BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus meningkat setiap tahun. Anemia yang paling banyak terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi ini merupakan anemia yang disebabkan karena defisiensi zat besi dan dapat diderita oleh siapapun termasuk bayi, anakanak, bahkan orang dewasa baik pria maupun wanita (World Health Organization, 2008). Di Indonesia anemia defisiensi besi juga merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang angka kejadiannya cukup tinggi. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013), sebanyak 21,7% penduduk di Indonesia mengalami anemia. Kondisi ini perlu mendapat perhatian serius karena anemia memiliki dampak yang luas yang dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia karena dapat menyebabkan konsentrasi,
gangguan dan
pertumbuhan
menurunkan
pada
produktivitas
anak, kerja
menurunkan
(World
Health
Organization, 2008). Berbagai macam cara telah dilakukan untuk menekan angka kejadian anemia. Pemberian tablet besi pada ibu hamil yang sejauh ini telah dilaksanakan belum cukup efektif dalam menurunkan prevalensi anemia. Kurangnya pengetahuan serta rendahnya motivasi seringkali menjadi penyebab kurang patuhnya ibu hamil untuk mengonsumsi tablet
1
besi secara teratur (Erfandi, 2010). Kesehatan ibu hamil perlu dijaga karena akan berpengaruh pada generasi berikutnya, yaitu anak yang dikandungnya. Kondisi anemia pada ibu hamil menyebabkan gangguan penyaluran oksigen dan zat makanan dari ibu ke plasenta dan janin. Fungsi plasenta akan ikut menurun sehingga dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin (Cunningham et al., 2005). Jika masalah ini tidak segera diatasi, maka siklus anemia akan terus berlanjut dan prevalensinya akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Solusi potensial yang bisa dikembangkan untuk mengatasi masalah anemia defisiensi besi adalah dengan mengoptimalkan pangan fungsional. Pangan fungsional adalah pangan yang mengandung berbagai komponen aktif yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan (Silalahi, 2006). Salah satu makanan fungsional yang saat ini mulai digemari dan banyak dikonsumsi masyarakat adalah susu fermentasi sinbiotik yaitu susu hasil fermentasi yang ditambahkan prebiotik. Susu fermentasi sinbiotik sangat bermanfaat bagi kesehatan karena memiliki kandungan nutrisi yang lebih baik serta lebih mudah dicerna dan diserap oleh tubuh (Anonim, 2013). Susu fermentasi sinbiotik dapat dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat bermanfaat sebagai pangan fungsional untuk mengatasi masalah kesehatan tertentu, yaitu dengan fortifikasi zat gizi. Susu fermentasi sinbiotik sangat cocok untuk dijadikan sebagai media fortifikasi karena mempunyai zat-zat gizi yang lebih mudah dicerna dan meminimalkan kejadian intoleransi laktosa, serta memiliki kandungan probiotik
dan
prebiotik
yang
bermanfaat
2
untuk
mempertahankan
keseimbangan mikrobiota usus dan meningkatkan absorbsi mineral. Susu fermentasi ini juga mengandung zink yang mampu mengurangi risiko diare akut dan durasi diare persisten yang ditimbulkan akibat fortifikasi pangan (Lazzerini, 2008). Fortifikasi yang
dapat dilakukan untuk
mengatasi anemia
defisiensi besi adalah fortifikasi zat besi dan zink. Zat besi dan zink merupakan
mikromineral
yang
berperan
penting
dalam
proses
pembentukan hemoglobin dalam sel darah merah. Zat besi merupakan komponen penting dalam hemoglobin yang berfungsi mengikat zat-zat yang akan diangkut oleh hemoglobin. Zink juga sangat penting dalam proses pembentukan hemoglobin yaitu sebagai katalis enzim ALA dehidratase
yang
merupakan
enzim
penting
saat
pembentukan
hemoglobin. Asupan zat besi dan zink yang cukup dapat membantu meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah serta mengoptimalkan fungsinya sebagai pengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Salah satu cara untuk mencukupi asupan zat besi dan zink adalah melalui fortifikasi ganda dua mikromineral tersebut pada makanan. Fortifikasi ganda dan multifortifikasi pada makanan memang lebih menguntungkan karena dapat mengatasi defisiensi dua mikronutrien atau lebih pada waktu yang sama dengan biaya dan cara yang efektif. Dalam melakukan fortifikasi ganda dan multifortifikasi perlu memperhatikan interaksi zat yang difortifikasikan. Interaksi zat besi dan zink bersifat antagonis, namun melalui penelitian yang dilakukan oleh Pérès et al. (2001) menunjukkan bahwa zat besi dan zink bila diberikan bersamasama dapat diserap dengan baik dan memberikan efek yang paling
3
optimal jika zat besi dan zink diberikan dengan perbandingan 2 : 1. Jika perbandingannya ditingkatkan, absorpsinya akan menurun secara bertahap. Jenis zat besi yang banyak digunakan sebagai fortifikan pada bahan pangan adalah NaFeEDTA dan Fe glukonat. NaFeEDTA mempunyai tingkat absorbsi yang baik terlebih jika kandungan fitat dalam pangan pembawa tinggi karena Fe pada EDTA tidak dapat diikat oleh senyawa fitat maupun senyawa penghambat lainnya (Lynch, 2002). Fe glukonat telah digunakan dalam fortifikasi susu dan mampu menurunkan prevalensi anemia pada anak di Meksiko (Villalpando et al., 1996). Sedangkan zink yang banyak digunakan sebagai fortifikan pada bahan pangan adalah Zn asetat karena larut dalam air, bioavailabilitasnya baik dan tidak menyebabkan perubahan sifat organoleptik produk (WHO). Selain itu, fortifikasi dengan Zn asetat dapat meningkatkan pertumbuhan probiotik (Seleet et al., 2011). Perbedaan jenis zat besi dan zink yang difortifikasikan pada susu fermentasi sinbiotik bisa saja memberikan efek yang berbeda terhadap kadar hemoglobin. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mengetahui perbedaan efek dari perbedaan jenis zat besi (NaFeEDTA dan Fe glukonat) dan zink (Zn asetat) yang difortifikasikan pada susu fermentasi sinbiotik terhadap kadar hemoglobin. Ini merupakan penelitian awal yang nantinya diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan anemia.
4
B. Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh variasi pemberian fortifikan zat besi (NaFeEDTA dan Fe glukonat) dan zink (Zn asetat) pada susu fermentasi sinbiotik (Lactobacillus plantarum Dad 13-Fruktooligosakarida) terhadap kadar hemoglobin tikus galur wistar?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahuinya
pengaruh
variasi
pemberian
fortifikan
zat
besi
(NaFeEDTA dan Fe glukonat) dan zink (Zn asetat) pada susu fermentasi
sinbiotik
(Lactobacillus
plantarum
Dad-13-
Fruktooligosakarida) terhadap kadar hemoglobin tikus galur wistar. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya perubahan kadar hemoglobin tikus b. Diketahuinya perbedaan efek dari perbedaan fortifikan zat besi (NaFeEDTA dan Fe glukonat) dan zink (Zn asetat) yang diberikan pada susu fermentasi sinbiotik terhadap kadar hemoglobin tikus
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi peneliti Menambah pengetahuan dan informasi mengenai pengaruh variasi pemberian fortifikan zat besi (NaFeEDTA dan Fe glukonat) dan zink (Zn asetat) pada susu fermentasi sinbiotik (Lactobacillus plantarum Dad-13-Fruktooligosakarida) terhadap kadar hemoglobin.
5
2. Manfaat bagi institusi pendidikan Menjadi salah satu alternatif untuk menanggulangi permasalahan anemia. 3. Manfaat bagi Masyarakat Menambah alternatif pangan fungsional yang dapat dikonsumsi untuk meningkatkan derajat kesehatan dan menanggulangi anemia.
E.
Keaslian Penelitian 1. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawaty S dan Sarbini D (2009) tentang efek fortifikasi zat besi dan zink pada biskuit tempe bekatul terhadap kadar hemoglobin dan albumin mencit yang kurang gizi dan anemia. Mencit dibagi menjadi 3 kelompok yang masing-masing kelompok diberi biskuit tempe bekatul yang difortifikasi zat besi dan zink dengan perbandingan zat besi dan zink 1:1, 3:1 dan 7:3. Kelompok kontrol diberi pakan standar berupa Comfeed. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biskuit tempe bekatul yang difortifikasi zat besi dan zink dapat meningkatkan berat badan, kadar hemoglobin dan albumin mencit yang kurang gizi dan anemia. Dari tiga macam biskuit yang diberikan, biskuit yang difortifikasi zat besi dan zink dengan
perbandingan 7:3
adalah
yang
paling
efektif
dalam
meningkatkan kadar hemoglobin dan albumin pada mencit yang kurang gizi dan anemia. Persamaan: 1. Zat besi dan zink diberikan dengan difortifikasikan pada makanan 2. Subjek penelitiannya tikus
6
Perbedaan: 1. Makanan pembawa fortifikan berupa biskuit tempe bekatul, sedangkan pada penelitian ini berupa susu fermentasi sinbiotik. 2. Mencit dikondisikan agar kurang gizi dan anemia terlebih dahulu sedangkan pada penelitian ini menggunakan tikus sehat. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Fahmida et al. (2007) tentang pengaruh suplementasi zink, zat besi dan vitamin A pada anak usia 36 bulan terhadap pertumbuhan dan status mikronutrien. Subjek penelitian ada yang tidak diberi suplementasi (kelompok placebo), diberi suplementasi zink saja, zink + zat besi, dan zink + zat besi + vitamin A. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi zink + zat besi dan zink + zat besi + vitamin A lebih dapat meningkatkan kadar hemoglobin dan status zat besi dalam tubuh dibandingkan suplementasi zink saja. Peningkatan kadar hemoglobin paling tinggi adalah pada kelompok yang diberi suplementasi zink + zat besi + vitamin A. Selain itu, suplementasi zink + zat besi dan zink + zat besi + vitamin A juga lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi anak daripada suplementasi zink saja. Persamaan: Pemberian zat besi dan zink secara bersamaan, dilihat pengaruhnya terhadap peningkatan kadar hemoglobin. Perbedaan: 1. Zat besi dan zink diberikan sebagai suplemen, sedangkan pada penelitian ini diberikan dengan difortifikasikan pada makanan.
7
2. Intervensi dilakukan pada anak-anak, sedangkan pada penelitian ini dilakukan pada tikus.
8