BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pelayanan publik, tugas dan fungsi negara adalah untuk menyediakan barang publik, mengalokasikan, dan mendistribusikannya secara adil dan merata demi kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam menjalankan tugasnya ini, negara haruslah mampu menjamin pemerataan pelayanan tersebut sehingga hasilnya dapat dinikmati semua pihak dan tidak hanya terkonsentrasi pada sebagian kelompok masyarakat tertentu saja. Salah satu bidang pelayanan publik yang perlu diperhatikan adalah pelayanan kesehatan. Pelayanan bidang kesehatan amat penting untuk selalu dikaji ulang karena kesehatan merupakan kebutuhan dasar warga negara yang harus dipastikan pemenuhannya dari waktu ke waktu. Di negara-negara yang menganut paradigma People-Centered Development, kesehatan menjadi salah satu variabel yang digunakan untuk mengukur keberhasilan sebuah proses pembangunan. Bersama dengan variabel pendidikan dan ekonomi (pendapatan), kesehatan adalah komponen penting dalam penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang darinya dapat dilihat sejauh mana sebuah negara mampu mensejahterakan rakyatnya. Selain itu, faktor kesehatan juga menjadi bagian dari Millenium Development Goals (MDGs) yang ditetapkan dalam United Nations
1
Millenium Summit pada bulan September 2002. Dalam pertemuan itu ditentukan tujuan yang harus dicapai oleh negara-negara di dunia dalam pembangunan bidang kesehatan, yaitu pengurangan tingkat kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, pemberantasan HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya, dan menjamin kelestarian lingkungan. Untuk setiap tujuan atau lebih dari satu target yang telah disetujui, terutama untuk tahun 2015, menggunakan tahun 1990 sebagai titik awal. Khusus untuk Indonesia, dalam lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia (RI) dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-67 Proklamasi Kemerdekaan RI di depan Sidang Bersama Dewan Perwakilan Rakyat RI dan Dewan Perwakilan Daerah RI tanggal 16 Agustus 2012, dinyatakan bahwa status kesehatan masyarakat terus membaik ditandai dengan membaiknya beberapa indikator kesehatan seperti Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI), prevalensi balita kekurangan gizi, prevalensi anak balita yang pendek, dan Angka Harapan Hidup (AHH). Dalam laporan tersebut ditampilkan data sebagai berikut.
2
Tabel 1.1 Peningkatan Status Kesehatan Masyarakat Tahun 2003--2011
Indikator AKB
2003 -
2004 35
Tahun 2007 34
2010 -
2011 -
AKI Prevalensi Balita Kurang Gizi
307
-
228
-
-
18,40%
-
-
17,90%
-
Prevalensi Balita Bertubuh Pendek
-
36,80%
-
35,60%
-
-
66,20%
-
-
71,1
-
-
-
79,82% 81,25%
-
-
-
72,30% 92,80%
-
-
-
85,56% 88,27%
Imunisasi Dasar Lengkap
-
-
-
53,80% 84,70%
Kunjungan Neonatal 1 (KN1)
-
-
-
84,01% 90,51%
Cakupan Pelayanan Kesehatan Balita
-
-
-
78,11% 80,95%
AHH Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Kunjungan Ibu Hamil Ke Fasilitas Kesehatan (K1) Kunjungan Ibu Hamil Ke Fasilitas Kesehatan (K4)
Sekalipun
angka-angka
dalam
tabel
tersebut
menunjukkan
peningkatan, angka-angka tersebut adalah angka-angka agregat yang belum
3
mencerminkan adanya peningkatan kesehatan yang merata di seluruh propinsi di Indonesia. Data tersebut juga belum memberikan gambaran apapun mengenai penggunaan anggaran yang telah dialokasikan oleh negara untuk fungsi kesehatan di masing-masing propinsi. Ada kalanya, anggaran bidang kesehatan yang telah dibelanjakan oleh suatu negara tidak mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
status
kesehatan
masyarakatnya (Filmer & Pritchett, 1999). Menurut Filmer dan Pritchett, jika anggaran berperan besar dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat, apalagi jika anggaran itu terbatas, maka setidak-tidaknya tiga hal berikut ini harus terjadi: 1. Anggaran publik yang dibelanjakan itu harus menciptakan pelayanan kesehatan yang efektif bagi masyarakat; 2. Pelayanan kesehatan yang efektif itu harus mengubah jumlah total pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan oleh masyarakat; 3. Pelayanan tambahan yang dikonsumsi oleh masyarakat haruslah cost-effective (hemat biaya) dalam meningkatkan kesehatan. Namun, dalam kenyataannya, anggaran yang tersedia, yang seringkali berjumlah besar, justeru belum tentu dapat menghasilkan derajat kesehatan yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh kedua ahli tersebut menunjukkan bahwa tidak semata-mata besaran anggaran yang menentukan derajat kesehatan suatu masyarakat, tetapi juga sejauh mana pelayanan kesehatan yang dihasilkan dari anggaran itu dapat diakses dan dimanfaatkan oleh 4
masyarakat. Selain itu, faktor ketepatan sasaran dari alokasi anggaran untuk upaya-upaya kesehatan juga mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Namun demikian, fakta itu tidak menutup fakta yang lain bahwa ada daerahdaerah yang memiliki anggaran terbatas tetapi mampu mewujudkan derajat kesehatan yang baik. Situasi semacam itu dapat ditemukan di Indonesia. Derajat kesehatan tiap propinsi di Indonesia jika dikaitkan dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan oleh masing-masing daerah untuk fungsi kesehatan dapat menunjukkan bahwa besaran anggaran publik tidak berbanding lurus dengan status kesehatan masyarakat setempat. Terdapat beberapa daerah yang memiliki anggaran kesehatan per kapitanya besar, tetapi derajat kesehatannya tidak lebih baik dibanding daerah lain yang anggarannya lebih kecil (yaitu daerah Aceh, Bangka Belitung, dan Papua). Demikian pula sebaliknya, ada beberapa daerah, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Sulawesi Utara, dan Jawa Tengah, yang memiliki anggaran untuk fungsi kesehatannya relatif kecil jika dibandingkan dengan daerahdaerah lain tetapi derajat kesehatannya tampak baik. Derajat kesehatan yang penulis maksud dalam tulisan ini diwakili oleh Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), dan Angka
Harapan Hidup
(AHH). Data mengenai anggaran, AKB, AKABA, dan AHH dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
5
Tabel 1.2 Data anggaran kesehatan per kapita, AKB, AKABA, AHH di Aceh, Papua, Bangka Belitung, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, dan DIY
Propinsi Aceh
Anggaran Kes. AKB Per Kapita (Rp) 158.070 25
AKABA AHH 45
68,6
Papua 156.752 41 62 68,35 Bangka Belitung 105.828 39 46 68,75 Sulawesi Utara 27.288 35 43 72,12 Jawa Tengah 22.875 26 32 71,25 DIY 15.440 19 22 73,16 Sumber: (http://www.djpk.depkeu.go.id) untuk anggaran (http://www.depkes.go.id/Profil Kesehatan Indonesia 2010)
Tingkat kematian anak (dan kesehatan ibu) menjadi penting untuk selalu dicermati karena keduanya mencerminkan stabilitas kondisi sosial ekonomi negara yang bersangkutan. Manusia, sejak masih berbentuk janin dalam kandungan ibu hingga usia balita adalah saat-saat yang paling rentan dalam menanggung eksternalitas negatif dari kondisi yang berada di sekitarnya, baik itu kondisi sosial, ekonomi, kultural, maupun lingkungan hidup (Franz & FitzRoy, 2006). Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan angka kematian bayi/anak juga akan membawa pada pemahaman yang lebih baik tentang persoalan ekonomi yang dihadapi oleh suatu negara karena bagaimanapun tingkat kematian adalah indikator dari keberhasilan atau kegagalan sebuah pembangunan ekonomi (Sen, 1998).
6
Selain mencerminkan persoalan sosial ekonomi dan lingkungan hidup, tingkat kematian bayi/anak juga dapat menjadi indikator apakah pelayanan kesehatan yang ada dapat diakses dan dimanfaatkan dengan baik oleh warga negara (Anderson, Romani, Phillips, & van Zyl, 2002). Selain hal-hal di atas, apa yang dikemukakan oleh Falkingham (2000) dengan ungkapan ”today’s children are tomorrow’s adults” yang menggambarkan bahwa aspek-aspek yang dialami di masa anak-anak secara tidak langsung akan mempengaruhi bentuk masa depan sebuah negara, menjadi alasan yang mendukung mengapa penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan di berbagai daerah ini penting untuk dilakukan. 1.2 Rumusan Masalah Berangkat dari latar belakang di atas, penulis merumuskan satu masalah dalam penelitian ini, yaitu bagaimana faktor-faktor ekonomi, pendidikan Ibu, lingkungan, dan pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap derajat kesehatan di daerah Aceh, Papua, Bangka Belitung, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.3 Tujuan Penelitian Berangkat dari rumusan masalah yang telah penulis sebutkan, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor ekonomi, pendidikan Ibu, lingkungan, dan pelayanan kesehatan terhadap derajat
7
kesehatan di daerah Aceh, Papua, Bangka Belitung, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.4 Manfaat penelitian Dengan memperhatikan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan dalam penelitian ini, maka hasil penelitian ini bermanfaat untuk: 1.
secara umum, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan di bidang kesehatan masyarakat,
2.
secara khusus, dapat dijadikan rujukan bagi daerah-daerah yang memiliki daerah kesehatan yang kurang baik untuk meningkatkan prestasinya.
8