BAB I PENDAHULUAN
1. 1
Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu sektor yang mempunyai peranan besar dalam
meningkatkan derajat hidup masyarakat, sehingga semua negara berupaya menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan
yang
sebaik-baiknya.
Pelayanan
kesehatan yang dimaksud adalah setiap upaya yang diselenggarakan oleh individu atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, kelompok ataupun masyarakat (SKN, 2012). Tercapainya pelayanan kesehatan yang baik tentunya harus didukung oleh pembangunan kesehatan yang baik. Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan sumber daya manusia dalam mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir dan batin. Pembangunan kesehatan juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk menunjang berbagai upaya kesehatan maka mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan perlu ditingkatkan. Hal ini dititikberatkan pada pelayanan kesehatan dasar yang diselenggarakan secara terpadu melalui puskesmas, puskesmas pembantu, bidan desa, balai pengobatan lainnya serta pelayanan rujukan rumah sakit kabupaten (Adisasmito, 2014). Secara nasional, terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal digambarkan dengan Indonesia yang sehat secara utuh. Indonesia yang sehat akan
tercapai jika telah tercapai Provinsi-provinsi Sehat, sedangkan Provinsi Sehat akan tercapai jika Kabupaten-kabupaten dan Kota-kota di provinsi tersebut telah menjadi Kabupaten Sehat dan Kota Sehat. Seterusnya, Kabupaten/Kota Sehat akan tercapai jika telah tercapai Kecamatan-kecamatan Sehat, dan Kecamatan Sehat akan tercapai jika telah terwujud Desa-desa atau Kelurahan-kelurahan atau Nagari-nagari Sehat. Jadi, dapat dikatakan bahwa pondasi dari Indonesia Sehat adalah Desa/Kelurahan/Nagari Sehat. Dengan demikian, terwujudnya keadaan Indonesia Sehat secara tidak langsung sangat dipengaruhi oleh kondisi pelayanan kesehatan dasar seperti puskesmas. Namun untuk dapat mewujudkan keadaaan tersebut banyak upaya yang perlu dibenahi dan dilakukan. Salah satu yang dinilai mempunyai peran penting agar tercipta pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau dan menyeluruh adalah membenahi sistem kesehatan yakni dalam sistem pembiayaan kesehatan itu sendiri (Adisasmito, 2014). Sistem pembiayaan kesehatan yang baik tentu semakin meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang memiliki mutu yang baik serta terjangkau oleh semua pihak. Salah satu upaya yang dilakukan secara terpadu pemerintah dalam mewujudkan keadaan sehat tersebut adalah program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sesuai dengan amanat UUD 1945, pemerintah telah menetapkan UndangUndang (UU) No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial dimana jaminan sosial merupakan suatu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak. Jaminan
kesehatan merupakan salah satu jaminan sosial yang harus
dilaksanakan agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Namun, implementasinya sampai saat ini masih dalam tahap persiapan menuju terwujudnya universal coverage seperti yang diamanatkan tersebut. Kementerian Kesehatan sendiri sejak tahun 2005 telah melaksanakan program jaminan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin, dimulai dengan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (PJKMM) atau lebih dikenal dengan program Askeskin (2005-2007) yang kemudian berubah nama menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat/Jamkesmas (2008-2013), dan sekarang dikenal dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). Kesemuanya memiliki tujuan yang sama yaitu sebagai upaya untuk menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang merupakan masa transisi sampai dengan terlaksananya jaminan sosial sesuai UU SJSN. Pada tahun 2010 diperkirakan dari sekitar 230 juta jiwa penduduk Indonesia, yang telah memiliki jaminan kesehatan hanya sekitar 98,2 juta jiwa (42,6%), yang terdiri dari 16,3 juta jiwa melalui program Askes Sosial (PNS/TNI/Polri/Veteran dan Perintis Kemerdekaan), 2,5 juta jiwa pekerja sektor formal melalui asuransi komersial, 76,4 juta jiwa (melalui Jamkesmas) dan 3 juta jiwa sektor informal yang ditanggung oleh pemerintah daerah melalui Jamkesda (1,6 juta dikelola oleh PT. Askes dan 1,4 juta dikelola secara swadaya oleh Pemda). Hal ini berarti masih ada 131 juta jiwa atau 57,4% penduduk yang belum memiliki jaminan kesehatan yang sangat rentan untuk sakit berat karena
kesehatannya belum terlindungi (Info Askes 2011). Persentase penduduk yang memiliki jaminan kesehatan di Sumatera Utara pada tahun 2010 hanya sekitar 43,69% dan yang tidak memiliki jaminan kesehatan sebesar 56,31% (Profil Kesehatan Indonesia 2011). Pada tanggal 1 Januari 2014 program Jaminan Kesehatan Nasional diaktifkan di Indonesia. Jumlah peserta JKN Desember 2014 mencapai lebih 131 juta jiwa, sudah melebihi target yang ditetapkan BPJS sebelumnya. Target awalnya sebanyak 121,6 juta jiwa. Secara umum dapat dikatakan bahwa masyarakat luas menerima program JKN dengan cukup baik (Kemenkes, 2014). Pada Januari 2015 menurut data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terdapat sekitar 135,7 juta jiwa peserta JKN. Mereka terdiri dari 86,4 juta, peserta penerima bantuan iuran(PBI) 8,89 juta peserta dari jamkesda, 11 juta peserta berasal dari golongan pekerja penerima upah (masyarakat yang pembayarannya dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja), dan 9,8 juta peserta berasal dari peserta mandiri atau penerima upah bukan pekerja di mana
peserta sendiri yang
membayarkan iuran yang bersangkutan sisanya PNS, TNI, Polri, dan bukan pekerja. Wilayah kerja BPJS Kesehatan Pematangsiantar mempunyai empat kota atau kabupaten yaitu Kota Pematangsiantar, Kabupaten Simalungun, Tobasa, dan Kabupaten Samosir. Data peserta JKN Kabupaten Simalungun yang terdaftar di BPJS Kesehatan Pematangsiantar hingga akhir bulan April 2015 sebanyak 392.887 jiwa, yang terdiri dari Peserta Bantuan Iuran (PBI) APBN sebanyak 232.875 jiwa, PBI APBD sebanyak 57.237 jiwa, TNI POLRI sebanyak 5.120
jiwa, PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) sebanyak 19.403, PPU (Pekerja Penerima Upah) sebanyak 29.847 jiwa, PNS sebanyak 48.121 jiwa, dan BUMN sebanyak 284 jiwa. Kabupaten Simalungun terdiri dari 31 kecamatan dan memiliki puskesmas sebanyak 34 unit yang terdiri 25 puskesmas rawat jalan (buka 24 jam), dan 9 puskesmas rawat inap. Kecamatan Pematang Sidamanik adalah salah satu dari 31 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Simalungun. Kecamatan ini memiliki satu Puskesmas dan enam Puskesmas Pembantu (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun, 2011). Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Pematang Sidamanik diketahui jumlah peserta JKN sebanyak 14.064 jiwa, yang terdiri dari PBI APBN dan PBI APBD sebanyak 5.155 jiwa, PBPU sebanyak 590 jiwa, PPU sebanyak 6.430 jiwa, dan PNS sebanyak 1889 jiwa. Peserta JKN yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pematang Sidamanik tersebar di 10 kelurahan/desa. Peserta JKN di Puskesmas Pematang Sidamanik ini sudah mencapai 67,8 %. Namun, dalam hal pemanfaatan pelayananan kesehatan di Puskesmas oleh masyarakat peserta JKN di kecamatan ini masih tergolong rendah. Khususnya pemanfaatan Puskesmas oleh masyarakat Penerima Bantuan Iuran (PBI). Berdasarkan survey yang dilakukan oleh penulis diketahui persentase pemanfaatan puskesmas Kecamatan Pematang Sidamanik oleh peserta PBI sebesar 6,1%. Komponen yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah : (1) faktor predisposisi (predisposing, seperti demografi, struktur sosial dan keyakinan), (2) faktor pemungkin (enabling,
seperti sumber daya keluarga,
sumber komunitas/masyarakat), dan (3) komponen tingkatan kesakitan (illnes level, seperti tingkat rasa sakit) (Notoatmodjo, 2007). Rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh (1) jarak yang jauh, (2) tidak tahu adanya suatu kemampuan fasilitas, (3) biaya yang tidak terjangkau, dan (4) tradisi yang menghambat pemanfaatan fasilitas (Depkes RI, 2009). Hasil penelitian Heniwati (2008), mengungkapkan bahwa variabel pekerjaan, jarak tempuh dan kualitas pelayanan berpengaruh terhadap pemanfaatan puskesmas sedangkan variabel umur, pendidikan dan jumlah petugas tidak mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Menurut Harfiani (2003), dalam penelitiannya mengatakan ada beberapa faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu faktor sosiokultural meliputi teknologi pemanfaatan kesehatan dan norma/nilai yang ada di masyarakat, faktor organisasi meliputi ketersediaan sumber daya, akses geografi, sosial dapat diterima mengarah kepada faktor psikologi sosial dan faktor biaya, sedangkan terjangkau mengarah kepada faktor ekonomi dan faktor yang berhubungan dengan konsumen, interaksi konsumen dengan provider. Berdasarkan
survei pendahuluan yang penulis lakukan pemanfaatan
puskesmas oleh masyarakat belum maksimal, khususnya bagi masyarakat peserta JKN PBI. Padahal, seperti yang kita ketahui bahwa peserta PBI ialah peserta yang mendapatkan pelayanan kesehatan gratis yang dibiayai oleh Negara ataupun Daerah. Dengan demikian, Peserta JKN PBI seharusnya memanfaatkan puskesmas semaksimal mungkin dalam hal kesehatan pribadi ataupun
keluarganya. Namun, berdasarkan data jumlah kunjungan Peserta PBI ke Puskesmas Pematang Sidamanik sangat rendah. Tabel 1.1 Jumlah kunjungan peserta JKN PBI wilayah kerja Puskesmas Pematang Sidamanik Januari 2014-Februari 2015 Bulan Laki-Laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa) Januari 2014 13 5 18 Februari 2014 10 7 17 Maret 2014 11 5 16 April 2014 7 11 18 Mei 2014 10 5 15 Juni 2014 7 10 17 Juli 2014 14 5 19 Agustus 2014 28 17 45 September 2014 33 15 48 Oktober 2014 29 32 61 Nopember 2014 23 12 35 Desember 2014 15 12 27 Januari 2015 13 10 23 Februari 2015 27 32 59 Total 257 161 418
Berdasarkan tabel di atas peserta PBI yang menggunakan Puskesmas ataupun melakukan kunjungan ke puskesmas sebanyak 418 jiwa hingga Februari 2015, sedangkan selama tahun 2014 sebanyak 336 jiwa. Padahal jumlah peserta PBI di wilayah kerja Puskesmas ini sebanyak 5.155 jiwa, jadi persentase kunjungan PBI ke Puskesmas sepanjang tahun 2014 sebanyak 36 %. Persentase ini menunjukkan bahwa peserta PBI di wilayah kerja puskesmas ini masih rendah dalam pemanfaatan puskesmas. Berdasarkan wawancara terhadap beberapa masyarakat PBI di desa Tambun Raya, Desa Sihaporas dan Kelurahan Sipolha Horison, mereka mengatakan bahwa kurang mengerti akan haknya atas pelayanan seperti apa yang diperoleh lewat JKN yang dimilikinya. Oleh karena itu, saat mereka butuh
pelayanan kesehatan biasanya berobat ke praktek bidan, pengobatan tradisional atau beli obat dari warung saja. Kemudian, desa-desa dikecamatan ini mayoritas jauh ke lokasi puskesmas sehingga biaya transportasi untuk mencapai lokasi puskesmas
memerlukan
biaya
yang
lumayan
besar. Namun, masih ada
sebagian peserta PBI yang berobat ke puskesmas dalam kondisi kesehatan persalinan, batuk yang
berkepanjangan, serta saat penyakitnya sudah parah
seperti TB paru. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian yaitu determinan pemanfaatan Puskesmas Kecamatan Pematang Sidamanik oleh peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Kabupaten Simalungun tahun 2015. 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah di dalam penelitian ini adalah determinan pemanfaatan Puskesmas (pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, informasi, keterjangkauan, dan kondisi kesehatan) Kecamatan Pematang Sidamanik oleh peserta
Penerima
Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Kabupaten Simalungun Tahun 2015. 1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan pemanfaatan
Puskesmas Kecamatan Pematang Sidamanik oleh peserta
Penerima Bantuan
Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Kabupaten Simalungun Tahun 2015.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun mengenai determinan pemanfaatan Puskesmas Pematang Sidamanik oleh peserta Penerima Bantuan Iuran. 2.
Sebagai bahan informasi kepada pihak Puskesmas Kecamatan Pematang Sidamanik dalam hal peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya kualitas pelayanan kesehatan peserta Penerima Bantuan Iuran.
3.
Sebagai bahan informasi yang dapat dijadikan referensi bagi penelitian yang lebih lanjut.
4. Merupakan kesempatan bagi penulis dalam menerapkan pengetahuan yang diperoleh di peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan yang dapat memperkaya pengetahuan dan pengalaman bagi penulis.