BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Kecurangan (fraud) merupakan tindakan kriminal yang dilakukan
seseorang secara sengaja untuk merugikan orang lain atau pihak ketiga baik pelaku tersebut berasal dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan untuk mendapatkan keuntungan secara sepihak. G.Jack Blogna et. al. (1993) dalam Amrizal (2004) menyatakan bahwa “Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver”. Menurutnya kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk mendapatkan keuntungan secara finansial kepada pelaku. Sedangkan kekeliruan merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara tidak sengaja sehingga mengakibatkan salah saji yang material. Demikian halnya dengan kecurangan dalam bidang akuntansi. Produk akhir dari proses pengolahan data akuntansi adalah informasi akuntansi yang tertuang dalam laporan keuangan. Sehingga perlu berhati-hati dalam mengartikan angka-angka yang tercantum dalam laporan keuangan tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya bias dalam penyampaian informasi. Bias atau penyampaian informasi yang tidak relevan bisa terjadi karena kekeliruan atau bahkan kecurangan sehingga akan berdampak pada kewajaran laporan keuangan. Walaupun kecurangan dan kekeliruan memiliki dampak yang sama terhadap kewajaran laporaan keuangan, tetapi terdapat perbedaan yang mendasar dari keduanya. Perbedaan ini terdapat pada ada atau tidaknya unsur kesengajaan.
1
Menurut Loebbecke et al. dalam Koroy (2008) mengungkapkan bahwa kecurangan lebih sulit dideteksi karena biasanya melibatkan penyembunyian terkait dengan catatan akuntansi dan dokumen yang bersangkutan. Profesi auditor saat ini merupakan profesi kepercayaan klien yang bertugas untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Penilaian terhadap laporan keuangan tersebut merupakan suatu upaya perwujudan terhadap tanggungjawab auditor sebagai pihak eksternal yang dinilai memiliki keahlian dan pengalaman untuk melakukan serangkaian prosedur audit yang bertujuan untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan tidak mengandung kecurangan yang menyebabkan terjadinya salah saji material. Sejalan dengan penugasan audit tersebut, ada tanggung jawab auditor dalam mendeteksi kecurangan ataupun menemukan error yang mungkin terjadi sebelum menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar. Maraknya skandal akuntansi yang terjadi di tahun-tahun belakangan ini membuktikan kegagalan audit yang membawa akibat serius terhadap masyarakat bisnis. Kasus kecurangan terjadi pada beberapa perusahaan di Amerika Serikat seperti Enron, Worldcom, Global Crossing, dan Tyco. Hal serupa juga terjadi di Indonesia yaitu pada PT. Kimia Farma di akhir tahun 2001. Hingga pada pertengahan tahun 2015 kasus kecurangan pada perusahaan Toshiba juga mulai terkuak. Melihat kasus-kasus kecurangan yang terjadi memberikan pelajaran kepada auditor untuk lebih berhati-hati dalam mengaudit laporan keuangan. M. Jusuf Wibisana, Partner KAP Tanudiredja, Wibisana, Rintis dan Rekan (PwC Indonesia) dan Ketua Dewan Standar Akuntansi Syariah dalam Mukhlisin (2015)
2
mengungkapkan bahwa prosedur untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya fraud harus dilakukan dengan benar untuk meminimalkan undetected management fraud. Tapi auditor tidak boleh menjamin fraud akan selalu terdeteksi meski sudah melakukan prosedur fraud detection dengan benar karena audit selalu didasarkan pada sampling. Pengambilan sampling ini berkaitan dengan strategi audit yang digunakan dalam melaksanakan audit. Pemahaman bisnis dan bidang usaha klien memegang peranan penting dalam penyusunan strategi berkaitan dengan pendeteksian kecurangan, karena melalui pemahaman bisnis klien akan memberikan gambaran kepada auditor mengenai risiko-risiko audit dan risiko kecurangan yang terjadi. Sehingga akan mempengaruhi penyusunan strategi khususnya dalam pengumpulan sampel audit. Selain itu faktor pengalaman dan kompetensi auditor juga memiliki peranan penting agar auditor dapat mendeteksi adanya tindakan kecurangan. Kedua faktor ini berhubungan dengan pengetahuan yang dimiliki auditor dalam melakukan audit. Seseorang yang memiliki pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya maka akan memberikan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai tugasnya (Hilmi, 2011). Noviyanti & Bandi (2002) dalam penelitiannya memberikan kesimpulan bahwa pengalaman akan berpengaruh positif terhadap pengetahuan auditor tentang jenis-jenis kekeliruan yang berbeda yang diketahuinya. Justiana (2010) meneliti tentang hubungan antara etika, independensi, pengalaman dan keahlian auditor terhadap opini audit. Dalam penelitiannya tersebut diperoleh hasil bahwa pengalaman tidak berpengaruh terhadap opini audit. Hal ini dikarenakan mayoritas responden dalam penelitiannya adalah auditor junior dan auditor yang
3
bekerja di KAP yang ia teliti rata-rata memiliki pengalaman yang kurang dari tiga tahun. Hilmi (2011) dalam penelitiannya memberikan hasil yang signifikan dari pengaruh pengalaman audit terhadap pendeteksian kecurangan. Hasil penelitian tersebut juga sejalan dengan penelitian Suryani dan Vanya (2014) yang meneliti tentang pengaruh pengalaman yang dimiliki auditor dengan pendeteksian kecurangan. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa auditor yang memiliki pengalaman lebih banyak, lebih mampu mendeteksi kecurangan dibandingkan auditor yang tidak atau kurang mempunyai pengalaman. Trotter (1986) dalam Mayangsari (2003) mendefinisikan bahwa seorang yang
berkompeten
(mempunyai
keahlian)
adalah
orang
yang
dengan
keterampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif, dan sangat jarang atau bahkan tidak pernah membuat kesalahan. Tirta dan Sholihin (2004) rnenyatakan bahwa pengetahuan tugas spesifik mempengaruhi kinerja auditor dalam menilai kecurangan dan kombinasi pengalaman serta pelatihan kecurangan akan rneningkatkan kinerja auditor dalarn menilai kecurangan. Berbeda halnya dengan pemahaman bisnis klien yang belum ada penelitian secara empiris mengenai hubungannya terhadap strategi pedeteksian kecurangan. Secara teori, pemahaman bisnis dan industri klien digunakan sebagai dasar oleh auditor untuk menentukan strategi yang akan digunakan dalam pelaksanaan audit, sehingga tujuan audit akan tercapai khususnya dalam aspek pendeteksian kecurangan. Akan tetapi, pada kenyataannya pemahaman atas bisnis dan industri klien hanya sepintas saja dibahas dalam standar audit yang ada saat ini (Erickson et al., 2000). Bahkan menurutnya, Standar Auditing Statemen No. 82 (SAS No.
4
82) juga tidak memberikan panduan dalam memahami bisnis dan industri klien baik dalam data internal maupun data eksternal. Sehingga sampai saat ini kasus kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan masih sangat tinggi. Atas dasar latar belakang itulah maka dilakukan suatu penelitian dengan judul “Pengaruh Pemahaman Bisnis Klien, Pengalaman Audit, dan Kompetensi Auditor Terhadap Strategi Pendeteksian Kecurangan (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Bali dan Jawa Timur)”
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Apakah pemahaman bisnis klien berpengaruh terhadap strategi pendeteksian kecurangan? 2) Apakah pengalaman audit berpengaruh terhadap strategi pendeteksian kecurangan? 3) Apakah kompetensi auditor berpengaruh terhadap strategi pendeteksian kecurangan?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini antara lain: 1) Untuk mengetahui pengaruh pemahaman bisnis klien terhadap strategi pendeteksian kecurangan
5
2) Untuk mengetahui pengaruh pengalaman audit terhadap strategi pendeteksian kecurangan 3) Untuk
mengetahui
pengaruh
kompetensi
auditor
terhadap
strategi
pendeteksian kecurangan
1.4.
Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis bagi semua pihak yang mempunyai kaitan dengan penelitian ini, antara lain: 1) Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai teori fraud triangle serta mengetahui bagaimana hubungan antara pemahaman bisnis klien, pengalaman serta kompetensi auditor terhadap strategi pendeteksian kecurangan. 2) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada auditor dalam memahami bisnis dan industri klien untuk menentukan strategi audit yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas audit dan mendeteksi kecurangan yang mungkin terjadi di dalam perusahaan klien.
1.5.
Sistematika Penulisan Sistematika penyajian memberikan gambaran secara garis besar mengenai
masing-masing bab dalam skripsi ini. Sistematika penyajian skripsi ini adalah sebagai berikut:
6
Bab I
Pendahuluan Bab ini merupakan pengantar bagi pembaca untuk dapat mengetahui permasalahan yang ada dalam penelitian ini, meliputi uraian mengenai latar belakang masalah dan pokok permasalahan, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penyajian.
Bab II
Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Bab ini menguraikan teori-teori yang digunakan dalam pembahasan masalah dan hal-hal yang berhubungan dengan penelitian ini meliputi teori fraud triangle, definisi kecurangan dan pendeteksian kecurangan, pemahaman bisnis klien, pengalaman audit, kompetensi auditor, strategi pendeteksian kecurangan dan kerangka penelitian serta hipotesis penelitian.
Bab III
Metode Penelitian Bab ini menguraikan tentang desain penelitian, lokasi dan ruang lingkup wilayah penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode penentuan sampel, metode pengumpulan data dan teknik analisis data.
Bab IV
Hasil dan Pembahasan Bab ini menyajikan gambaran umum objek penelitian, dekripsi karakteristik responden, dan pembahasan hasil penelitian yang meliputi hasil uji instrumen penelitian, uji asumsi klasik, hasil analisis regresi dan pengujian hipotesis.
7
Bab V
Simpulan dan Saran Bab ini menguraikan simpulan dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dan saran-saran yang dipandang perlu, baik untuk pihak auditor yang bekerja di kantor akuntan publik (KAP) maupun untuk kepentingan penelitian selanjutnya.
8