BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Di jaman seperti sekarang ini kebutuhan seseorang akan sesuatu terus meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali kebutuhan ini tidak dapat terpenuhi karena terbentur masalah keuangan. Disinilah peranan penting dari keberadaan Bank. Disebut demikian, karena lembaga perbankan baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan merupakan roh dari sistem keuangan suatu negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi wadah bagi badan usaha, lembaga pemerintah, swasta maupun orang pribadi, selain sebagai tempat menyimpan dana juga bisa sebagai sarana dalam melakukan berbagai transaksi keuangan. Lewat lembaga pengumpulan dana tersebut, bank dapat menyalurkan kembali dana yang sudah terkumpul kepada masyarakat melalui pranata hukum perkreditan.1 Orang-orang yang memiliki masalah keuangan, seringkali melakukan usaha peminjaman uang dalam bentuk kredit. Pasal 1 Butir 11 UndangUndang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, secara 1
Sentosa Sembiring, 2000, Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung, (selanjutnya disingkat Sentosa Sembiring I), h. 15.
1
2
sederhana dapat pula dikemukakan, bahwa kredit adalah kepercayaan atau saling percaya antara kreditur dan debitur. Jadi apa yang disepakati wajib ditaati.2 Peminjaman uang dalam bentuk kredit di Bank, baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dilakukan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Bank tersebut yang tentunya tidak bertentangan dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Perjanjian kredit bank adalah merupakan salah satu bentuk perjanjian, Menurut R. Subekti suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.3 Untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank, nasabah (debitur) memerlukan jaminan yang akan diserahkan kepada kreditur sebagai bentuk keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Perjanjian jaminan sifatnya adalah accessoir (tambahan) dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit. Pasal 1 huruf b dan c Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 23/69/Kep/Dir, tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan. Dalam Pasal tersebut dikemukakan, jaminan pemberian kredit adalah keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Anggunan adalah jaminan material, surat berharga, garansi risiko yang disediakan oleh debitur untuk menanggung pembayaran kembali suatu kredit, apabila debitur tidak dapat melunasi kredit sesuai dengan yang
2 3
Ibid, h. 51. R. Subekti, 1970, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, h. 45.
3
diperjanjikan.4 Anggunan merupakan jaminan kebendaan, sedangkan jaminan fidusia merupakan salah satu jaminan kebendaan. Di dalam perkembangannya, fasilitas kredit dengan jaminan berupa benda tidak bergerak dan benda bergerak, yang obyek dari jaminan tersebut masih dikuasai oleh debitur dan dapat digunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari lebih diminati oleh masyarakat. Fidusia dianggap lebih mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, karena yang diserahkan kepada kreditur hanya hak kepemilikannya saja sedangkan penguasaan fisiknya masih tetap pada debitur. Perihal Fidusia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia. Dalam Pasal 1 Angka 1 dikemukakan, Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Dalam Pasal 11 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia, benda yang dibebani jaminan fidusia wajib di daftarkan.5 Pendaftaran jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia merupakan suatu hal yang sangat penting, secara yuridis Jaminan Fidusia tersebut lahir dan akan diikuti dengan diterbitkannya Sertifikat Jaminan Fidusia yang mengandung Titel Eksekutorial yang berkekuatan sama dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Pendaftaran jaminan fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan pemberi fidusia, dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah Republik Indonesia untuk memenuhi 4
Ibid, h. 208. Ibid, h. 220-221.
5
4
asas publisitas dan menjamin kepastian terhadap kreditur lainnya. Asas publisitas ini menjadi sangat penting terhadap jaminan-jaminan hutang yang fisik obyek jaminannya tidak diserahkan kepada kreditur, seperti Jaminan Fidusia misalnya. Jaminan kredit umumnya dipersyaratkan dalam suatu perjanjian kredit perbankan sebagai upaya pengamanan kredit, untuk lebih terjaminnya pelunasan utang debitur kepada pihak bank selaku kreditur. Salah satu bentuk jaminan yang lazim digunakan adalah jaminan fidusia atas kendaraan bermotor, dengan syarat jaminan tersebut harus jelas, yaitu dengan melihat nama yang tertera pada Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor. Apabila telah diperjualbelikan, tetapi belum dibalik nama, dapat dilihat pada kuitansi pembeliannya. Jika pemiliknya adalah perusahaan, perlu diketahui siapa yang berhak bertindak mewakili perusahaan tersebut untuk membebani kendaraan tersebut sebagai jaminan kredit.6 Dalam rangka penyaluran kembali dana masyarakat yang sudah terhimpun di bank, lembaga perbankan dituntut untuk mematuhi prinsip atau asas kehati-hatian dalam menyalurkan kredit. Yang dimaksud dengan asas kehati-hatian (prudensial) adalah prinsip yang harus dipatuhi oleh perbankan dalam melaksanakan kegiatannya.7 Sebelum memutuskan apakah suatu permohonan pengajuan kredit dapat diterima atau ditolak, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan analisis terhadap permohonan yang diajukan oleh debitur.
6
H.R. Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 224-225. 7 Z. Dunil, 2004, Kamus Istilah Perbankan Indonesia, Gramedia Pustaka, Jakarta, h. 10.
5
Pentingnya melakukan analisis ini adalah untuk menghindari resiko kemungkinan terjadinya kredit macet.8 Dalam pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan fidusia (kendaraan bermotor) seringkali terjadi di masyarakat, debitur menggadaikan kendaraan bermotor tersebut kepada pihak ketiga. Perbuatan tersebut tentu menimbulkan akibat hukum kepada debitur. Untuk benda jaminan yang dijual/ dialihkan/ digadaikan pada pihak ke tiga sudah diatur dalam UndangUndang Republik Indonesia No. 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia berisi larangan dengan sanksi Pidana (Pasal 36). Pengertian gadai tercantum dalam Pasal 1150 KUHPerdata, gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain, dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai dan yang harus didahulukan.9 Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka tulisan ini diberi judul “Penyelesaian Sengketa Terhadap Penggadaian Kendaraan Bermotor Yang Dibebani Dengan Jaminan Fidusia Di PT. BPR Khrisna Darma Adipala Abiansemal Badung”.
8
Sentosa Sembiring I, op.cit, h. 68. H. Salim HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 33-34. 9
6
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka dapat dikemukakan dua rumusan masalah yang akan dibahas pada bab berikutnya yaitu : 1. Bagaimanakah upaya penyelesaian apabila obyek jaminan fidusia (kendaraan bermotor) di PT. BPR Khrisna Darma Adipala Abiansemal Badung digadaikan kepada pihak ketiga oleh debitur ? 2. Bagaimanakah proses eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia (kendaraan bermotor) di PT. BPR Khrisna Darma Adipala Abiansemal Badung ?
1.3
Ruang Lingkub Masalah Terhadap permasalahan tersebut diatas, maka perlu ditentukan batasan-batasan materi yang akan dibahas sehingga memudahkan dalam menyimak pengertian maupun dalam penyampaian isi dari permasalahan yang akan di bahas agar tidak menyimpang dari pokok pembahasan dan apa yang menjadi persoalan dapat diuraikan secara tepat dan sistematis. Adapun ruang lingkub masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk permasalahan pertama, pembahasannya yaitu hanya terbatas mengenai upaya penyelesaian apabila obyek jaminan fidusia (kendaraan bermotor) di PT. BPR Khrisna Dharma Adipala Abiansemal Badung digadaikan oleh debitur. 2. Untuk permasalahan kedua, pembahasannya yaitu hanya terbatas mengenai proses eksekusi terhadap objek jaminan fidusia (kendaraan bermotor) yang digadaikan oleh debitur.
7
1.4 Orisinalitas Penelitian Penulisan skripsi dengan judul Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Atas Kendaraan Bermotor Yang Digadaikan Kepada Pihak Ketiga Di PT. BPR Khrisna Dharma Adipala Abiansemal Badung dibuat dengan menggunakan satu skripsi sebagai referensi, yakni: No 1
Judul
Penulis
Rumusan Masalah
Perjanjian
Indri Yunita Asih,
1. Bagaimana pelaksanaan
Kredit Dengan
(Program Studi
perjanjian kredit dengan
Jaminan Fidusia
Magister
jaminan fidusia atas kendaraan
Atas Kendaraan
Kenotariatan,
bermotor?
Bermotor Yang
Universitas
Digadaikan
Diponegoro,
apabila kendaraan bermotor
Kepada Pihak
Semarang, 2010)
yang dijaminkan dengan
2. Bagaimana akibat hukumnya
Ketiga (Studi
jaminan fidusia digadaikan
Kasus Pada
kepada pihak ketiga?
BPR MAA Semarang)
Indikator pembeda : 1. Tempat penelitian pada skripsi saya adalah di PT. BPR Krisna Dharma Adipala Abiansemal Badung, sedangkan skripsi dari Indri Yunita Asih melakukan studi kasus pada BPR MAA Semarang. 2. Rumusan masalah pada skripsi saya adalah mengenai upaya penyelesaian apabila kendaraan bermotor yang dijaminkan dengan jaminan fidusia digadaikan oleh debitur dan mengenai eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia yang digadaikan, sedangkan pada skripsi Indri Yunita Asih rumusan masalahnya adalah mengenai pelaksanaan perjanjian kredit
8
dengan jaminan fidusia atas kendaraan bermotor dan mengenai akibat hukum apabila kendaraan bermotor yang dijaminkan dengan jaminan fidusia digadaikan kepada pihak ketiga.
1.5 Tujuan Penelitian Tulisan ini mempunyai tujuan, yaitu : a. Tujuan Umum Tujuan Umum dari penulisan tulisan ini adalah : 1.
Untuk memenuhi dan melengkapi salah satu persyaratan akademis pada Fakultas Hukum Universitas Udayana serta melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya di bidang ilmu hukum, serta untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai jaminan fidusia dan gadai.
2.
Untuk menambah wawasan dari penulis dalam bidang hukum terutama mengenai jaminan fidusia dan gadai.
b. Tujuan Khusus Tujuan Khusus dari penulisan tulisan ini adalah : 1.
Untuk mengetahui bagaimanakah upaya penyelesaian yang dilakukan oleh PT. BPR Khrisna Dharma Adipala Abiansemal Badung apabila obyek jaminan fidusia (kendaraan bermotor) digadaikan oleh debitur.
2.
Untuk mengetahui proses eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia (kendaraan bermotor) di PT. BPR Khrisna Dharma Adipala Abiansemal Badung yang digadaikan oleh debitur.
9
1.6 Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Adapun manfaat teoritis dari penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang hukum, khususnya yang berkaitan dengan hukum perbankan, hukum jaminan dan hukum kebendaan. b. Manfaat praktis Adapun manfaat praktis dari penulisan skripsi ini, yaitu sebagai sumbangan pemikiran untuk para pihak yang berkepentingan, dalam hal ini PT. BPR Khrisna Dharma Adipala Abiansemal Badung dan masyarakat sebagai pengguna jasa perkreditan dengan jaminan fidusia atas kendaraan bermotor serta tanggung jawab masing-masing pihak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dengan itikad baik dalam rangka penyempurnaan hukum di Indonesia.
1.7 Landasan Teoritis Berbicara mengenai perjanjian atau biasa dikenal dengan kontrak, pengertian perjanjian atau kontrak diatur dalam Pasal 1313 Kitab UndangUndang Hukum Perdata dimana disebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian kredit bank disamakan dengan pinjam meminjam. Pinjam meminjam sendiri diatur dalam Buku III Bab ke tiga belas KUH Perdata. Dalam Pasal 1754 KUH Perdata disebutkan bahwa pinjam meminjam ialah
10
persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Selanjutnya dalam Pasal 1765 KUH Perdata disebutkan, bahwa diperbolehkan memperjanjikan, bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian. Dari pengertian ini, terlihat bahwa unsur-unsur pijam meminjam adalah : 1. Adanya persetujuan antara peminjam dengan yang memberi pinjaman. 2. Adanya suatu jumlah barang tertentu habis karena memberi pinjama. 3. Pihak yang menerima pinjaman akan mengganti barang yang sama. 4. Peminjam wajib membayar bunga bila diperjanjikan. Kredit Bank di Indonesia adalah perjanjian yang bernama. dalam aspeknya yang konsensual perjanjian ini tunduk kepada UU Perbankan dan bagian umum Buku III KUH Perdata. Dalam aspek riil perjanjian ini tunduk pada UU Perbankan dan ketentuan yang terdapat di dalam modelmodel perjanjian (standar) kredit yang dipergunakan di lingkungan perbankan, perjanjian kredit dalam aspeknya yang riil ini tidak tunduk pada Bab XIII Buku III KUH Perdata.10 Dalam melakukan suatu perjanjian kredit, biasanya pihak kreditur (bank) akan meminta jaminan dari pihak debitur untuk memberikan kepastian hukum bahwa apabila pihak debitur wanprestasi, maka jaminan yang telah di jaminkan dapat digunakan untuk mengganti hutang-hutang dari si debitur. Perjanjian jaminan merupakan perjanjian yang bersifat
10
Sentosa Sembiring I, loc.cit.
11
assesoir/ tambahan dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit. Apabila
perjanjian
pokoknya
berakhir
maka
otomatis
perjanjian
tambahannya juga ikut berakhir. Dalam Pasal 1 huruf b dan c Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 23/69/Kep/Dir, tanggal 28 Februari 1991 tentang jaminan, dikemukakan jaminan pemberian kredit adalah keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Anggunan adalah jaminan material, surat berharga, garansi resiko yang disediakan oleh debitur untuk menanggung pembayaran kembali suatu kredit, apabila debitur tidak dapat melunasi kredit sesuai dengan yang di perjanjikan. Lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Nomor: 23/6/UKU, tanggal 28 Februari 1991, Perihal Jaminan Pemberian Kredit, dikemukakan yang dimaksud dengan jaminan pemberian kredit adalah keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.11 Secara umum jaminan dapat dibagi dalam dua golongan : 1. Jaminan Perorangan Jaminan perorangan (pribadi) adalah jaminan yang diberikan oleh pihak ketiga (guarantee) kepada orang lain (kreditor) yang menyatakan bahwa pihak ketiga menjamin pembayaran kembali suatu pinjaman sekiranya yang berutang (debitur) tidak mampu dalam memenuhi kewajban-kewajiban finansialnya terhadap kreditur (bank).
11
Sentosa Sembiring, 2012, Hukum Perbankan Edisi Revisi, Mandar Maju, Bandung, (selanjutnya disingkat Sentosa Sembiring II), h. 208-209.
12
2. Jaminan Kebendaan Dalam Pasal 499 KUH Perdata disebutkan, menurut paham UU yang dinamakan kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Selanjutnya dalam Pasal 503 KUH Perdata dikemukakan, bahwa tiap-tiap kebendaan adalah bertubuh atau tidak bertubuh. Dari pasal-pasal tersebut di atas dapat dilihat, bahwa benda adalah barang baik
benda tetap
maupun tidak tetap
(berwujud/tidak berwujud).12 Fidusia dalam bahasa Inggris disebut dengan fiduisry transfer of ownership yang artinya kepercayaan. Sedangkan dalam bahasa Belanda disebut fiducie. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia memberikan batasan pengertian fidusia. Fidusia adalah : “Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda”. Yang diartikan dengan pengalihan hak kepemilikan adalah pemindahan hak kepemilikan dari pemberi fidusia kepada penerima fidusia atas dasar kepercayaan, dengan syarat bahwa benda yang menjadi obyeknya tetap berada di tangan pemberi fidusia.13 Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia terdapat beberapa unsur yang perlu dicermati lebih dalam yakni mengenai unsur pengalihan hak kepemilikan suatu benda. “Undang-undang tidak menyebutkan apa yang dimaksud hak kepemilikan, namun kiranya dapat diduga, bahwa yang 12 13
Sentosa Sembiring I, op.cit, h. 72-73. Ibid, h. 56.
13
dimaksud disini adalah hak-hak yang melekat pada hak milik.”14 Dalam Undang-undang Jaminan Fidusia, pembentuk undang-undang ini juga tidak mencaantumkan secara tegas asas-asas hukum jaminan fidusia yang menjadi fundamen dari pembentuk norma hukumnya, maka asas-asas hukum jaminan fidusia dapat ditemukan dengan mencarinya dalam pasal-pasal yang terdapat di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Asas-asas hukum jaminan fidusia yang terdapat dalam Undangundang jaminan fidusia adalah : 1. Asas Spesialitas atas Fixed Loan yaitu Obyek Jaminan Fidusia atau jaminan atas pelunasan utang tertentu yang memberi kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Asas ini ditegaskan dalam pasal 1 dan pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. 2. Asas Preferen yaitu hak didahulukan, bahwa kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditur yang diutamakan dari kreditur lainnya. Asas ini ditegaskan dalam pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. 3. Asas bahwa jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada. Dalam ilmu hukum asas ini disebut dengan droit de suit. Tertuang dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. 14
J. Satrio, 2005, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 160.
14
4. Asas Asesor yaitu jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokoknya. Ditegaskan dalam pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.15 Gadai sebagaimana diatur dalam Buku II Bab XX Pasaal 1150-1160 KUH Perdata, menurut Pasal 1150 KUH Perdata gadai adalah : “Suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang (kreditur) atas suatu benda bergerak yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang (debitur) atau oleh seorang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan”. Menurut Pasal 1151 KUH Perdata, “persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat bukti yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokoknya”. Maksud dari kaidah ini, gadai terjadi dengan memperjanjikannya. Oleh karena itu, agar persetujuan pemberian gadai sah, harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian dalam pasal 1320 KUH Perdata. Namun untuk sahnya perjanjian gadai tidak disyaratkan bentuk tertentu, apakah tertulis (otentik atau dibawah tangan) atau lisan.16 Dalam gadai sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1950 jo Pasal 1151 Ayat (1) KUH Perdata, dipersyaratkan untuk sahnya, bahwa benda gadai harus diletakkan dibawah kekuasaan kreditur atau pihak ketiga yang telah disetujui para pihak. Sementara yang dimaksud sebagai pihak ketiga menurut Pasal 1152 Ayat (1) KUH Perdata adalah pemegang (houder) untuk kreditur tapi dengan kedudukan yang mandiri, yaitu bukan kuasa (last hebber) dari
15
M. Yahya Harahap, 2006, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, h. 209. 16 J. Satrio, op.cit, h. 109-110
15
kreditur, dan karenanya tidak tunduk kepada perintah-perintah kreditur, tetapi ia berkewajiban agar maksud perjanjian gadai terlaksana dengan semestinya dan harus menyerahkan barang tersebut untuk dieksekusi jika debitur wanprestasi.17 Berdasarkan teori, perjanjian pemberian gadai terjadi pada saat penyerahan benda gadai ke dalam kekuasaan penerima gadai. Penyerahan merupakan perjanjian kebendaan yang merupakan unsur sahnya gadai. 18 Dalam hal obyek jaminannya adalah kendaraan bermotor, bukti surat kepemilikan dan bendanya dapat sama-sama dijadikan jaminan hutang oleh debitur. Alas haknya dibebankan dengan jaminan fidusia sementara obyek jaminannya (kendaraan bermotor) dapat digadaikan.
1.8 Metode Penelitian Penjabaran tentang metode penelitian ini meliputi beberapa hal sebagai berikut : a. Jenis Penelitian Untuk
mendapatkan
dan
menguraikan
masalah
mengenai
Penggadaian kendaraan bermotor yang dibebani dengan Jaminan Fidusia di PT. BPR Khrisna Dharma Adipala Abiansemal Badung, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris artinya penelitian lapangan dengan melakukan pendekatan fakta dan menganalisis aturan-aturan yang terdapat dalam peraturan
17
J. Satrio, op.cit, h. 104-105 Mariam Darus Badrulzaman, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni Bandung, (selanjutnya disingkat Mariam Darus Badrulzaman I), h.94 18
16
perundang-undangan apakah dalam penerapannya sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. b. Jenis Pendekatan Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach) dan pendekatan fakta (The Fact Approach). Pendekatan
Perundang-undangan
(The
Statute
Approach)
dilakukan dengan mengkaji semua undang-undang dan pengaturan yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Dalam penelitian ini pendekatan undang-undang dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang diangkat. Pendekatan fakta (The Fact Approach) dilakukan dengan cara mengkaji fakta-fakta yang terjadi dalam hal penggunaan jaminan fidusia atas kendaraan bermotor sebagai jaminan kredit di PT. BPR Khrisna Dharma Adipala Abiansemal Badung. c. Sifat penelitian Sifat penelitian yang digunakan adalah sifat penelitian yang deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat dari individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam penelitian ini menggunakan teori-teori, ketentuan peraturan, norma-norma hukum.
17
d. Data dan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini meliputi data primer dan data sekunder : 1. Data primer adalah suatu data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu data yang diperoleh peneliti dari sumber asalnya yang pertama dan belum diolah dan diuraikan oleh orang lain.19 2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier dan atau bahan non hukum. Penelusuran bahan-bahan hukum tersebut dapat dilakukan dengan membaca, melihat, mendengarkan maupun sekarang banyak dilakukan penelusuran bahan hukum tersebut dengan melalui media internet.20 a. Bahan hukum primer yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia.
19
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Pengantar Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, h.
97. 20
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 160.
18
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. b. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa buku-buku hukum dan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini. c.
Bahan hukum tersier bahan yang memberikan petunjuk serta penjelasan yang menunjang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier dapat berupa kamus besar bahasa Indonesia, kamus hukum dan ensiklopedia.21
e. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini, menggunakan dua cara untuk mendapatkan bahan hukum atau data-data yang diperlukan, yaitu : 1. Teknik Studi Dokumen Yaitu cara pengumpulan data primer dengan mengambil bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini. 2. Teknik wawancara Wawancara dimaksudkan melakukan Tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan responden atau narasumber atau informan untuk mendapatkan informasi.22
21
Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 166. 22 Mukti Fajar ND, op.cit, h. 161.
19
Wawancara dilakukan dengan narasumber, yaitu direktur utama pada PT. BPR Khrisna Dharma Adipala Abiansemal Badung sedangkan responden adalah Notaris sebagai pihak yang membuat akta jaminan fidusia, pihak debitur, serta pihak kreditur yang menerima gadai. Karena berkaitan langsung dengan proses pembuatan tulisan ini. f. Teknik Penentuan Sampel Penelitian Dalam Penelitian ini pengambilan sampel menggunakan teknik non probability sampling, artinya adalah menentukan sendiri sampel yang akan dipergunakan dalam penelitian. Sampel dianggap paling mengetahui mengenai permasalahan yang di bahas dalam tulisan ini. Bentuk dari teknik non probability sampling yang digunakan dalam tulisan ini adalah purposive sampling, artinya penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria yang ditentukan oleh penulis. sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah direktur utama pada PT. BPR Khrisna Dharma Adipala Abiansemal Badung sebagai informan, sedangkan responden adalah Notaris sebagai pihak yang membuat akta jaminan fidusia serta pihak debiitur selaku penerima gadai. g. Pengolahan dan Analisis Data Setelah data primer dan sekunder terkumpul secara lengkap, maka tahap berikutnya adalah mengolah dan menganalisis data secara kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu cara analisis hasil penelitian
20
yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu data yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.23 Hasil dari melakukan perbandingan antara studi kepustakaan dan data yang diperoleh dari hasil lapangan kemudian sebagai penutup dirumuskan dalam bentuk kesimpulan-kesimpulan.
23
Ibid, h. 192.