BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan dan kemajuan pengetahuan dan teknologi telah memacu pertumbuhan ekonomi dunia. Kemajuan teknologi telah mempertinggi produksi dan menurunkan biaya produksi. Teknologi telah mempermudah transaksi lintas negara di era globalisasi ini. Di era globalisasi, batas-batas suatu negara bukan menjadi hambatan lagi dalam transaksi bisnis dan keuangan.1 Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis internasional juga semakin
meningkat.2
Perjuangan
negara-negara
ini
untuk
memperoleh
kemandirian dan pengawasan (control) terhadap ekonomi internasional telah memaksa negara-negara ini untuk mengadakan hubungan-hubungan perdagangan yang mapan dengan negara-negara lainnya. Mereka menyadari bahwa perdagangan adalah satu-satunya cara untuk pembangunan ekonomi mereka.3 Terintegrasinya perekonomian dunia telah membawa dampak pada meningkatnya kegiatan perdagangan antar pelaku usaha, karena kegiatannya tidak hanya terbatas pada jual beli barang atau jasa, melainkan lebih luas lagi di mana tercakup kegiatan penanaman modal yang menghasilkan barang untuk diekspor dan lain sebagainya. 1
Jono, Hukum Kepailitan (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hlm. 188. Muhammad Sood, Hukum Perdagangan Internasional (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 1. 3 Adolf Huala, Hukum Perdagangan Internasional (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 19. 2
1 Universitas Sumatera Utara
Kegiatan perdagangan telah menyampingkan batas-batas negara, bahkan satu pelaku usaha dari suatu negara kerap melakukan investasi di beberapa negara. Perusahaan yang melakukan investasi di banyak negara yang disebut sebagai perusahaan multinasional (multinational companies) memiliki anak perusahaan di beberapa negara yang menghasilkan komponen-komponen untuk dirakit di negara yang berbeda. Demikian pula bisnis waralaba yang telah merambah ke berbagai pelosok negara untuk mengeksploitasi pasar dunia. Prinsip liberalisasi perdagangan yang telah diupayakan oleh negara-negara di dunia telah menimbulkan interdepedensi dan integrasi perdagangan di antara bangsa-bangsa di dunia, termasuk perdagangan di Indonesia.4 Indonesia memiliki sistem perekonomian terbuka akan lebih mudah dipengaruhi oleh prinsip-prinsip ekonomi global dan liberalisasi perdagangan tersebut. Karena dalam hal ini, perekonomian Indonesia berhadapan secara langsung dengan perekonomian negara lain, terutama melalui kerjasama ekonomi dengan mitra dagang Indonesia di luar negeri, seperti hubungan perdagangan di bidang ekspor-impor, investasi baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung (fortofolio investment), pinjam-meminjam, dan bentuk-bentuk kerjasama lainnya.5 Transaksi bisnis internasional esensinya adalah masalah hukum perdata internasional yang terkait dengan kegiatan bisnis. Pelaku usaha yang melakukan transaksi bisnis internasional akan terekspor oleh hukum nasional dari dua negara
4
Bismar Nasution, Pengaruh Globalisasi Ekonomi Pada Hukum Indonesia, Bahan Kuliah Hukum Organisasi Perusahaan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2011, hlm. 2. 5 Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi (Bandung : Book Terrace & Library, 2003), hlm. 7-8.
Universitas Sumatera Utara
atau lebih. Salah satu bidang yang terkait dengan transaksi bisnis internasional adalah kepailitan.6 Suatu transaksi bisnis, untuk memenuhi kebutuhan modal pelaku usaha seringkali mengadakan perjanjian pinjam-meminjam dengan pihak lain Kegiatan pinjam meminjam dalam dunia usaha sangat sulit dihindari, karena dalam dunia bisnis, modal senantiasa menjadi hal yang mendasar, terlebih dalam menghadapi persaingan yang semakin tajam dalam era globalisasi.7 Sehingga dengan adanya hubungan perjanjian pinjam-meminjam tersebut muncullah suatu kewajiban pelaku usaha selaku debitur yang lahir dari perjanjian tersebut dan dikenal dengan istilah utang. Pada dasarnya utang atau kewajiban yang timbul dari perikatan adalah prestasi yang harus dilaksanakan oleh para pihak dalam perikatan tersebut, dimana subyek yang berhutang atau kreditur sebagai pihak yang berhak, sedangkan si berutang atau debitur sebagai pihak yang wajib memenuhi prestasi.8 Sebagai akibat dari hubungan utang-piutang tersebut terdapat resiko yang kerap dihadapi baik oleh debitur maupun kreditur, yaitu bilamana debitur tidak dapat mengembalikan pinjaman atau kewajibannya kepada kreditur, disinilah hukum kepailitan berperan. Pailit merupakan suatu keadaan debitur tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para krediturnya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitur yang telah mengalami kemunduran. 6
Dasril Adnin, “Aspek-Aspek Internasional Dalam Hukum Kepailitan,” Sains dan Inovasi, Volume VI, No.1, Januari 2010, hlm. 69-70. 7 I Putu Gere Ary Suta, Menuju Pasar Modal Modern (Jakarta: Yayasan SAD Satri Bhakti, 2000), hlm. 285. 8 Mutiara Hikmah, Hukum Perdata Internasional Dalam Perkara-Perkara Kepailitan (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), hlm. 67.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitur pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh hutang debitur pailit tersebut secara proporsional (prorate parte) dan sesuai dengan struktur kreditur.9 Masalah kepailitan terkait dengan masalah hukum perdata internasional apabila terjadi suatu keadaan sebuah perusahaan telah dinyatakan pailit di suatu negara dan perusahaan tersebut mempunyai anak perusahaan yang berada di negara lain dan didirikan berdasarkan hukum setempat. Beberapa contoh yang dapat dikemukakan di sini, antara lain adalah : PT Prudential Life Assurance (Asuransi Prudential), PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, bahkan contoh aktual yang ada di Indonesia adalah di pailitkannya perusahaan retail asal Jepang, Sogo, putusan pailit perusahaan tersebut tentunya membawa konsekuensi terhadap perusahaan retail yang menggunakan nama Sogo di Indonesia.10 Dari berbagai kasus tersebut terlihat keadaan suatu perusahaan yang pailit mempunyai aset lebih dari satu negara atau keadaan beberapa kreditur berada di negara yang berbeda dengan negara lain yang proses kepailitan terhadap debitur berlangsung secara kongkrit, keterkaitan masalah kepailitan dengan hukum perdata internasional terletak pada bagaimana keberlakuan putusan pailit pengadilan asing di suatu
9
M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 1. 10 Dasril Adnin, Op.Cit, hlm. 70.
Universitas Sumatera Utara
negara, bagi negara yang putusan pailit harus dilaksanakan muncul permasalahan hukum. Sejalan dengan perkembangan perdagangan yang semakin cepat, meningkat, dan dalam skala yang lebih luas dan global, masalah utang-piutang perusahaan semakin rumit dan membutuhkan aturan hukum yang efektif bagi pelaku bisnis dalam penyelesaian utang-piutang mereka.11 Globalisasi hukum mengkikuti globalisasi ekonomi, dalam arti substansi berbagai undang-undang dan perjanjian-perjanjian menyebar melewati batas-batas negara.12
B. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan dibahas di dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimana kedudukan perusahaan multinasional menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ? 2. Bagaimana pengaturan pailit perusahaan multinasional menurut UndangUndang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ? 3. Bagaimana status hukum anak perusahaan multinasional yang induk perusahaan dinyatakan pailit di negara asal ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Penulisan ini dilakukan dengan tujuan dan manfaat yang hendak dicapai, yaitu: 11
Ibid Erman Rajagukguk, Globalisasi Hukum Dan Kemajuan Teknologi : Implikasinya Bagi Pendidikan Hukum Dan Pembangunan Hukum Indonesia, Pidato pada Dies Natalies Universitas Sumatera Utara ke-44, Medan, tanggal 20 November 2001, hlm. 1. 12
Universitas Sumatera Utara
1. Tujuan penulisan Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana yang telah diuraikan diatas maka tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui kedudukan perusahaan multinasional menurut UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas b. Untuk mengetahui pengaturan pailit perusahaan multinasional menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang c. Untuk memahami status hukum anak perusahaan multinasional yang induk perusahaan dinyatakan pailit di negara asal 2. Manfaat Penulisan Mengenai manfaat akan hasil penelitian skripsi ini terhadap rumusan permasalahan yang sudah diuraikan dapat dibagi menjadi dua jenis manfaat, yaitu: a. Manfaat teoritis 1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan teoritis bagi penulis
dan
pembaca
untuk
menambah
pengetahuan
beserta
pemahaman mengenai hukum kepailitan dalam aspek internasional 2) Merupakan bahan untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan dasar maupun bahan perbandingan bagi penelitian yang lebih luas. b. Manfaat praktis 1) Bagi mahasiswa, agar memiliki pengetahuan mengenai perusahaan multinasional dalam kerangka hukum positif di Indonesia. 2) Bagi mahasiswa, agar memahami prosedur permohonan pailit perusahaan multinasional di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
3) Bagi mahasiswa untuk mengetahui status hukum anak perusahaan multinasional di Indonesia yang induk perusahaan dinyatakan pailit di Negara asal induk perusahaan tersebut
D. Keaslian Penulisan Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maka diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisan yang serupa mengenai “Status Hukum Anak Perusahaan Multinasional Yang Induk Perusahaan Dinyatakan Pailit Di Negara Asal”. Oleh karena itu, penulisan skripsi merupakan karya tulis ilmiah yang baru diangkat, adapun tambahan ataupun kutipan dalam penulisan ini bersifat menambah penguraian penulisan dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan ilmiah. Pengujian tentang kesamaan dan keaslian judul yang diangkat di perpustakaan fakultas hukum universitas sumatera utara juga telah dilakukan dan dilewati, maka ini juga dapat mendukung tentang keaslian penulisan. Apabila dikemudian hari, ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawaban dikemudian hari.
E. Tinjauan Kepustakaan Perusahaan multinasional merupakan suatu bentuk asosiasi bisnis yang paling banyak dibicarakan dalam rangka globalisasi dunia dan ekonomi. Peran dari globalisasi sebagai ideologi dan perkembangan kebijakan peraturan terkait
Universitas Sumatera Utara
dengan perusahaan multinasional. Sering dikatakan bahwa peranan perusahaan multinasional terhadap globalisasi dunia dan ekonomi sangat besar. Hal ini dikarenakan perusahaan multinasional mampu mengkombinasikan 3 (tiga) kekuatan, yaitu; manajemen (termasuk kewiraswastaan), penguasaan teknologi, dan akses ke pasar modal dan keuangan internasional. Pola kerja perusahaan multinasional dalam mengambil keputusan strategis bersifat global, maka strategi bisnis perusahaan multinasional harus mencakup pasaran internasional. Strategi bisnis perusahaan multinasional dapat mencakup 3 (tiga) hal, yaitu : melalui ekspor (langsung maupun tidak langsung), melalui perjanjian atau kontrak, seperti licencing, franchising, joint venture, dan melalui investasi. Salah satu strategi bisnis yang dilakukan oleh perusahaan multinasional adalah dengan melalui investasi di negara lain. Investasi dilakukan untuk melebarkan jaringan bisnis perusahaan multinasional tersebut di beberapa negara. Bentuk investasi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional adalah dengan mendirikan anak perusahaan di negara tujuan tersebut. Perusahaan multinasional yang mendirikan anak perusahaannya di negara lain tersebut bertindak sebagai induk perusahaan. Keterlibatan perusahaan multinasional yang bertindak sebagai induk perusahaan terhadap anak perusahaannya di negara lain tidak hanya memegang saham pasif semata, tetapi juga ikut mencampuri dan memonitor pengambilan keputusan bisnis dari anak perusahaan. Karena fungsi anak perusahaan multinasional yang didirikan di suatu negara adalah sebagai perpanjangan tangan bisnis dari perusahaan multinasional tersebut yang bertindak sebagai induk perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Namun
akan
menimbulkan
persoalan
hukum
ketika
perusahaan
multinasional induk tersebut pailit di negara asalnya sedangkan ia memiliki anak perusahaan di negara lain. Karena setiap kepailitan yang dialami perusahaan multinasional induk akan memiliki akibat hukum yang ditimbulkan terhadap harta kekayaan yang dimilikinya. Kepailitan perusahaan multinasional induk yang memiliki anak perusahaan di negara lain tentu akan menyentuh aspek internasional. Aspek internasional dalam kepailitan akan muncul apabila kepailitan debitur melintasi batas-batas suatu negara. Artinya, aspek internasional dari kepailitan akan tampak dari adanya harta kekayaan debitur yang terletak atau berada di dua atau lebih negara. Selain itu, aspek internasional juga dapat muncul jika debitur melakukan transaksi internasional (misalnya membuat perjanjian utang-piutang dengan pihak yang berasal dari negara lain dan perjanjian tersebut tunduk pada hukum negara lain)13 Pailit adalah suatu usaha bersama untuk mendapat pembayaran bagi semua kreditur secara adil dan tertib, agar semua kreditur mendapatkan pembayaran menurut imbangan besar kecilnya piutang masing-masing dengan tidak berebutan.14 Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam UUK dan PKPU.15 Istilah pailit dan kepailitan, apabila dilihat dari segi tata bahasanya kata pailit merupakan kata sifat yang ditambah imbuhan ke-an, sehingga mempunyai 13
Jono, Op.Cit, hlm. 188. R. Salim, Hermansyah dan Ahmad Jalis, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan : Teori dan Contoh Kasus(Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2005), hlm. 151. 15 Ibid 14
Universitas Sumatera Utara
fungsi membedakan. Kata dasar pailit ditambah imbuhan ke-an menjadi kepailitan. Disamping itu istilah pailit sudah acap atau terbiasa dipergunakan dalam masyarakat, sehingga istilah tersebut tidak asing lagi bagi masyarakat.16 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUK dan PKPU), memberikan ketentuan mengenai pengertian “kepailitan” pada Pasal 1 angka 1 yang disebutkan : “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.” Kepailitan merupakan suatu jalan keluar yang bersifat komersial untuk keluar dari persoalan utang-piutang yang menghimpit seorang debitur, keadaan debitur tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi untuk membayar utangutang tersebut kepada para krediturnya. Sehingga, bila keadaan ketidakmampuan membayar kewajiban yang telah jatuh tempo tersebut disadari oleh debitur, maka langkah untuk mengajukan permohonan penetapan status pailit terhadap dirinya (voluntary
petition
for
self
bankrupty)
menjadi
suatu
langkah
yang
memungkinkan, atau penetapan status pailit oleh pengadilan terhadap debitur tersebut bila kemudian ditemukan bukti bahwa debitur tersebut memang telah
16
Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia (Jakarta:Rineka Cipta, 1994), hlm. 19.
Universitas Sumatera Utara
tidak mampu lagi membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih (involuntary petition for bankrupty).17 Seorang debitur yang hanya mempunyai satu kreditur dan debitur tidak membayar utangnya dengan suka rela, kreditur akan menggugat debitur secara perdata ke Pengadilan Negeri yang berwenang dan seluruh harta debitur menjadi sumber pelunasan utangnya kepada kreditur tersebut. Hasil bersih eksekusi harta debitur dipakai untuk membayar kreditur tersebut.18 Sebaliknya dalam hal debitur mempunyai banyak kreditur dan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk membayar lunas semua kreditur, para kreditur akan berlomba dengan segala cara, baik halal maupun tidak untuk mendapatkan pelunasan tagihan terlebih dahulu. Kreditur yang datang belakangan mungkin sudah tidak mendapatkan lagi pembayaran karena harta debitur sudah habis. Hal ini sangat tidak adil dan merugikan kreditur.19 Hukum kepailitan dibutuhkan sebagai alat collective proceeding, dalam rangka mengatasi collective action problem yang timbul dari kepentingan masingmasing kreditur. Artinya hukum kepailitan memberikan suatu mekanisme dimana para kreditur dapat bersama-sama menentukan apakah sebaiknya perusahaan atau harta kekayaan debitur diteruskan kelangsungan usahanya atau tidak dan dapat memaksa kreditur minoritas mengikuti skim karena adanya prosedur pemungutan suara.20
17
Ricardo Simanjuntak, Esensi Pembuktian Sederhana Dalam Kepailitan (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2005), hlm. 55-56. 18 Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2005), hlm. 3. 19 Ibid 20 Emmy Yuhassarie dan Tri Harnowo, Pemikiran Kembali Hukum Kepailitan Indonesia (Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2005), hlm. 20.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator kepada semua kreditur dengan memerhatikan hak-hak masing-masing kreditur ini secara ahli. Dengan demikian, dalam pelaksanaan sita umum harus dihindari sita dan eksekusi oleh para kreditur secara sendiri-sendiri. Para kreditur harus bertindak secara bersama-sama sesuai dengan asas sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1132 KUH Perdata.21 Masalah kepailitan dalam lintas batas antar negara mempunyai dampak problematika terhadap hukum positif yang berlaku di masing-masing Negara tersebut. Hal ini dikarenakan perbedaan sistem hukum yang dianut oleh masingmasing negara, sehingga berdampak pada hubungan hukum privat antara subjek hukum lintas negara.
F. Metode Penelitian Penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mengetahui dan memahami segala kehidupan, atau lebih jelasnya penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, menguji, serta mengembangkan ilmu pengetahuan.22 Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain : 1. Spesifikasi penelitian Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum 21
R. Anton Suyatno, Pemanfaatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagai Upaya Mencegah Kepailitan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 45. 22 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia (UI) Pers, 1986), hlm. 250.
Universitas Sumatera Utara
dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat.23 Penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penulisan skripsi penulis. Penelitian ini bersifat deskriptif. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperolah gambaran yang lengkap dan secara jelas tentang permasalahan yang terdapat pada masyarakat yang digunakan dapat dikaitan dengan ketentuanketentuan atau peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Adapun metode pendekatan penelitian yang dipakai adalah pendekatan yuridis. 2. Sumber data Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.24 Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di bidang kepailitan, antara lain: a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP). b. Recht Verordering (Rv). c. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. d. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 23
Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm. 54. 24 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hlm. 30.
Universitas Sumatera Utara
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat-pendapat sarjana, yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini. Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. 3. Teknik pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reaseacrh) yaitu serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan membaca,
menelaah,
mengklarifikasi,
mengidentifikasi,
dan
dilakukan
pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundangundangan serta buku-buku literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat
atau
penemuan-penemuan
yang
berhubungan
dengan
permasalahan penelitian.25 4. Analisis data Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan
25
Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Op. Cit., hlm. 24.
Universitas Sumatera Utara
bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.26
G. Sistematika Penulisan Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II
KEDUDUKAN PERUSAHAAN MULTINASIONAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Bab ini berisi tentang pengertian perusahaan multinasional, ciri-ciri perusahaan multinasional, jenis-jenis perusahaan multinasional, dan kedudukan hukum perusahaan multinasional menurut UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
26
Ibid., hlm. 24-25.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
PENGATURAN
KEPAILITAN
PERUSAHAAN
MULTINASIONAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Bab ini memberikan penjelasan mengenai syarat pailit perusahaan multinasional, prinsip kepailitan menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004
Pembayaran
Tentang Utang,
Kepailitan
prosedur
dan
Penundaan
permohonan
pailit
Kewajiban perusahaan
multinasional, akibat hukum kepailitan perusahaan multinasional, upaya hukum pailit perusahaan multinasional BAB IV
STATUS HUKUM ANAK PERUSAHAAN MULTINASIONAL YANG INDUK PERUSAHAAN DINYATAKAN PAILIT DI NEGARA ASAL Bab ini berisikan pengaturan kepailitan menurut system hukum anglo saxon
dan
eropa
continental,
kepailitan
induk
perusahaan
multinasional di negara asal, status hukum anak perusahaan multinasional yang induk perusahaan dinyatakan pailit di negara asal menurut hukum positif di Indonesia BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir ini, akan dikemukakan kesimpulan dari bagian awal hingga bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari subtansi penulisan skripsi ini, dan saran-saran penulis berikan dengan masalah yang dibahas.
Universitas Sumatera Utara