BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pada akhir abad 20 prevalensi penyakit menular mengalami penurunan, sedangkan penyakit tidak menular cenderung mengalami peningkatan. Penyakit tidak menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor risiko yang sama (common underlying risk factor). Penyakit tidak menular mengalami peningkatan karena perubahan gaya hidup masyarakat seperti pola konsumsi yang lebih mementingkan makanan berlemak, kurang serat, maupun yang diproses seperti diawetkan, diasinkan, dan diasap (DepKes RI, 2006). Perhatian terhadap penyakit tidak menular makin hari makin meningkat, karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat. Selama ini epidemiologi kebanyakan berkecimpung dalam menangani masalah penyakit menular, namun perkembangan sosio ekonomi juga cultural bangsa dan dunia kemudian menuntut epidemiologi untuk memberikan perhatian kepada penyakit tidak menular yang jumlahnya terus saja meningkat pada masyarakat, terutama terhadap penyakit kanker yang saat ini menjadi penyebab kematian nomor 2 di dunia (Depkes, 2006). Kanker atau dalam bahasa medisnya biasa disebut Karsinoma adalah sekelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan sel-sel yang tidak terkontrol dan tidak normal (Price & Wilson, 2006). Kanker dapat dicetuskan oleh faktor eksternal dan faktor internal yang memicu terjadinya proses
Universitas Sumatera Utara
karsinogenesis (proses pembentukan kanker). Faktor eksternal dapat berupa infeksi, radiasi, zat kimia tertentu, dan juga konsumsi tembakau, sedangkan mutasi (baik yang diturunkan maupun akibat metabolisme), hormon, dan kondisi sistem imun merupakan faktor internal (American Cancer Society, 2008). Pada wanita kanker juga dapat menyerang berbagai organ reproduksi. Salah satunya yaitu kanker serviks. Kanker reproduktif wanita ini diperkirakan membunuh lebih dari 26.400 wanita di Amerika Serikat setiap tahunnya. Dari kanker ini, sekitar 15.800 adalah kasus baru kanker serviks invasif yang dapat menyebabkan 4800 kematian. Kanker serviks merupakan kanker reproduktif wanita ketiga yang paling umum dan merupakan bentuk neoplasma yang menduduki salah satu tempat teratas dalam daftar sebab kematian akibat tumor ganas pada wanita (Brunner & Suddarth, 2001). Saat ini, ada tiga jenis kanker sebagai penyebab utama kematian pada wanita yaitu kanker payudara, kanker serviks, dan kanker paru. Menurut data dari WHO (World Health Organization) setiap tahun, jumlah penderita kanker bertambah mencapai 6,25 juta orang. Dalam 10 tahun mendatang, diperkirakan 9 juta orang akan meninggal setiap tahun akibat kanker. Dua pertiga dari penderita kanker di dunia akan berada di negara-negara yang sedang berkembang (Setiati, 2009). Menurut data WHO, kanker serviks merupakan kanker nomor dua terbanyak pada perempuan berusia 15-45 tahun setelah kanker payudara. Tak kurang dari 500.000 kasus baru dengan kematian 280.000 penderita terjadi tiap tahun di seluruh dunia. Bisa dikatakan, setiap dua menit seorang perempuan meninggal akibat kanker serviks. Di wilayah Asia Pasifik dan Timur Tengah ada 1,3 miliar perempuan berusia
Universitas Sumatera Utara
13 tahun ke atas yang berisiko terkena kanker serviks. WHO memperkirakan, ada lebih dari 265.000 kasus kanker serviks dengan kematian 140.000 penderita tiap tahun di wilayah ini (Prima, 2010). Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti kanker serviks. Kanker serviks paling sering terjadi pada usia 30 sampai 45 tahun tetapi dapat terjadi di usia dini yaitu 18 tahun. Banyak faktor risiko yang berhubungan dengan kanker serviks seperti hubungan seksual bebas, kehamilan dini, riwayat partus dini dan multi partus, pemajanan infeksi, personal hygine yang buruk dan gaya hidup yang tidak sehat (Price & Wilson, 2005). Sebelum terjadi kanker serviks akan terjadi keadaan yang disebut lesi prakanker serviks. Lesi prakanker biasanya ditemukan pada wanita berusia 30 tahun, sedangkan kanker serviks ditemukan pada usia 45 tahun. Sehingga memerlukan waktu kurang lebih 15 tahun dari keadaan lesi prakanker menjadi kanker serviks (Aziz, 2001; Robbins et al., 2007). Penyakit kanker biasanya menunjukkan gejala yang spesifik pada stadium lanjut, sehingga sangat kecil kemungkinan harapan hidup penderita. Akan tetapi meski beberapa kanker sulit untuk dideteksi, maka lain halnya dengan kanker serviks yang dapat dilakukan pendeteksian dini dengan uji pulasan Papanicolaou (Pap) (Depkes RI, 2008). Sejak tiga dekade terakhir, masyarakat Indonesia telah mengalami perbaikan yang bermakna dalam tingkat kesehatannya. Hal ini disebabkan karena adanya pembangunan dan kemajuan sosial ekonomi yang amat pesat disertai pula pembangunan di bidang kesehatan yang baik. Kemajuan-kemajuan di bidang sosial ekonomi pada gilirannya mempunyai pengaruh terhadap perubahan lingkungan berupa meningkatnya polusi, berubahnya tata nilai dan perilaku, meningkatnya umur
Universitas Sumatera Utara
harapan hidup, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut mengakibatkan berubahnya pola penyakit dari penyakit menular ke penyakit tidak menular, salah satu diantaranya ialah peningkatan jumlah penderita penyakit kanker (Fatimah, 2008). Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker serviks saat ini menempati urutan pertama kanker yang diderita oleh kaum wanita Indonesia. Saat ini ada 100 kasus per 100.000 penduduk atau 200.000 kasus setiap tahunnya dengan usia antara 45-54 tahun dan menempati urutan teratas dari 10 kanker yang banyak pada wanita dan sekitar 65% berada pada stadium lanjut (kesepro info, 2007). Data yang dikumpulkan dari 13 laboratorium patologi anatomi di Indonesia menunjukkan bahwa frekuensi kanker serviks tertinggi di antara kanker yang ada di Indonesia maupun Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Ciptomangunkusumo. Akumulasi penyebaran kanker serviks sendiri terdapat di Jawa-Bali yakni 92,44% (Aziz, 2001). Untuk wilayah kota medan terdapat 62 kasus kanker seviks sepanjang tahun 2010 (waspada, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari berbagai rumah sakit di Sumatera Utara ditemukan bahwa di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dalam kurun waktu 1998-2002 dari 802 kasus kanker ginekologik dan 421 (52,5%) diantaranya adalah kanker leher rahim. Di Rumah Sakit St. Elisabeth Medan selama kurun waktu 1998-2004 dari 1.672 kasus kanker ditemukan 195 kasus (11,66%) diantaranya didiagnosis sebagai kanker leher rahim (Zai Elwin, 2009). Dan data dari RSUD dr.Pirngadi Kota Medan pada tahun 2006, jumlah penderita kanker serviks sebanyak 28, tahun 2007 sebanyak 32 orang,tahun 2008 sebanyak 35 orang, tahun 2009 sebanyak 25 orang, dan pada tahun 2010
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 40 orang. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa kasus kanker leher rahim mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tingginya kasus kanker leher rahim disebabkan minimnya kesadaran untuk melakukan deteksi dini, dikarenakan upaya promosi dan preventif dalam pencegahan terhadap kasus kanker leher rahim masih kurang digalakkan oleh pemerintah yang mengakibatkan masyarakat menjadi kurang informasi mengenai bahaya kanker leher rahim dan berbagai upaya pencegahannya. Selain itu, rasa keingintahuan masyarakat Indonesia juga dinilai masih rendah, khususnya ibu-ibu. Ditambah lagi masih berkembangnya persepsi di setiap masyarakat kita bahwa sarana pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit hanya sebagai tempat untuk berobat saja, itu artinya masyarakat hanya datang ke pusat pelayanan kesehatan jika mereka sudah sakit. Akibatnya, sebagian besar kasus yang ditemukan sudah masuk pada stadium lanjut dan menyebabkan kematian karena kanker leher rahim tidak menunjukkan gejala (Adiati, 2010). Prihartono (2002) menyatakan bahwa pengalaman berbagai negara maju menunjukkan bahwa upaya peningkatan derajat kesehatan hanya dapat dicapai secara efisiensi apabila lebih ditekankan pada upaya pencegahan. Upaya pencegahan selalu lebih baik dan bermanfaat dibanding upaya pengobatan. Upaya pencagahan dalam pengertian yang lebih luas mencakup kegiatan pendeteksian secara dini berbagai jenis penyakit. Pencegahan kanker dapat diartikan sebagai pengenalan berbagai faktor penyebab kanker dan upaya menghindari berfungsinya penyebab itu, atau agar penyebab tersebut tidak efektif (Gandasentana, 1997). Pencegahan kanker serviks
Universitas Sumatera Utara
dapat dilaksanakan apabila ditemukan pada stadium dini dan pada stadium tersebut, kemungkinan penyakit ini dapat disembuhkan 100% (Rosilawati, dkk 2007). Deteksi pemeriksaan yang paling utama dan dianjurkan untuk deteksi dini kanker serviks adalah pemeriksaan papaniculou smear atau yang dikenal dengan Pap Smear (Bustan, 2000).
Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia dan sebagainya, test Pap Smear digunakan dalam pemeriksaan massal (mass screenings) untuk penemuan dini karsinoma serviks. Di Amerika Serikat pemeriksaan massal Pap Smear selama 20 tahun terakhir menyebabkan penurunan kasus karsinoma serviks uteri sebanyak 65%. Sebaliknya, di Kanada di propinsi-propinsi yang tidak melakukan program Pap test terdapat kenaikan mortalitas karena karsinoma serviks sebesar 25% antara tahun 1960-1970 (Nur, 2007).
Di Indonesia, dinas kesehatan masing-masing kota
sudah mulai
menggalakkan Pap Smear, yang masuk ke dalam program kerja bulanan, selain itu pap smear juga sudah mulai dimasukkan dalam program kerja di masing-masing puskesmas. Pelatihan tenaga kesehatan agar dapat melakukan tes Pap Smear juga dilakukan, ditambah lagi adanya kerjasama lintas sektoral antara dinas kesehatan setempat dengan Yayasan Kanker Indonesia dan masyarakat untuk terus menggalakkan Pap Smear (Depkes, 2006). Akan tetapi masih banyak masalah dan kendala yang dihadapi dalam menggalakkan program Pap Smear di Indonesia antara lain sumber daya manusia sebagai pelaku skrining khsusunya tenaga ahli patologi anatomi/sitologi dan teknisi
Universitas Sumatera Utara
sitologi/skriner masih terbatas. Data dari sekretariat IAPI (Ikatan Ahli Patologi Indonesia), bahwa pada tahun 1999 jumlah ahli patologi sebanyak 178 orang yang tersebebar baru di 13 propinsi di Indonesia dan jumlah skriner yang masih kurang dari 100 orang. Di sisi lain, Indonesia mempunyai sejumlah bidan, dimana bidan merupakan tenaga kesehatan yang dekat dengan masalah kesehatan wanita yang potensinya perlu dioptimalkan khsususnya untuk program skriming kanker serviks. Dari data sekretariat IBI (Ikatan Bidan Indonesia) Pusat, pada tahun 1997 jumlah bidan di desa sebanyak 55.000 orang dan bidan praktek swasta sebanyak 16.000 orang. Dari penelitian Nuranna L dan Aziz MF pada tahun 1991, diperoleh data bahwa diantara petugas kesehatan termasuk bidan, kemampuan kewaspadaannya terhadap kanker serviks masih perlu diberdayakan. Secara geografi, wilayah Indonesia sangat luas dan terdiri dari beribu-ribu pulau, ditambah masih sulitnya komunikasi dan transportasi antar wilayah. Dari segi wanita yang selayaknya menjalani skriming diperoleh bahwa para wanita sering enggan untuk diperiksa oleh karena ketidaktahuan, rasa malu, rasa takut, dan faktor biaya. Hal ini umumnya disebabkan oleh masih rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan penduduk di Indonesia (Iswara, 2004). Menurut Evenmett (2003) yang melakukan analisis mengenai penyebab pap smear tidak dilakukan oleh wanita yaitu karena faktor psikologis dimana mereka merasa takut melakukan pap smear, takut mengetahui hasilnya bahwa menderita kanker dan malu untuk menjalani pemeriksaan Pap Smear. Sedangkan suwigoya, mengatakan bahwa alasan para wanita tidak ingin periksa Pap Smear karena
Universitas Sumatera Utara
ketidaktahuan akan informasi Pap Smear, rasa malu, rasa takut terhadap alat dan faktor biaya (www.ejoural.unud.ac.id). RSUD Dr.Pirngadi merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah yang bertugas melaksanakan pelayanan kesehatan, melalui upaya penyembuhan, pemulihan terhadap orang sakit serta menyelenggarakan pendidikan dan penelitian. Selain itu, RSUD Dr.Pirngadi adalah rumah sakit rujukan dari berbagai rumah sakit di daerah yang juga menerima pasien jamkesmas. Salah satu pelayanan yang tersedia di RSUD Dr Pirngadi Medan adalah pelayanan dalam pemeriksaan Pap Smear yang dilakukan di poli Ginekologi (rsupirngadi.com). Berdasarkan data dari RSUD dr.Pirngadi bagian ginekologi diperoleh data pasien yang memeriksakan diri ke rumah sakit dan suspek kanker leher rahim dan mioma uteri sehingga harus melakukan pap smear dari tahun 2006 sebanyak 525 orang, tahun 2007 sebanyak 678 orang, tahun 2008 sebanyak 794 orang, tahun 2009 sebanyak 968 orang, tahun 2010 sebanyak 1075 orang dan mulai dari januari hingga November 2011 sebanyak 1100 orang (bagian rekam medik dr Pirngadi). Berdasarkan permasalahan tersebut di atas penulis tertarik untuk meneliti “Faktor-faktor Perilaku Ibu dalam Pemeriksaan Pap Smear di Poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012”.
1.2.Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah Faktor-faktor Perilaku Ibu dalam Pemeriksaan Pap Smear di Poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012.
Universitas Sumatera Utara
1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor perilaku ibu dalam pemeriksaan Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi perilaku ibu dalam pemeriksaan Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012. 2. Untuk mengetahui gambaran faktor pemungkin perilaku ibu dalam pemeriksaan Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012 3. Untuk mengetahui gambaran faktor penguat perilaku ibu dalam pemeriksaan Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012
1.4. Manfaat penelitian 1. Sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan sehingga dapat merancang program kesehatan sebagai sarana promosi untuk meningkatkan pengetahuan mengenai manfaat Pap Smear pada setiap wanita. 2. Sebagai informasi dan masukan bagi RSUD Dr Pirngadi sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dalam rangka upaya pencegahan kanker serviks. 3. Diharapkan sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya, yang berkenaan dengan masalah penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
4. Untuk menambah serta meningkatkan kemampuan penulis dalam menganalisa suatu masalah dan berbagai pengalaman langsung dalam menambah wawasan dan penerapan disiplin ilmu yang diperoleh.
Universitas Sumatera Utara