tertentu atau suatu sosial seperti individu, kelompok institusi atau masyarakat. 2. Kehadiran Peneliti 7
Pendekatan kualitatif Adalah Prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati lihat dalam Lexy Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT. Remaa Rosdakarya, 2003), 3.
7
Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengalaman
berperan
serta
sebab
peranan
penelitian
yang
menentukan keseluruhan skenarionya. 8 Untuk itu dalam penelitian itu peneliti bertindak sebagai instrumen kunci, partisipan penuh sekaligus pengumpul data sedangkan instrumen yang lain sebagai penunjang 3. Lokasi Penelitian Penulis mengambil penelitian kegiatan keagamaan ta'mir masjid Kyai Muhammad Ageng Besar yang betempat di Desa Tegalsari Kacamatan Jetis Kabupeten Ponorogo. 4. Sumber Data Sumber data utama dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dengan demikian sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan sebagai sumber utama. Sedangkan data tertulis, foto adalah sebagai tambahan. 9 Sumber data adalah subyek darimana data diperoleh. Adapun data diperoleh dari: a. Orang (Person) yaitu sumber yang bisa memberikan data berupa jawaban tertulis melalui angket atau lisan dan melalui wawancara dan tindakan pengamatan di lapangan. Dalam penelitian ini 8
Pengamatan berperan serta adalah sebagai penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu yang cukup lama antara penelitian dengan subjek dalam lingkungan subjek, selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan lihat dalam Lexy Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, 117. 9 .Lexy Moloeng, Metodologi Kualitatif , (Bandung: Remaja Rosdakarya,2003), 13.
8
adalah pengurus ta'mir masjid Kyai Ageng Muhammad Besari dan bebrapa masyarakat Tegalsari Kecamtan Jetis Kabupaten Ponorogo. b. Tempat (Place) yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak. Diam misalnya kegiatan masyarakat. c. Dokumen (Paper) yaitu sumber data yang menyajikan tandatanda berupa huruf, angka, gambar atau simbol-simbol lainnya. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan data pada penelitian ini adalah meliputi wawancara,
observasi
dan dokumentasi.
Sebab
bagi peneliti
kualitatif fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subjek melalui wawancara mendalam dan diobservasi pada latar, di mana fenomena tersebut berlangsung dan di samping itu untuk melengkapi data diperlukan dokumentasi (tentang bahan yang ditulis oleh atau tentang subjek). Adapun pengumpulan data dapat dilakukan sebagai berikut: a. Teknik Wawancara Wawancara merupakan bentuk komunikasi antara dua orang yang melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. 10
10
Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2004), 180.
9
Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang upaya Ta'mir masjid Kyai Ageng Besari dalam melaksanakan kegiatan keagamaan di Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo. Diantara orang-orang yang diwawancarai antara lain KH. Syamsuddin (Kyai), KH. Qomaruddin (Kyai), Drs. H.Abdul Manaf (Ketua Ta’mir), Bpk H. Afif Azhari, H. Abdul Rohman (Ketua Yayasan), Bpk. H. Djumeno, BA, Fathul Rohman (Bagian Pendidikan), Bpk. Wahid (Jama’ah), H. Asmu’id (Wakaf), H. Rusidi, Suprapto (Banguan), Drs. M. Barokah, Mariadi, Sudrajat, BA, Subarno, Mespan (Anggota). Hasil wawancara dari informan tersebut ditulis lengkap dengan kode-kode dalam transkrip wawancara. Tulisan lengkap dari wawancara tersebut dinamakan transkip wawancara. b. Teknik Observasi Metode ini digunakan apabila seorang peneliti ingin mengetahui
secara
empirik
data
yang
dilakukan
dengan
pengamatan yang disertai dengan pencatatan secara teratur terhadap obyek yang diamati sebagai suatu metode yang ilmiyah Observasi juga diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. 11
11
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), 158.
10
Metode observasi ini diguanakan untuk menyusun data tentang
pelaksanaan
kegiatan
keagamaan
Ta'mir
masjid
mayarakat Tegalsari, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo. c. Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi ini diguankan untuk mengumpulkan data dari sumber non insan sumber ini bersumber dari dokumen dan rekaman. 12 Metode ini digunakan untuk memperoleh data atau informsi tentang gambaran masyarakat Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo. Rangkaian kegiatan yang dilakukan Ta'mir terutama yang bekaitan dengan kegiatan sosial keagamaan. 6. Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami temuannya, seperti dinformasikan pada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain. Analisis data dalam kasus ini menggunakan analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles dan Huberman. Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data
12
Sutrisno Hadi, Metode Research (Yogyakarta: Fakultas Psikologi,1991), 226.
11
kualiatatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data meliputi data reduction,13 data display14 dan conclusion,15
langkah-langkah analisis ditujukan pada
gambar berikut.
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data Kesimpulankesimpulan penarikan/ verivikasi
Keterangan : a. Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, membuat kategori dengan demikian data yang direduksi memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data.
13 Miles Mathew B & A Michel Huberman, Analis Data Kualitatif. Terjemah Tjetjep Rohidi (Jakarta : U.I Press, 1922), 16. 14 Ibid . , 17. 15 Ibid . , 19.
12
b. Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah bentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik, network, data chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah
menjadi pola yang baku yang selanjutnya akan
didisplaykan pada laporan akhir penelitian. c. Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. 7. Pengecekan Keabsahan Data Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbarui dari konsep
keaslian
kepercayaan
(validitas)
keabsahan
data
dan
keandalan
(kredibilitas
(reliabilitas)
data)
dapat
derajat diadakan
pengecekan dengan teknik pengamatan yang tekun dan triangulasi. Ketekunan pengamatan adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan itu isu yang sedang dicari. Ketekunan ini dilaksanakan peneliti dengan cara : a. Mengadakan
pengamatan
dengan
teliti
dan
rinci
berkesinambungan terhadap hal-hal yang berhubungan
secara dengan
pelaksanaan kegiatan keagamaan Ta'mir masjid Kyai Ageng Muhammad Besari. b. Menelaah secara rinci pada suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh hal tentang keadaan pelaksanaan kegiatan keagamaan Ta'mir masjid Kyai Ageng Besar di Desa Tegalsari.
13
Hal ini menggunakan teknik triangulasi dengan sumber hal ini dapat dicapai peneliti dengan jalan : a. Membandingkan hasil pengamatan tentang keadaan kegiatan Ta'mir masjid dengan data hasil wawancara. b. Membandingkan apa yang dikatakan Ta'mir dengan yang dikatakan jama’ah (masyarakat). c. Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang ada di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Tegalsari 8. Tahapan-Tahapan Penelitian Tahapan-tahapan penelitian dalam penelitian ini ada tiga tahapan dan ditambah dengan tahap terakhir dari penelitian yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian. Tahap-tahap penelitian tersebut adalah : (1) Tahap pra lapangan yang meliputi : menyusun rancangan penelitian,
memilih lapangan
penelitian,
mengurus
perizinan, menjajagi dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan yang menyangkut persoalan etika penelitian, (2) Tahap pekerjaan lapangan yang meliputi : memahami letak penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data, (3) Tahap analisis data yang meliputi : analisis selama dan setelah pengumpulan data, (4) Tahap penulisan hasil laporan penelitian.
14
G. Sistematika Pembahasan Pembahasan dalam skripsi ini terbagi menjadi beberapa bab. Adapun untuk memudahkan dalam memahami skripsi ini, maka penelitian menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut : Bab I merupakan bab pendahuluan. Bab ini berfungsi sebagai gambaran umum untuk memberi pola pemikiran bagi keseluruhan skripsi yang meliputi : Latar Belakang Masalah, Fokus Penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan. Bab II adalah Tugas ta’mir masjid dalam melaksanakan kegiatan keagamaan Fungsinya sebagai kerangka teori yang akan dipakai sebagai acuan untuk membaca hasil data yang diperoleh dilapangan Yaitu tentang Administrasi dan Manjemen Masjid dalam membangun sosial keagamaan. Bab III adalah penyajian data, penyajian data umum berisi paparan sejarah berdirinya masjid kyai Ageng Muhammad Besari, letak geografis, struktur organisasi, Penyajian data tentang penjelasan upaya ta’mir dalam melaksanakan kegiatan Keagamaan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Bab IV Menyajikan analisis tentang pelaksanaan kegiatan kegamaan yang dilakukan oleh Ta'mir masjid Kyai Ageng Besari Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo. Bab V Penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran serta penutup.
15
BAB II MANAJEMEN MASJID
A. Pengertian Administrasi dan Manajemen Masjid Administrasi berarti proses penyelenggaraan kegiatan kerja sama yang melibatkan sedikitnya dua orang secara berdaya guna dan berhasil guna, dan dengan nalar (rasionalitas) yang tinggi untuk mencapai tujuan tertentu. Ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Sondang P. Siagian yang dikutip oleh Hendiyat Soetopo dalam bukunya yang berjudul Pangantar Administrasi Pendidikan.
16
Operasional
Jadi administrasi disini ialah mengurus,
menuntun, atau mengendalikan organisasi ke arah tujuan untuk mewujudkan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya17 Sedangkan yang disebut dengan manajemen adalah segenap perbuatan yang menggerakkan sekelompok orang dan mengerakkan fasilitas dalam suatu usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.18 Dengan kalimat lain boleh peneliti sederhanakan bahwa manajemen adalah suatu proses, kegiatan, usaha pencapaian tujuan tertentu, melalui kerja sama dengan orang-orang lain. Pengertian manajemen masjid disini tidak sama dengan pengertian manajemen perusahaan dan manajemen lainnya, karena manajemen masjid merupakan suatu proses pencapaian tujuan melalui diri sendiri dan orang lain. Didalamnya terkandung proses ketauladanan dan kepemimpinan yang 16
Hendiyat Soetopo, Pangantar Operasional Aministrasi Penidikan (Surabaya: Usaha Nasional, ), 17. 17 Bachrun Rifa’I, Manajemen Masjid , 110. 18 Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), 6.
16
melibatkan semua potensi umat dalam membina kehidupan masyarakat melalui optimalisasi fungsi dan peran masjid berdasarkan niai-nilai Islam, di mana semua itu tentunya tidak lepas dari pada peran pengurus ta’mir yang ada. 19 Pengurus ta’mir adalah penggerak organisasi dalam beraktifitas untuk mencapai tujuan. Gerak langkah pengurus yang tertata, terstruktur serta memiliki metode dalam setiap tindakan sangat diharapkan sekali agar menghasilkan kinerja yang harmonis dan bermutu. 20Adapun beberapa tugas dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh pengurus masjid adalah ialah sebagai berikut: 1. Memelihara
masjid,
termasuk
membersihkan,
meneyediakan
berbagai fasilitas masjid serta menjaga dan mengamankan segala bentuk kekayaan masjid. 2. Mengatur kegiatan, segala tugas dan kegaiatan yang dilaksanakan di masjid menjadi tugas dan tanggung jawab pengurus masjid. Baik kegiatan ibadah maupun kegiatan sosial yang dilaksanakan oleh masjid. Baik penyelenggaraan yang dilakukan oleh masjid secara mandiri maupun bekerja sama dengan pihak lain. 21 Masjid tidak akan telepas dari sebuah manajemen. Manajemen yang baik akan menjadi salah satu faktor yang sangat mendukung bangkitnya kekuatan suatu masjid. Semegah apapun bentuk suatu 19
Syahidin, Pemberdayaan Umat Berbasis Masjid (Bandung: Alfabeta,2003), 101. Http, www.gogle.com, Pedoman kepengurusan ta’mir masjid Al-Furqan Bontang, Diakses pada tanggal 15 april jam 13.00 wib. 21 Bacrudin Rifa’I & Moh. Fahkruroji, Manajemen Masjid: Mengoptimalkan Fungsi Sosial – Ekonom,I Masjid (Bandung: Benang Merah Press, 2005), 111. 20
17
masjid, bila tidak mempunyai pola manajeman yang baik, maka masjid akan jauh dari peran dan fungsi yang asasi. Tidak akan muncul kekuatan apapun yang mampu menjawab tantangan umat. Untuk itulah diperlukan suatu pengelolaan yang baik dalam mewujudkan manajemen. Dalam konsep modern pengelolaan yang sistematis dan profesional itu membutuhkan upaya-upaya terorganisir dalam lingkup manajemen masjid. Dalam proses pelaksanaanya agar pengelolaan masjid berjalan dengan cita-cita Islam dibutuhkan usaha pengelolaan dan manajemen yang baik dan benar. Pada garis besarnya manajemen masjid dapat dibagi menjadi dua bidang, yaitu: 1. Manajemen Fisik Masjid (Phisical Management) Menurut Moh. E. Ayub Manajemen fisik masjid manajemen
secara
fisik
yang
meliputi
pengurusan
adalah masjid;
pengaturan pembangunan fisik masjid; penjagaan kehormatan masjid, kebersihan, ketertiban dan keindahan masjid, taman dan lingkungan masjid, pemeliharan tata tertib dan ketentraman masjid, pengaturan keuangan dan administrasi masjid, pemeliharaan daya tarik masjid bagi jama’ah. 22Yang demikian itu disebut dengan manajemen fisik (Phisical Management) meliputi antara lain :
22
E. Eyub, Manajemen Masjid: Petunjuk Praktis Bagi Para Pengurus Masjid (Jakarta; Gema Insani, 1996) 33.
18
a) Manajemen Kepemimpinan (Ta’mir) Konsep
dasar
kepemimimpinan
adalah
amanah
dan
partisipasi, bukan perolehan kekuasaan dan masa bodoh. Pengurus mengemban amanah jama’ah bukan menguasai jama’ah. Jama’ah berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan pengurus. Seimbang dengan amanah yang diembannya pengurus juga memiliki wewenang
dan
kekuasaan
untuk
memerintah,
mengarahkan,
membimbing, mengkoordinir, memotivasi, mengatur organisasi dan lain
sebagainya. Jama’ah harus mendukung pengurus dengan
berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang diselenggarkan. Tidak hanya memberi amanah lalu meninggalkan pengurus menanggung beban organisasi sendiri. Jadi dituntut untuk saling tolong menolong dalam kebaikan bersama dan pemimpin yang dipilih harus memiliki kriteria: Shiddiq, Amanah, Tabligh dan Fathanah. Sebab sifat-sifat iniah yang yang dimiliki oleh Rasulullah, dan beliau adalah merupakan sosok figur yang harus dijadikan panutan umat Islam sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 21:
tΠöθu‹ø9$#uρ ©!$# (#θã_ötƒ tβ%x. yϑÏj9 ×πuΖ|¡ym îοuθó™é& «!$# ÉΑθß™u‘ ’Îû öΝä3s9 tβ%x. ô‰s)©9 ∩⊄⊇∪ #ZÏVx. ©!$# tx.sŒuρ tÅzFψ$#
19
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatanngan) hari kiamat dan ia banyak meneyebut Allah. (QS. Al-Ahzab (33): 21)23 Selain itu seorang pemimpin juga harus memiliki jiwa kepemimpinan yang baik, berwibawa dan ahli dalam bidangnya. Tidak kalah pentingnya adalah pemimpin tersebut dapat diterima oleh masyarakat.24 Pemimpin (ta’mir) seharusnya berusaha untuk membina jama’ah dalam hal keimanan, ibadah maupun akhlak yang shalih sesuai dengan batas-batas tugas dan wewenang. Kepemimpinan dalam organisasi ta’mir masjid adalah kepemimpinan yang mengarah dan menganjurkan kepada taqwa dan kebajikan bagi semuanya. Sedang jama’ah sudah seharusnya rela untuk diatur dan dipimpin serta berpartisipasi dalam aktivitas yang dilaksanakan ta’mir. Kepemimpinan dan amanah yang diemban pengurus secara Hablumminallāh dipertanggung jawabkan kepada Allah dan secara Hablumminannās dipertanggung jawabkan kepada jama’ah dalam musyawarah
jama’ah.
Dari
hasil
pertanggungjawaban
dalam
musyawarah jama’ah tersebut selanjutnya dapat dilakukan evaluasi dan pengembangan yang sesuai keingianan dan kebutuhan jama’ah di masa akan datang. b) Manajemen Kepengurusan 23 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara dan Penafsir al-Qur’an,1995),670 24 Siswanto, Panduan pengelolaan himpunan jama’ah masjid (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), 174.
20
Pengurus masjid adalah mereka yang menerima amanah jamaah untuk memimpin dan mengelola masjid dengan baik, mamakmurkan baitillah. Pengurus dipilih dari orang-orang yang memiliki kelebihan dan kemampuan dan berakhlaq mulia, hingga jama’ah menghormatinya secara wajar dan bersedia membantu dan bekerja sama dalam memajukan dan memakmurkan masjid.25 Guna menata lembaga kemasjidan
harus diselengarakan
musyawarah jama’ah yang dihadiri umat Islam anggota jama’ah masjid.
Musyawarah
tersebut
dilaksanakan
terutama
untuk
merencanakan program kerja dan memilih pengurus ta’mir masjid. Seluruh jama’ah bertanggung jawab atas suksesnya acara ini. Program kerja disusun berdasarkan keinginan dan kebutuhan jama’ah yang disesuaikan dengan kondisi aktual dan perkiraan masa akan datang. Bagan dan struktur organisasi disesuaikan dengan pembidangan kerja dan progaram kerja yang telah disusun. Hal ini dimaksudkan agar nantinya organisasi ta’mir masjid dapat berjalan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan.26 Dalam manajemen kepengurusan, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: 1) Memilih dan menyusun pengurus 2) Penjabaran program kerja 3) Rapat dan notulen 25 26
Eyub, Manajemen Masjid, 101. Siswanto, Panduan pengelolaan himpunan jama’ah masjid, 172.
21
4) Kepanitiaan 5) Rencana kerja dan anggaran pengelolaan (RKAP) tahunan 6) Laporan pertanggungjawaban pengurus 7) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga 8) Pedoman-pedoman organisasi dan implementasinya 9) Yayasan Masjid c) Manajemen Kesekretariatan Sekretariat adalah ruangan atau gedung dimana aktivitas Pengurus direncanakan
dan dikendalikan. Tempat ini merupakan
kantor yang representatif bagi Pengurus. Sekretaris bertangungjawab dalam menjaga kebersihan, keindahan dan kerapian sekretariat serta memberikan
laporan
aktivitas
kesekretariatan.
Disamping
itu
Pengurus, khususnya Sekretaris, juga berfungsi sebagai humas (public relation) bagi masjid.27 Berkaitan dengan kesekretariatan, ada beberap hal yang perlu diperhatikan, antara lain: 1) Surat menyurat dan agendanya 2) Administrasi jama’ah 3) Fasilitas pendukung, seperti: komputer dekstop, note book, LCD projector, screen, printer, scanner, wireles sound system, megaphone, dan lain sebaginya
27
Ibid, 176.
22
4) Fasilitas furniture, seperti, meja dan kursi tamu, almari arsip, meja kerja dan lain sebaginya 5) Lembar informasi, leaflet dan booklet 6) Papan pengumuman 7) Papan kepengurusan 8) Papan keuangan 9) Karyawan masjid d) Manajemen Keuangan Uang
masjid
adalah
uang
amanat.
Karena
itu
pengeluarannya hendaknya hati hati berdasarkan suatu rencana yang sungguh-sungguh dan atas dasar kepentingan yang nyata untuk keperluan masjid dan jama’ah. Pemanfaatan uang untuk kepentingan masjid tanpa di administrasikan dengan baik maka akan susah untuk dikontrol dan akan mengakibatkan kerugian besar bagi pengurus dan jam’ah masjid. Diantara kerugiannya antara lain: 1) Para pengurus dan jama’ah tidak akan tahu apakah uang masjid masih ada atau tidak ada, sehingga orang akan enggan untuk menyumbangkan hartanya 2) Orang menjadi ragu apakah penggunaan uang masjid telah dipakai
dengan
baik,
atau
hanya
sebagian
saja
yang
23
dimanfaatkan,an sebagian lagi tidak jelas, atau tejadi pemborosan dalam penggunaannya.28 Administrasi keuangan adalah sistem administrasi yang mengatur keuangan organisasi ta’mir masjid. Uang yang masuk dan uang yang keluar tercatat dengan rapi dan dilaporkan secara periodik. Demikian pula prosedur pemasukan dan pengeluaran dana harus ditata dan dilaksanakan dengan baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:29 1) Penganggaran 2) Pembayaran jasa 3) Laporan keuangan 4) Dana dan bank e) Manajemen Dana dan Usaha Mengumpulkan dana untuk biaya pembangunan masjid memang pekerjaan yang sangat berat. Banyak kesulitan yang biasanya menghadang pengurus atau panitia pebanguanan masjid. Mulai dari menyeleksi
orang-orang
yang
dapat
dimintai
bantuan
dan
sumbangannya. Pengurus biasanya mendatangi rumah para donaturr atau mengirimnya surat permohonan disertai blanko wesel.30 Ada beberapa cara yang tepat untuk mendapatkan peluang yang dapar di manfaatkan para pengurus Untuk menunjang aktivitas Ta’mir Masjid di antarnya adalah: 28
Syahidin, Pemberdayaan umat, 196. Siswanto, Panduan pengelolaan, 192. 30 Eyub, Manajemen Masjid, 58-59. 29
24
1) Dana pemerintah 2) Donatur 3) Donatur bebas 4) Kotak amal dan kaleng jum’at 5) Jasa 6) Ekonomi f) Manajemen Perawatan dan Perlengkapan Manajemen perawatan dan perlengkapan fisik masjid mencakup berbagai sisi di antaranya: 1) Memelihara keindahan masjid, baik dari sisi artistik atau keindahan dan kenyamanan masjid bagi para jama’ah. Juga dengan memperhatikan segala hal yang menganggu keindahan masjid baik interior atau ekterior. 2) Memelihara lingkungan masjid, lingkungan masjid yang dimaksud adalah daerah yang masih dalam wilayah halaman depan dan belakang. Juga taman-taman serta jalan yang menuju masjid. Juga perlu diperhatikan sebaiknya sekitar masjid dibersihkan atau dibebaskan
dari
keramaian
yang
mengganggu
kuysuknya
pelaksanaan ibadah. 3) Memelihara suasana masjid, menciptakan suasana tenang dengan meminimalisasi segala suara atau gangguan apapun. Juga menciptakan suasana tertib bagi para jama’ah yang hadir di dalam masjid termasuk didalmnya tertib barisan shalat (shaff) dan tertib
25
penempatan barang pada tempatnya. Kemudian juga menciptakan keamanan bagi setiap jama’ah yang masuk ke dalam masjid dari pencurian dan semisalnya. 4) Memelihara ketertiban masjid, adalah dengan menegakkan tata tertib yang berlaku di dalam masjid atau etika yang berlaku di dalam masjid atau etika yang seharusnya diikuti oleh setiap jama’ah
seperti
dilarang
bicara
dan
mengobrol
tanpa
memperhatikan batasan syar’i. 5) Memelihara masjid di waktu malam, ini adalah bentuk penjagaan terhadap kehormatan dan seluruh harta kekayaan masjid dari tindak kriminal dan pelecehan. Sebab, dimungkinkan akan ada orang yang tidak bertanggungjawab mencemarkan masjid dengan tindakan yang tidak terpuji.31 g) Manajemen Pendidikan dan Pelatihan Pelayanan pendidikan dan pelatihan bagi jama’ah
dapat
dilakukan secara formal dan non formal. Pendidikan Formal TK, SD, SLTP dapat dikelola oleh yayasan masjid. Mengingat sekarang sudah banyak lembaga Islam yang menangani, maka keberadaan lembaga formal tersebut tidaklah sangat mendesak. Kecuali
bila mana di
tempat tersebut tidak ada, barangkali keberadaanya perlu untuk direalisasikan. Sebaiknya pengurus Ta’mir masjid berkonsentrasi
31
Budiman mustofa, Manajemen Masjid ( Surkata: Ziyad, 2007), 96.
26
dahulu dalam pengadaan lembaga-lembaga atau kegiatan pendidikan dan pelatihan non formal, antar lain:32 1) Perpustakaan Masjid 2) Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) 3) Up Grade Kepengurusan 4) Pelatihan Kepemimpinan 5) Pelatihan Jurnalistik 6) Pelatihan Mengurus Jenazah 7) Kursus Kader Da’wah 8) Kursus bahasa 9) Kursus pelajaran sekolah h) Manajemen Kesejahteraan Umat Apabila bila di suatu daerah belum ada lembaga Amil Zakat (LAZ), Ta’mir masjid dapat menerima dan menyalurkan zakat, infaq dan shadaqah dermawan kepada para mustahiq atau dlu’afa dalam hal ini, pengurus bertindak selaku Amil Zakat. Kegiatan pengumpulan dan penyaluran zakat, infaq dan shadaqah biasanya semarak di bulan Ramadhan, namun tidak menutup kemungkinan di bulan-bulan lain, khusunya untuk infaq dan shadaqah. Kegiatan tersebut harus dilaksanakan secara transparan dan dilaporkan kepada para dermawan (muzakki) penyumbang serta diumumkan kepada jama’ah. Hal ini untuk menghindari fitnah atau rumor yang
32
Siswanto, Panduan pengelolaan, 198.
27
berkembang di masyarakat adanya penyelewengan dan zakat, infaq dan shadaqah oleh pengurus. Beberapa kegiatan lain yang dapat diselenggarakan untuk meningkatkan kesejahteraan umat antara lain:33 1) Sumbangan ekonomi 2) Bimbingan dan penyuluhan 3) Ukhuwah islamiyah 4) Bakti sosial 5) Rekreasi 6) Pengislaman i) Manajemen Pembinaan Remaja Masjid Remaja masjid organisasi otonom underbouw Ta’mir beranggotakan para remaja muslim, biasanya berumur sekitar 15–25 tahun. Kegiatan berorientasi ke Islaman, keremajaan, kemasjidan, keterampilan dan keorganisasian. Memiliki kepengurusan sendiri yang lengkap menyerupai Ta’mir masjid dan berlangsung dengan periodesasi tertentu. Organiasi ini harus dilengkapi konstitusi organisasi, seperti misalnya, Angaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Pedoman Kepengurusan, Pedoman Kesekretariatan, Pedoman Pengelolaan keuangan dan lain sebagainya. Konstitusi organisasi diperlukan sebagai aturan berorganisasi dan untuk memberi arahan kegiatan. 33
Ibid. , 198-199.
28
Pengurus ta’mir masjid bidang pembinaan remaja masjid berkewajiban untuk membina dan mengarahkan mereka dalam kegiatan. Namun pembianaan yang dilakukan tidak menghambat mereka
dalam
berorganisasi
secara
wajar
dan
bebas
bertanggungjawab. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya-upaya pembinaan Remaja masjid antara lain:34 1) Kepengurusan 2) Musyawarah Anggota 3) Kegiatan 4) Bimbingan 5) Kepanitiaan 2. Manajemen non fisik (Functional Management) Manajemen non fisik (Functional management) meliputi pengaturan tentang pelaksanaan fungsi masjid sebagai wadah pembinaan umat, sebagai pusat pembangunan umat dan pembudayaan Islam
seperti yang
dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Manajemen non fisik (Idaratu Binair Ruhiyyi) ini meliputi pengentasan pendidikan akidah Islamiyah, pembinaan akhlakul karimah. Nabi Muhammad Saw memulai da’wah dan pendidikannya lewat masjid. Masjid sebagai lembaga pendidikan yang saat itu pendidik utamanya adalah Rasulullah Saw sendiri, dan dibantu oleh sahabat-sahabat terdekat beliau. Kemudian materi utamanya adalah wahyu yaitu Al-Qur’an dan Al-
34
Ibid . , 200.
29
Hadist dilengkapi dengan materi lain sebagi interprestasi dari wahyu itu sendiri seperti materi akhlaq (moral,etika), ekonomi, hukum, seni budaya dan politik.35 Bila ditinjau dengan teliti awalnya pendidikan Islam sebagai kegiatan memakmurkan masjid dan ini sesuai dengan prisip yang di anut oleh umat Islam bahwa ilmu itu datangnya dari Allah karena itu masjid lebih utama digunakan untuk mencari ilmu pengetahuan. Firman Allah:
∩⊂∪ ãΠtø.F{$# y7š/u‘uρ ù&tø%$# ∩⊄∪ @,n=tã ôÏΒ z≈|¡ΣM}$# t,n=y{ ∩⊇∪ t,n=y{ “Ï%©!$# y7În/u‘ ÉΟó™$$Î/ &tø%$# ∩∈∪ ÷Λs>÷ètƒ óΟs9 $tΒ z≈|¡ΣM}$# zΟ‾=tæ ∩⊆∪ ÉΟn=s)ø9$$Î/ zΟ‾=tæ “Ï%©!$# “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhannmu Yang menciptakan. Dan telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”(QS. Al-Alaq(96):1-5).36 Jadi pendidikan Islam yang Islami merupakan refleksi ta’mir masjid, dan masjid merupakan “central of social institution” bagi umat Islam maka peranan masjid sangat penting dalam pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya, yaitu material dan spiritual menjadi satu paket. Dengan demikian masjid dapat berfungsi sebagi tempat untuk memberikan motivasi dalam semua kegiatan masyarakat baik yang menyangkut pendidikan formal atau non formal maupun untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat atau
35 Moh. Roqib, Menggugat Fungsi Edukasi Masjid ( Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2005), 111. 36 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara dan Penafsir al-Qur’an,1995) 1079
30
umat dalam mencapai tujuan pembangunan Indonesia, yaitu masyarakat adil makmur dan sejahtera lahir dan batin “gemah ripah loh jinawi”.37 Dalam buku yang berjudul Pemberdayaan Umat Berbasis Masjid karangan Sahidin dikemukakan bahwa terdapat beberapa poin yang menggambarkan kemakmuran sebuah masjid yakni bila : a) Masjid menjadi tempat kaum muslimin beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. b) Masjid
sebagai
tempat
kaum
muslimin
berzikir,
berI’tikaf,
membersihkan diri guna memelihara keseimbangan jiwa dari keutuhan kepribadiannya. c) Masjid menjadi tempat membina keutuhan umat terutama jama’ahnya. d) Masjid
menjadi
tempat
meningkatkan
kecerdasan
dan
ilmu
pengetahuan kaum muslimin. e) Masjid menjadi tempat kaum muslimin didalam memecahkan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat. f) Masjid menjadi tempat kaum muslimin berkonsultasi antara satu dengan lainnya. g) Masjid menjadi tempat pembinaan dan penggemblengan mentalitas jihad umat. h) Masjid menjadi tempat menggalang dana umat untuk kepentingan agama.
37
Supardi, Konsep manajemen, 137-138
31
i) Masjid
menjadi
tempat
melakukan
pengaturan
tatanan
bermasyarakat.38 Dan dari sekian banyak peran masjid yang menjadi tolak ukur kemakmurannya, hal yang paling mendasar adalah bahwa masjid merupakan wadah untuk pembinaan umat jasmani maupun rohaninya. Dan untuk menjalankan fungsi masjid sebagai wadah pembianaan umat, menurut para ulama ada lima unsur yang sangat penting antara lain: 1) Memantapkan Aqidah Nabi Muhammad Saw, meletakkan dasar bagi pembinaan umat dengan memantapkan akidah, sehingga tertanam ruh tauhid. Hal ini sebagaiman dijelaskan dalam firman Allah dalam surat Ibrahin:
×MÎ/$rO $yγè=ô¹r& Bπt7Íh‹sÛ ;οtyft±x. Zπt6ÍhŠsÛ ZπyϑÎ=x. WξsWtΒ ª!$# z>uŸÑ y#ø‹x. ts? öΝs9r& Ï!$yϑ¡¡9$# ’Îû $yγããösùuρ “ Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah Telah membuat perumpamaan kalimat yang baik (kalimat tauhid) seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,” (QS. Ibrahim(4): 24).39 Ruh tauhid yang tertanam itu ibarat sebuah pohon yang subur, yang pokok dan akarnya terhujam kuat dan kokoh didalam bumi, tidak bisa digoyah apalagi diruntuhkan, dan pucuknya menjulang kelangit, hanya satu cita-citanya, yaitu ridha Allah. Ruh tauhid yang demikianlah yang melahirkan pribadi muslim utama, seperti Abu Bakar Shidiq, Umar 38
Syahidin, Pemberdayaan Umat, 86-87 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara dan Penafsir al-Qur’an,1995) 383 39
32
bin Khattab. Dengan ruh itu kaum musimin dizaman Rasulullah Saw, dapat memanfaatkan akal mereka dengan sebaik-baiknya; pikiran, perasaan, dan kemauan yang terbina dengan sempurna dan melahirkan manusia-manusia muslim yang bersikap dewasa dalam segala hal, tanpa terpengaruh oleh nafsu.40 2) Menyempurnakan Ibadah Dengan tertanamnya ruh tauhid, maka kaum muslimin menjadi mudah dalam meneyempurnakan ibadahnya dan dengan patuh mengikuti ajaran yang diberikan oleh Nabi Muhammad Saw. Tidak ada seorangpun yang berani menambah-nambahi atau mengurangi apalagi mengada-ada sesuatu yang tidak ada (bid’ah). Berbeda dengan apa yang terjadi pada kalangan kaum muslimin sekarang ini, mereka ragu-ragu bahkan takut dan meredam perbedaan paham (khilafiyah). Dalam menghadapi persoalan yang demikian sangatlah berat dan sangat dibutuhkan sekali keikhlasan, kesabaran, serta kebijaksanaan dan memberikan pengertian yang baik. Allah berfirman:
āωÎ) ∩⊇⊇∇∪ šÏ0Î=tGøƒèΧ tβθä9#t“tƒ Ÿωuρ ( Zοy‰Ïn≡uρ Zπ¨Βé& }¨$¨Ζ9$# Ÿ≅yèpgm: y7•/u‘ u!$x© öθs9uρ zÏΒ zΟ¨Ψyγy_ ¨βV|øΒV{ y7În/u‘ èπyϑÎ=x. ôM£ϑs?uρ 3 óΟßγs)n=yz y7Ï9≡s%Î!uρ 4 y7•/u‘ zΜÏm§‘ tΒ ∩⊇⊇∪ tÏèuΗødr& Ĩ$¨Ζ9$#uρ Ïπ¨ΨÉfø9$# “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan40
Moh. E.Eyub, Manajemen Masjid…, 81
33
Nya) telah ditetapkan; sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka jahanam dnegan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya” (QS. Huud (11): 118-119).41 3) Perbaikan Hubungan Antara Manusia Dengan Manusia (Muammalah) Setelah Rasulullah Saw berhasil menanamkan ruh tauhid dan pelaksanaan ibadah
dengan baik, lahirlah syarat yang ketiga yaitu
perbaikan hubungan manusia dengan manusia (muamalah), menurut Qur’an dan sunnah, dengan hati yang bersih dan jiwa yang iklas dinyatakan Rasulullah sebagai salah seorang ahli surga.42 4) Perbaikan Ekonomi (Maisyah) Setiap manusia berhak untuk membebaskan dirinya dari kemiskinan karena kemiskinan sangat dekat dengan kejahatan dan kekufuran. Di dalam Islam mencari nafkah adalah fisabilillah. 5) Membina Kehidupan Bernegara (Daulah) Dalam membina kehidupan bernegara, Rasulullah meletakkan beberapa dasar utama:43 (a) Musyawarah Sesuai dengan firman Allah SWT:
t,Î#Ïj.uθtGßϑø9$# =Ïtä† ©!$# ¨βÎ) 4 «!$# ’n?tã ö≅©.uθtGsù |MøΒz•tã #sŒÎ*sù ( Í÷ö∆F{$# ’Îû öΝèδö‘Íρ$x©uρ “Dan ajaklah mereka bermusyawarah dalam urusan itu. Apabila engkau sudah mendapat keputusan, Maka bertawakkallah kepada
41 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara dan Penafsir al-Qur’an,1995) 345 42 Moh. E.Eyub, Manajemen Masjid…, 83. 43 Ibid . , 85.
34
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang bertawakkal kepada-Nya.”(QS. Ali-Imran (3): 159)44
yang
(b) Menghormati Hak Asasi Manusia Penghormatan terhadap hak sasasi manusia merupakan salah satu syarat dalam permbinaan umat, siapa pun dilarang melakukan manipulasi, menyalahgunakan kekuasaan, mengkhianati amanat, dan mementingkan diri sendiri. Allah SWT berfirman:
ãΑöθs)ø9$# $pκön=tæ ¨,y⇔sù $pκÏù (#θà)|¡x0sù $pκÏùuøIãΒ $tΡötΒr& ºπtƒös% y7Î=öκ–Ξ βr& !$tΡ÷Šu‘r& !#sŒÎ)uρ #ZÏΒô‰s? $yγ≈tΡö¨Βy‰sù “Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), Kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al-Israa (17): 16).45
B. Standarisasi Aktivitas dan Managemen Mutu Terpadu 1. Standarisasi aktivitas Untuk memberikan kepuasan terhadap para jama’ah masjid diperlukan aktivitas-aktivitas yang bermutu. Artinya aktifitas yang diselenggarakan pengurus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan jama’ah masjid. Adanya kepuasaan jama’ah pada gilirannya akan memberi dampak positif terhadap partisipasi mereka dalam setiap aktivitas yang diselenggaraan pengurus dan
44 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara dan Penafsir al-Qur’an,1995) 103 45 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara dan Penafsir al-Qur’an,1995) 426
35
hal ini tentunya akan mengarah kepada terwujudnya kemakmuran suatu masjid. Saat ini secara nasional bahkan internasional belum ada standard yang diakui dan menjadi acuan bersama dalam aktivitas HJM (Himpunan Jama’ah Masjid). Diperlukan adanya Dewan Standarisasi Nasional (DSN) atau Internasional Organisation For Standarization (ISO), yang mengkaji dan melahirkan standard aktivitas kemasjidan yang bermutu dan menjadi pedoman
bersama.
DSN
juga
diperlukan
untuk
mengarahkan
dan
mengkoordinasikan program serta pengembangan kegiatan standarisasi yang tanggap terhadap kebutuhan masjid. Tujuan standarisasi adalah untuk mewujudkan jaminan mutu dan meningkatkan produktivitas. Dengan adanya standarisasi dalam aktivitas HJM, insya Allah, pengurus dapat bekerja secara lebih profesional, efektif dan efisien dalam melayani kebutuhan dan keinginan jama’ah.46 Sehingga aktivitas yang diselenggarakan lebih bermutu dengan kualitas yang semakin meningkat. a) ISO (Internasional Organisation For Standarization) 9000 Sebagaimana telah diketahui bahwa mutu pelayanan HJM adalah merupakan
gambaran
menyeluruh
tentang pelayanan HJM
yang
menunjukkan kemampuan dalam memuaskan kebutuhan dan keinginan jama’ah. Untuk menyahuti kebutuhan aktivitas yang bermutu diperlukan standar. Dalam hal ini dapat mengadopsi standard-standard yang biasa digunakan dalam usaha (business), tentu saja dengan melakukan 46
2002) 237
Siswanto, Panduan Pengeolaan Himpunan Jama’ah masjid (Jakarta: Pustaka Amani,
36
penyesuaian dan modifikasi dalam penerapannya mengingat HJM adalah bukan badan usaha. Diantara standard itu adalah ISO 9000. ISO 9000 adalah seri standard internasional untuk sistem management mutu yang dapat memberi jaminan mutu; dikeluarkan oleh International Organisasi for Standarization pada tahun 1987. Seri standard ISO 9000 terdiri dari: ISO 9000, ISO 9001, ISO 9002, ISO 9003 dan ISO 9004. Nama ISO 9000 digunakan sekaligus untuk keseluruhan seri standard dan untuk nama salah satu bagian dari seri standard ini. Dan pada kajian ini penulis akan memaparkan seri standard ISO 9000 yang disinyalir memiliki elemen yang lengkap yakni ISO 9001. ISO 9001 adalah model paling lengkap yang terdiri dari dua puluh elemen. Kedua puluh elemen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Elemen tanggung jawab management (management responsibility) 2) Elemen sistem mutu (quality system) 3) Elemen kaji uang kontrak (contract preview) 4) Elemen pengendalian desain (desain control) 5) Elemen pengendalian dokumen dan data (document and data control) 6) Elemen pembelian (purchasing) 7) Elemen pengendalian produk milik pelanggan (customer supplied product control) 8) Elemen identifikasi dan keterlacakan produk (product identification and traceability)
37
9) Elemen pengendalian proses (Process control) 10) Elemen inspeksi dan pengetesan (inspection and testing) 11) Elemen pengendalian inspeksi, pengukuran dan peralatan test (control of inspection, measuring and test equipment) 12) Elemen inspeksi dan status test (inspection and test status) 13) Elemen
pengendalian
produk
yang tidak sesuai (control of
nonconforming product) 14) Elemen tindakan pencegahan dan perbaikan (presentive and correction action) 15) Elemen penanganan, penyimpanan, pengemasan, pengawetan dan pegiriman (handling, storage, packaging, preservation and delivery) 16) Elemen pengendalian catatan mutu (control of quality record) 17) Elemen tindakan audit mutu internal (internal quality audit) 18) Elemen pelatihan (training) 19) Elemen pelayanan (servicing) 20) Elemen teknik statistic (statistical technique) Manfaat penerapan ISO 9000 bagi organisasi HJM adalah: 1) Melakukan aktifitas dengan berpedoman aturan standard 2) Mendokumentasikan segala aktivitas 3) Memandu dan memperbaiki aktivitas yang diselenggarakan 4) Mengurangi atau menghilangkan pemborosan dana 5) Bekerja secara profesional, efektif dan efisien 6) Meningkatkan produktifitas
38
7) Memberi jaminan mutu dalam aktivitas yang diselenggarakan 8) memberi kepuasan jama’ah b) LIMA R Lima-R atau lima-S adalah merupakan langkah-langkah praktis didalam melakukan perbaikan aktivtas organisasi dengan pendekatan budaya kerja yang ringkas (seiri), rapi (seiton), resik (seiso), rawat (seiketsu) dan rajin (shitsuke). Lima R berasal dari Jepang yang diadopsi oleh beberapa Negara termasuk Indnesia. Budaya kerja Lima-R dapat diadopsi himpunan jama’ah masjid, tentu saja dengan melakukan penyesuaian dan modifikasi seperlunya. Tujuan dari penerapan Lima-R dalam organisasi himpunan jama’ah masjid adalah untuk melakukan perbaikan kondisi aktivitas dan perubahan budaya kerja yang positif. Biasanya ditandai dengan aktivitas pemilihan, penataan, pembersihan, pemantapan dan pembiasaan kerja yang ringkas, rapi, rawat, resi dan rajin.47 Dengan penerapan lima-R diharapkan dapat diperoleh manfaat: 1) Peningkatan produktifitas 2) Perbaikan mutu aktivitas 3) Keamanan dan kenyamanan setiap jama’ah 4) Partisipasi pengurus dan anggota jama’ah dalam beraktifitas 5) Kepuasan jama’ah 6) Peningkatan kreatifitas, ide dan layanan himpunan jama’ah masjid
47
Siswanto, Panduan Pengeolaan Himpunan Jama’ah masjid, 244
39
Dalam melakukan penerapan lima-R dilingkungan organisasi himpunan jama’ah masjid diperlukan langkah bertahap dengan melibatkan segenap sumber daya, khususnya jama’ah. Dituntut partisipasi jama’ah secara penuh untuk mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan penerapan ini. Untuk sosialisasi lima-R kepada jama’ah dapat dilakukan dengan himbauan, aturan, sanksi, pemasangan slogan-slogan, penghargaan dan lain sebagainya.48
2. Manajemen Mutu Terpadu Sebagaimana telah diketahui mutu (quality) adalah keseluruhan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuan dalam memuaskan kebutuhan pelanggan, baik berupa kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat. Dalam pengertian tersebut terlihat bahwa kepuasan pelanggan menjadi prioritas utama, baik pelanggan internal maupun eksternal.
Sehingga
kegagalan
dalam
memberi
kepuasan
pelanggan
menunjukkan bahwa aktifitas yang dilakukan kurang atau tidak bermutu. Manajemen mutu terpadu (MMT) atau dalam istilah populernya Total Quality Manajament (TQM) adalah pengelolaan dan perbaikan yang berorientasi pada mutu yang dilakukan secara terpadu atau terus menerus untuk kepuasan pelanggan dengan melibatkan orang-orang, sistem, alat-alat dan teknik pendukung. Total Quality Manajament juga merupakan proses pengelolaan dan pengaturan sebagai keahlian yang dikoordinasikan untuk
48
Ibid, 245
40
menjamin bahwa prganisasi selalu konsisten berorientasi dan memenuhi persyaratan pelanggan. Terpadu artinya semua terlibat dalam suatu organisasi yang saling terkait dalam satu kesatuan.49 Tujuan penerapan manajemen mutu terpadu (MMT) dalam himpunan jamaah masjid adalah; a) Menyadarkan pengurus bahwa berada dalam suatu sistem yang terkait yang memiliki hubungan pelanggan - pemasok b) Mewujudkan jaminan mutu dengan proses yang terstruktur c) Memberi kepuasan pelanggan, khususnya jama’ah Manfa’at yang dapat diperoleh dengan penerapan manajemen mutu terpadu (MMT) dalam himpunan jama’ah masjid adalah; a) Meningkatkan rasa memiliki serta rasa diperlukan-memerlukan masing-masing pengurus b) Meningkatkan produktifitas kerja c) Keuntungan kompetitif yang berkelanjutan d) Penyaluran ide dan personil yang jelas e) Menghindari atau mengurangi terjadinya konflik antar personel pengurus f) Meningkatkan motifasi pengurus g) Meningkatkan performance organisasi h) Menghasilkan kepuasan jama’ah
49
Ibid, 246
41
Beberapa prinsip Manajemen Mutu Terpadu (MMT) yang dapat diterapkan dalam kepengurusan jama’ah masjid diantaranya adalah sebagai berikut; a) Pemahaman pelanggan b) Keterpaduan aktifitas c) Melakukan tindakan yang benar d) Pengendalian proses e) Sinergi tim f) Berorientasi mutu
C. Implementasi Himpunan Jama’ah Masjid Dalam mendukung kebangkitan Islam masjid perlu diposisikan sebagaimana fungsinya pada masa rasulullah dan para sahabatnya. Masjid dapat menjadi sentral aktivitas umat dalam memanfaatkan sumber daya menuju dunia Islam yang lebih baik. Namun cukup disayangkan, kebanyakan masjid kita belum dikelola secara baik dengan sistem pengelolaan yang efektif dan efisien menuju pengamalan Islam secara kāffah. Karena itu diperlukan adanya penemuan-penemuan baru yang dapat membantu umat dalam memakmurkan masjidnya, khususnya alternatif-alternatif yang bersifat teknis implementatif. Organisasi himpunan jama’ah masjid adalah suatu konsep baru dalam memakmurkan masjid. Konsep ini menekankan bukan hanya masjid tetapi juga umat sebagai subyek sekaligus obyek dakwah Islamiyah.
42
Keterpaduan antara masjid dan umat membentuk satu kesatuan jama’ah yang terbimbing oleh imamah pengurus. Demokratis, egaliter dan partisipatif yang dilandasi nilai-nilai Islam adalah merupakan ciri organisasi ini. Sebelumnya telah dikenal adanya pengurus masjid, baik yang terstruktur
maupun
tidak.
Kepengurusan
tersebut
tentunya
masih
menggunakan sistem lama, maka seiring perkembangan zaman tentunya perlu adanya perbaikan serta reformasi kelembagaan. Akan tetapi untuk merubah suatu sistem tidaklah mudah,banyak kendala-kendala yang dihadapi baik dari internal maupun eksternal, misalnya: 1. Budaya lama yang sulit menerima perubahan 2. Adanya orang-orang yang merasa tersingkirkan 3. Ketidaksiapan umat dalam menerima sistem baru 4. Sumber daya manusia yang kurang mendukung, dan lain-lain. Untuk dapat mengimplementasikan sistem himpunan jama’ah masjid dengan baik perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut: 1. Sosialisasi ide tentang himpunan jama’ah masjid Para ta’mir masjid hendaknya memeprkenalkan adanya sistem alternatif ini kepada para jama’ah, para ulama’, tokoh masyarakat dan kaum muda diajak membicarakan upaya-upaya peningkatan kemakmuran masjid dengan sistem yang baru.
43
2. Kajian implementatif Langkah tersebut selanjutnya diikuti dengan kajian, diskusi, seminar atau lokakarya yang mengarah kepada implementasi. Dengan menghadirkan konsultan manajemen masjid. 3. Merencanakan sistem Dari hasil kajian kemudian ditindaklanjuti dengan perumusan sistem himpunan jama’ah masjid yang ingin diterapkan di lingkungan tersebut. 4. Melaksanakan musyawarah jama’ah. Para jama’ah dipandu oleh para takmir masjid mengadakan musyawarah guna menghasilkan: a. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga himpunan jama’ah masjid b. Program kerja pengurus, dengan periode yang telah ditentukan c. Job description pengurus d. Pedoman kesekretariatan dan pengelolaan keuangan e. Ketua umum (formatur) dan anggota formatur untuk membentuk kepengurusan lengkap f. Pelantikan ketua umum terpilih g. Ketua, sekretaris dan anggota majlis syurā
44
BAB III UPAYA TA’MIR DALAM MELAKSANAKAN KEGIATAN KEAGAMAAN DI MASJID KYAI AGENG MUHAMMAD BESARI DESA TEGAL SARI KECAMAAN JETIS KABUPATEN PONOROGO
A. Data Umum 1. Sejarah berdirinya masjid kyai Ageng Muhammad Besari Masjid Kyai Ageng Muhammad Besari secara administrasi terletak di Desa Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo. Masjid ini menyatu dengan pondok pesantren seluas kurang lebih 450 m2, apabila diamati dari depan tidak tampak kekurangan tetapi masih menempati areal yang lama dan kekunoannya masih tampak secara menyeluruh. Sejarah berdirinya masjid Kyai Ageng Muhammad Besari di mulai dari Desa Setono Kercamatan Jetis Kabupaten Ponorogo dulunya berupa hutan yang dibuka oleh dua saudara yaitu pangeran Sumede dan Donopuro untuk membangun masjid dan pesantren dan salah satu santrinya bernama Besari dari Caruban Madiun. Besari sangat pandai lalu Besari dijadikan menantu oleh Kyai Nur Salim Mantuk Ngasihan,
kemudian Besari diberi tanah oleh
Donopuro sebelah timur Desa Setono yang selanjutnya didirikan masjid dan pesantren di Tegalsari. Pada awal berdirinya Desa Tegalsari di pimpin oleh lurah yang juga tokoh panutan yang bergelar Kyai Ageng. Pada waktu itu kraton mataram di Kartosuro terjadi “Geger Patian” di pimpin oleh raden mas Garendi yang
45
dapat menduduki istana Pakubuwono II, raja mataram pada waktu itu mengungsi ke Ponorogo dan singgah di Desa Tegalsari berliau menyusun kekuatan dan dapat memadamkan pemberontakan. Dan sebagai balas budi Desa Tegalsari dijadikan tempat pendidikan, dan kepala desanya bergelar Kyai Ageng, yang dimaksud adalah Muhammad Besari putra Kyai Anom Besari Kuncen. Dan pada saat itulah masjid Kyai Ageng Muhammad Besari berdiri. Masjid Kyai Ageng Muhammad Besari ini diresmikan sebagai salah satu Masjid Bersejarah di Indnesia oleh Presiden Sueharto pada tanggal 2 maret 1978. Dan dipugar oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Ponorogo, pada tahun 1976 sampai februari 1977. Kemudian 1994/1995 sampai dengan 1996/1997 di pugar kembali oleh proyek pembinaan peninggalan sejarah dan purbakala Jawa Timur. 50 2. Letak Geografis Yang dimaksud letak geografis adalah dimana masjid Kyai Ageng Muhammad Besari berada dan sekaligus sebagi tempat melaksanakan kegiatan keagamaan. Masjid Kyai Ageng Muhammad Besari terletak di Desa Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo yang berjarak kurang lebih 12 Km
51
sebelah selatan kota Ponorogo, dengan batasan wilayah sebagai berikut: - Sebelah barat berbatasan dengan desa Setono 50 Poernomo, Muhammad, Sejarah Kyai Ageng Muhammad Besari (Jakarta; H.U.S. Danu Subroto, 1985), 14 51 Lihat Transkip Observasi Nomor: 01/O/25-III/2008dan 02/D/30.VII/2008 Pada Lampiran Laporan Penelitian Ini
46
- Sebelah Timur berbatasan dengan desa Malo - Sebelah selatan berbatasan dengan desa Jintab - Sebelah utara berbatasan dengan desa Jabung 3. Struktur Organisasi Struktur organisasi ini dibuat dengan harapan tugas yang telah dibebankan sesuai dengan jabatan dan tanggung jawab masing-masing dapat dilaksanakan dengan baik, dengan adanya koordinasi dan kerja sama dalam pelaksanaannya. Untuk lebih jelasnya maka secara singkat penulis paparkan struktur organisasi masjid Kyai Ageng Muhammad Besari sebagai berikut: 52
BADAN PENASEHAT
SEKRETARIS
TA’MIR MASJID
Ketua I II
KETUA
BIDANG-BIDANG
PON-PES
PENDIDIKAN
BENDAHARA
PENGURUS WAKAF
BANGUNAN
: H. Afif Ashari : H. Abdul Rohman
Sekretaris
: Drs. H. Abdul Manaf
Bendahara
: H. Munawar Khalil
Ta’mir Masjid
: Drs. H. Abdul Manaf
52
MAJLIS MUSYAWARAH
Lihat Transkip Dokumentasi Nomor: 01/D/26.IV/2008 pada lampiran penelitian ini
47
Pon-Pes
: KH. Syamsudin : KH. Qomaruddin
Pendidikan
: Drs. Fathul Rohman : H. Jumeno, BA
Wakaf
: H. Asmu’id
Bangunan
: H. Rusidi : Suprapto
Anggota
: Drs. M. Barokah : Mariadi : Sudrajat, BA : H. Abdul Rohman : Subarno : Mispan
Ket:
- - - - - - - - - : Garis koordinasi __________
: Garis Komando53
4. Keadaan Ta’mir Berdasarkan dari dokumentasi dan wawancara yang penulis lakukan untuk saat ini ta’mir masjid Kyai Ageng Muhammad Besari berjumah 20 orang dan masih ditambahkan lagi 10 orang sebagai marbot masjid.
53
Ibid
48
5. Fasilitas Masjid Untuk menunjang kelancaran dan kelangsungan dalam melaksanakan kegiatan keagamaan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari, maka mutlak memerlukan fasilitas atau sarana dan prasarana. Adapun sarana dan prasarana masjid Kyai Ageng Muhammad Besari yaitu: a. Perangkat elektronik, seperti; pengeras suara, tipe recorder, caset, amplifier b. Rak sepatu dan sandal c. Tikar, karpet serta alas shalat d. Alat-alat kebersihan, tempat wudlu dan jamban e. Halaman parkir f. Sekretariat dan asrama (penginapan)54
B. Data Khusus 1. Personel ta’mir masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Desa Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo Islam selain mengajarkan tentang bagimana tata cara beribadah dan bermasyarakat (Mu’amalah) juga mengajarkan tentang bagaimana memilih atau menentukan pengurus (‘umara) dan dikalangan masyarakat muslim. Dimana diterangkan bahwa seorang imam, amir (‘umara) hendaknya memiliki beberapa kriteria seperti yang di contohkan oleh Rasulullah SAW antara lain yang paling penting adalah sifat amanah. 54
Lihat transkip obsertsi nomor 05/O/26-IX/2008 pada lampiran penelitian ini
49
Masyarakat Desa tegalsari meskipun sudah termasuk masyarakat yang berfikiran modern atau maju baik dalam hal sosial maupun agamanya namun akan tetapi dalam masalah menentukan ta’mir pada masjidnya masih berpedoman pada pemikiran-pemikiran masyarakat periode lama seperti: a. Orang yang dituakan (dihormati dan disegani) b. Orang yang dinilai lebih mengerti tentang ilmu agama (‘alim) c. Orang yang mempunyai rasa empati yang lebih kepada masjid (ahlul masjid) d. Orang yang dapat dipercaya (amanah) Dan menurut hasil penelitian yang dialakukan peneliti ditemukan bahwa personel ta’mir masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Desa Tegalsari yang berjalan saat ini adalah mereka yang memiliki kriteria seperti tersebut diatas. Sehingga peneliti menangkap adanya kepercayaan yang kuat dari masyarakat Tegalsari terhadap para ta’mirnya untuk memakmurkan masjid jami Tegalsari. Dari hasil wawancara peneliti dengan ta’mir masjid diketahui bahwa anggota dari ta’mir masjid mendapatkan bengkok (sawah ½ petak, serta mendapatkan dana dari pengembangan wakaf sebesar Rp 10000 setiap kali mendapat tugas kerja (ngepel dll)) untuk dikelola selama menjabat ta’mir masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Tegalsari sebagai wujud penghargaan dari upaya-upaya yang dilakukan demi kemakmuran masjid.
50
Hal ini berdasarkan keterangan dari bapak Drs. H. Abdul Manaf selaku ketua ta’mir masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Desa Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo sebagai berikut: “Personel ta’mir masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Desa Tegalsari yang berjalan saat ini adalah mereka-mereka yang memiliki criteria: 1. Orang yang dituakan (dihormati dan disegani) 2. Orang yang dinilai lebih mengerti tentang ilmu agama (alim) 3. Orang yang mempunyai rasa empaty yang lebih kepada masjid (ahlul masjid) 4. Orang yang dapat dipercaya (amanah)” ´Para marbot masjid itu mendapatkan bengkok sawah setengah petak dan juga mendapatkan dana pengembangan wakaf sebesar Rp 10000,- setiap kali mendapat tugas kerja ngepel”55 Ini juga dikuatkan dengan perkataan bapak H. Djumeno, BA, ta’mir masjid Kyai Ageng Muhammad Besari bagian pendidikan sebagai berikut: “Ta’mir masjid Kyai Ageng Muhammad Besari itu di pilih berdasarkan beberapa criteria,yakni mereka-mereka yang memiliki sifat; amanah, alim (mempunyai wawasan agama yang cukup), serta orang tersebut dituakan.”56 2. Bentuk upaya kegiatan keagamaan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Desa Tegalsari. Keberhasilan para pengurus masjid dapat dinilai dari kemakmuran masjid yang dikelolanya, sedang kemamuran suatu masjid dapat dilhat dari berbagai kegiatan yang ada pada masjid tersebut. Demikian juga yang dapat disimpulkan pada masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Desa Tegalsari ini, Para
ta’mirnya
merancang
sedemikian
rupa
kegiatan-kegiatan
demi
kemakmuran masjid. 55 Lihat Transkip wawancara Nomor: 01/1-W/F-1/02-IV/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini 56 Lihat Transkip Wawancara Nomor 05/2-W/F-1/13-IV/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
51
Pada saat ini terdapat banyak kegiatan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari sebagai wujud dari upaya ta’mir dalam memakmurkan masjidnya telah berjalan dengan baik. Antara lain dalam kesehariannya adalah shalat berjama’ah lima waktu yang sudah menjadi rutinitas para jama’ahnya, meskipun hanya beberapa shaaf saja (tidak lebih dari empat shaaf) akan tetapi hal ini mewujudkan adanya peningkatan kesadaran beragama dalam diri jama’ahnya. Selain kegiatan shalat berjama’ah yang dapat disaksikan dalam keseharian masjid tersebut, terdapat kegiatan-kegiatan lain yang dirancang oleh para ta’mirnya yaitu : a. Pada setiap malam Rabu pukul 22.00 – 23.00 Wib diadakan kajian kitab kuning yang dipandu oleh Bapak KH. Syamsuddin, Kajian ini juga dilaksankan ba’da magrib setiap harinya. b. Setiap malam Ahad Pon diadakan khatmul Qur’an (khataman) di serambi masjid. c. Setiap malam Jum’at Pahing diadakan istighasah yang diikuti oleh sebagian santri pondok pesantren “Darul Huda” mayak yang bertempat di makam Kyai Ageng Muhammad Besari. d. Setiap malam jum’at diadakan shalat hajat dan dzikir berjama’ah seusai shalat magrib sampai menjelang shalat isya’. e. Setiap memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW diadakan shalawatan di serambi masjid dan setiap hari besar Islam lainnya juga diadakan peringatan dengan cara mengadakan pengajian atau lainnya.
52
f. Pada setiap malam-malam ganjil disepuluh hari terahir bulan ramadhan diadakan shalat lail barjama’ah. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan Bapak K.H. Syamsudin selaku Kyai Masjid Kyai Ageng Muhammad Besari, sebagai berikut: “Banyak sekali upaya-upaya yang telah dilakukan para ta’mir masjid dalam memakmurkan masjid Kyai Ageng Muhammad Besari, meskipun tidak semuanya dapat berjalan dengan baik akan tetapi sebagian juga telah ada yang berjalan dengan baik. Sebagai contoh yang dapat disaksikan dalam kesehariannya, kegiatan rutinitas jama’ah masjid yakni shalat berjama’ah lima waktu yang meskipun hanya beberapa shaaf saja akan tetapi hal ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran beragama dalam diri para jama’ahnya. Disamping kegiatan shalat berjama’ah yang menjadi rutinitas, ada juga kegiatan-kegiatan lain yang dirancang oleh para ta’mir, yaitu : 1. Pada setiap malam rabu pukul 22.00 – 23.00 Wib diadakan kajian kitab kuning yang dipandu oleh Bapak KH. Syamsuddin, Kajian ini juga dilaksanakan ba’da magrib setiap harinya. 2. Setiap malam ahad pon diadakan khatmul Qur’an (khataman) di serambi masjid. 3. Setiap malam jum’at pahing diadakan istighasah yang diikuti oleh sebagian santri pondok pesantren “Darul Huda” mayak yang bertempat di makam Kyai Ageng Muhammad Besari. 4. Setiap malam jum’at diadakan shalat hajat berjama’ah seusai shalat magrib sampai menjelang shalat isy’a. 5. Setiap memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW diadakan shalawatan di serambi masjid dan setiap hari besar Islam lainnya juga diadakan peringatan dengan cara mengadakan pengajian atau lainnya. 6. Pada setiap malam-malam ganjil disepuluh terahir bulan ramadhan diadakan shalat lail barjama’ah.”57 Dan hal ini juga diperkuat oleh Bapak Drs. H. Abdul Manaf selaku ketua ta’mir masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Desa Tegalsari.58
57 Lihat transkip wawancara Nomor: 02/3-W/F-2/03-IV/2008 dalam lampiran hasil laporan penelitian ini 58 Lihat Transkip Wawancara Nomor :04/1-W/F-2/10-IV/2008, 03/D/F-2/30.VII/2008, 04/D/F-2/05.VIII/2008, 05/D/F-2/24.IX/2008, dalam lampiran hasil laporan penelitian ini
53
3. Faktor pendukung dan penghambat kegiatan keagamaan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Desa Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo Sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta ini diciptakan berpasangan. Bila ada laki-laki tentu ada perempuan, bila ada langit tentu ada bumi dan jikalau ada yang baik tentu ada yang buruk, begitu juga dalam beberapa hal (urusan) apabila ada yang mendukung tentu ada yang menghambat, inilah yang dapat disebut dengan hukum alam bahwa unsur positif dan negatif tidak dapat dipisahkan. Mengingat hal itu tentunya dapat dipastikan bahwa dalam upaya ta’mir untuk memakmurkan masjidnya ada faktor pendukung dan penghamabatnya, dan justru hal itulah yang membuat ta’mir masjid Kayai Ageng Muhammad Besari semakin tertantang untuk lebih giat dalam upaya-upaya yang dilakukannya. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis ditemukan beberapa faktor yang menjadi pendukung ta’mir dalam upaya memakmurkan masjid Kyai Ageng Muhammad Besari yaitu :59 a. Bangunan masjid besar dan bersejarah b. Jama’ahnya yang datang dari berbagai penjuru daerah c. Fanatisme jama’ah masjid terhadap masjid Kyai Ageng Muhammad Besari d. Tempat penginapan bagi jama’ah yang datang dari luar daerah
59
Lihat Transkip Wawancar Nomor :06/3-W/F-3/13-IV/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitiasn ini
54
Dan ditemukan pula beberapa faktor yang menjadi penghambat ta’mir dalam upanya memakmuran masjid Kyai Ageng Muahammad Besari yaitu : a. Adanya kejenuhan jama’ah dalam melaksanakan kegiatan keagamaan di masjid Kyai Ageng Muahammad Besari b. Fanatisme sebagian masyarakat Desa Tegalsari yang tidak sejalan dengan kegiatan-kegiatan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Desa Tegalsari c. Sebagian jama’ah yang kurang memiliki empati di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Desa Tegalsari Temuan penelitian ini penulis dasarkan pada hasil wawancara dengan Bapak H. Djumeno, BA, sebagai berikut: “Faktor yang mendukung upaya ta’mir dalam memakmurkan masjid Kyai Ageng Muhammad Besari, diantaranya yaitu; Fanatisme jama’ah masjid terhadap majid Kyai Ageng Muhammad Besari Sedangkan faktor yang menghambat ta’mir dalam upayanya,yaitu: 1. Ada sebagian jama’ah yang merasa malas dengan kegiatan masjid 2. sebagian masyarakat itu ada yang fanatik terhadap salah satu aliran keagamaan sehingga tidak sejalan dengan kegiatan-kegiatan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Desa Tegalsari, akhirnya mereka membuat kumpulan sendiri dan tidak bergabung dengan jama’ah masjid Kyai Ageng Muhammad Besari.”60 Dan untuk lebih memperkuat hasil wawancara tersebut, penulis juga melakukan observasi pada Masjid Kyai Ageng Besari, dengan kutipan sebagai berikut “Faktor pendukung upaya ta’mir dalam memakmurkan masjid, antara lain: 1. Bangunan masjid yang bersejarah 2. Jama’ahnya datang dari berbagai penjuru daerah 3. Adanya penginapan bagi jama’ah yang datang luar daerah 60
Lihat transkip wawancara Nomor: 03/2-W/F-3/06-IV/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini
55
Dan faktor penghambatnya, selain yang disampaian oleh para nara sumber adalah; bahwa sebagian jama’ah masjid kurang memiliki empati atau kepedulian terhadap kegiatan-kegiatan masjid.”
56
BAB IV ANALISA TENTANG KEGIATAN KEAGAMAAN DI MASJID KYAI AGENG MUHAMMAD BESARI DESA TEGALSARI KECAMATAN JETIS KABUPATEN PONOROGO
A. Analisa Tentang Personel Ta’mir Majid Kyai Ageng Muhammad Besari Desa Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo Kepribadian dari seorang seorang ta’mir itu sangat berpengaruh terhadap kelangsungan kegiatan atas masjid yang dikelolanya, seperti halnya sebuah pemerintahan apabila pemimpinnya memiliki kepribadian yang baik atau memenuhi kriteria sebagai pemimpin maka dapat dipastikan daerah yang dikelolanya akan mengalami kemakmuran atau kemajuan yang signifikan. Demikianlah mengapa Islam mengatur kriteria orang yang layak untuk dijadikan seorang Imam (Umara’). Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis diketahui bahwa masyarakat desa Tegalsari meskipun sudah termasuk masyarakat yang berfikiran modern atau maju baik dalam hal sosial maupun agamanya, akan tetapi dalam hal menentukan ta’mir pada masjidnya masih berpedoman pada pemikiran-pemikiran masyarakat periode lama. Namun meski demikian, pemikiran-pemikiran tersebut masih relevan bila diterapkan dalam kehidupan masa kini. Pemikiran periode lama tersebut yakni; memilih mereka yang dituakan (dihormati dan disegani), mereka yang dinilai lebih mengerti tentang ilmu agama (alim), kemudian mereka yang mempunyai rasa empaty yang
57
lebih kepada masjid (ahlul masjid), serta mereka yang dapat dipercaya (amanah). Maka dengan memiliki kriteria tersebut diharapkan seorang ta’mir mampu memikul tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Hal inilah yang selama ini berjalan di lingkungan masjid Kyai Ageng Muhammad Besari desa Tegalsari, sehingga Ta’mir masjid yang ada saat inipun dianggap telah memenuhi kriteria-kriteria seperti yang diinginkan oleh masyarakat desa Tegalsari. Sedangkan secara teoritis pengurus masjid adalah mereka yang menerima amanah jamaah untuk memimpin dan mengelola masjid dengan baik, memakmurkan baitillah. Pengurus dipilih dari orang-orang yang memiliki kelebihan dan kemampuan dan berakhlaq mulia, hingga jama’ah menghormatinya secara wajar dan bersedia membantu dan bekerja sama dalam memajukan dan memakmurkan masjid. Bahruddin Rifa’i dan Muhammad Fahrurraji dalam bukunya manajemen
masjid
menerangkan
bahwa
seorang
ta’mir
masjid
hendaknya adalah orang yang dapat bertanggung jawab pertama terhadap pemeliharaan masjid, termasuk membersihkan, menyediakan berbagai fasilitas masjid serta menjaga dan mengamankan segala bentuk kekayaan masjid, dan yang kedua terhadap Pengaturan kegiatan, yakni segala tugas dan kegiatan yang dilaksanakan di masjid. Baik kegiatan ibadah maupun kegiatan sosial yang dilaksanakan oleh masjid. Baik penyelenggaraan yang dilakukan oleh masjid secara mandiri maupun bekerja sama dengan pihak lain.
58
Selain itu seorang pemimpin yang dipilih hendaknya memiliki kriteria: Shiddiq, Amanah, Tabligh dan Fathanah. Sebab sifat-sifat inilah yang yang dimiliki oleh Rasulullah, dan beliau adalah merupakan sosok figur yang harus dijadikan panutan umat Islam Melihat teori yang berkembang dan kondisi yang ada di lapangan yakni personel ta’mir masjid Kyai Agang Muhamnmad Besari desa Tegalsari, maka penulis mengambil kesimpulan, telah terdapat keserasian antara keduanya, atau bila dimaknai keduanya telah berjalan dengan sinergi. Meskipun keserasian ini tidak terdapat dalam segala aspek yang ada, akan tetapi secara umum kebutuhan akan sosok personal ta’mir sebagai seorang pemimpin bagi jama’ahnya telah terpenuhi
B. Analisis Tentang Kegiatan Keagamaan Yang Ada Pada Masjid Kyai Ageng
Muhammad
Besari
Desa
Tegalsari
Kecamatan
Jetis
Kabupaten Ponorogo Kepuasan para jama’ah masjid dapat di wujudkan dengan aktivitasaktivitas yang bermutu. Artinya aktifitas yang diselenggarakan pengurus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan jama’ah masjid. Dengan adanya kepuasaan jama’ah tersebut pada gilirannya nanti akan memberi dampak positif terhadap partisipasi mereka dalam setiap aktivitas yang diselenggaraan pengurus, dan hal ini tentunya akan mengarah kepada terwujudnya kemakmuran pada suatu masjid.
59
Masjid Jami’ Kyai Ageng Besari dengan kegiatannya yang berjalan selama ini, dalam visualisasinya saja tampak adanya kemakmuran terjadi pada masjid tersebut. Dengan kata lain usaha ta’mir dalam rangka memakmurkan masjidnya sudah cukup baik. Dimana selain kegiatan shalat berjama’ah yang dapat disaksikan dalam kesehariannya, terdapat kegiatan-kegiatan lain yang dirancang oleh para ta’mirnya yang mana kegiatan-kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang sifatnya dilaksanakan secara bersama-sama atau jama’ah, yaitu berupa kajian kitab kuning, khatmul Qur’an (khataman), istighasah, shalat hajat dan dzikir berjama’ah, peringatan hari besar Islam, shalat lail barjama’ah. Serangkaian kegiatan-kegiatan tersebut tidaklah ada acuan atau pedoman pelaksanaannya secara khusus, yang menjadi target adalah kebersamaan dan ramainya jama’ah dalam melaksanakan kegiatan keagamaan serta demi mewujudkan kemaslahatan di lingkungan masjid Kyai Ageng Muhammad Besari desa Tegalsari, dimana hal ini merupakan salah satu wujud dari implementasi himpunan jama’ah masjid. Sampai saat ini secara nasional bahkan internasional belum ada standard yang diakui dan menjadi acuan bersama dalam aktivitas himpunan jama’ah masjid. Sebab belum ada badan seperti Dewan Standarisasi Nasional (DSN) atau Internasional Organisation Standarization (ISO), yang mengkaji dan melahirkan standard-standard aktivitas kemasjidan yang bermutu dan menjadi pedoman bersama.
60
Dalam kajian ini penulis
mengemukakan standarisasi kegiatan
yang pada prinsipnya digunakan sebagai standard operasioanal perusahaan, namun demikian juga relevan bila diterapkan sebagai standard kegiatan himpunan jama’ah masjid (HJM) yakni standard ISO 9000. dimana manfaat dari penerapan ISO 9000 bagi organisasi himpunan jama’ah masjid (HJM) adalah: terciptanya pedoman aturan standard untuk aktifitas-aktifitasnya, akan tercipta efektifitas dari kegiatan yang ada, dan yang terpenting adalah bahwa semua menjadi lebih terorganisir dan teratur. Dengan
terciptanya
sistem
yang
terorganisir
tentunya
akan
mewujudkan kegiatan yang lebih bermutu, dimana memang kualitas dari suatu kegiatan itu sangat berpengaruh terhadap minat dari para jama’ahnya dalam mengikuti kegiatan tersebut. Total Quality Manajament atau lebih dikenal dengan Managemen Mutu Terpadu juga merupakan proses pengelolaan dan pengaturan sebagai keahlian yang dikoordinasikan untuk menjamin bahwa organisasi selalu konsisten berorientasi dan memenuhi kebutuhan pelanggan. Terpadu artinya semua terlibat dalam suatu organisasi yang saling terkait dalam satu kesatuan Dan terdapat beberapa prinsip Manajemen Mutu Terpadu (MMT) yang dapat diterapkan dalam kepengurusan jama’ah masjid diantaranya adalah; Pemahaman pelanggan dalam hal ini jama’ah, Keterpaduan aktifitas (dikerjakan bersama), Melakukan tindakan yang benar, Pengendalian proses (terkendali), Sinergi tim (Kompak), dan Berorientasi pada mutu (lebih mengutamakan kualitas).
61
Dari realita di lapangan dan teori yang ada, peneliti mendapati persamaan dari keduanya yakni keduanya bertujuan untuk mewujudkan satu bentuk perubahan kepada arah yang lebih baik dan untuk mewujudkan satu kemakmuran. Hanya saja terdapat sedikit perbedaan yakni penerapan kegiatan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari tidak mengacu pada sebuah aturan atau standard yang tersusun secara terperinci, sedangkan pada teori yang ada terdapat aturan-aturan yang tersusun rapi yang harus di taati dan di laksanakan. Namun demikian peneliti menyimpulkan bahwasannya masjid Kyai Ageng Muhammad Besari tergolong masjid yang terorganisir dalam setiap kegiatannya. Hal ini terbukti dengan adanya pengurus (ta’mir) yang benarbenar menjalankan fungsinya sebagai pengelola dan penanggungjawab kemakmuran masjid.
C. Analisis Tentang
faktor
Pendukung
Dan Penghambat Kegiatan
Keagamaan Di Masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Desa Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo Faktor pendukung dan penghambat kegiatan keagamaan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari sangat berpengaruh terhadap kinerja pengurus (ta’mir) dalam upayanya meningkatkan kemakmuran masjid, karena mengingat yang diinginkan oleh para pengurus (ta’mir) adalah tercipta kebersamaan diantara para jama’ahnya, sehingga bila salah satu elemen saja dari para ta’mir itu tidak berjalan karena faktor pendukung ataupun
62
penghambat yang ada, tentunya akan terjadi ketimpangan dalam proses pengelolaan masjid serta berimbas pada para jama’ahnya. Sebagaimana telah penulis paparkan
pada bab terdahulu bahwa
berdasarkan hasil obserfasi yang dilakukan penulis telah ditemukan beberapa faktor yang menjadi pendukung ta’mir dalam upaya memakmurkan masjid Kyai Ageng Muhammad Besari. Dari faktor-faktor pendukung yang ada tersebut penulis menangkap adanya keterkaitan antara satu dengan lainnya. Berawal dari masjid Kyai Ageng Muhammad Besari desa Tegalsari adalah merupakan masjid besar yang bersejarah, hal ini membuat jama’ah sekitar masjid bahkan jama’ah luar daerah pun mengkultuskan atau mengkeramatkan masjid Kyai Ageng Muhammad Besari ini, yang kemudian melahiran fanatisme para jama’ah terhadap masjid ini, sehingga jama’ah yang datang ke masjid ini tidak hanya dari lingkungan sekitar masjid saja bahkan dari luar daerahpun ikut berbondong-bondong untuk melaksanakan kegiatan peribadatan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari, hal ini dapat dibuktikan pada pelaksanaan shalat lail berjama’ah di sepuluh hari terakhir pada bulan ramadlan. Selanjutnya, dengan sekian banyak jama’ah yang datang dari luar daerah maka para ta’mirpun kemudian menyediakan tempat sebagai penginapan bagi para pendatang tersebut serta menambah berbagai macam fasilitas yang ada di lingkungan masjid yang disinyalir masih perlu untuk ditambahkan. Sedangkan dari beberapa faktor yang menjadi penghambat ta’mir dalam upanya memakmuran masjid Kyai Ageng Muahammad Besari peneliti
63
menangkap adanya kerterkaitan juga antara satu dengan lainnya, dimana menurut peneliti bahwa kurangnya empati jama’ah terhadap kegiatan keagamaan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari adalah merupakan bentuk aktualisasi dari adanya rasa jenu terhadap kegiatan yang ada dan fanatisme terhadap salah satu aliran yang tidak sejalan dengan kegiatankegiatan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari. Dengan demikian, berdasarkan data yang ada tentang faktor pendukung dan penghambat kegiatan keagamaan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari Desa Tegalsari Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo, menurut kacamata penulis, faktor pendukung lebih berkompetan dalam perjalanan kegiatan keagamaan di masjid Kyai Ageng Muhammad Bersari, Sedangkan faktor penghambatnya jika dilihat secara seksama hanya minoritas atau dapat dikatakan kurang berpengaruh terhadap terlaksananya kegiatan keagamaan di masjid Kyai Ageng Muhammad Besari.
64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ta’mir Majid Kyai Ageng Muhammad Besari Tegalsari adalah orangorang yang memiliki kriteria yang sesuai untuk dijadikan seorang pemimpin, yakni: orang yang dituakan (dihormati dan disegani), orang yang dinilai lebih mengerti tentang ilmu agama
(alim), orang yang
mempunyai rasa empati yang lebih kepada masjid (ahlul masjid), dan orang yang dapat dipercaya (amanah). 2. Bentuk upaya kegiatan selain shalat berjama’ah adalah kegiatan-kegiatan yang sifatnya juga dilaksanakan secara bersama-sama atau jama’ah, yaitu berupa kajian kitab kuning, khatmul Qur’an (khataman), istighasah, shalat hajat dan dzikir berjama’ah, peringatan hari besar Islam, serta shalat lail barjama’ah. 3. Faktor-faktor pendukung ta’mir dalam upaya memakmurkan masjid Kyai Ageng Muhammad Besari yaitu: Bangunan masjid yang bersejarah, Jama’ahnya yang fanatik dan antusias, dan fasilitas yang memadai. Sedangkan faktor-faktor penghambatnya yaitu: Kejenuhan jama’ah, Fanatisme jama’ah terhadap salah satu aliran, serta sebagian jama’ah yang kurang memiliki empati terhadap masjidnya.
65
B. Saran-saran Melalui karya ilmiah ini penulis ingin memberikan beberapa saran bagi para ta’mir-ta’mir masjid, sebagai berikut: a. Para ta’mir hendaknya menjaga kualitas dirinya, baik dalam hal profesionalitas kerja maupun dalam personalitasnya, mengingat bahwa mereka telah dipilih dan dipercaya oleh masyarakat terutama jama’ah masjid. b. Hendaknya para ta’mir tidak hanya membangun fisik masjid yang dikelolanya melainkan juga harus memikirkan kualitas dan fungsi masjid tersebut sebagai sentral pembinaan umat Islam. c. Hambatan-hambatan yang ada hendaknya tidak menjadikan para ta’mir patah semangat dalam upayanya memakmurkan masjid, mengingat bahwa semua harus diniatkan ikhlas fiisabilillāh dalam rangka untuk menegakkan kalimah Allah.