1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian. 1.1.
Latar Belakang Masalah Psychological well-being berkaitan dengan perasaan sejahtera (well-being)
dan bahagia yang sifatnya subjektif bagi tiap individu. Perasaan ini (bahagia) muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya (Diener, 2000 dalam Papalia, Olds & Feldman, 2004). Menurut Ryff (1989) psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat menerima segala kekurangan dan kelebihan dirinya, mandiri, mampu membina hubungan yang positif dengan orang lain, dapat menguasai lingkungannya dalam arti mampu memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan keinginannya, memiliki tujuan dalam hidup, serta terus mengembangkan pribadinya. Psychological well-being bukan hanya kepuasan hidup dan keseimbangan antara afek positif dan negatif, namun psychological well-being melibatkan persepsi dari keterlibatan dengan tantangan-tantangan selama hidup (Keyes & Ryff, 2002). Menurut Ryff, 1995 Psychological well being merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari. Psychological well 1
2
being merupakan konstruksi dasar yang menyampaikan informasi tentang bagaimana individu mengevaluasi diri mereka sendiri dan kualitas serta pengalaman hidup mereka. (Ryff & Marshall, dalam Maulina 2012). Evaluasi terhadap pengalaman akan membuat seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan dan membuat psychological well beingnya rendah atau berusaha memperbaiki hidupnya yang akan membuat psychological well beingnya meningkat (Ryff, 1989 & Singer, 2006). Psychological well-being dapat menjadikan gambaran mengenai level tertinggi dari fungsi individu sebagai manusia dan apa yang diidam-idamkannya sebagai makhluk yang memiliki tujuan dan akan berjuang untuk tujuan hidupnya. Ryff dan Keyes, 1995 menyatakan bahwa individu yang memiliki psychological well-being yang positif adalah individu yang memiliki respons positif terhadap dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis yang berkesinambungan. Pada intinya, psychological well-being merujuk pada perasaan seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari. Perasaan ini dapat berkisar dari kondisi mental negatif (misalnya ketidakpuasan hidup, kecemasan, dan sebagainya) sampai ke kondisi mental positif, misalnya realisasi potensi atau aktualisasi diri (Bradburn, 1995). Berbicara mengenai kondisi mental berarti terkait dengan psychological well-being karena psychological well-being adalah sebuah istilah yang berkembang dari kesehatan mental. Ryff dan Singer (1998, dalam Papalia, Olds, dan Feldman, 2004) berpendapat bahwa seseorang yang sehat mental bukan sekedar tidak menderita penyakit mental tertentu tetapi juga memiliki perasaan
3
sejahtera secara psikologis yang merujuk pada perasaan diri sehat (a sense of psychological well-being which goes hand in hand with a healthy sense of self). Ryff (1995), mengemukakan enam komponen fungsi psychological wellbeing mencakup, evaluasi positif seseorang mengenai diri dan masa lalu (self acceptance), pertumbuhan dan perkembangan individu (personal growth), kepercayaan mengenai tujuan dan makna hidup individu (purpose in life), kualitas hubungan dengan individu lain (positive relations with other), kapasitas untuk mengatur kehidupan dan diri seseorang secara efektif (enviromental mastery), dan perasaan self-determination (autonomy). Ryff 1995, menyatakan bahwa psychological well-being menghadirkan kriteria personal yang lebih pribadi dalam mengevaluasi fungsi seseorang. Individu dengan psychological well being yang tinggi akan memiliki sikap positif, menerima segala aspek dalam diri, termasuk kualitas baik dan buruknya, memandang masa lalu dengan positif, ingin terus berkembang, terbuka terhadap pengalaman baru, memiliki tujuan dan arahan dalam hidup, merasa hidup ini berarti,
memegang
kuat
keyakinan,
berkompetensi
dengan
lingkungan,
menggunakan peluang secara efektif, tidak tergantung kepada orang lain, maupun menahan tekanan sosial dan mengatur perilaku berdasarkan penilaian pribadi. Bersikap hangat, memiliki hubungan yang memuaskan dan percaya kepada orang lain, peduli terhadap kesejahteraan orang lain, memiliki empati (Maulina, 2012). Sedangkan pada individu dengan psychological well being yang rendah tidak puas dengan diri sendiri dan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan masa lalu, mengkhawatirkan kualitas pribadi dan ingin mengubahnya, memiliki rasa
4
stagnasi pribadi, merasa bosan dan kurang berminat dalam menjalani hidup. merasa hidup mereka tidak ada artinya dan tidak memiliki tujuan hidup, kesulitan dalam mengelola urusan sehari-hari, bergantung pada penilaian orang lain sebelum membuat keputusan penting, pemikiran dan tindakan mereka dipengaruhi oleh tekanan sosial, kurang memiliki hubungan erat dan kurang percaya dengan orang lain, merasa sulit untuk menjadi hangat dan terbuka, merasa frustasi dan terisolasi dengan hubungan sosial (Maulina, 2012). Menjadi tua pada manusia adalah suatu hal yang pasti terjadi dan tidak dapat dihindari. Usia lanjut merupakan periode terakhir dalam hidup manusia, yaitu sekitar usia 60 tahun ke atas. Pada masa ini biasanya keadaan fisiknya sudah jauh menurun dari periode perkembangan sebelumnya. Selama proses menuju lanjut usia, individu akan banyak mengalami berbagai kejadian hidup yang penting yang sering dipandang sebagai sesuatu yang negatif, biasanya berkaitan dengan fisik, intelektual, kepribadian dan kehidupan sosialnya. Seseorang yang pada masa mudanya dianggap cantik atau tampan akan merasa kehilangan daya tariknya jika memasuki masa tua. Masalah lain yang terkait pada masa ini antara lain loneliness, perasaan tidak berguna, keinginan untuk cepat mati atau bunuh diri, dan membutuhkan perhatian lebih. Masalah-masalah ini dapat membuat harapan hidup pada lansia menjadi menurun. Perubahan yang bersifat penurunan ini dapat mempengaruhi kondisi psychological well being lansia tersebut (Papalia, 2008). Dari uraian diatas terlihat bahwa individu lanjut usia mengalami berbagai masalah dalam mengahadapi usia lanjut, hal tersebut yang menjadi ketertarikan
5
peneliti untuk mengetahui bagaimana individu dengan identitas sebagai waria ketika memasuki usia lanjut. Menurut ketua Forum Komunikasi Waria Indonesia (FKWI), Yulianus Rettoblaut mengatakan jumlah waria di Indonesia mencapai tujuh juta orang, dari jumlah tujuh juta, terdapat 800 waria lanjut usia yang tidak memiliki tempat tinggal. Banyak waria lansia yang tinggal dijalan-jalan, sakit, menganggur dan terpaksa hidup dengan kondisi buruk. Waria lansia menghadapi kehidupan yang sulit dimasa tuanya akibat diusir oleh keluarga mereka, yang sebenarnya menjadi tanggung jawab mereka. Hidup waria lansia sangat sulit dan bahkan banyak yang berada di bawah garis kemiskinan, mereka tidak memiliki pilihan selain hidup dijalan dan tinggal di bawah kolong jembatan. (www.unioindonesia.org). Menurut Yuli, setelah ia mendirikan panti jompo khusus waria ini, beberapa waria lansia kini bisa hidup lebih baik kami saling membantu sesama apalagi ketika ada waria lansia yang sudah sakit parah, belum lama ini kami mengurus waria lansia yang mengidap penyakit AIDS kami merawatnya hingga akhirnya ia meninggal, dan kami juga yang mengurus jenazahnya hingga dikuburkan. Dengan begitu para waria lansia yang tinggal disini sedikit bisa merasa lebih tenang karena mereka merasa jika mereka meninggal nanti ada yang mengurus jasad mereka sehingga tidak terlantar dijalan (wawancara peneliti dengan pemilik panti jompo). Menurut Santrock (2008), ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh para lansia untuk membantu mereka mencapai psychological well being, yaitu mencakup memiliki pendapatan, kesehatan yang baik, gaya hidup aktif, dan mempunyai jaringan teman dan keluarga yang baik. Itu berarti, lansia yang
6
memiliki gaya hidup aktif akan memiliki psychological well being yang lebih baik dibandingkan dengan lansia yang hanya diam di rumah dan menyendiri. Hurlock (dalam Ramadhani, 2007) juga menyebutkan bahwa psychological well being pada lansia tergantung dipenuhi atau tidaknya “tiga A” Kebahagiaan, yaitu acceptance (penerimaan), affection (kasih sayang), dan achievement (pencapaian). Jadi, apabila lansia tidak dapat memenuhi “tiga A” tersebut maka akan sulit baginya untuk dapat mencapai kebahagiaan. Berdasarkan uraian diatas, terlihat waria lansia menghadapi berbagai masalah di kehidupan mereka. Melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada waria lansia, dan akibat perubahan yang mungkin terjadi jika mereka tidak mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut serta pentingnya memperhatikan kesejahteraan para waria lansia, khususnya kesejateraan psikologis, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian untuk mengetahui gambaran Psychological well-being, dalam hal ini yaitu pada waria lansia. Di Indonesia, banyak penelitian yang meneliti tentang psychological wellbeing pada lansia perempuan & laki-laki, namun peneliti belum menemukan penelitian yang meneliti tentang psychological well-being pada waria lansia. Hal inilah yang menjadi dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian dengan tujuan mendapatkan gambaran psychological well-being dan faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being waria lansia (65-70 tahun) di Indonesia, khususnya di Jakarta.
7
Dalam melaksanakan penelitian terhadap topik ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran psychological well-being secara spesifik dan menyeluruh. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam terhadap para subjek.
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan
utama yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana gambaran psychological well-being pada waria usia dewasa akhir (lansia) yang tinggal di panti jompo ?” Permasalahan ini dijbarkan untuk menjawab sub-sub permasalahan berikut: 1. Bagaimanakah gambaran penerimaan diri dari masing-masing subjek? 2. Bagaimanakah gambaran hubungan positif dengan orang lain dari masingmasing subjek? 3. Bagaimanakah gambaran otonomi dari masing-masing subjek? 4. Bagaimanakah gambaran penguasaan lingkungan dari masing-masing subjek? 5. Bagaimanakah gambaran tujuan hidup dari masing-masing subjek? 6. Bagaimanakah gambaran pertumbuhan pribadi dari masing-masing subjek?
8
1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi dan memperoleh
gambaran mengenai keadaan psychological well-being dan Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well being waria lansia yang tinggal di panti jompo. 1.4.
Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini, diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya. Manfaat yang dimaksud adalah manfaat dari segi praktis dan teoritis. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi ilmu psikologi khususnya psikologi klinis dan psikologi sosial. 2) Memperkaya
khasanah
penelitian
psikologi
terutama
mengenai
psychological well-being pada lansia khususnya waria usia dewasa akhir (lansia) yang tinggal di panti jompo. 3) Menjadi bahan masukan yang berguna bagi masyarakat pada umumnya dan mahasiswa-mahasiswi psikologi khususnya dalam melihat gambaran kaum waria lansia yang berbeda dengan mayoritas masyarakat yang merupakan heteroseksual dalam menjalani kehidupan. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat :
9
1) Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan atau informasi kepada kaum waria lansia dalam mengahadapi dan menyesuaikan diri pada usia lanjut serta mengenai psychological well-being (kesejahteraan psikologis) yang dapat dirasakan kaum waria di usia lanjut. 2) Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi penelitian lainnya yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai psychological well-being pada waria lansia yang tinggal di panti jompo. 3) Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi lembaga yang bergerak dalam bidang kesejahteraan waria lansia dalam mengatasi masalah-masalah pada waria lansia, khusnya yang terkait dengan psychological well-being waria lansia yang tinggal di panti jompo.