BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pelayanan publik sebagai pemberi layanan ( m e l a y a n i ) k e p e r l u a n orang
atau
masyarakat
yang
mempunyai
kepentingan
pada
organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pelayanan publik merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat atau Daerah, setiap warga Negara tidak akan pernah bisa terhindar yang berhubungan dengan birokrasi pemerintah. Pada saat yang sama, birokrasi pemerintah adalah satu-satunya organisasi yang memiliki legitimasi untuk memaksakan berbagai peraturan dan kebijakan menyangkut masyarakat dan setiap warga Negara. Itulah sebabnya pelayanan yang diberikan birokrasi pemerintah menuntut tanggung jawab yang tinggi. Seperti diketahui bahwa birokrasi pemerintah mempunyai fungsi mengatur, memerintah, menyediakan fasilitas, serta memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan tujuan supaya kepentingan- kepentingan umum pelayanan administrasi di penuhi melalui serangkaian aturan-aturan yang sama bagi semua pihak ( Ghuffan, 1991:37). Dalam melaksanakan fungsi tersebut, maka dalam sistem birokrasi telah diatur suatu struktur yang dimaksudkan untuk memberikan solusi yang paling mendukung dan mempermudah kinerja dalam mencapai sasaran organisasi dimana dalam mencapai struktur ini mencakup antara lain adanya pembagian kerja, pelimpahan wewenang, dan prinsip impersonalisasi 1 Universitas Sumatera Utara
yang tidak membeda – bedakan dalam pemberian layanan. Salah satunya yaitu mengenai pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Pusat Kesehatan Masyarakat ( PUSKESMAS ) sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, Puskesmas dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu dan memuaskan bagi pasien sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat di jangkau seluruh lapisan masyarakat. PUSKESMAS adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Sebagai Unit Pelaksana Teknis ( UPT ) Dinas Kesehatan Kabupaten / kota, Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia ( Trihono, ARRIMES Manajemen Puskesmas. Jakarta: Sagung Seto. Akses 6 Januari 2014 pukul 07.18).
Departemen Kesehatan sudah sejak lama mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan Nasional ( SIKNAS ), yaitu semenjak diciptakannya Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas ( SP2TP ) pada awal tahun 1970an. Pengembangan SIKNAS ini semakin ditingkatkan dengan dibentuknya Pusat Data Kesehatan pada tahun 1984. Namun demikian, walau sudah terjadi banyak kemajuan, pengembangan SIKNAS ini masih menghadapi hambatan-hambatan yang bersifat klasik, yang akhirnya menimbulkan masalah-masalah klasik pula,
2 Universitas Sumatera Utara
yaitu kurang akurat, kurang sesuai kebutuhan, dan kurang cepatnya data dan informasi yang disajikan ( Departemen Kesehatan RI, 2007 ).
Keputusan menteri Kesehatan ( Kepmenkes ) No. 511 Tahun 2002 tentang Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional ( SIKNAS ) di Era Otonomi Daerah menegaskan bahwa sasaran pengembangan SIKNAS pada akhir tahun 2009 adalah telah tersedia dan dimanfaatkan data dan informasi kesehatan yang akurat, tepat dan cepat untuk pengambilan keputusan/kebijakan bidang kesehatan di Kabupaten / Kota, Provinsi dan Departemen Kesehatan dengan mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi. Indikatornya adalah terintegrasinya data dan informasi dari Kabupaten / Kota ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Departemen Kesehatan. Data dan informasi yang terintegrasi di Kabupaten / Kota berasal dari Puskesmas yang diolah dengan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas atau SIMPUS sehingga kualitas data dan informasi di Puskesmas menjadi sangat penting kedudukannya dalam pengambilan keputusan di tingkat Kabupaten / Kota, Provinsi dan tingkat Nasional.
Salah satu penerapan e-government dalam bidang kesehatan di instansi pemerintahan adalah melalui penerapan Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS). SIMPUS diterapkan untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan proses pelayanan yang cepat, mudah dan murah serta tidak membebani masyarakat terutama masyarakat miskin. Pelaksanaan SIMPUS ini dapat berjalan dengan lancar apabila dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua sektor terkait meliputi pemerintah, swasta, dan masyarakat.
3 Universitas Sumatera Utara
SIMPUS adalah suatu aplikasi yang ditujukan untuk administrasi dan pengelolaan sebuah Puskesmas yang mampu meningkatkan kinerja dengan memaksimalkan sistem komputer. Instansi yang berperan dalam melaksanakan SIMPUS ini adalah Puskesmas. Di sini peran Puskesmas sebagai instansi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan di jenjang tingkat pertama yang terlibat langsung dengan masyarakat menjadi sangat penting.
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas ( SIMPUS ) adalah program sistem informasi kesehatan daerah yang memberikan informasi tentang segala keadaan kesehatan masyarakat di tingkat PUSKESMAS mulai dari data diri orang sakit, ketersediaan obat sampai data penyuluhan kesehatan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut perlu adanya suatu sistem informasi yang dapat menyajikan dan menggambarkan secara menyeluruh tentang kondisi dan situasi kesehatan di suatu wilayah, dengan data yang valid, akurat dan lengkap, serta dapat diakses dengan mudah, cepat dan dengan jangkauan yang luas. Sistem tersebut nampaknya hanya bisa dibangun melalui kesepakatan atau komitmen bersama dari tingkat yang paling bawah sampai ke tingkat pusat ( Departemen Kesehatan RI, 2007 ).
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas ( SIMPUS ) merupakan sebuah sistem yang berfungsi menyediakan informasi kesehatan yang diharapkan memberikan gambaran hasil upaya kesehatan, masalah kesehatan potensial dan ketersediaan sumber daya di puskesmas
melalui proses pengumpulan,
pengolahan, penyajian dan interpretasi data. Informasi ini sangat bermanfaat bagi kegiatan manajemen kesehatan dimana inti dari manajemen adalah pengambilan
4 Universitas Sumatera Utara
keputusan. Pengambilan keputusan yang baik didukung oleh informasi yang baik, dengan kata lain data yang terkumpul melalui SIMPUS diharapkan berperan sebagai
health
intelligence.
(
www.SIMPUS
_
Fisika
Kesehatan
_
MissKesMas.htm, di alses pada tanggal 12 Agustus 2013, 07.00 ).
Hasil penelitian Kurniawati ( 2004 ), mendapati bahwa sistem pencatatan dan pelaporan data pasien rawat jalan Puskesmas di wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Semarang sebelum SIMPUS Online berjalan didasarkan format pelaporan Sistem Pencatatan Pelaporan Puskesmas ( SP3 ), menggunakan sistem manual dan sederhana, hambatannya sering terjadi kesalahan dan perbedaan laporan antar pemegang program, terlalu banyak tangan, mengandalkan tulisan tangan, laporan tidak tepat waktu, laporan sering salah, kegiatan yang tumpang tindih, pelaporan harus ke Dinas Kesehatan Kota membutuhkan waktu lama. Pada SIMPUS Online seluruhnya menggunakan komputer, kinerja SIMPUS Online belum dapat menunjukkan kecepatan dan kemampuannya menangani beban kerja pengelolaan data, hal ini terjadi karena petugas pengelola data sedang mengalami transisi dan perubahan dari sistem manual ke sistem komputer karena sistem baru berjalan selama dua bulan.
Konsep SIMPUS sebenarnya telah digulirkan oleh Departemen Kesehatan RI awal tahun 1990-an yang dikenal dengan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas ( SP2TP ). Kemudian untuk menyederhanakan SP2TP maka kebijakan Departemen Kesehatan mengarah kepada sebuah sistem yang berbasis peranti lunak yang dituangkan melalui keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, nomor: 590/BM/DJ/INFO/V/96 tentang Penyederhanaan
5 Universitas Sumatera Utara
Sistem Pencatatan dan Pelaporan terpadu Puskesmas (SP2TP). Namun pengembangan dan penerapan sistem berbasis peranti lunak tersebut masih menemui banyak hambatan, terutama output data yang tidak akurat dan seringkali berbeda dengan kondisi riil di lapangan. Tentunya ini akan semakin menjauh dari tujuan penerapan SIMPUS seperti yang telah digariskan dalam Kepmenkes No. 837 Tahun 2007 tentang Sistem Informasi Kesehatan Nasional Online.
Puskesmas Teladan merupakan Puskesmas yang terdiri dari lima kelurahan dengan jumlah penduduk 38,803 jiwa. Wilayah kerja Puskesmas Teladan kecamatan Medan Kota berbatasan Kecamatan Maimun sebelah Utara, Kelurahan Teladan Timur sebelah Selatan, Simpang Limun sebelah Barat, Medan Perjuangan sebelah Timur. Disini kita dapat melihat sejauhmana penerapan SIMPUS ini di Puskesmas Teladan, karena semakin banyaknya masyarakat yang berobat di Puskesmas tersebut maka peran SIMPUS ini untuk meningkatkan pelayanan masyarakat juga sangat penting. Setelah diadakan wawancara kepada aparat yang bertanggung jawab pada SP2TP atau SIMPUS, maka implementasi SIMPUS tersebut sebenarnya sudah ada sejak lama, tetapi dalam hal ini penerapan SIMPUS di Puskesmas Teladan masih dilakukan secara manual, untuk kepada SIMPUS Online yang terintegrasinya data puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota Medan yang menggunakan komputerisasi masih dalam proses, dan pada pertengahan tahun 2013 baru masih di terapkannya elektronik Puskesmas untuk meningkatkan kualitas masyarakat. Penerapan SIMPUS atau SP2TP
di
Puskesmas Teladan masih mengalami hambatan – hambatannya seperti sering terjadinya perekapan data – data pasien yang berobat sehingga membutuhkan waktu yang lama,
dan juga masalah sumber Daya Manusia dalam pengerjaan 6
Universitas Sumatera Utara
laporan masih satu orang yang mengerjakannya. ( Aparat Puskesmas Teladan ). Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang: “Implementasi SIMPUS Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat” ( studi
pada Puskesmas Teladan Kecamatan
Medan - Kota).
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah : “ Bagaimana Implementasi SIMPUS Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat ” ( pada Puskesmas Teladan Kecamatan Medan - Kota). 1.3 Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti mempunyai jalan dan tujuan yang ingin dicapai dalam penyelenggaraanya. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian bertujuan untuk mengetahui Implementasi Program SIMPUS yang di canangkan Pemerintah melalui Dinas Kesehatan Kota Medan. 2. Penelitian bertujuan untuk melihat sejauhmana Penerapan Program SIMPUS di Puskesmas Teladan Kecamatan Medan Kota dan hambatan – hambatan yang terjadi dalam Implementasi Program SIMPUS di Puskesmas Teladan Kecamatan Medan Kota.
7 Universitas Sumatera Utara
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat secara ilmiah Bermanfaat bagi peneliti dalam mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah dan studi Administrasi Negara pada implementasi program SIMPUS dalam meningkatkan palayanan kesehatan masyarakat. 2. Manfaat secara praktis Dapat menjadi masukan bagi pemerintah atau lembaga – lembaga lain yang berkepentingan pada implementasi program SIMPUS
dalam
meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. 3. Manfaat secara akademis Sebagai suatu tahapan melatih mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah sebagai syarat untuk menyelesaikan
pendidikan strata satu
Departemen Ilmu Administrasi Negara.
1.5 Kerangka Teori Menurut Kerlinger ( Singarimbun. 1995 : 37 ) teori merupakan asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep dan kerangka teori disusun sebagai landasan berfikir untuk menunjuukkan perspektif yang digunakan dalam memandang feenomena sosial yang menjadi objek penelitian. Perkembangan ilmu sosial begitu pesatnya karena perkembangan fenomena manusia yang memunculkan banyak teori – teori sosial, untuk itu dalam melaksanakan penelitian ilmiah khususnya dalam ilmu sosial, teori berperan sabagai landasan berfikir untuk mendukung pemecahan 8 Universitas Sumatera Utara
masalah dengan jelas dan sistematis
( Rakhmat, 2004: 6 ). Berdasarkan
rumusan di atas, penulis mengemukakan beberapa teori, pendapat ataupun gagasan yang akan dijadikan sebagai landasan berfikir dalam penelitian ini.
1.5.1
Implementasi Kebijakan Patton dan Sawichi (dalam Tangkilisan,2003:29) : “menyebutkan bahwa
implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan, dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi”. Kamus Webster dalam Wahab (1997:64), pengertian implementasi dirumuskan secara pendek bahwa “to implement” (mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying out; to give practical effect to” (menyajikan sarana untuk melaksanakan sesuatu; menimbulkan dampak/ berakibat sesuatu). Jones dalam Tangkilisan ( 2003:18 ), implementasi merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan. Implementasi kebijakan adalah bagian dari rangkaian proses kebijakan publik. Proses kebijakan adalah suatu rangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu, penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Proses yang perlu ditekankan disini adalah bahwa tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan saran-saran ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasi terjadi hanya setelah undang9 Universitas Sumatera Utara
undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut ( Winarno, 2002:102 ). Kebijakan publik merupakan sebuah awal dan belum dapat dijadikan indikator dari keberhasilan pencapaian maksud dan tujuan. Karena kebijakan adalah suatu perkiraan akan masa depan yang lebih bersifat semu, abstrak dan konseptual. Namun ketika telah masuk di dalam tahapan implementasi dan terjadi interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi kebijakan, barulah keberhasilan maupun ketidakberhasilan akan diketahui. Suatu kebijakan ( publik ) dikatakan berhasil bila dalam implementasinya mampu menyentuh kebutuhan kepentingan publik. Pertanyaannya adalah ketika suatu kebijakan tidak lagi memenuhi kepentingan publik, bagaimana bisa disebut sebagai kebijakan yang berhasil? Peters ( dalam Tangkilisan, 2003:22 ) mengatakan bahwa: Implementasi kebijakan yang gagal disebabkan beberapa faktor, yaitu informasi, di mana kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya gambaran yang kurang tepat baik kepada objek kebijakan maupun kepada para pelaksana dari isi kebijakan itu; isi kebijakan, dimana implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau tujuan kebijakan atau ketidaktepatan atau ketidaktegasan intern ataupun ekstern kebijakan itu sendiri; dukungan, dimana implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila pada pelaksanaannya tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut; pembagian potensi, dimana hal ini terkait dengan pembagian potensi di antaranya para aktor implementasi dan juga mengenai organisasi pelaksana dalam kaitannya dengan diferensiasi tugas dan wewenang.
10 Universitas Sumatera Utara
1.5.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan 1.5.2.1 Teori G. Edward III Menyatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan : 1. Komunikasi a. Transmisi Pemerintah
sebagai
pihak
yang
berperan
langsung
dalam
mengimplementasi kebijakan/program telah mentransmisikan ( mengirimkan ) perintah - perintah implementasi sesuai dengan keputusan yang telah dibuat. b. Kejelasan Petunjuk implementasi bukan saja diterima, melainkan juga harus jelas, dimana bila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas, atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. 2. Sumber Daya a. Sumber Daya Manusia ( human resources ) Tidak cukup hanya dengan adanya jumlah implementator yang memadai, untuk menjalankan sebuah kebijakan, bila tidak dibarengi dengan ketrampilan yang sesuai dengan kualifikasi standar yang diharuskan. Sumber Daya Manusia ( SDM ) sangat diperlukan dalam menjalankan kebijakan, pentingnya ketrampilan SDM itu untuk menjalankan sebuah kebijakan.
11 Universitas Sumatera Utara
b. Informasi Informasi berkenaan dengan berupa petunjuk dalam melaksanakan kebijakan dan data untuk menyesuaikan antara implementasi dengan kebijakan pemerintah. c. Kewenangan atau otoritas Hak untuk mengeluarkan jaminan, mengeluarkan perintah untuk pejabat lain, menarik dana dari sebuah program, memberikan dana, bantuan teknik, membeli barang dan jasa, pengawasan serta mengeluarkan cek untuk para warga. d. Fasilitas Berbagai fasilitas fisik, yang disediakan oleh implementator sebagai persediaan yang esensial, yang bisa menunjang implementasi kebijakan atau program. 3. Disposisi Merupakan
watak
dan
karakteristik
yang
harus
dimiliki
oleh
implementator, seperti, komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. ( Subarsono, 2005:90 )
12 Universitas Sumatera Utara
4. Struktur Birokrasi Prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, akan menyebabkan aktifitas birokrasi tidak flexibel.
1.5.2.2 Teori Donald S. van Meter dan Carl E. van Horn Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Donal S Van Meter dan Carl E Van Horn menerapkan model implementasi dengan lebih memfokuskan ke sisi teknisnya. Menurut Meter dan Horn (Indiahono, 2009 :38), ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu: 1. Standar dan sasaran kebijakan, standar dan sasaran kebijakan pada dasarnya adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan. 2. Sumber daya, sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan. 3. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas, hal ini menunjukan kepada mekanisme prosedur yang dicanangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan program. 4. Karakterisktik agen pelaksana, hal ini menunjuk seberapa besar daya dukung struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang terjadi di internal birokrasi. 5. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik, hal ini menunjuk bahwa kondisi dalam ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi itu sendiri. 6. Disposisi implementor, hal ini menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting dalam implementasi kebijakan. Seberapa demokratis, antusias,
13 Universitas Sumatera Utara
dan responsif terhadap kelompok sasaran dan lingkungan beberapa yang dapat ditunjuk sebagai bagian dari sikap pelaksana ini.
1.5.2.3 Teori Merilee S. Grindle Keberhasilan implementasi menurut Grindle dipengaruhi oleh dua variabel besar, yaitu isi kebijakan dan konteks implementasinya. Isi kebijakan mencakup tentang kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan, jenis manfaat yang akan dihasilkan, derajat perubahan yang diinginkan, kedudukan pembuat kebijakan, siapa pelaksana program, dan sumber daya yang dikerahkan. Sementara itu, konteks implementasinya lebih mencakup ke arah politis seperti kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga dan penguasa, kepatuhan dan daya tanggap (Dwidjowijoto, 2006:175).
1.5.2.4 Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier Mazmanian dan Sabatier ( Dwidjowijoto, 2006:169 ) menklasifikasikan proses implementasi kebijakan ke dalam tiga variabel. Pertama, variabel independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman obyek, dan perubahan seperti apa yang dikehendaki. Kedua, variabel intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan hierarkis di antara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dukungan publik, dukungan pejabat yang lebih tinggi, dan komitmen serta kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana. 14 Universitas Sumatera Utara
Ketiga, variabel dependen, yaitu tahapan dalam proses implementasi dengan lima tahapan. Yaitu, pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan obyek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata tersebut, dan akhirnya mengarah kepada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar.
1.5.3 Sistem Informasi Manajemen Puskesmas ( SIMPUS ) 1.5.3.1 Sistem Informasi Manajemen Sistem Informasi Manajemen ( SIM ) memiliki ruang lingkup yang tertuang pada 3 ( tiga ) kata pembentuknya yaitu Sistem, Informasi, dan Manajemen. 1. Sistem Menurut Atmosudirdjo dalam Sutabri ( 2012:17 ), suatu sistem terdiri atas objek-objek atau unsur-unsur atau komponen-komponen yang berkaitan dan berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga unsur-unsur tersebut merupakan sebuah kesatuan pemrosesan atau pengolahan tertentu. Sedangkan menurut Anwar ( 2003:4 ) sistem adalah komponen yang saling berhubungan dan bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan. Sistem didesain untuk memperbaiki atau meningkatkan pemrosesan informasi. Setelah dirancang, sistem diperkenalkan dan diterapkan ke dalam organisasi penggunanya. Jika sistem yang diterapkan itu digunakan maka implementasi sistem dapat dikatakan berhasil. Sedangkan jika para penggunanya menolak sistem yang diterapkan, maka sistem itu dapat digolongkan gagal. 15 Universitas Sumatera Utara
Menurut John Me Manama seperti dikutip Azwar ( 2004 ) disebutkan bahwa sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai suatu unit organik untuk mencapai keluaran yang diinginkan secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut Lumbangaol ( 2008 ) sistem adalah hubungan satu unit dengan unit-unit lainnya yang saling berhubungan satu sama lainnya dan yang tidak dapat dipisahkan serta menuju satu kesatuan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Apabila satu unit macet atau terganggu, unit lainnya pun akanterganggu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut. Dari defenisi di atas, sistem terbentuk dari berbagai elemen atau unsur yang saling berhubungan dan bekerja sama dalam satu kesatuan. Ini berarti bahwa elemen atau unsur tersebut mutlak harus ada dalam satu sistem. Menurut Azwar ( 2004 ) ada 6 unsur dalam suatu sistem yaitu : a. Masukan ( input ) adalah kumpulan elemen atau bagian yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya system tersebut. b. Proses ( process ) adalah kumpulan elemen atau bagian yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. c. Keluaran ( output ) adalah kumpulan elemen atau bagian yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem.
16 Universitas Sumatera Utara
d. Umpan balik ( feedback ) adalah kumpulan elemen atau bagian yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut. Departemen Kesehatan RI (2007) menyebutkan bahwa yang tercakup dalam komponen masukan adalah informasi, instrumen pencatatan dan pelaporan data dan sumber daya. Komponen proses mencakup pengorganisasian dan tata kerja serta pengolahan data dan komponen keluaran mencakup penyimpanan, penyebarluasan, pendayagunaan dan pemanfaatan informasi yang dihasilkan dari proses pengolahan data. Menurut Amsyah ( 2005 ) data dan informasi diperlukan dan dihasilkan oleh tiap unit kerja, maka unit yang bekerja dengan data dan informasi tersebut dapat dikatakan sebagai memiliki sistem informasi sendiri. Transaksi dan Kegiatan Unit Kerja
Data
Pengolahan
Informasi
Umpan Balik Gambar 1.1 Sistem Informasi Suatu Unit Kerja 2. Informasi Menurut Nugroho ( 2008:15 ), informasi adalah suatu pengetahuan yang berguna untuk pengambilan keputusan. Informasi yang dihasilkan dari pengolahan data telah menjadi salah satu sumber daya penting yang harus dikelola dengan baik. Apabila sebuah perusahaan kurang memperoleh informasi, maka 17 Universitas Sumatera Utara
akan sulit mengontrol sumber daya lain yang mengakibatkan terganggunya kinerja dan bisa mengalami kekalahan dalam persaingan dengan para kompetitor. Menurut Sutabri ( 2005:35 ) kualitas suatu informasi tergantung dari 3 ( tiga ) hal yaitu: a. Akurat ( Accurate ) Informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak bias atau menyesatkan. Akurat juga berarti informasi harus jelas mencerminkan maksudnya. b. Tepat Waktu ( timelines ) Informasi yang datang kepada si penerima tidak boleh terlambat. Informasi yang sudah usang tidak akan mempunyai nilai lagi karena informasi merupakan landasan dalam pengambilan keputusan. Bila pengambilan keputusan terlambat, maka dapat berakibat fatal bagi organisasi. c. Relevan ( relevance ) Informasi tersebut mempunyai manfaat bagi pemakainya. Atau dengan kata lain informasi tersebut harus sesuai dengan kebutuhan pihak yang membutuhkan. Berikut proses informasi yang dibuat oleh Achua (2004) data yang masih merupakan bahan mentah harus diolah untuk menghasilkan informasi melalui suatu model. Model yang digunakan untuk mengolah data tersebut disebut model pengolahan data atau dikenal dengan siklus pengolahan data ( siklus informasi ).
18 Universitas Sumatera Utara
INPUT DATA ---------PROSES -------KEPUTUSAN ---------TINDAKAN -----PENERIMA ---------OUTPUT Gambar 1.2 Model Siklus Informasi, Achua (2004) Informasi itu sendiri adalah data yang sudah diolah dengan cara tertentu sesuai dengan bentuk yang diperlukan. Dengan perkembangan teknologi alat pengolah data sampai kepada komputer dewasa ini, maka data dapat diolah menjadi informasi sesuai keperluan tingkat manajemen organisasi. Dengan demikian unit organisasi dapat mencapai tujuannya masing-masing sehingga secara keseluruhan organisasi akan dapat mencapai tujuan secara efisien dan efektif ( Amsyah, 2005 ). 3. Manajemen Menurut Terry di dalam Hasibuan ( 2001:2 ) manajemen adalah suatu proses
yang
khas
pengorganisasian,
yang
terdiri
pengarahan,
dan
dari
tindakan-tindakan
pengendalian
yang
perencanaan,
dilakukan
untuk
menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya. Menurut Sutabri ( 2005:53 ) penggunaan ilmu manajemen dalam SIM merupakan suatu kemajuan yang luar biasa, dengan cara-cara pengumpulan informasi yang tidak terorganisasi dan manajemen berdasarkan pengalaman. Dalam ilmu manajemen, para manajer diwajibkan menyatakan masalah dan asumsi secara teliti, biasanya dalam bentuk kuantitas atau suatu ukuran agar mereka dapat memperoleh uraian lebih baik tentang masalahnya. Bila ini diterapkan pada disain dari sistem-sistem organisasi dan operasional untuk memecahkan masalah, ilmu manajemen memanfaatkan volume yang besar dari 19 Universitas Sumatera Utara
pengetahuan manusia dalam berbagai bidang yang berkaitan. Oleh karena itu, sistem untuk pemecahan masalah ( problem solving ) dapat dirancang agar lebih efektif dan lebih efisien bagi seluruh organisasi. Organisasi dimasa mendatang akan didasarkan pada sistem informasi dan pengambilan keputusan ketimbang struktur hirarki wewenang / tanggung jawab yang statis. Tanda bahwa seorang manajer itu baik adalah kemampuannya menyusun pola seorang organisatoris dalam pemecahan masalah dan untuk mengembangkan sistem-sistem teknis yang mempermudah pemecahan masalah dan implementasinya. Kebutuhan informasi untuk para manajer harus juga dipenuhi oleh sebuah sistem informasi untuk para manajemen ( SIM ). Sistem informasi manajemen harus dirancang berdasarkan tugas-tugas manajemen, prinsip-prinsip manajemen, cara dan perangai individual dari para manajer, serta struktur organisasinya. Selanjutnya, sifat dasar desain SIM dan cara pelaksanaannya dicerminkan kembali oleh semua anggota organisasinya untuk memberikan dampak positif kepada para manajernya serta fungsi organisasinya ( Sutabri, 2005:54 ). 4. Sistem Informasi Manajemen ( SIM ) Sistem Informasi Manajemen ( SIM ) adalah sebuah sistem informasi yang selain melakukan pengolahan transaksi yang diperlukan oleh suatu organisasi, juga memberi dukungan informasi dan pengolahan data untuk fungsi manajemen dan proses pengambilan keputusan. Pada umumnya, apabila orang membicarakan sistem informasi manajemen, yang tergambar adalah suatu sistem yang diciptakan untuk melaksanakan pengolahan data yang akan dimanfaatkan oleh suatu 20 Universitas Sumatera Utara
organisasi. Pemanfaatan data di sini dapat berarti penunjang pada tugas-tugas rutin, evaluasi terhadap prestasi organisasi, atau untuk pengambilan keputusan oleh organisasi tersebut. Menurut Mc Leod ( 2007:11 ) sistem informasi manajemen adalah adalah suatu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan yang serupa. Sedangkan menurut Sutabri ( 2005:41 ), SIM merupakan penerapan sistem informasi di dalam organisasi untuk mendukung informasi-informasi yang dibutuhkan oleh semua tingkatan manajemen. Menurut Laudon ( 2005 :20 ) SIM adalah studi mengenai sistem informasi yang fokus pada penggunaan sistem informasi dalam bisnis dan manajemen. Kesimpulan yang dapat ditarik dari beberapa pengertian di atas adalah SIM merupakan suatu sistem pengolahan data dalam suatu organisasi yang berfungsi menangani proses pengumpulan, pengolahan, dan penyimpanan data yang menyajikan informasi yang akurat dan tepat waktu bagi para pengguna informasi sebagai pendukung pengambilan keputusan. Menurut Kumorotomo ( 1998:111 ) syarat - syarat tentang Sistem Informasi Manajemen yang baik dan lengkap adalah: a. Ketersediaan. Syarat yang mendasar bagi suatu informasi adalah tersedianya informasi itu sendiri. Informasi harus dapat diperoleh bagi orang yang hendak memanfaatkannya. b. Mudah dipahami. Informasi harus mudah dipahami dan tidak berbelitbelit yang hanya akan memperlambat proses manajemen. 21 Universitas Sumatera Utara
c. Sesuai. Informasi harus benar-benar sesuai dengan tujuan dan permasalahan di dalam organisasi. d. Bermanfaat. Informasi harus tersaji ke dalam bentuk-bentuk yang bersangkutan. semua tingkatan manajemen. 1.5.3.2 Sistem Informasi Manajemen Puskesmas ( SIMPUS ) Penyelenggaraan layanan kesehatan masyarakat melalui Puskesmas merupakan kegiatan yang membutuhkan proses pencatatan dan pengolahan data yang cukup kompleks. Dibutuhkan suatu sistem informasiy ang dapat menangani berbagai macam kegiatan operasional Puskesmas mulai dari pengelolaan registrasi pasien, data rekam medis pasien, farmasi, keuangan hingga berbagai laporan bulanan, tribulanan, dan tahunan. Bebagai laporan eksekutif yang dihasilkan oleh Puskesmas dengan bantuan sistem informasi sangat dibutuhkan dalam penentuan kebijakan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan masyarakat. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas ( SIMPUS ) atau SP2TP merupakan salah satu program yang dibuat oleh aparatur pemerintah kepada setiap puskesmas di seluruh daerah-daerah untuk mempermudahkan pengaksesan data-data pasien yang merupakan sebuah sistem Informasi yang terintegrasi dan didesain multiuser yang disiapkan untuk menangani keseluruhan proses manajemen puskesmas. Fungsi utamanya adalah mengatur semua data pasien mulai dari pendaftaran, registrasi, pemeriksaan ( Diagnosis ) serta pengobatan pasien tersebut, kemudian data-data yang sudah diinputkan ditampung kedalam sebuah database yang nantinya akan dikategorikan sesuai dengan parameter untuk kebutuhan laporan seperti laporan kunjungan harian, cara pembayaran, jenis 22 Universitas Sumatera Utara
penyakit serta laporan lainnya yang sebagaimana dibutuhkan didalam Manajemen Puskesmas. SIMPUS merupakan prosedur pemrosesan data berdasarkan teknologi informasi dan diintegrasikan dengan prosedur manual dan prosedur yang lain untuk menghasilkan informasi yang tepat waktu dan efektif untuk mendukung proses pengambilan keputusan manajemen. Tujuan SIMPUS yaitu meningkatnya kualitas manajemen Puskesmas secara lebih berhasil-guna dan berdaya guna, melalui pemanfaatan secara optimal data SP2TP dan informasi lain yang menunjang. SIMPUS juga bertujuan : 1. Sebagai dasar penyusunan Rencana Tahunan Puskesmas 2. Sebagai dasar penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan Puskesmas ( lokakarya mini ) 3. Sebagai dasar pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan Puskesmas ( Stratifikasi Puskesmas ) 4. Untuk mengatasi berbagai hambatan pelaksanaan kegiatan Puskesmas. Adapun contoh Penampilan SIMPUS di suatu daerah sebagai berikut :
Gambar 1.1 Tampilan utama SIMPUS
23 Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.2 Keterangan : 1. Tampilan di atas adalah Menu Register Harian Pasien. 2. Input Data diri Pasien di loket Pendaftaran, Diagnosa dan Obat di Poli 3. Daftar Pasien dapat ditampilkan di menu Browse
Gambar 1.3 Stok Bulanan Obat Keterangan : 1. Tampilan di atas adalah Stok Bulanan Obat. 2. Stok otomatis ter-up date setiap ada Pemasukan maupun Pemakaian Obat
Gambar 1.4 Laporan Query Data Pasien 24 Universitas Sumatera Utara
Keterangan : 1. Menu di atas adalah Laporan Query Data Pasien 2. Laporan dapat per satuan waktu yang dikehendaki Harian, Tgl ..s/d .., bulanan, dll. 3. Laporan dapat per kriteria umur (tahun, bulan, hari), jenis kelamin, jenis pasien ataupun kombinasi, misal : pasien askes umur > 15 Tahun. 4. Cetakan dalam bentuk format MS Word, sehingga sangat fleksibel pengeditan.
Gambar 1.5 Menu Laporan Query Obat Keterangan : 1. Tampilan di atas adalah Menu Laporan Query Obat. 2. Dapat menampilkan pemakaian Obat per satuan waktu 3. Tampilan per obat per criteria pasien secara kombinasi dapat ditampilkan.
Gambar 1.6 Menu Laporan Data Kesakitan LB1 Keterangan : 1. Tampilan di atas adalah Menu Laporan Data Kesakitan LB1. 2. Proses Laporan secara Otomatis terbagi sesuai kriteria umur. 3. Dapat ditampilkan sekian besar penyakit (mis : 3 Besar, 5 Besar, atau 10 Besar Penyakit)
25 Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.7 Menu Laporan PPLPO Keterangan : 1. Tampilan di atas adalah Menu Laporan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat ( LPLPO ) 2. Laporan Otomatis tampil dengan satu klik terbagi sesuai criteria. 3. Menu cetak dalam format MS Word.
1.5.3.3 Faktor – Faktor Hambatan Penerapan SIMPUS Pengembangan SIMPUS di beberapa daerah masih banyak menemui hambatan. Ada beberapa isu aktual terkait dengan integrasi data, yaitu : 1. Data yang tersedia belum terintegrasi dan sulit memperoleh data yang bermutu dan terkini. Integrasi data dan informasi dari berbagai unit pelayanan yang ada di puskesmas baik pelayanan dalam gedung maupun luar gedung belum dapat dilakukan sepenuhnya karena berbagai keterbatasan. Data dan informasi dari puskesmas pembantu dan puskesmas keliling belum dapat diintegrasikan dengan cepat dan tepat waktu. Integritas data yang tersedia secara real time merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas data. Disamping itu proses entri data juga sangat berpengaruh terhadap kualitas data. Petugas entri data di puskesmas biasanya adalah staf yang juga bertugas dalam pelayanan sehingga terjadi rangkap pekerjaan. Apabila jumlah pasien
26 Universitas Sumatera Utara
sedikit, entri data dapat dilakukan dengan segera, tetapi apabila jumlah pasien cukup banyak maka proses entri data masih dirasakan merepotkan. Kedua faktor di atas sangat berpengaruh terhadap kualitas data dan informasi yang dihasilkan. Data dan informasi perlu tersedia dengan segera, cepat dan tepat waktu agar dapat dimanfaatkan secara optimal. 2. Pemanfaatan data belum optimal. Data dan informasi yang tersedia sebenarnya masih dapat digunakan untuk tujuan yang lebih luas sesuai dengan peran data dan informasi sebagai health intelligence, misalnya melihat sebaran penyakit berdasarkan peta dan waktu, pemeriksaan kehamilan dan imunisasi balita, pengenalan terhadap potensi Kejadian Luar Biasa, kenaikan pangkat bagi pegawai dan masih banyak aplikasi yang dapat digunakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia. 3. Keterbatasan Sumber Daya Manusia ( SDM ). Aspek SDM merupakan aspek penting yang sangat menentukan perkembangan SIMPUS, juga terhadap kualitas data yang dihasilkan. Pengembangan SIMPUS seringkali dihadapkan kepada keterbatasan SDM berupa keterbatasan pemahaman staf terhadap teknologi komputer dan sistem informasi, tidak adanya staf yang mempunyai latar belakang pendidikan komputer dan tidak ada staf khusus untuk entri data. Keterbatasan SDM juga akan sangat mempengaruhi kualitas data yang dihasilkan SIMPUS.
(http://arifwr.wordpress.com/2009/06/09/tantangan-integrasi-data-
dalam-simpus, akses pada tanggal 13 Agustus 2013, pukul 09.00 wib ). Proses pengolahan data SIMPUS memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mempunyai kapabilitas memadai terkait dengan sistem informasi
27 Universitas Sumatera Utara
mulai dari tahap pengumpulan data, pengiriman data, pengolahan data dan analisis data. Idealnya pengembangan sistem informasi memerlukan operator komputer, ahli jaringan, pengelola database, programmer, analis sistem dan IT Project Manager. Namun perlu dipertimbangkan juga penempatan tenaga - tenaga tersebut, siapa yang ditempatkan di puskesmas dan siapa yang cukup ditempatkan di Dinas Kesehatan. 1.5.4 Pelayanan Pelayanan pada dasarnya bertujuan untuk memberikan kepuasan terhadap objek dari pelayanan. Pelayanan merupakan bentuk dari implementasi kebijakankebijakan dari pemerintah. Melalui proses pelayanan, kebijakan - kebijakan pemerintah yang telah disepakati diimplementasikan. Implementasi kebijakan tersebut juga bertujuan untuk menciptakan suatu kondisi yang berguna bagi dua pihak, yakni masyarakat selaku objek atau tujuan dari pelayanan dan pemerintah selaku pelaksana pelayanan. Pelayanan yang baik/ memuaskan dan efektif efisien akan menciptakan persepsi positif dari masyarakat/objek dari pelayanan terhadap kinerja dari pemerintah. Hal ini akan menimbulkan kepercayaan terhadap pemerintah dan apresiasi, sehingga masyarakat tidak akan ragu dalam memenuhi kewajibannya dikarenakan hak nya sudah terpenuhi lewat pelayanan yang memuaskan dari pemerintah. Menurut Hodges ( dalam Sutarto, 2002:123 ) secara etimologis, kata pelayanan berasal dari kata melayani, yang berarti orang yang pekerjaannya melayani kepentingan dan kemauan orang lain. Menurut Komaruddin ( 1993:448 ), bahwa pelayanan adalah alat-alat pemuas kebutuhan yang tidak
28 Universitas Sumatera Utara
berwujud atau prestasi yang dilakukan atau dikorbankan untuk memuaskan permintaan dan kebutuhan konsumen. Pendapat tersebut dipertegas oleh Sianipar ( 1999:4 ), bahwa pelayanan dikatakan
sebagai
cara
melayani,
membantu
menyiapkan,
mengurus,
menyelesaikan keperluan, kebutuhan seseorang atau kelompok orang. Obyek yang dilayani adalah masyarakat yang terdiri dari individu, golongan, dan organisasi ( sekelompok orang anggota organisasi ). Kualitas jasa atau pelayanan berpusat pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketetapan pengabdiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Wyekof ( dalam Tjiptono, 1997:59 ) kualitas jasa atau pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain ada 2 ( dua ) faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa atau pelayanan yaitu pelayanan yang diharapkan, dan pelayanan yang dipersepsikan. Dengan memiliki kualitas pelayanan yang baik maka pada akhirnya timbul kesesuaian antara harapan konsumen dengan kinerja yang dirasakan. Layanan yang baik menjadi dambaan setiap orang yang berurusan dengan badan / instansi yang bertugas melayani masyarakat. Kualitas Pelayanan terbentuk lebih karena faktor kontak langsung antara petugas pelayanan dengan masyarakat penerima pelayanan, faktor tersebut langsung menjadi penilaian dari masyarakat selaku pelanggan. Evaluasi terhadap kualitas pelayanan diharapkan mampu meningkatkan kinerja dari pelayanan publik.
29 Universitas Sumatera Utara
Dasar untuk menilai suatu kualitas pelayanan selalu berubah dan berbeda. Apa yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang tidak berkualitas pada saat yang lain. Maka kesepakatan terhadap kualitas sangat sulit untuk dicapai. Dalam hal ini dapat dilihat pendapat ahli dalam mengukur mutu pelayanan. Menurut Zeithalm dkk ( dalam Boediono, 2003 : 114 ) ada lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan, yaitu : 1. Bukti Langsung (Tangibles), yang meliputi fasilitas fisik, pegawai, perlengkapan dan sarana komunikasi. Fasilitas fisik yang dimaksud disini adalah seperti gedung perkantoran, ruang tunggu untuk customer, telepon, computer dan lain-lain. 2. Daya tanggap (Responsiveness), suatu karakteristik kecocokan dalam pelayanan manusia, mampu yakni keinginan para staf untuk membantu masyarakat dan memberikan pelayanan dengan tanggapan. Keinginan itu seperti kemauan aparat birokrasi untuk memberikan informasi-informasi yang terkait dengan waktu pelayanan, syarat-syarat program langsung. 3. Keandalan (Reability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang menyajikan dengan segera dan memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan dan kecakapan aparat birokrasi dalam mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan dan menjadi kewajibannya dengan cepat sesuai waktu yang dijanjikannya. 4. Jaminan (Assurance), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang miliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keraguan. Yaitu seperti kepastian yang diberikan aparat birokrasi untuk membuat masyarakat pengguna jasa merasa yakin bahwa tugas yang dilaksanakannya akan bebas dari kesalahan.
30 Universitas Sumatera Utara
5. Empati (Emphaty), yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan. Hal seperti ini bagaimana
aparat
birokrasi
menciptakan
komunikasi
eksternal
untuk
meningkatkan kualitas pelayanannya.
1.5.5 Kesehatan Masyarakat Menurut UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Jadi dalam pengertian ini kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur – unsur fisik, mental dan sosial. W. F. Connell ( 1972: 68-69 ) menyimpulkan bahwa masyarakat adalah 1. Suatu kelompok orang yang berfikir tentang diri mereka sendiri sebagai kelompok yang berbeda, diorganisai, sebagai kelompok yang diorganisasi secara tetap untuk waktu yang lama dalam rintang kehidupan seseorang secara terbuka dan bekerja pada daerah geografis tertentu. 2. Kelompok
orang
yang
mencari
kepentingan
penghidupan
secara
berkelompok sampai turun temurun dan mensosialkan anggota – anggotanya melalui pendidikan. 3. Seseorang yang mempunyai sistem kekerabatan yang terorganisasi yang mengikat anggota – anggotanya secara bersama dalam keseluruhan yang terorganisasi. Menurut Soekidjo ( 2003: 10 ) kesehatan masyarakat adalah kombinasi antara teori dan praktek yang bertujuan untuk mencegah penyakit, 31 Universitas Sumatera Utara
memperpanjang
hidup
dan
meningkatkan
kesehatan
penduduk
( masyarakat ). Ketiga tujuan tersebut sudah tentu saling berkaitan dan mempunyai pengertian yang luas, untuk mencapai tujuan tersebut, ada cara pendekatan
yang
paling
efektif
yaitu
melalui
upaya
–
upaya
pengorganisasian masyarakat. Adapun tujuan umum dari kesehatan masyarakat adalah meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan masyarakat secara menyeluruh dalam memelihara kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan secara mandiri, sedangkan tujuan khususnya adalah : a. meningkatkan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam pemahaman tentang pengertian sehat dan sakit. b. meningkatkan kemampuan individu, keluarga, masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan
1.6 Definisi Konsep Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial ( Singarimbun, 2006: 33). Oleh karena itu, untuk menemukan batasan yang lebih jelas maka penulis dapat menyederhanakan pemikiran atas masalah yang sedang penulis teliti, maka peneliti mengemukakan konsep – konsep antara lain : 1. . Sistem Informasi Manajemen Puskesmas ( SIMPUS ) adalah prosedur pemrosesan data berdasarkan teknologi informasi dan diintegrasikan dengan prosedur manual dan prosedur komputerisasi untuk menghasilkan 32 Universitas Sumatera Utara
informasi yang tepat waktu dan efektif untuk mendukung proses pengambilan keputusan manajemen. 2. Implementasi SIMPUS adalah proses serta tahapan dari pembuatan kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah, yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan sebelumnya. Implementasi menurut George C. Edward III dilihat dari beberapa faktor sebagai berikut : a. Komunikasi, informasi yang diberikan aparat kepada pegawai. b. Sumber Daya Manusia, SDM yang bertanggung jawab pada SIMPUS . c. Disposisi, bentuk komitmen antara petugas yang bertanggung jawab dalam SIMPUS d. Struktur Birokrasi, yang harus jelas tugas fungsi pokok dari tiap tiap pegawai. 3. Pelayanan Kesehatan Masyarakat adalah pelayanan dikatakan sebagai cara melayani,
membantu
menyiapkan,
mengurus,
menyelesaikan
keperluan,
kebutuhan seseorang atau kelompok orang. Obyek yang dilayani adalah masyarakat yang terdiri dari individu, golongan, dan organisasi. Adapun indikator – indikator mutu pelayanan menurut Zeithalm dkk ( dalam Boediono, 2003 : 114 ) adalah : a. Bukti Langsung ( Tangibles ), Berwujud atau kata lain dengan bukti langsung, merupakan penampakan bentuk fisik produk
33 Universitas Sumatera Utara
pelayanan atau keberadaan peralatan, informasi yang di dapat dan fasilitas fasilitas yang tersedia di Puskesmas Teladan. b. Keandalan ( Reability ), merupakan kesigapan dari aparat petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terhadap keluhan dari masyarakat sehingga pelayanan tersebut respon dalam memberikan solusi dari setiap keluhan masyarakat tersebut. c. Jaminan ( Assurance ), merupakan informasi yang jelas dan di mengerti kemampuan pegawai atas setiap informasi yang telah diberikan terhadap masyarakat
yang berobat di Puskesmas
Teladan. d. Empati ( Emphaty ), Empati seperti daya adaptasi dan toleransi merupakan kemampuan pegawai Puskesmas Teladan terhadap ekonomis, Kemudahan dan kenyaman kepada masyarakat.
1.7 Sistematika Penulisan Sistematika yang digunakan penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
BAB I
: PENDHULUAN Berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep dan sistematika penulisan.
BAB II
: METODE PENELITIAN Berisikan Bentuk Penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisis data. 34
Universitas Sumatera Utara
BAB III
: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Berisikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian
BAB IV
: PENYAJIAN DATA Pokok bahasan penelitian yang berisikan penyajian data yang
didapat
dan
berkaitan
dengan
permasalahan
penelitian.
BAB V
: ANALISIS DATA Berisikan pembahasan dan interpretasi dari data – data yang disajikan pada bab sebelumnya
BAB VI
: PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penelitian.
35 Universitas Sumatera Utara