BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah narkotika bukan lagi istilah asing bagi masyarakat mengingat begitu banyaknya berita baik dari media cetak maupun elektronik yang memberitakan tentang penggunaan narkotika dan bagaimana korban dari berbagai kalangan dan usia berjatuhan akibat penggunaannya. 4 Tidak bisa dipungkiri memang bahwa ternyata narkotika sudah dikenal oleh manusia sejak abad prasejarah. Kata narkotika pada dasarnya berasal dari bahasa Yunani “Narkoun” yang berarti membuat lumpuh atau mati rasa. Kurang lebih tahun 2000 SM di Samaria ditemukan sari bunga opium ( candu = papavor somniferitum ). Bunga ini tumbuh subur di daerah dataran tinggi di atas ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. Penyebaran selanjutnya adalah ke daerah India, Cina dan wilayah-wilayah Asia lainnya. 5 Apabila kita melihat kebelakang, keberadaan NAPZA/Narkoba di Indonesia memang memiliki sejarah panjang yang dapat kita telusuri dari jaman masa kolonialisme Belanda. Pada tahun 1617 misalnya, orang Tionghoa dan Jawa telah menggunakan opium. Pada masa VOC, candu telah menjadi bagian dari komoditi perdagangan antar pulau bahkan antar negara.6 Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang
pengobatan atau pelayanan kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan
4
AR. Sujono, Boni Daniel, Komentar & Pembahasan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,(Jakarta:Sinar Grafika,2011), h. 1. 5 Ibid., h. 2. 6 Ibid., h. 3.
Universitas Sumatera Utara
2
ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama. Ketersedian narkotika di satu sisi merupakan obat yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan namun di sisi lain menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan7. Derasnya informasi dari negara-negara industri maju dan proses globalisasi membawa pergeseran nilai-nilai perubahan selera dan gaya hidup kearah yang lebih berorientasi kepada keangkuhan (egoisme), individualisme, konsumtifisme, dan hedonisme. Hal ini dapat menimbulkan peniruan gaya hidup modern yang penuh dengan tawaran, pilihan, peluang, tantangan dan persaingan, sehingga mudah mengakibatkan frustasi dan ketegangan jiwa yang untuk mengatasinya orang cenderung menyalahgunakan narkotika dan psikotropika.8 Penggunaan narkotika secara berkali-kali membuat seseorang dalam keadaan tergantung pada narkotika. Ketergantungan ini bisa ringan dan bisa berat. Berat ringannya ketergantungan ini diukur dengan kenyataan seberapa jauh ia bisa melepaskan diri dari penggunaan itu. Ketergantungan-ketergantungan yang dapat disebabkan akibat penggunaan narkotika, yaitu : a.
Ketergantungan psikis Salah satu akibat penggunaan narkotika ialah timbulnya suatu “keadaaan lupa” pada si pemakai, sehingga ia tidak dapat melepaskan diri dari suatu konflik. Ia melarikan diri dari suatu situasi yang tidak dapat ia atasi. Akan tetapi sebab dari kesulitan ini sendiri tidak dapat ia hilangkan, persoalannya 7
H.Siswanto, Politik Hukum dalam Undang-undang Narkotika (UU Nomor 35 Tahun 2009), (Jakarta:Rineka Cipta, 2012), h. 1. 8 AR. Sujono, Boni Daniel, Op.Cit., h . 42.
Universitas Sumatera Utara
3
tetap menjadi persoalan yang tidak terpecahkan. Penggunaan narkotika itu kerap kali memperlebar ketegangan antara orang itu dengan masyarakat sekitarnya, karena ia makin tidak dapat sesuai atau menyesuaikan diri dengan sekitarnya, sehingga makin besar dirasakan kesulitannya itu dan dengan demikian makin besar pula rasa kebutuhannya akan narkotika. Itulah yang disebut
dengan
ketergantungan
psikis
(psychological
dependence).
Kebutuhannya itu untuk memperoleh perasaan senang (euphorie). b.
Ketergantungan fisik Penggunaan narkotika selama beberapa waktu menimbulkan kepekaan terhadap bahan itu, badan menjadi terbiasa sehingga sampai pada tingkat kekebalan atau tolerance. Misalnya dalam penggunaan morfin, dosis yang digunakan itu makin lama harus makin banyak untuk mencapai efek yang dikehendaki. Akhirya efek itu tidak tercapai meskipun dosis pun ditambah terus. Sebaliknya jika penggunaannya itu dihentikan sama sekali, maka terjadilah malapetaka yang berlangsung lama dan apabila tidak ditolong oleh dokter dapat mendatangkan kematian. Ketergantungan ini bersifat fisik (physical dependence). Dapat dipahami, bahwa ketergantungan psikis maupun fisik apabila itu berlangsung bersama-sama menimbulkan keadaan kecanduan yang besar sekali.9 Dalam pemberitaan di media massa, seringkali terdengar bagaimana
orang yang menggunakan narkotika ditemukan sudah meregang nyawa dalam penggunaan dosisnya yang berlebihan/over dosis. Terdengar pula bagaimana
9
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung:Alumni, 2006), h. 39-40.
Universitas Sumatera Utara
4
seorang anak tega menghabisi nyawa orang tuanya hanya karena tidak diberi uang padahal sang orang tua mungkin tidak menyadari kalau si anak adalah pencandu narkotika. Sungguh pengaruh luar biasa dari penggunaan narkotika yang perlu untuk ditanggulangi lebih komprehensif.10 Salah satu jenis kejahatan yang cukup menyita perhatian ilmu hukum pidana adalah Tindak Pidana Narkotika. Narkotika semula ditujukan untuk kepentingan pengobatan, namun dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi obat-obatan maka jenis-jenis narkotika dapat diolah sedemikian banyak seperti yang terdapat saat ini serta dapat pula disalahgunakan fungsinya yang bukan lagi untuk kepentingan di bidang pengobatan, bahkan sudah mengancam kelangsungan eksistensi generasi suatu bangsa. 11 Tindak kejahatan narkotika saat ini tidak lagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tetapi sudah kerap kali dilakukan secara terang-terangan dilakukan oleh pemakai dan pengedar dalam menjalankan operasi barang haram tersebut. Banyaknya fakta yang disajikan para penyaji berita, baik melalui media cetak maupun melalui media elektronik, mengemukakan ternyata barang haram tersebut telah merebak kemana-mana tanpa pandang bulu, terutama dikalangan remaja yang diharapkan menjadi generasi penerus bangsa dalam membangun bangsa dimasa mendatang.12 Sampai saat sekarang ini secara aktual, penyebaran narkotika dan obat-obat terlarang mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Bayangkan saja, hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah 10
AR. Sujono, Boni Daniel, Op. Cit., h. 2. Moh.Taufik Makarao, Suhasril, Moh.Zakky A.S, Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 2003), h. 19. 12 Kusno Adi, Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, (Malang: UMM Press, 2009), h. 1. 11
Universitas Sumatera Utara
5
mendapatkan narkotika dan obat-obat terlarang, misalnya dari bandar/pengedar yang menjual di daerah sekolah, diskotik, dan tempat pelacuran. Tidak terhitung banyaknya upaya pemberantasan narkoba yang sudah dilakukan oleh pemerintah, namun masih susah untuk menghindarkan narkotika dan obat-obat terlarang dari kalangan remaja maupun dewasa, unsur penggerak atau motivator utama dari para pelaku kejahatan di bidang narkotika dan obat-obat terlarang ini adalah masalah keuntungan ekonomis.13 Secara geografis Indonesia terletak di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia dan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbesar di dunia dengan 17.508 pulau. Indonesia juga memiliki garis pantai dan perbatasan yang sangat panjang dan terbuka serta terletak relatif tidak jauh dari daerah penghasil opium terbesar di dunia yaitu “Segi Tiga Emas” (Laos, Thailand dan Myanmar) dan daerah “Bulan Sabit Emas” (Iran, Afganistan dan Pakistan) serta tidak terlalu susah dicapai dari tiga negara Amerika Latin yang juga penghasil opium ( Peru, Bolivia dan Columbia). Hal ini merupakan potensi pasar yang besar untuk peredaran gelap narkotika dan psikotropika dan mendorong timbulnya pengedar yang ingin cepat kaya dengan sedikit susah payah.14 Jenis narkotika yang paling dominan dalam penyalahgunaan dan perdagangan gelapnya di Indonesia adalah ganja disamping heroin, morphine dan putaw. Hal ini disebabkan sampai saat ini ganja masih banyak ditanam di hutanhutan, perkebunan, ladang-ladang rakyat di Aceh, beberapa daerah di Sumatera 13
AR. Sujono, Boni Daniel, Op. Cit., h. 3. Direktorat Pencegahan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Pengawasan Narkotika dan Psikotropika, (Jakarta:2002), h. 3. 14
Universitas Sumatera Utara
6
dan di Pulau Jawa yang sangat terpencil dan tersembunyi untuk menghindari pengamatan petugas hukum. Sejak tahun 1998 terdapat indikasi bahwa Indonesia tidak lagi hanya sebagai negara transit, tetapi sudah merupakan negara tujuan, bahkan untuk psikotropika, Indonesia dapat dikatakan sebagai negara sumber (tempat produksi). Hal ini dapat terlihat dari banyaknya warga negara Indonesia yang tertangkap di luar negeri (penerbangan asal Indonesia) dan kurir orang Indonesia.15 Permasalahan perdagangan ilegal dan kejahatan narkotika merupakan permasalahan yang sangat kompleks karena ada 3 (tiga) faktor penyebab meningkatnya peredaran ilegal narkotika, yaitu lemahnya kapasitas interidiksi yang akan mengakibatkan peningkatan risiko peredaran gelap narkotika, peningkatan penyalahgunaan narkotika yang mengakibatkan permintaan atas narkotika meningkat, dan kurangnya kerja sama antarinstansi penegak hukum baik nasional maupun internasional yang berakibat berkurangnya efektifitas pelaksanaan tugas interdiction.16 Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol Anang Iskandar mengungkapkan saat ini ada kecenderungan peningkatan jumlah penyalahguna dan kejahatan narkotika yang dikendalikan sindikat narkoba di seluruh dunia, berdasarkan laporan World Drug Report tahun 2014, yang diterbitkan UNODC, organisasi dunia yang menangani narkotika dan kriminal, diperkirakan terdapat 162 sampai dengan 324 juta jiwa usia produktif di dunia yang mengkonsumsi narkotika dan obat-obat terlarang, dan kurang lebih 183.000 orang meninggal 15 16
AR. Sujono, Boni Daniel, Op. Cit., h. 43. AR. Sujono, Boni Daniel, Loc.Cit.
Universitas Sumatera Utara
7
dunia setiap tahun karena narkotika dan obat-obat terlarang.17 Bahaya pemakaian narkotika dan obat-obat terlarang sangat besar pengaruhnya terhadap negara kita, karena kalau sampai terjadi pemakaian narkotika dan obat-obat terlarang secara besar-besaran di masyarakat, maka bangsa kita akan rapuh dari dalam, karena ketahanan nasional merosot.18 Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga masih dibutuhkan oleh setiap negara. Tidak semua negara dapat memproduksi narkotika sendiri, kebanyakan negara-negara melakukan impor untuk dapat memperoleh persediaan narkotika untuk kebutuhan hal-hal yang positif seperti pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Beberapa negara lain juga yang dapat memproduksi narkotika mengekspor kepada negara-negara yang butuh pasokan narkotika dalam jumlah tertentu. Kegiatan impor dan ekspor narkotika seyogianya adalah merupakan hal yang positif, karena narkotika sendiri masih dibutuhkan oleh setiap negara. Dan setiap negara sudah mempunyai peraturan dan undang-undang sendiri untuk mengatur kegiatan impor dan ekspor yang legal dan beserta pengawasan yang ketat, termasuk juga Indonesia. Namun dewasa ini kegiatan impor dan ekspor narkotika banyak dilakukan dengan secara tanpa hak atau melawan hukum oleh orang-orang yang ingin memperoleh keuntungan besar tanpa memikirkan efek dari perbuatannya tersebut.
17
http://fajar.co.id/hukum/2015/06/26/data-bnn-dalam-setahun-narkoba-renggut-nyawa183-ribu-orang.html diakses pada tanggal 28 Juni 2015 Pukul 02.00 WIB. 18 Gatot Supramono, Hukum Narkoba Nasional, (Jakarta:Djambatan, 2009), h. 5.
Universitas Sumatera Utara
8
Bisnis narkotika dan obat-obat terlarang tumbuh menjadi salah satu bisnis yang paling favorit di dunia, sehingga tidak mengherankan apabila penjualan narkotika dan obat-obat terlarang selalu meningkat setiap tahunnya yang berbanding sama dengan pencucian uang dari bisnis narkotika dan obat-obat terlarang.19 Beberapa contoh kasus narkotika di Indonesia yang menarik perhatian kita antara lain seperti kasus “Bali Nine” , di mana pada tanggal 17 April 2005 sembilan warga Australia ditangkap di Bandara Ngurah Rai, Bali, dengan tuduhan berupaya menyelundupkan lebih dari 8 kilogram heroin keluar dari Indonesia. Martin Stephens, Renae Lawrence, Scott Rush, dan Michael Czuga ditangkap di bandara
dengan
mengikat
paket
heroin
ke
tubuh
mereka.
Sementara itu, tiga lainnya, Si Yi Chen, Tan Duc Thanh Nguyen, dan Matthew Norman ditangkap di Hotel Maslati, dekat Pantai Kuta, dengan kepemilikan 300 gram heroin. Andrew Chan dan Myuran Sukumaran ditangkap di bandara karena dianggap terkait dengan tujuh warga yang ditangkap. 13 Februari 2006, Para tersangka dijatuhi hukuman. Renae Lawrence dan Scott Rush dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Hakim mengatakan, tidak ada bukti untuk mendukung klaim bahwa mereka telah dipaksa membawa obat-obatan dengan ancaman anggota keluarga mereka akan dibunuh. Sebelumnya, hukuman bagi Lawrence adalah penjara selama 20 tahun. Pada 14 Februari, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dinyatakan bersalah dengan ancaman hukuman mati. Mereka dianggap telah menyediakan uang, tiket pesawat, dan hotel kepada para
19
AR. Sujono, Boni Daniel, Op.Cit., h. 4.
Universitas Sumatera Utara
9
penyelundup. Sementara itu, Michael Czugaj dan Martin Stephens dihukum penjara seumur hidup. Keesokan harinya, Matthew Norman, Si Yi Chen, dan Tan Duc Thanh Nguyen diputuskan bersalah dengan hukuman penjara seumur hidup. 6 September 2006, hukuman bagi tiga tersangka diperberat. Hukuman bagi
Scott Rush, Thanh Nguyen, Si Yi Chen, dan Matthew Norman diperberat menjadi hukuman mati setelah sebelumnya mereka mengajukan banding untuk mendapat hukuman yang lebih ringan. Sementara itu, hukuman bagi Michael Czugaj yang sempat diturunkan menjadi hukuman 20 tahun penjara ditingkatkan menjadi hukuman penjara seumur hidup. Hukuman mati bagi Andrew Chan dan Myuran Sukumaran tidak berubah setelah Pengadilan Negeri Bali menolak permohonan banding keduanya. 6 Maret 2008, Keputusan bagi para terdakwa diperingan. Mahkamah Agung memutuskan untuk mengurangi hukuman mati bagi Tan Duc Thanh Nguyen, Si Yi Chen, dan Matthew Norman menjadi penjara seumur hidup. Pada 13 April 2010, Martin Stephens mencoba agar keputusan hukuman seumur hidupnya ditinjau ulang, tetapi kemudian ditolak 10 bulan kemudian. Pada bulan Agustus, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran kembali mengajukan banding agar tidak dihukum mati. Dalam sidang banding, mereka mengungkapkan penyesalan dan memohon ampun. Kepala Penjara Kerobokan bahkan telah bersaksi bahwa keduanya memberikan kontribusi di penjara dengan menggelar pelatihan komputer dan seni. Sementara itu, Scott Rush mengajukan banding terakhirnya pada 26 Agustus 2010 dengan membawa surat dari Kepolisian Federal Australia (AFP) yang menyatakan bahwa ia memainkan peranan kecil dalam kasus penyelundupan tersebut. Komisaris AFP Mick Keelty bahkan ikut bersaksi
Universitas Sumatera Utara
10
di pengadilan. Baru pada 11 Mei 2011, Mahkamah Agung memutuskan mengurangi hukuman bagi Scott Rush dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup. Pada 13 Mei 2012 Andrew Chan meminta grasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar tidak dieksekusi mati sehingga ia bisa terus hidup dan memperbaiki diri. Kemudian, pada 9 Juli 2012, Myuran Sukumaran juga ikut mengajukan permohonan grasi. Pada akhir tahun 2012, Kejaksaan Agung memberikan penangguhan eksekusi mati hingga satu tahun bagi keduanya. Pada Desember 2014 Presiden Joko Widodo menyatakan tidak ada ampun bagi kejahatan narkoba, dan menolak grasi dua terpidana tersebut dan terpidana kasus narkotika lainnya, dan pada akhirnya pada bulan April 2015 Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dieksekusi mati.20 Salah satu kasus narkotika yang tak kalah menghebohkan yaitu kasus tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh terpidana mati Freddy Budiman. Freddy budiman terpidana mati kasus tindak pidana narkotika di kenal sebagai “raja narkoba” karena kerap kali keluar masuk penjara karena kasus narkoba. Petualangan Freddy sebagai pengedar narkoba sudah dimulai sejak Maret 2009 lalu. Saat itu polisi menggeledah kediaman Freddy di Apartemen Taman Surya, Cengkareng, Jakarta Barat. Di tempat itu ditemukan 500 gram sabu-sabu, sehingga Freddy diganjar hukuman 3 tahun 4 bulan penjara. Setelah bebas, Freddy kembali berulah. Pada 2011 sepak terjangnya sebagai bandar narkoba kembali terendus oleh Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya. Penangkapan Freddy terjadi di Jalan Benyamin Sueb, Kemayoran, Jakarta Pusat. Saat itu Freddy tengah 20
http://regional.kompas.com/read/2015/04/29/06330021/Ini.Kronologi.Kasus.Narkoba.K elompok.Bali.Nine. diakses pada tanggal 28 Juni 2015 pukul 15.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
11
mengendarai mobilnya, setelah digeledah di dalam mobil, polisi menemukan sejumlah barang bukti berupa 300 gram heroin, 27 gram sabu, dan 450 gram bahan pembuat ekstasi, atas kasus ini Freddy di vonis 9 tahun penjara. Namun, baru setahun mendekam di balik jeruji besi LP Cipinang, ia kembali berulah dengan mendatangkan pil ekstasi dalam jumlah besar dari China. Ia masih bisa mengorganisasi penyelundupan 1.412.475 pil ekstasi dari China dan 400.000 ekstasi dari Belanda. Kasubag Humas Badan Narkotika Nasional (BNN), Sumirat Dwiyanto waktu itu mengatakan, pengungkapan kasus impor ekstasi itu berawal dari datangnya sebuah kontainer pada 8 Mei 2012. Kontainer bernomor TGHU 0683898 itu diangkut kapal YM Instruction Voyage 93 S, berangkat dari Pelabuhan Lianyungan, Shenzhen, China, tujuan Jakarta. Kasus penyelundupan ekstasi dari China merupakan kasus terbesar dalam 10 tahun terakhir di Indonesia. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan hukuman mati kepada Freddy pada Senin tanggal 15 Juli 2013 lalu. 21 Kasus tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh terpidana mati Freddy Budiman ini sungguh merupakan kejahatan luar biasa, bayangkan saja seorang narapidana dapat mengkordinir dan melanjutkan kejahatannya dari dalam “jeruji besi” dengan mengimpor jutaan pil ekstasi yang didatangkan dari China. Dari dua kasus tindak pidana narkotika di atas, di mana kasus “Bali Nine” yang mengekspor narkotika seberat 8000 gram lebih heroin dan kasus Freddy Budiman yang masih bisa melakukan tindak pidana impor narkotika sebanyak jutaan pil ekstasi dari “teruji besi” dan dari banyak kasus-kasus tindak pidana 21
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/07/27/1145459/Freddy.Budiman.Bandar.Nar kotika.sejak.2009 . diakses pada tanggal 28 Juni 2015 Pukul 22.00 Wib
Universitas Sumatera Utara
12
narkotika yang lain, khususnya tindak pidana impor dan ekspor narkotika yang dilakukan baik oleh Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing seolah membuka mata kita bahwa Indonesia sangat rentan atas ancaman “serangan narkotika” baik dari dalam maupun luar negeri. Semua orang Indonesia tentu sudah mengetahui, bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Negara yang didasarkan atas hukum yang berlaku, baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis, oleh karena itu semua warga negara Indonesia tanpa ada kekecualiannya, wajib taat kepada hukum. Tidak peduli rakyat kecil, pengusaha maupun pejabat tinggi wajib menaati hukum. Seluruh tindak tanduk atau perbuatan yang dilakukan di dalam negara kita, wajib didasarkan atas hukum yang berlaku. 22 Begitu pula dengan Warga Negara Asing yang ada di wilayah NKRI wajib menaati hukum di negara ini, terlebih bagi Warga Negara Asing yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah NKRI wajib diadili dengan hukum yang berlaku di Indonesia dengan tidak pandang buluh siapa dia dan dari negara mana dia berasal. Sebagaimana diketahui kejahatan narkotika sudah sedemikian rupa sehingga perlu pengaturan yang sangat ketat bahkan cenderung keras. Perumusan ketentuan pidana yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika telah dirumuskan sedemikan rupa dengan harapan akan efektif serta mencapai tujuan yang dikehendaki, oleh karena itu penerapan ketentuan pidana Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika haruslah pula dilakukan secara ekstra hati-hati. Pemahaman yang benar atas
22
Gatot Supramono, Op.Cit., h. 6.
Universitas Sumatera Utara
13
setiap ketentuan pidana yang telah dirumuskan akan menghindari kesalahan dalam praktik.23 Berdasarkan semua uraian di atas maka penulis terdorong untuk mengangkat
dan
membahas
ke
dalam
skripsi
yang
diberi
judul
:
“Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Impor Narkotika Tanpa Hak atau Melawan Hukum dalam Tindak Pidana Narkotika
(Studi
Putusan
Pengadilan
Negeri
Dumai
Nomor
200/PID.Sus/2012/PN.Dum).” B. Perumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, agar pembahasan dalam skripsi ini tidak menyimpang dari pokok materi yang ada dan lebih terarah, maka penulis membatasi lingkup pembahasan dalam skripsi ini dengan tujuan agar lebih mudah dipahami dan dimengerti. Atas dasar itulah, Penulis membatasi ruang lingkup kajian permasalahan yang ada sebagai berikut : 1.
Bagaimana Pengaturan Impor Narkotika Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika ?
2.
Bagaimana Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Impor Narkotika Tanpa Hak atau Melawa Hukum ( Dalam Putusan Pengadilan Negeri Dumai Nomor 200/Pid.Sus/2012/PN.Dum ) ?
23
AR. Sujono, Boni Daniel, Op.Cit. h. 224.
Universitas Sumatera Utara
14
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berdasarkan perumusan masalah yang penulis kemukakan di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah : 1.
Untuk mengetahui peraturan impor narkotika dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
2.
Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku impor narkotika tanpa hak dan melawan hukum dalam Putusan Pengadilan Negeri Dumai Nomor 200/Pid.Sus/2012/PN.Dum Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan
manfaat secara teoritis dan praktis, yakni: 1.
Secara teoritis skripsi ini diharapkan akan memberikan masukan dan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, dan ilmu hukum pidana khususnya
2.
Secara praktis skripsi ini ditujukan sebagai bahan masukan dan untuk memberikan kontribusi pemikiran kepada aparatur penegak hukum dan memberikan informasi kepada masyarakat serta mahasiswa mengenai tindak pidana impor dan ekspor narkotika
D. Keaslian Penulisan Penulisan karya ilmiah ini adalah asli, sebab ide, gagasan pemikiran dalam penulisan ini bukan merupakan hasil ciptaan atau hasil penggandaan dari karya tulis orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Demikian penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya dan belum pernah ada judul yang sama. Setelah penulis melakukan browsing serta melalui tahap pemeriksaan oleh
Universitas Sumatera Utara
15
Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara/ Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU tertanggal 26 Maret 2015. Jika di kemudian hari ditemukan penelitian yang sama dan muncul permasalahan, maka penulis bersedia untuk mempertanggungjawabkannya baik secara moral maupun ilmiah. Dalam hal mendukung penelitian ini dipakai pendapat-pendapat para sarjana yang diambil atau dikutip berdasarkan daftar referensi dari buku para sarjana yang ada hubungannya dengan masalah dan pembahasan yang disajikan. E. Tinjauan Kepustakaan 1.
Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Menurut hukum kita tidak ada kesalahan tanpa melawan hukum, teori ini
kemudian diformulasikan sebagai : tiada pidana tanpa kesalahan atau geen straf zonder schuld atau keine strafe ohne schuld (Jerman) atau actus non facit reum nisi mens sist rea atau actus reus mens rea (Latin). Asas ini merupakan dasar dari pertanggungjawaban pidana dan tidak ditemukan dalam undang-undang.24 Hukum pidana memisahkan antara karakteristik perbuatan yang dijadikan tindak pidana dan karakteristik orang yang dilakukan. Orang yang melakukan perbuatan pidana belum tentu dijatuhi pidana, tergantung apakah orang tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana atau tidak. Sebaliknya, seseorang yang dijatuhi pidana, sudah pasti telah melakukan perbuatan pidana dan dapat
24
Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, (Yogyakarta:Cahaya Atma Pustaka, 2014), h. 119.
Universitas Sumatera Utara
16
dipertanggungjawabkan. Elemen terpenting dari pertanggungjawaban pidana adalah kesalahan.25 Pertanggungjawaban pidana merupakan bentuk perbuatan dari pelaku tindak pidana terhadap kesalahan yang dilakukannya. Terjadinya pertanggungjawaban pidana karena ada kesalahan yang merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang, dan telah ada aturan yang mengatur tindak pidana tersebut. Pengertian Impor
2.
Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima.26 Pengertian impor menurut Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang termuat dalam Pasal 1 angka 4 yaitu : “Impor adalah kegiatan memasukkan Narkotika dan prekursor Narkotika ke dalam Daerah Pabean”. 3.
Pengertian dan Jenis Narkotika a. Pengertian Narkotika Menurut Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang
dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan
25 26
Ibid., h. 120. https://id.wikipedia.org/wiki/Impor , diakses pada tanggal 06 Juli 2015, pukul 09.00
WIB.
Universitas Sumatera Utara
17
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan. b. Jenis Narkotika Menurut Lampiran
dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika digolongkan menjadi 3 ( tiga ) golongan, yaitu sebagai berikut:27 1. Narkotika Golongan I Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menegaskan Narkotika Golongan I merupakan narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan Ilmu Pengetahuan dan tidak ditujukan untuk pengobatan serta
mempunyai
potensi
yang
sangat
tinggi
dan
menimbulkan
ketergantungan.Contoh : ganja, heroin, kokain, morfin, dan opium. 2. Narkotika Golongan II Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 35 Undang-Undang Tahun 2009 tentang Narkotika menegaskan Narkotika Golongan II merupakan narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam pengobatan tujuan Ilmu Pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Contoh : morfin, petidin, benzetidin, dan betametadol. 3. Narkotika Golongan III Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menegaskan Narkotika Golongan III merupakan narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam pengobatan dan tujuan pengembangan 27
Lihat Lampiran Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Universitas Sumatera Utara
18
Ilmu Pengetahuan serta mempunyai potensi ringan yang mengakibatkan ketergantungan. Contoh : kodein dan turunannya. Jenis-jenis narkotika dari tanaman yang terdapat dalam Narkotika Golongan I, Narkotika Golongan II, Narkotika Golongan III antara lain : 1. Tanaman Papaver yaitu tanaman Papaver somniferum L, termaksud biji, buah dan jeraminya. 2. Opium mentah ialah getah yang membeku sendiri, diperoleh dari tanaman Papaver somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya. 3. Opium masak yang terdiri dari Candu, Jicing dan Jicingko Opium Obat yaitu obat mentah yang telah mengalami pengolahan sehingga sesuai untuk pengobatan, baik dalam bentuk bubuk atau dalam bentuk lain, atau dicampur dengan zat-zat netral sesuai dengan syarat farmakops. 4. Morfina, yaitu alkloida utama dari opium dengan rumus kimia C17 H19 NO. 5. Tanaman koka merupakan tanaman dari semua genus Erythoroxylon dari keluarga Erythoroxylaceae 6. Daun koka merupakan daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia. 7. Kokain mentah, yaitu semua hasil yang diperoleh dari daun Koka 8. Kokain, yaitu mentil ester 1 bensoil ekgonina dengan rumus kimia C9 H15 NO3 H12 NO4;
Universitas Sumatera Utara
19
9. Ekgonina, yaitu lekgonina dengan rumus kimia C9 H15 NO3 H2O dan ester serta turunan-turunannya yang dapat diubah menjadi Ekgonina dan Kokaina 10. Tanaman Ganja, yaitu semua bagian dari semua tanaman genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termaksud biji dan buahnya, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termaksud damar ganja dan hasis. Berdasarkan asal zat/bahannya, Narkotika terdiri dari dua bagian antara lain : 1) Tanaman a. Opium atau candu/morfin yaitu olahan getah tanaman papaver somniferum tidak terdapat di Indonesia. b. Kokain yaitu olahan daun koka yang di olah di Amerika (Peru, Bolivia, Kolumbia) 2) Bukan Tanaman a. Semi Sintetik: adalah zat yang diproses secara ekstraksi dan isolasi disebut alkaloid opium. Contoh : Heroin, Kodein Morfin. b. Sintetik adalah zat yang diperoleh melalui proses kimia dan bahan baku kimia yang menghasilkan zat baru, serta mempunyai efek narkotika diperlukan medis untuk penelitian serta penghilang rasa sakit (analgesic) seperti penekan batuk (antitusif).Contoh: Amfetamin, Metadon, Petidin, Deksamfitamin. Dari semua jenis-jenis narkotika yang terdapat dalam Narkotika Golongan I, Narkotika Golongan II, Narkotika Golongan III, dan jenis narkotika yang ditinjau dari bahan/zatnya, oleh karena itu Narkotika yang hanya dapat di gunakan untuk kepentingan Ilmu Pengetahuan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menetapkan bahwa Lembaga Ilmu
Universitas Sumatera Utara
20
Pengetahuan yang salah satu fungsinya melakukan kegiatan percobaan, penelitian, dan pengembangan narkotika harus dengan izin Menteri Kesehatan dapat memperoleh, menanam, menyimpan dan menggunakan narkotika.28 4.
Pengertian Tindak Pidana Narkotika
a.
Pengertian Tindak Pidana Tidak ditemukan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar
feit di dalam KUHP maupun di luar KUHP, oleh karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu, yang sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat. Pengertian tindak pidana penting dipahami untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Unsur-unsur tindak pidana ini dapat menjadi patokan dalam upaya menentukan apakah perbuatan seseorang itu merupakan tindak pidana atau tidak.29 Istilah yang pernah digunakan, baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah sebagai berikut:30 a.
Tindak pidana, dapat dikatakan berupa istilah yang sering ditemukan dalam perundang-undangan kita. Hampir seluruh peraturan perundangundangan menggunakan istilah tindak pidana misalnya UU No. 6 Tahun 1882 tentang Hak Cipta, (diganti dengan UU No. 19 Tahun 2002),
dan perundang-
undangan lainnya. Ahli yang menggunakan istilah ini seperti Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH.
28
Gatot supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta:Djambatan, 2009), h. 160. Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana Edisi 2, (Medan:USU Press, 2013),
29
h. 74. 30
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, (Jakarta:Rajawali Pers, 2013), h. 67.
Universitas Sumatera Utara
21
b.
Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum misalnya Mr. Tresna dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana, Prof. A. Zainal Abidin, SH. dalam buku beliau Hukum Pidana.
c.
Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin delictum juga digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Istilah ini dijumpai dalam berbagai literatur misalnya Prof. Utrecht, walaupun juga beliau menggunakan istilah lain yakni peristiwa pidana (dalam buku Hukum Pidana I). Prof. A. Zainal Abidin dalam buku beliau Hukum Pidana I. Prof. Moeljatno pernah juga menggunakan istilah ini, seperti pada judul buku beliau Delik-Delik Percobaan Delik-Delik Penyertaan walaupun menurut beliau lebih tepat dengan istilah perbuatanpidana.
d.
Pelanggaran pidana, dapat dijumpai dalam buku Pokok-pokok Hukum Pidana yang ditulis oleh Mr. M.H. Tirtaamidjaja.
e.
Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Mr. Karni dalam buku beliau Ringkasan tentang Hukum Pidana, begitu juga Schravendijk dalam bukunya Buku Pelajaran Tentang Hukum Pidana Indonesia.
f.
Perbuatan yang dapat dihukum, istilah ini digunakan oleh Pembentuk undang-undang dalam Undang-undang No. 12/DRT/1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak.
g.
Perbuatan pidana, digunakan oleh Prof. Mr. Moeljatno dalam berbagai tulisan beliau, misalnya dalam buku Asas-asas Hukum Pidana.
Universitas Sumatera Utara
22
Dalam Penjelasan Pasal 37 Konsep KUHP baru disebutkan, bahwa dalam pengertian tindak pidana tidak termasuk pertanggungjawaban pidana. Tindak pidana hanya menunjuk pada dilarangnya perbuatan sebagaimana ditetapkan dalam suatu peraturan perundang-undangan. Apakah pembuat tindak pidana yang telah melakukan perbuatan yang dilarang kemudian dijatuhi pidana, sangat tergantung pada persoalan apakah dalam melakukan perbuatan tersebut pembuat tindak pidana dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, apakah pembuat tindak pidana mempunyai kesalahan. Kesalahan terdiri dari kemampuan bertanggungjawab, kesengajaan, kealpaan, dan tidak ada alasan pemaaf. Yang dimaksud dengan “kesalahan” adalah keadaan jiwa seseorang yang melakukan perbuatan dan perbuatan yang dilakukan itu sedemikian rupa, sehingga orang itu patut dicela. Apabila pembuat tindak pidana memang mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak pidana, maka ia akan dijatuhi pidana. Tetapi apabila pembuat tindak pidana tidak mempunyai kesalahan, walaupun telah melakukan perbuatan yang dilarang dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana, ia tidak akan dijatuhi pidana. Dengan demikian, asas tiada pidana tanpa kesalahan merupakan asas fundamental dalam pertanggungjawaban pembuat tindak pidana karena telah melakukan tindak pidana.31 b.
Pengertian Tindak Pidana Narkotika Tindak pidana narkotika dapat diartikan dengan suatu perbuatan yang
melanggar ketentuan–ketentuan hukum narkotika, dalam hal ini adalah UndangUndang no. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan ketentuan-ketentuan lain yang
31
Mohammad Ekaputra, Op.Cit., h. 83.
Universitas Sumatera Utara
23
termasuk dan atau tidak bertentangan dengan undang-undang tersebut. Tindak pidana narkotika juga dapat dikatakan adalah penggunaan atau peredaran narkotika yang tidak sah (tanpa kewenangan) dan melawan hukum (melanggar UU Narkotika).32 Tindak pidana Narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang merupakan ketentuan khusus, walaupun tidak disebutkan dengan tegas dalam Undang-undang Narkotika bahwa tindak pidana yang diatur di dalamnya adalah tindak kejahatan, akan tetapi tidak perlu disangsikan lagi bahwa semua tindak pidana di dalam undang-undang tersebut merupakan kejahatan. Alasannya, kalau narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.33 Perbuatan-perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam Undangundang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah sebagai berikut : 1. Menanam,
memelihara,
mempunyai
dalam
persediaan,
memiliki,
menyimpan, atau menguasai narkotika (dalam bentuk tanaman atau bukan tanaman) , (Pasal 111 samapi dengan Pasal 112) 2. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika
Golongan I ( Pasal 113)
32 33
Moh. Taufik Makaro, Suhasril, Moh. Zakky A.S.,Op.Cit.,h. 2. Gatot Supramono, Op.Cit, h. 198
Universitas Sumatera Utara
24
3. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I (Pasal 114) 4. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan
I (Pasal 115) 5. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan
Narkotika golongan I terhadap orang lain atau memberikan narotika golongan I untuk digunakan oleh orang lain (Pasal 116) 6. Tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan narkotika golongan II (Pasal 117) 7. Tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor,
atau menyalurkan narkotika golonngan II (Pasal 118); 8. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan II (Pasal 119); 9. Membawa, mengirim, atau mentransito Narkotika golongan II (Pasal 120); 10. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan
Narkotika golongan II terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan II untuk digunakan orang lain (Pasal 121); 11. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan Narkotika golongan III (Pasal 122);
Universitas Sumatera Utara
25
12. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika golongan III (Pasal 123); 13. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk
dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika golonga III (Pasal 124); 14. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan
III (Pasal 125); 15. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika
golongan III terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan III untuk digunakan orang lain (Pasal 126); 16. Setiap penyalahguna , Narkotika golongan I, II,III bagi diri sendiri ( Pasal
127 ); 17. Pecandu Narkotika yang belum cukup umur (Pasal 55 ayat (1)) yang
sengaja tidak melapor (Pasal 128); 18. Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum (Pasal 129) :
a. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; b. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; c. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
Universitas Sumatera Utara
26
d. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian hukum pada umumnya mempunyai tipe pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif selain mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat, juga melihat sinkronisasi suatu aturan dengan aturan lainnya secara hierarki, sedangkan pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang melihat sesuatu kenyataan hukum di dalam masyarakat, pendekatan yuridis empiris ini merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat aspek-aspek hukum dalam interaksi sosial di dalam masyarakat.34 Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif karena dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan skripsi ini. 2. Sifat penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum sebagai
34
H. Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika, 2009), h. 175
Universitas Sumatera Utara
27
objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian.35 3. Sumber Data Sumber data merupakan subyek dari mana data-data penelitian bisa diperoleh. Sumber data penelitian ada dua jenis, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.36 Sumber data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen yang kemudian diolah oleh peneliti. Sedangkan sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumendokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, peraturang perundang-undangan.37 Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder, data sekunder diperoleh dari : a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan diterapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yaitu berupa peraturan perundang-undangan, seperti Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang tindak pidana narkotika meliputi kasus dari Pengadilan Negeri Dumai Nomor 200/Pid.Sus/2012/PN.Dum
35
H. Zainuddin Ali, Loc.Cit Adnan Mahdi, Mujahidin, Panduan Penelitian Praktis untuk Menyusus Skripsi, Tesis, & Disertasi, (Bandung:Alfabeta, 2014), h. 132 37 H. Zainuddin Ali, Op.Cit., h. 175 36
Universitas Sumatera Utara
28
, buku-buku karya ilmiah dan beberapa sumber ilmiah dan beberapa sumber ilmiah serta sumber internet
yang berkaitan dengan
permasalahan dalam skripsi ini. c. Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia dan sebagainya. 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data ada dua macam yaitu metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan yaitu :38 a. Metode Penelitian Kepustakaan Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi dan hasil penelitian b. Metode Penelitian Lapangan Data lapangan yang diperlukan sebagai data penunjang diperoleh melalui informasi dan pendapat-pendapat dari responden yang ditentukan secara purposive sampling (ditentukan oleh peneliti berdasarkan kemauannya) dan/atau random sampling (ditentukan oleh peneliti secara acak). Penulisan skripsi ini menggunakan metode pengumpulan data library research (penelitian kepustakaan) yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data dari berbagai sumber bacaaan seperti peraturan
38
H. Zainuddin Ali, Op.Cit., h. 176
Universitas Sumatera Utara
29
perundangundangan, buku-buku, majalah, dan internet yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini. 5. Analisis Data Analisis data yang digunakan penulis yakni dengan analisis secara kualitatif. Penelitian kualitatif seringkali disebut sebagai penelitian naturalistik, karena penelitiannya selalu dilakukan dalam keadaan yang alamiah, tanpa rekayasa atau diatur sebelumnya. Bogdan dan Taylor menyatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang diamati.39 Data sekunder yang penulis peroleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini. Analisis data dilakukan dengan cara mengkaji atau menelaah hasil yang diperoleh dari pengolahan data, yang dilakukan dengan memberikan kritikan, dukungan, penolakan, ataupun komentar terhadap data atau bahan hukum yang telah disusun secara sistematis. G. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini dibagi dalam empat bab yang disusun dengan sistematis untuk menguraikan masalah yang akan dibahas dengan urutan sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN : Bab ini memuat latar belakang, rumusan masalah, keaslian penulisan,
39
tujuan
penulisan,
manfaat
penulisan,
tinjauan
Adnan Mahdi, Mujahidin, Op.Cit., h. 123
Universitas Sumatera Utara
30
kepustakaan yang berisi pengertian pertanggungjawaban pidana, pengertian impor, pengertian dan jenis narkotika, tindak pidana narkotika, yang diakhiri dengan metode penelitian serta sistematika penulisan. BAB II
IMPOR NARKOTIKA TANPA HAK ATAU MELAWAN HUKUM DALAM UNDANG – UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA : Bab ini membahas bentuk dan modus operandi impor narkotika secara tanpa hak atau melawan hukum, ketentuan hukum impor dan ekspor narkotika dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan instansi yang berperan dalam memberantas impor narkotika secara tanpa hak atau melawan hukum.
BAB III
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA IMPOR NARKOTIKA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN
NEGERI
DUMAI
NOMOR
200/PID.SUS/2012/PN.DUM) : Bab ini akan membahas pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku indak pidana impor narkotika, beserta analisis putusan Pengadilan Negeri Dumai Nomor 200/Pid.Sus/2012/PN.Dum.
Universitas Sumatera Utara
31
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN : Bab terakhir ini berisi kesimpulan mengenai bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan bab ini memberikan saran-saran dari penulis berkaitan dengan masalah yang dibahas.
Universitas Sumatera Utara