BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Perkembangan zaman yang semakin maju seperti saat ini menuntut
seluruh lembaga atau perusahaan untuk terus membenahi dan memperbaiki kinerjanya secara berkelanjutan agar dapat mengikuti persaingan yang ada. Menurut Longenecker, Moore & Petty (2001) perusahaan yang berkembang adalah perusahaan yang bisa mempertahankan perlindungan hak milik untuk menangkis persaingan yang ada. Perbaikan yang diharapkan tentu saja merupakan sebuah perubahan dalam segala aspek perusahaan baik perbaikan eksternal maupun internal sehingga terjadi suasana yang kondusif dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya. Pada perbaikan internal perusahaan tentunya tidak lepas dari pengendalian internal yang dimiliki perusahaan tersebut, semakin baik pengendalian internal perusahaan maka semakin baik pula keamanan perusahaan dari adanya kecurangan dan kesalahan, sehingga tidak ada pihak – pihak yang dirugikan terkait informasi yang dihasilkan perusahaan. Pengguna laporan keuangan mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi, 1998). Akan tetapi bila kita mengacu pada realita yang ada di Indonesia, banyak perusahaan, baik lembaga pemerintah / perusahaan swasta yang bangkrut atau mengalami pailit dikarenakan banyaknya kecurangan yang terjadi dalam tubuh
1
2
perusahaan itu sendiri, dan lebih celakanya lagi hal tersebut banyak dilakukan oleh karyawan internal perusahaan, biasanya kecurangan dilakukan karena internal control yang belum cukup memadai dalam perusahaan tersebut. Sebagaimana mengacu pada permasalahan tersebut maka diperlukannya proses audit terhadap informasi yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan untuk senantiasa diperoleh keandalan atas informasi yang dikeluarkan. Auditor yang independen diharapkan mampu menjaga keprofesionalannya dalam menyajikan laporan hasil auditnya. Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi (Christiawan, 2002). Kompetensi dan independensi merupakan dua karakteristik sekaligus yang harus dimiliki oleh auditor (Alim, 2007). Namun semakin berkembangnya perusahaan pada saat ini berpengaruh secara langsung terhadap tingkat kecurangan yang dilakukan, oleh karena itu diperlukan keprofesionalan seorang auditor untuk terus mengembangkan metode dan kinerja auditnya, jika diperlukan seorang auditor pun dapat melaksanakan audit investigatif sebagai tindakan audit lanjutan pada perusahaan yang diauditnya. Adapun Kusharyanti (2003) mengatakan bahwa untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan (umum dan khusus), pengetahuan mengenai bidang auditing dan akuntansi serta memahami industri klien. Seorang auditor internal perlu melakukan pemeriksaan, penilaian, dan mencari fakta atau bukti guna memberikan rekomendasi kepada pihak manajemen untuk ditindaklanjuti. Salah satu temuan auditor internal diantaranya yaitu penemuan kecurangan. Kecurangan ini terjadi dikarenakan adanya tekanan,
3
kesempatan untuk melakukan kecurangan, buruknya sistem pengendalian perusahaan, serta adanya pembenaran terhadap tindak kecurangan tersebut. Kecurangan telah berkembang di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Umumnya, kecurangan berkaitan dengan penyalahgunaan aktiva. Dalam penyalahgunaan aktiva, biasanya mengacu pada pencurian yang melibatkan pegawai dan orang lain dalam beda organisasi. Dan dilakukan pada tingkat hierarki organisasi yang lebih rendah. Namun, dalam beberapa kasus yang heboh, mamajemen puncak terlibat dalam pencuriaan aktiva perusahaan. Karena manajemen memiliki kewenangan dan kendali yang lebih besar atas aktiva organisasi,
penyelewengan
yang
melibatkan
manajemen
puncak
dapat
menyangkut jumlah yang signifikan. Menurut Transparancy International (2013) Indonesia termasuk negara dengan peringkat korupsi tertinggi di dunia. Di Indonesia kecurangan akuntansi dibuktikan dengan adanya likuidasi beberapa bank, diajukannya manajemen BUMN dan swasta ke pengadilan, kasus kejahatan perbankan, manipulasi pajak, korupsi di komisi penyelenggara pemilu dan DPRD. Meski kecurangan akuntansi diduga sudah menahun, namun di Indonesia belum terdapat kajian teoritis dan empiris secara komprehensif. Dalam beberapa kasus yang terjadi seperti krisis pupuk di PT Pupuk Kujang yang telah diberitakan oleh M. Anwar Iman (Direktur Agricultural Policy Watch dan Ketua DPP HTI) dalam http://hizbut-tahrir.or.id/2008/07/30/krisispupuk-mengapa-terjadi/, diakses tgl 5 juli 2013 menyatakan bahwa berdasarkan pengamatan, terdapat beberapa faktor penyebab kelangkaan pupuk yang terjadi
4
selama ini. Dua faktor di antaranya adalah (1) Turunnya produksi pupuk akibat kelangkaan pasokan gas, dan (2) Terjadinya penyimpangan distribusi akibat adanya disparitas harga pupuk urea. Pasokan gas ke PT. Pupuk Kujang 1B juga belum ada kepastian. Pabrik Kujang 1B yang baru saja diresmikan Presiden SBY, pada April 2006, ternyata hanya memiliki kontrak pasokan gas selama tiga tahun, yakni 1 Januari 2006 hingga 31 Desember 2006. Semua ini terjadi bukan karena jumlah produksi gas tidak mencukupi kebutuhan; melainkan, produksi gas yang ada lebih banyak dialokasikan untuk memenuhi kontrak pembelian dari luar negeri, terutama Jepang dan Korea. Alasannya karena harga gas di luar negeri jauh lebih tinggi dibanding dalam negeri. Adapun masalah kedua, yaitu kelangkaan pupuk akibat disparitas harga, hal ini terjadi karena di Indonesia diberlakukan dua harga pupuk, yaitu pupuk subsidi untuk petani dan pupuk non subsidi untuk perusahaan perkebunan dan industri. Disparitas harga ini mendorong oknum-oknum distributor dan pedagang pupuk yang ingin meraup keuntungan sepihak melakukan kecurangan dengan menjual pupuk subsidi ke perusahaan perkebunan dan industri. Akibatnya petani kecil justru tidak kebagian pupuk bersubsidi. Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya disparitas harga pupuk antara di dalam negeri dan di luar negeri. Saat ini harga pupuk di luar negeri mencapai US$ 500/ton, atau sekitar Rp. 5500/kg. Peluang ini dimanfaatkan oleh banyak pihak untuk menyelundupkan pupuk ke luar negeri. Adapun adanya disparitas harga dengan pasar pupuk di luar negeri, yang berpeluang menyebabkan terjadinya penyelundupan.
5
Kasus lain terjadi juga di BUMN salah satunya adalah PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang merupakan BUMN besar yang bergerak dalam bidang perkeretaapian. Adapun contoh kasus yang berhubungan dengan fraud yang terjadi di PT. Kereta Api Indonesia seperti yang telah diberitakan oleh Andiono Hernawan dalam http://www.lensaindonesia.com/2013/11/04/kejati-jatim-sidikdugaan-korupsi-sewa-aset-pt-, diakses tgl 8 Agustus 2014 menyatakan bahwa adanya laporan dugaan penyelewengan aset itu diterima Kejati pada awal Oktober 2013 lalu. Dugaan korupsi itu muncul 2009 lalu. Saat itu aset PT KAI yang berupa tanah seluas 1,7 hektar di Jl Tidar Surabaya disewakan ke salah satu perusahaan (PT) oleh pihak rekanan, padahal aset itu telah dinyatakan habis masa sewanya. Aset PT KAI itu telah disewa pihak rekanan sejak 1975. Namun saat 2009 masa sewa habis, pihak rekanan tidak mengembalikan ke PT KAI dan malah disewakan ke tangan lain. Adapun penaksiran kerugian keuangan negara, dilihat dari harga sewa yang dikenakan kepada rekanan, yakni Rp 54 juta per tahun. Namun saat 2009, rekanan justru menyewakan pada pihak lain dan mengambil untung dengan harga Rp 50 juta per pintu gudang. Kalau dihitung Rp 50 juta per tahun sejak 2009 dikali 16 pintu. Kerugiannya kisaran sebesar Rp 3,5 miliar. Banyaknya kasus tentang fraud asset misappropriation tidak terlepas dari peran audit internal
dalam suatu perusahaan. Kasus-kasus skandal akuntansi
dalam tahun-tahun belakangan ini memberikan bukti lebih jauh tentang kegagalan audit yang membawa akibat serius bagi masyarakat bisnis. Dalam banyak kasus di Indonesia, tingginya praktek fraud disebabkan karena lemahnya Pengawasan
6
Internal yang dimiliki perusahaan untuk mendeteksi ada tidaknya fraud di suatu perusahaan (Adimas, 2009). Di Indonesia sendiri dalam hal memberantas kecurangan telah dimulai dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tingkat pusat sampai dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tingkat daerah guna lebih memantapkan hasil kinerja dalam pemberantasan kecurangan (fraud) termasuk di dalamnya korupsi. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) merupakan penyakit berdimensi ekonomi, kultur, etika, moral bahkan agama yang kini sedang menggerogoti segala aspek kehidupan di beberapa negara termasuk Indonesia. Unsur-unsur yang melatarbelakangi tindakan kecurangan antara lain adanya hal yang tidak terduga (surprise), pencurian (theft), tipu daya (trickery), licik (cunning), penyembunyian (concealment), dan pengubahan (conversion). Dari sisi pribadi, gaya hidup mewah menjadi motivasi terjadinya kecurangan. Motivasi lain terjadinya kecurangan yang pernah terjadi adalah dikarenakan masalah tagihan utang yang menumpuk, keserakahan, ketergantungan narkoba dan perselingkuhan. Menurut Hall (2001) mendefinisikan fraud sebagai kebohongan yang disengaja, ketidakbenaran dalam melaporkan aktiva perusahaan atau manipulasi data keuangan bagi keuntungan pihak yang melakukan manipulasi tersebut. . Untuk mengurangi kecurangan yang ada, manajamen dan audit internal dituntut untuk dapat meminimalisir kecurangan-kecurangan yang terjadi, yaitu melalui pendeteksian dengan menggunakan teknik-teknik tertentu, yaitu melakukan fraud auditing. Menurut Amin (2008) fraud auditing adalah penerapan
7
keahlian finansial dan mentalitas investigatif untuk memecahkan kasus penyimpangan yang di lakukan dalam konteks ketentuan bukti. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam penyusunan skripsi dengan judul: “Peranan Pengendalian Internal Dalam Pendeteksian Fraud Assets Misappropriation” (Studi pada PT. Pupuk Kujang Tbk). 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengidentifikasikan
masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengendalian internal pada PT. Pupuk Kujang Tbk ? 2. Bagaimana pendeteksian fraud assets misappropriation pada PT. Pupuk Kujang Tbk? 3. Bagaimana peranan pengendalian internal dalam pendeteksian fraud assets misappropriation pada PT. Pupuk Kujang Tbk? 1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Sehubungan dengan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut
diatas, penelitian ini dimaksudkan untuk mencoba mempelajari dan menilai peranan pengendalian internal dalam pendeteksian fraud assets misappropriation. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana pengendalian internal pada PT. Pupuk Kujang Tbk. 2. Untuk mengetahui bagaimana pendeteksian fraud assets misappropriation pada PT. Pupuk Kujang Tbk.
8
3. Untuk mengetahui peranan pengendalian internal dalam pendeteksian fraud assets misappropriation pada PT. Pupuk Kujang Tbk. 1.4
Kegunaan Penelitian
1.4.1
Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan gambaran yang
dapat bermanfaat secara langsung maupun tidak langsung bagi berbagai pihak, antara lain : 1. Bagi Penulis a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pengendalian internal dan pendeteksian fraud assets misappropriation serta dapat menerapkan teori yang diperoleh dalam perkuliahan dengan kenyataan yang ada di lapangan. b. Untuk memenuhi salah satu tugas syarat dalam menempuh ujian untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama Bandung. 2. Bagi Akademik Penulis berharap hasil karya ini dapat menunjang dan memperkuat teoriteori yang dikemukakan oleh para ahli dalam bidang akuntansi, khususnya teori mengenai pengendalian internal dan pendeteksian fraud assets misappropriation. 3. Bagi Perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk dijadikan sebagai bahan masukan untuk kemajuan perusahaan
9
terutama dalam pengendalian internal yang terdapat dalam perusahaan, khususnya untuk mempermudah dalam pendeteksian fraud assets misappropriation. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan penelitian ini dapat memperluas wawasan pengetahuan dan dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya. 1.4.2
Kegunaan Teoritis Dengan hasil penelitian yang terbatas ini diharapkan dapat mendukung
ilmu akuntansi pada umumnya dan pengendalian internal maupun auditor internal pada khususnya. 1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada PT. Pupuk Kujang Tbk yang terletak di
kabupaten Karawang beralamat di Jln. Ahmad Yani N0.39 Cikampek, Jawa Barat. Penelitian ini di laksanakan pada bulan Maret 2013 sampai selesai.