BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang L’argot adalah sebuah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok orang dari masyarakat yang memiliki bahasa tertentu dan hanya digunakan untuk kalangan terbatas. Dikatakan oleh Abdul Chaer (1995:89), argot adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia; seperti misalnya sebagai kode rahasia untuk bertransaksi narkotika atau perdagangan senjata. Seperti misal penggunaan kata schmit atau pétard untuk menyebut ganja, came untuk menyebut drogue dan garette atau galo untuk menyebut cigarette atau rokok. Letak kekhususan argot adalah pada kosakata. Penggunaan bahasa argot kerap digunakan dalam konteks informal dan lebih sering ditemukan dalam percakapan atau secara oral. Meluasnya penggunaan kosakata argotik menjadikan kosakata tersebut muncul di kalangan masyarakat umum dan tak lagi hanya digunakan dalam kelompok masyarakat tertentu saja. Pada saat ini, kosakata argotik tak lagi digunakan sebagai kode rahasia. Banyak kosakata-kosakata baru bermunculan yang berasal dari kosakata argotik sebelumnya. Seperti misal kata merde atau caca dalam kosakata argotik, yang bisa berarti fèce atau crotte yang bermakna tahi atau feses. Seiring dengan perkembangan zaman, penggunaan kosakata argotik yang tadinya hanya terbatas dalam lingkup tertentu bergeser ke lingkungan yang lebih
luas dan digunakan oleh kelompok sosial yang lebih tinggi, misalnya kaum remaja, yang mengenyam bangku pendidikan. Menurut Pierre Merle (2000:3), semakin lama bentuk bahasa argot pun berkembang dan masa perkembangan ini terjadi pada sekitar era 90an. Bahasa argot mulai diakui keberadaannya dan mulai banyak digunakan oleh para remaja. Kosakata argotik menjadi kosakata yang populer dan familiar di kalangan masyarakat. Menurut William Labov (1976:158), usia remaja dan pra-remaja merupakan golongan yang rentan terkena dampak perubahan lingustik. Usia pra-remaja dan remaja menjadi pengguna terbanyak bahasa argot dalam pergaulan sehari-hari. Dikatakan oleh Janet Holmes (1992:10), salah satu perilaku yang menonjol dari remaja yang menjadikannya ciri khas dan membedakannya dengan kelompok lain adalah bahasa yang digunakannya. Remaja banyak menggunakan kosakata populer yang berasal dari kosakata argotik sebagai bahasa pergaulan ataupun bahasa dalam percakapan sehari-hari, termasuk percakapan via teks melalui SMS atau media sosial seperti Whatsapp, LINE, dan Facebook. Seperti misal penggunaan kosakata ckoi untuk menyebut c’est quoi dan penggunaan kata vachement untuk menyebut beaucoup dan lain-lain. Penggunaan kosakata populer yang berasal dari kosakata argotik dapat juga kita lihat penggunaannya dalam komik atau la bande-dessinée (BD) yang merupakan bacaan populer di kalangan anak-anak dan remaja. Salah satu komik populer di Prancis yang kerap menggunakan bahasa argot adalah komik Titeuf. Titeuf merupakan komik karangan ZEP yang menceritakan tentang kehidupan seorang anak laki-laki yang memiliki banyak pertanyaan tentang kehidupan orang
dewasa yang berkaitan dengan seksualitas, vandalisme, dan percintaan 1. Bahasa argot digunakan oleh Titeuf dan teman-temannya yang notabene adalah anakanak usia sekolah dasar dalam percakapan tentang hal-hal yang menyangkut unsur seksual atau umpatan. Seperti contoh kalimat pada data di bawah ini: (2) T’as une zézette poilue. Twi ! Twi (TTF 1:6) "Kamu punya penis berbulu. Hiiii…. !" Dalam kamus Indonesia - Prancis karya Pierre Labrousse dan Dictionnaire Français Larousse, penis atau alat kelamin pria disebut dengan le pénis. Une zézette merupakan kosakata yang berasal dari kosakata argotik dan kemudian berkembang menjadi kosakata vulgar yang cukup populer di kalangan masyarakat Prancis yang identik dengan konteks seronok. Contoh kosakata argotik lainnya dapat ditemukan dalam kalimat berikut ini: (21) C’est tout des conneries ! (TTF 1:28) "Semuanya omong kosong !" Kalimat tersebut mengandung kata umpatan yang pada awalnya merupakan sebuah kosakata argotik yaitu con yang memiliki makna bodoh atau dapat dipadankan dengan stupide. Kata-kata tersebut tidak ditemukan dalam kamus bahasa Prancis keluaran Academie Français, namun dapat ditemukan dalam kamus bahasa argot Prancis populer Larousse. Kosakata argotik des conneries identik dengan umpatan kasar dan tidak terlalu banyak orang yang menggunakannya. Tak hanya percakapan dengan teman-temannya di sekolah, Titeuf juga menggunakan kosakata dalam bahasa argot saat berbicara dengan orangtuanya. 1
http://www.bedetheque.com/serie-82-BD-Titeuf.html diakses pada 20 Mei 2015 pukul 19.37 WIB
Penggunaan bahasa argot populer sebagai dialog antar tokoh dalam komik Prancis Titeuf ini menimbulkan kesulitan dalam memahami bacaan karena tidak semua pembaca mengerti bahasa argot. Penggunaan bahasa argot sebagai bahasa lisan yang digunakan dalam percakapan sehari-hari dalam komik Prancis Titeuf inilah yang akan dibahas dengan menggunakan pendekatan sosiolinguistik.
1.2 Rumusan Masalah Penggunaan bahasa argot dalam komik Prancis Titeuf sebagai bahasa lisan dalam percakapan sehari-hari ini menarik untuk dikaji lebih lanjut. Penggunaan bahasa argot juga ditemukan dalam percakapan antar keluarga. Antara suami dan istri, maupun antara orang tua dan anak. Setting percakapan terjadi di sekolah, rumah, dan beberapa tempat umum seperti taman dan toko. Akan tetapi tidak selalu dalam setiap percakapan, para tokoh menggunakan bahasa argot, misalnya, ketika terjadi percakapan antara seorang guru dengan murid-muridnya. Hal-hal tersebut memunculkan pertanyaan yang akan dijabarkan sebagai berikut : 1. Jenis-jenis argot apa saja yang terdapat dalam komik Prancis Titeuf? 2. Dalam konteks apa saja bahasa argot dalam komik Prancis Titeuf digunakan? Dari rumusan permasalahan di atas, terdapat beberapa tujuan penelitian yang akan dijabarkan dalam sub bab selanjutnya.
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskipsikan bentuk-bentuk bahasa argot populer yang muncul dan juga menganalisis dalam konteks apa saja bahasa argot digunakan sebagai bahasa percakapan sehari-hari dalam teks komik Prancis Titeuf. Penelitian kosakata argotik bukanlah hal yang baru dilakukan dalam penelitian bahasa. Argotik merupakan sebuah fenomena variasi bahasa yang menarik untuk dikaji perkembangannya. Sebelum penelitian ini dibuat, terdapat beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dan dapat dijadikan referensi. Penelitian-penelitian tersebut akan dijelaskan dalam sub bab 1.4.
1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai penggunaan bahasa argot sudah pernah dilakukan sebelumnya, seperti misal penelitian yang dilakukan oleh Dania Parahita Hapsari (2008) yang berjudul Verlan: Analisis Fonologis. Penelitian ini menganalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukkan kosakata verlan dan proses verlanisasi. Verlanisasi dapat terjadi karena adanya pengurangan dan penambahan jumlah suku kata. Verlan masuk dalam kategori bahasa argotik yang mengalami pembalikan silabe atau suku kata. Penelitian yang dilakukan oleh Atina Handayani (2014) berjudul Bahasa Gaul dalam Tuturan Tertulis Remaja Prancis di Facebook juga membahas tentang penggunaan bahasa Prancis populer di media sosial. Proses pembentukkan bahasa gaul yang digunakan oleh kaum remaja di Facebok dan fungsi bahasa gaul dalam komunikasi menjadi objek utama dalam penelitian tersebut. Penelitian ini menggunakan teori neologi untuk
menganalisis proses pembentukkan unit leksikal baru dan teori sosiolinguistik variasi bahasa untuk menganalisis fungsi penggunaan bahasa gaul sebagai alat komunikasi. Wiedha Herdiana (2004) juga melakukan penelitian pengunaan bahasa argot dalam majalah Okapi. Skripsinya berjudul “Bentuk dan Pemakaian Bahasa Gaul Kaum Remaja Prancis” membahas tentang proses pembentukkan bahasa gaul dan fungsi sosial bahasa tersebut dilihat dari sisi penulis dan pembaca. Penelitian ini menggunakan teori neologi untuk membahas proses pembentukkan kosakata baru dan juga teori komunikasi Dell Hymes. Yang membedakan penelitian ini dengan tiga penelitian sebelumnya adalah penelitian ini tidak membahas proses pembentukkan kosakata tetapi fokus pada jenis-jenis kosakata argotik dan konteks-konteks penggunaan bahasa argot dalam teks percakapan komik Prancis Titeuf dan menggunakan teori sosiolinguistik Norbert Dittmart dan teori komunikasi Roman Jakobson. 1.5 Landasan Teori 1.5.1 Teori Sosiolinguistik dan Variasi Bahasa Percakapan di komik ini banyak dilakukan oleh sekelompok anak-anak usia pra remaja yang banyak membahas tentang percintaan, seksual, dan kenakalan-kenakalan yang berujung pada vandalisme. Rentang usia pra remaja hingga memasuki usia remaja merupakan fase dimana mereka kerap menggunakan bahasa populer. Hal ini terkait dengan identitas sosial dan identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam komunikasi yang merupakan bentuk-bentuk dari tujuh masalah sosiolinguistik (Dittmar, 1976:128).
Menurut Norbert Dittmar, dalam bukunya yang berjudul Sociolinguistics: A Critical Survey of Theory and Application (1976:128), terdapat tujuh masalah sosiolinguistik. Ketujuh masalah sosiolinguistik tersebut adalah: 1.
Identitas Sosial dapat diketahui dari pertanyaan apa dan siapa penutur
tersebut, dan bagaimana hubungannya dengan lawan tuturnya. Identitas penutur dapat berupa anggota keluaga, teman atau sahabat karib, rekan kerja, dan sebagainya. Identitas penutur dapat mempengaruhi pilihan kode dalam bertutur. 2.
Identitas Sosial Dari Pendengar yang Terlibat Dalam Komunikasi
harus dilihat dari pihak penutur. Identitas pendengar dapat berupa anggota keluarga, teman, rekan kerja, dan sebagainya. Identitas pendengar ini akan mempengaruhi pilihan kode dalam bertutur . 3.
Lingkungan Sosial Tempat Peristiwa Tutur Terjadi bisa berupa rumah,
sekolah, taman bermain, dan lain-lain. Lingkungan ini dapat mempengaruhi pilihan kode dan gaya dalam bertutur. 4.
Analisis Diakronik dan Sinkronik dari Dialek-Dialek Sosial berupa
deskripsi pola-pola dialek-dialek sosial itu, baik yang berlaku pada masa tertentu atau yang berlaku pada masa yang tidak terbatas. Dialek sosial ini digunakan para penutur sehubungan dengan kedudukan mereka sebagai anggota kelas-kelas sosial tertentu di dalam masyarakat. 5.
Penilaian Sosial yang Berbeda oleh Penutur Terhadap Bentuk-Bentuk
Perilaku Ujaran. Setiap penutur memiliki kelas sosial tertentu di dalam masyarakat. Berdasarkan kelas sosialnya tersebut, maka penutur akan memiliki
penilaian tersendiri terhadap bentuk-bentuk perilaku ujaran yang sedang berlangsung. 6.
Tingkatan Variasi dan Ragam Linguistik berhubungan dengan
heterogennya anggota suatu masyarakat tutur, adanya berbagai fungsi sosial dan politik bahasa, serta adanya tingkatan kesempurnaan kode, maka alat komunikasi manusia atau bahasa, menjadi sangat bervariasi. Setiap variasi memiliki fungsi sosialnya masing-masing. 7.
Penerapan Praktis dari Penelitian Sosiolingustik merupakan topik yang
membicarakan kegunaan penelitian sosiolinguistik untuk mengatasi masalahmasalah praktis dalam masyarakat seperti pengajaran bahasa, mengatasi konflik sosial akibat bahasa, dan sebagainya. Menurut Suwito (1982:3), adanya faktor-faktor sosial dan situasional yang mempengaruhi pemakaian dan perubahan bahasa kemudian menimbulkan variasi bahasa. Bahasa argot yang muncul dalam teks dialog komik Prancis Titeuf merupakan
sebuah
variasi
bahasa
yang
berkembang
seiring
dengan
penggunaannya yang semakin meluas di masyarakat. Variasi bahasa muncul dan dapat dibedakan oleh beberapa kriteria, seperti yang dikemukakan oleh Hartman dan Stork (1972): “The variety of language is devided by: the background of geography and social of the speaker, the media we use, and main ideas.” Variasi bahasa dibedakan berdasarkan kriteria: latar belakang geografi dan sosial penutur, media yang digunakan, dan ide pokok pembicaraan.
Variasi bahasa menurut Hartman dan Stork dapat muncul dikarenakan perbedaan latar belakang geografi dan sosial para partisipan tutur, media yang digunakan dan juga ide pokok pembicaraan. Senada dengan Hartman dan Stork,
Ronald Wardaugh (1986:22) mengungkapkan bahwa variasi bahasa adalah seperangkat tuturan manusia, yaitu: bunyi, kata, dan ciri gramatikal yang secara unik dapat dihubungkan dengan faktor eksternal, seperti daerah geografi dan faktor sosial. Faktor sosial dipengaruhi oleh situasi berbahasa, pemakai bahasa, keperluan penutur, dan lain-lain. Dapat disimpulkan bahwa munculnya variasi bahasa berkaitan dengan latar belakang geografi penutur dan petutur, faktor sosial, dan situasi dimana peristiwa tutur sedang terjadi. Teori sosiolinguistik ini digunakan untuk menganalisis tentang variasi bahasa dan penggunaan kosakata argotik oleh penutur. Untuk menganalisis konteks-konteks percakapan dalam komik Titeuf yang memungkinkan untuk dapat munculnya kosakata argotik, maka akan digunakan teori komunikasi yang akan dijabarkan dalam sub bab berikutnya.
1.5.2 Teori Komunikasi Menurut Roman Jakobson (1963:213-221), terdapat enam elemen yang diperlukan supaya dapat terjadi sebuah komunikasi. Enam elemen tersebut digambarkan dalam bagan berikut ini:
Setiap elemen tersebut memiliki fungsinya masing-masing. Fungsi dari tiap elemen tersebut adalah: Destinateur:
Destinateur atau penutur memiliki fungsi expressive dan berkaitan
dengan
pengiriman
pesan.
Si
penutur
harus
memberikan informasi yang jelas kepada petutur tentang apa yang diketahuinya. Context:
Context atau konteks memiliki fungsi référentielle yang mana fungsi tersebut merupakan tanda-tanda verbal lain dalam sebuah pesan yang sama dan situasi dimana peristiwa tutur saat pesan disampaikan sedang berlangsung.
Message:
Message atau pesan memiliki fungsi poétique fokus pada isi pesan itu sendiri dan bagaimana ia digunakan.
Contact:
Contact atau interaksi memiliki fungsi phatique yang berkaitan dengan cara dan bahasa yang digunakan dalam sebuah interaksi dan berhubungan dengan lawan tutur. Contact juga merupakan sebuah kunci untuk membuka sebuah peristiwa tutur.
Code:
Code atau bahasa atau kode yang memiliki fungsi métalinguistique untuk mendeskripikan atau mendefinisikan pesan yang sedang disampaikan.
Destinataire:
Destinataire atau penutur memiliki fungsi conative yang melibatkan lawan tutur (si penerima).
Teori komunikasi Jakobson tersebut dapat digunakan untuk menganalisis konteks terjadinya peristiwa tutur yang terdapat dalam komik Titeuf dan kode atau bahasa yang digunakan dalam penyampaian pesan. Penggunaan kosakata dalam bahasa argot tidak selalu ditemukan dalam setiap percakapan dalam komik Titeuf. Kosakata dalam bahasa argot ditemukan dalam percakapan dengan konteks informal dan hanya dengan lawan bicara tertentu saja. Menurut Dell Hymes (1974:55-61), dalam sebuah komunikasi terdapat hubungan dan keterkaitan antara tindakan, tuturan, konteks, dan pengetahuan dari si penutur. Tuturan-tuturan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh norma-norma lingkungan di sekitar penutur. Seperti yang dikatakan oleh Hymes dalam bukunya yang berjudul Foundations in Sociolinguistics (1974: 45-55): “Communicative conduct within a community comprises determinate patterns of speech activity, such that the communicative competence of persons comprises knowledge with regard to such patterns. […] Relationships among speech events, acts, and styles on the one hand, and personal abilities and roles contexts and institutions, and beliefs, values and attitudes on the other. […] The term speech event will be restricted to activities, that are directly governed by rules or norms for the use of speech. An event may consist of a single speech act, but will often comprise several. Just as an occurrence of a noun phrase and the whole of a sentence, so a speech act may be the whole of a speech event, and of a speech situation” Perilaku komunikatif dalam masyarakat menentukan pola dalam aktifitas tuturan, yang mana kemampuan berkomunikasi setiap individu berasal dari pengetahuan yang berkaitan dengan pola-pola komunikasi tersebut. […] Ada hubungan antara peristiwa, tindakan, dan gaya tuturan; dan kemampuan individu, peran konteks dan institusi, keyakinan, dan nilainilai antara satu sama lain. […] Peristiwa tutur akan dibatasi oleh norma-norma atau aturan penggunaan tuturan. Dalam sebuah peristiwa tutur dapat terdiri dari satu tindak tutur atau bisa saja lebih. Hanya pada saat terbentuknya frase kata benda dan keseluruhan
dari sebuah kalimat, sebuah tindak tutur dapat menjadi sebuah peristiwa tutur dan juga situasi tutur.
Dapat disimpulkan bahwa menurut Hymes, terdapat beberapa faktor dan komponen yang mempengaruhi penutur dalam menggunakan bahasa dan bagaimana lawan bicara tersebut dapat menerima pesan yang terkandung dalam suatu tuturan tersebut. Hymes mengkomposisikan komponen tersebut dalam sebuah akronim S-P-E-A-K-I-N-G: Setting and Scene: Setting berkaitan dengan waktu dan tempat saat kejadian tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu serta situasi psikologis saat peristiwa tutur terjadi. Participants:
berkaitan dengan para peserta dalam peristiwa tutur, yaitu : penutur dan petutur, kehadiran dan peranan tiap individu dalam peristiwa tutur tersebut.
Ends:
berkaitan dengan maksud dan tujuan penuturan atau dengan apa yang ingin dicapai dari peristiwa tutur tersebut.
Act of Sequence: merupakan
tindakan
yang
meliputi
isi
pesan
(tema
pembicaraan) dan bentuk pesan tersebut. Hal ini berkaitan dengan peristiwa saat orang tersebut sedang menggunakan kesempatannya untuk berbicara. Key:
berkaitan dengan nada atau intonasi dan ragam bahasa yang digunakan saat peristiwa tutur sedang terjadi; misalnya sedang dalam keadaan santai, marah, sedih, dan lain sebagainya.
Instrumentalities: berhubungan dengan channel atau jalur dan bentuk bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Channel atau
jalur misalnya: lewat tulisan, lisan, telepon, sms, dan lain sebagainya. Sedangkan bentuk bahasa yang dimaksud adalah dialek, ragam, dan lain sebagainya. Norm of Interaction and Interpretation: hal ini berhubungan dengan interaksi dan interpretasi; misalnya giliran dalam berbicara, menunjukkan minat terhadap lawan bicara dan juga hal-hal
yang
berhubungan dengan nilai budaya. Genre:
hal ini berkaitan dengan jenis-jenis yang berkaitan dengan komunikasi seperti misalnya percakapan, konferensi, dan lain sebagainya.
Faktor dan komponen di atas memiliki kaitan dengan penutur dan petutur, tujuan dari tuturan tersebut dan dampak dari tuturan tersebut. Hal-hal tersebut dapat digunakan untuk menganalisis tujuan penggunaan bahasa argot oleh si penutur. Teori-teori tersebut diaplikasikan dalam metode penelitian untuk menganalisis data-data yang telah dikumpulkan. Metode-metode yang digunakan akan dijelaskan dalam sub bab 1.6.
1.6 Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode agih, karena metode ini dianggap sebagai metode yang paling tepat untuk menganalisis bahasa itu sendiri tanpa dibandingkan dengan bahasa lainnya, seperti menurut Sudaryanto (1993:15): Metode agih adalah sebuah metode yang alat penentunya adalah bagian dari bahasa itu sendiri.
Dalam metode ini, terdapat beberapa langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data-data, diantaranya:
1.6.1 Tahap pengumpulan data Sumber data untuk penelitian ini berasal dari komik Prancis Titeuf edisi 1 (1993, Édition Glénat), 3 (1994, Édition Glénat) , dan 5 (1996, Édition Glénat). Komik ini dipilih sebagai objek penelitian karena banyak ditemukan kosakata dalam bahasa argot yang digunakan dalam dialog percakapan antar tokoh. Penelitian ini menggunakan metode simak. Teknik yang digunakan adalah teknik catat dan juga teknik ganti sebagai teknik lanjutan. Teknik ini digunakan untuk mengetahui apakah unsur yang diganti akan memiliki efek yang berbeda atau tidak. Data-data tersebut diidentifikasi dengan mencari kosakata
dari dialog
percakapan yang menggunakan bahasa argot. Data-data yang telah terkumpul kemudian diidentifikasi dan diklasifikasikan menjadi beberapa kategori seperti argot yang menunjukkan umpatan, ejekan, mengandung unsur seksual, ataupun mengandung unsur lain yang dianggap tabu untuk diungkapkan secara langsung.
1.6.2 Tahap analisis data L’analyse du contenu atau analisis isi merupakan metode kualitatif yang digunakan untuk menganalisis permasalahan yang ditemukan pada data dalam penelitian ini. Metode ini banyak digunakan dalam penelitian yang menganalisis
tentang sosial sains dengan menggunakan pendekatan linguistik, komunikasi, psikologi, sosiologi, dan lain-lain. Tahap-tahap analisis ini adalah : a. Constitution atau pemilihan data. b. Lecture adalah proses membaca, memahami, dan mencari permasalahan yang ada pada data (Robert & Bouillaguet, 1997) c. Classification adalah proses pengklasifikasian data yang telah diobservasi. d. Interprétation adalah membuat hipotesis dari hasil analisis yang sudah dilakukan pada data. Data-data yang telah diklasifikasikan dan terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk informal, berupa lampiran transkrip data.
1.7 Sistematika Penyajian Dalam BAB I disajikan latar belakang permasalahan, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, dan sistematika penyajian. BAB II menyajikan analisis data berdasarkan teori-teori yang digunakan. BAB III menyajikan kesimpulan dan hasil analisis yang telah dilakukan dan disertai dengan lampiran transkrip data. Data disajikan dalam bentuk informal, yaitu dalam bentuk narasi atau teks dan juga dalam bentuk lampiran.