BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan yang pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 persen. Sedangkan untuk kejadian PJK di Jawa Tengah, menurut Riskesdas 2013 yaitu 1,4 persen. Prevalensi PJK berdasarkan diagnosis dokter atau gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 65 -74 tahun yaitu 2,0 persen dan 3,6 persen, menurun sedikit pada kelompok umur ≥ 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut data statistik AHA (American Heart Association) (2013), PJK merupakan lebih dari setengah kasus kardiovaskular pada laki-laki dan perempuan dengan usia kurang dari 75 tahun, bahkan di Asia diperkirakan 4,3% penduduk dengan umur lebih dari 18 tahun merupakan penderita PJK. Penyakit jantung koroner kini menjadi penyebab utama kematian di dunia, baik pada laki-laki maupun perempuan. Berbagai faktor resiko ditengarai mendorong terjadinya PJK, sebagian dapat dimodifikasi tetapi sebagian lagi tidak (Rilantono, 2012). Faktor risiko yang berpengaruh pada PJK dibagi menjadi dua yaitu faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (usia, jenis kelamin, riwayat keluarga) dan faktor risiko yang dapat dikendalikan (obesitas, hipertensi, dislipidemia, merokok, diabetes mellitus (DM), dan kurang olahraga). Dislipidemia yang merupakan salah satu dari faktor risiko 1
2
PJK ini adalah abnormalitas kadar lipid di darah yang mempengaruhi proses aterosklerotik (Zahara et al., 2013). Sindrom koroner akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis PJK yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. Sindrom tersebut merupakan keadaan akut dari perjalanan penyakit progresif dari PJK yang terjadi perubahan mendadak dari keadaan stabil. Sindrom koroner akut merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama dari proses aterotrombosis (aterosklerosis dan trombosis). Beberapa faktor risiko seperti
merokok,
dislipidemia
dan
hipertensi
menjadi
predisposisi
aterosklerosis (Immanuel dan Tjiptaningrum, 2010). Bahkan studi Eurhobop pada tahun 2008 mengatakan bahwa kejadian SKA pertama kali dapat terjadi pada wanita usia lebih muda dengan perbedaan onset sekitar dua tahun dibandingkan wanita non-perokok dengan STEMI (ST elevation myocardial infarction) (Pereira et al., 2014). Perokok lebih rentan menderita aterosklerosis pembuluh darah besar dibandingkan bukan perokok. Faktor risiko penyakit jantung lebih tinggi pada perokok dengan hipertensi dan peningkatan serum lipid (Budiman, 2009). Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor peningkatan kadar kolesterol dalam darah. Banyak orang mengaku tahu akan dampak buruk merokok bagi kesehatan, namun mereka tidak mengetahui bahwa asap rokok dapat meningkatkan kadar LDL (low density lipoprotein) dalam tubuh mereka (Sanhia et al., 2015). Kadar kolesterol HDL (high density lipoprotein) yang tinggi dalam darah dapat melindungi kita dari penyakit kardiovaskular. High
3
density lipoprotein pada perokok rata-rata lebih rendah (44.8±8.7 mg/dl) dibandingkan dengan non-perokok (49.7±7.6 mg/dl) (Gopdianto, et al., 2013).
Selain itu, suatu penelitian membuktikan bahwa nikotin pada asap rokok menyebabkan kadar trigliderida seorang perokok lebih tinggi daripada bukan perokok (Wowor et al., 2013). Menurut laporan WHO (World Health Organization) terakhir mengenai konsumsi tembakau dunia, angka prevalensi merokok di Indonesia merupakan salah satu di antara yang tertinggi di dunia, dengan 46,8 persen laki-laki dan 3,1 persen perempuan usia 10 tahun ke atas yang diklasifikasikan sebagai perokok (WHO, 2011). Jumlah perokok mencapai 62,8 juta, 40 persen di antaranya berasal dari kalangan ekonomi bawah (Reimondos et al., 2010). Penelitian di Makassar tahun 2011 menyebutkan bahwa lama merokok >10 tahun merupakan salah satu faktor risiko terjadinya PJK. Menurut Bustan, lama seseorang merokok dapat diklasifikasikan menjadi kurang dari 10 tahun atau lebih dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok, maka semakin sulit untuk berhenti merokok. Semakin muda usia orang merokok, akan semakin besar pengaruhnya (Afriyanti et al., 2015). Perokok akan mengalami serangan jantung 3 kali lebih sering dibandingkan dengan bukan perokok. Kebiasaan merokok juga meningkatkan kematian 2 kali lebih tinggi pada perokok yang sebelumnya pernah mendapat serangan jantung. Jika merokok dimulai dari usia muda maka risiko mendapatkan serangan jantung koroner 2 kali lebih sering dibandingkan bukan
4
perokok, dan serangan jantung banyak terjadi sebelum usia 50 tahun (Rilantono, 2012). Dari latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui apakah riwayat kebiasaan merokok sangat signifikan mempengaruhi penyimpangan fraksi lipid (LDL, HDL dan trigliserida) dibandingkan dengan sesama pasien terdiagnosis sindrom koroner akut tanpa riwayat merokok.
B.
Perumusan Masalah 1. Apakah terdapat perbedaan profil lipid (LDL, HDL, dan trigliserida) pada pasien terdiagnosis SKA antara yang memiliki riwayat merokok dan tidak merokok? 2. Apakah kadar profil lipid LDL pada pasien terdiagnosis SKA dengan status perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok? 3. Apakah kadar profil lipid HDL pada pasien terdiagnosis SKA dengan status perokok lebih rendah dibandingkan bukan perokok? 4. Apakah kadar profil lipid trigliserida pada pasien terdiagnosis SKA dengan status perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok?
C.
Tujuan Penelitian 1. Mengetahui apakah terdapat perbedaan profil lipid (LDL, HDL, dan trigliserida) pada pasien terdiagnosis SKA antara yang memiliki riwayat merokok dan tidak merokok.
5
2. Mengetahui apakah kadar profil lipid LDL pada pasien terdiagnosis SKA dengan status perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. 3. Mengetahui apakah kadar profil lipid HDL pada pasien terdiagnosis SKA dengan status perokok lebih rendah dibandingkan bukan perokok. 4. Mengetahui apakah kadar profil lipid trigliserida pada pasien terdiagnosis SKA dengan status perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok.
D.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai perbedaan profil lipid (LDL, HDL, dan trigliserida) pada pasien terdiagnosis SKA antara yang memiliki riwayat kebiasaan merokok dan tidak merokok. 2. Manfaat Aplikatif Penelitian ini diharapan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menghindarkan diri dari rokok.