BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perusahaan secara umum merupakan suatu organisasi yang memiliki sumber daya dasar (input), yang digabung lalu diproses untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan, baik dalam bentuk barang maupun jasa (output). Kegiatan usaha yang dilakukan suatu perusahaan tersebut tentu memiliki tujuan utama yaitu memaksimalkan laba (profit). Dalam hal ini laba mempunyai peranan yang sangat penting bagi perusahaan agar posisinya tetap menguntungkan (tidak merugi). Wujud dari pengelolaan perusahaan yang baik dapat dilihat dari kinerja perusahaan yang salah satunya dapat dilihat melalui pertumbuhan laba dalam laporan keuangan. Pertumbuhan laba merupakan adanya perubahan persentase atas kenaikan laba yang diperoleh perusahaan. Pertumbuhan laba yang meningkat, menyebabkan kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan juga akan meningkat. Oleh karena itu, untuk meningkatkan laba dibutuhkan suatu perencanaan dan pengendalian keuangan yang baik yaitu dengan melakukan analisis rasio keuangan. Rasio keuangan dilakukan dengan cara membagi angka yang satu dengan
angka
yang
lainnya.
Hasil
dari
rasio
keuangan
akan
memperlihatkan kondisi kesehatan perusahaan dan menilai kinerja
1
Universitas Sumatera Utara
manajemen perusahaan yang bersangkutan, sehingga perusahaan dapat membuat perencanaan yang efektif dan efesien dimasa mendatang. Rasio keuangan yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur keefesienan dan keefektifan suatu perusahaan dalam laporan keuangan, yaitu Working Capital to Total Asset (WCTA), Debt to Equity Ratio (DER), Inventory Turnover (ITO), dan Net Profit Margin (NPM). Working Capital to Total Asset merupakan perbandingan antara aktiva lancar dikurang dengan hutang lancar terhadap aktiva. Rasio ini digunakan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan terlindungi dari masalah likuiditas. Perusahaan yang memiliki modal kerja yang besar, menyebabkan kegiatan operasional dari perusahaan tersebut menjadi lancar sehingga meningkatkan laba perusahaan. Debt To Equity Ratio menekankan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi kewajiban-kewajiban dari pihak luar perusahaan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Kasmir (2009 : 157) “debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas”. Jika debt to equity ratio memiliki nilai yang rendah hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja yang bagus yang menyebabkan pertumbuhan laba perusahaan akan meningkat. Inventory Turnover membantu perusahaan dalam mengelola persediaannya seefektif mungkin dan untuk mendapatkan indikasi likuiditas atas persediaan. Menurut Van Horne dan Wachowicz,JR (2005 :
2
Universitas Sumatera Utara
217) menyatakan “umumnya, semakin tinggi perputaran piutang, makin efesien manajemen persediaan perusahaan dan “makin segar”, serta likuid persediaan”. Hasil perputaran rasio yang tinggi dapat mengartikan bahwa keadaan perputaran rasio persediaan adalah baik dan cepat, sehingga persediaan yang terdapat di gudang tidak menumpuk dan perusahaan dapat segera menyediakan persediaan yang baru. Net Profit Margin merupakan rasio antara laba bersih yang merupakan penjualan dikurangi dengan semua beban. Semakin tinggi net profit margin, maka semakin baik pula operasional perusahaan tersebut sehingga pertumbuhan laba akan semakin meningkat. Selain dari rasio-rasio keuangan, tingkat pertumbuhan laba dari suatu perusahaan dapat juga dilihat dari beberapa faktor lainnya seperti, ukuran perusahaan (Size), dan kepemilikan manajerial, dimana ukuran perusahaan (Size) dan kepemilikan manajerial digunakan oleh peneliti sebagai variabel moderating yang akan memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel independen yang merupakan pertumbuhan rasio keuangan dengan variabel dependen yaitu, pertumbuhan laba. Ukuran perusahaan (Size), umumnya diukur berdasarkan besarnya total aset yang dimiliki perusahaan. Ukuran suatu perusahaan diduga memiliki pengaruh terhadap laba yang diperoleh dalam suatu perusahaan, dimana semakin besar ukuran perusahaan maka akan semakin besar pula kemungkinan laba yang diperoleh suatu perusahaan.
3
Universitas Sumatera Utara
Kepemilikan manajerial merupakan persentase saham yang dimiliki oleh pihak manajemen, yaitu komisaris dan direksi yang aktif berperan dalam pengambilan keputusan suatu perusahaan. Semakin tinggi proporsi kepemilikan manajerial maka kinerja perusahaan akan semakin membaik hal tersebut juga berpengaruh pada pertumbuhan laba yang akan semakin meningkat. Alasan peneliti memilih perusahaan perkebunan sebagai objek penelitian karena memiliki prospek yang sangat bagus, memberikan kontribusi penting dalam pertumbuhan industri, dan umumnya mendapat prioritas utama dari kalangan investor maupun kreditor oleh pihak perbankan dalam pemberian kredit. Tabel 1.1 Pertumbuhan Laba Perusahaan Perkebunan di Indonesia 3000 AALI 2500
BWPT
2000
LSIP
1500
SIMP
1000
SGRO SMAR
500
TBLA
0 2012
2013
2014
Sumber : Bursa Efek Indonesia dan diolah oleh Peneliti Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa terjadi pertumbuhan laba yang fluktuatif. Pada tahun 2012, kinerja emiten perkebunan sempat memburuk pada kuartal pertama, namun pada kuartal selanjutnya kondisi membaik disebabkan oleh perkiraan harga minyak sawit mentah atau CPO
4
Universitas Sumatera Utara
(Crude Palm Oil) memberikan dampak positif terhadap kinerja emiten. PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), mengalami penurunan pada kuartal pertama 2012, laba periode berjalan perseroan turun dari sebelumnya Rp2.482,2 M menjadi Rp2.390,5 M, namun diakhir periode meningkat menjadi Rp2.520,2 M. Di tahun 2013, pelaku usaha perkebunan kelapa sawit dikejutkan dengan harga komoditas yang menurun akibat permintaan yang melemah terutama karet dan produk sawit, yang disebabkan perlambatan ekonomi dunia sehingga memperoleh laba yang berada di bawah target anggaran. PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP), terjadi penurunan laba bersih dari Rp1.516,1 M menjadi Rp7.69,5 M. Penurunan pada kinerja penjualan juga terimbas oleh berkurangnya volume dari seluruh produk perusahaan, begitu pula dengan AALI, BWPT, SMAR, dan beberapa emiten lainnya, yang mengalami penurunan laba. Namun di tahun 2014, terjadi peningkatan akibat tingginya harga minyak kelapa sawit mentah pada awal tahun yang mendorong kinerja emiten perkebunan untuk bertumbuh hingga akhir 2014. Pada 9 bulan pertama, AALI mampu tumbuh 106.75%. Harga CPO rata-rata AALI diperkirakan mengalami peningkatan 20% dibandingkan periode 2013, sehingga lazim kalau profit yang diperoleh AALI lebih dari 100%, karena ditopang oleh volume produksi dan harga yang meningkat. Namun, tidak dengan PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) yang justru mengalami penurunan laba dari Rp325,7 M menjadi Rp194,6 M.
5
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.2 Pertumbuhan Laba Perusahaan Perkebunan di Malaysia AASIA
9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
FAREAST GENP HSPLANT KULIM RVIEW SOP TDM TSH 2012
2013
2014
UTDPLT
Sumber : Bursa Malaysia dan diolah oleh Peneliti Tidak hanya di Indonesia, di Malaysia, perusahaan perkebunan kelapa sawit memberikan kontribusi penting dalam pertumbuhan industri yang mencapai 5% sampai 6% dari PDB (Produk Domestik Bruto) Malaysia. Berdasarkan tabel diatas, dapat kita lihat bahwa perusahaan perkebunan Astral Asia Berhad (AALI) yang memulai bisnisnya selama lebih dari 25 tahun, memiliki pertumbuhan laba yang tinggi dibandingkan dengan perusahaan lainnya. Hal ini disebabkan karena perusahaan AALI tidak hanya bergerak di perkebunan kelapa sawit juga bergerak di teknik sipil dan pengerjaan konstruksi dan pengembangan properti. Oleh sebab itu, pada tahun 2012, meski pasar komoditas sedang melemah akibat pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat, AALI tetap memiliki laba tinggi. Tidak hanya di Indonesia, di Malaysia, pada tahun 2013 dan 2014, sebagaian besar emiten perkebunan mencatatkan penurunan pada laba bersih. Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi di China mengalami
6
Universitas Sumatera Utara
perlambatan
yang
menyebabkan
permintaan
terhadap
komoditas
perkebunan mengalami penurunan, karena China merupakan negara importer terbesar kedua untuk CPO. Perusahaan Astral Asia Berhad mengalami penurunan laba dari RM 7.930,5 M menjadi RM 5.720,2 M. Indonesia dan Malaysia merupakan negara agraris yang memiliki komoditas unggulan, dimana komoditas perkebunan merupakan salah satu andalan dan menjadi penyumbang terbesar ekspor bagi pendapatan dan devisa negara di Indonesia juga di Malaysia. Di Indonesia, komoditas perkebunan yang dikembangkan yaitu karet, minyak sawit, kelapa, kopi, teh, lada, tembakau, kakao, jambu mete, cengkeh, kapas, dan tebu. Tabel 1.3 Perkembangan Volume Primer Perkebunan di Indonesia Tahun 2012-2014
Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan
7
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa total devisa ekspor yang diberikan perkebunan kelapa sawit dalam bentuk ekspor minyak sawit (CPO) dan produk turunannya pada tahun 2012 mencapai US$ 29.956,1 M dengan volume 24.431,5 juta ton, tahun 2013 mencapai US$ 26.767,2 M dengan volume 26.310,4 juta ton, dan di tahun 2014 mencapai US$ 26779.6 M dengan volume 29.130 juta ton. Dimana yang menjadi tujuan utama ekspor komoditas perkebunan Indonesia adalah India, China, Amerika Serikat, Belanda, Pakistan, Italia, Malaysia, Jepang, Singapura, Banglades, dan negara lainnya. Tabel 1.4 Pemantauan Ekspor Hasil Industri Komoditas Pekebunan di Malaysia Tahun 2012-2014 No.
Komoditas Perkebunan
2012
2013
2014
1.
Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit
2.167.606.033
851.218.794
1.143.666.204
2.
Coklat Olahan
45.188.748
128.978.784
177.099.808
3.
Kopi Bubuk
3.277.540
5.846.464
6.254.832
4.
Sayuran
111.425
35.779
95.723
5.
Buah-buahan
1.484
0
0
6.
Pengolahan Karet
129.429.514
127.352.152
96.062.784
Total
2.345.614.744 1.113.431.973 1.423.179.351
Sumber : Kementrian Perindustrian Republik Indonesia dan diolah oleh Peneliti
8
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa komoditas kelapa sawit merupakan penyumbang devisa negara terbesar untuk komoditas perkebunan. Hal ini dapat dilihat dari nilai ekspor produk kelapa sawit dan turunannya mencapai US$ 2.345.614.744 pada tahun 2012, US$ 1.113.431.973 pada tahun 2013, dan US$ 1.423.179.351 di tahun 2014. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai sawit bukanlah produk yang sustainable yang bisa diandalkan dalam rangka pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan, dikarenakan usaha perkebunan memiliki kekhasan dimana kegiatan usaha sangat dipengaruhi oleh faktor alam. Meskipun sawit selama puluhan tahun silam menjadi salah satu penopang perekonomian nasional. Berdasarkan fenomena tersebut, dapat dilihat bahwa sektor perkebunan rentan mengalami kendala dalam kinerja keuangannya. Hal tersebut dapat mengakibatkan kejadian buruk seperti, kebangkrutan. Apabila manajemen perusahaan dapat mendeteksi kebangkrutan lebih awal, maka tindakan-tindakan seperti penghematan, melakukan merger atau restrukturisasi keuangan bisa dilakukan. Manajemen perusahaan dituntut untuk dapat mengelola sumber daya yang dimiliki perusahaan dengan lebih efektif dan efesien sehingga dapat menghasilkan keputusan yang tepat bagi perusahaan dimasa mendatang. Salah satunya dengan menggunakan teknik analisis dengan rasio keuangan dan menilai kondisi keuangan serta prospeknya.
9
Universitas Sumatera Utara
Berapa penelitian yang meneliti mengenai rasio keuangan terhadap pertumbuhan laba diantaranya adalah Ndaru Hesti Cahyaningrum dan A. Mulyo Haryanto (2012), Danny Oktanto & Muhammad Nuryatno (2014), dan Endah Nur Mahmudah (2015). Ndaru Hesti Cahyaningrum dan A. Mulyo Haryanto (2012) menguji analisis manfaat rasio keuangan dalam memprediksi pertumbuhan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2010. Rasio yang digunakan adalah Working Capital to Total Asset (WCTA), Debt to Equity Ratio (DER), Total Asset Turnover (TAT), dan Net Profit Margin (NPM). Sampel diperoleh 68 dari 146 perusahaan manufaktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel TAT dan NPM secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan variabel WCTA dan DER tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba. Secara simultan, keempat variabel yang digunakan (WCTA, DER, TAT dan NPM) secara bersama-sama berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Danny Oktanto & Muhammad Nuryatno (2014) meneliti pengaruh rasio keuangan terhadap perubahan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2011. Rasio yang digunakan dalam penelitian tersebut meliputi rasio likuiditas (Current Ratio dan Quick Ratio), dan rasio solvabilitas (Debt to Equity Ratio dan Debt to Total Asset), rasio aktivitas (Total Asset Turnover dan Inventory Turnover). Hasil
10
Universitas Sumatera Utara
penelitian menunjukkan bahwa Quick Ratio dan Total Asset Turnover tidak terdapat pengaruh terhadap perubahan laba perusahaan, sedangkan Debt to Equity Ratio, Debt to Total Asset, dan Inventory Turnover berpengaruh terhadap perubahan laba. Endah Nur Mahmudah (2015) meneliti analisis pengaruh Working Capital to Total Asset (WCTA), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Asset (ROA) dan Total Asset Turnover (TAT) terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan LQ-45 periode 2010-2013. Populasi merupakan perusahaan yang telah masuk ke dalam perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang terdiri dari 45 perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa WCTA dan TAT secara parsial berpengaruh dan signifikan terhadap pertumbuhan laba, sedangkan DER dan ROA tidak berpengaruh dan signifikan terhadap pertumbuhan laba. Secara simultan, ditemukan bahwa WCTA, DER, ROA, dan TAT berpengaruh dan signifikan terhadap pertumbuhan laba. Dengan latar belakang dan beberapa peneliti terdahulu, terdapat ketidakkonsistenan hasil penelitian, hal ini mendorong peneliti dan tertarik untuk melakukan pengujian lebih lanjut atas temuan-temuan empiris mengenai rasio keuangan. Peneliti melakukan penelitian dengan bentuk replikasi dengan beberapa perbedaan. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian berikut terletak pada periode yang berbeda, objek penelitian, dan hasil dengan penelitian terdahulu.
11
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik mengambil judul: “Pengaruh Pertumbuhan Rasio Keuangan Terhadap Pertumbuhan Laba Dengan Ukuran Perusahaan Dan Kepemilikan Manajerial
Sebagai
Variabel
Moderating
Pada
Perusahaan
Perkebunan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Dan Bursa Malaysia Periode 2012-2014”. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Apakah rasio keuangan (working capital to total asset, debt to equity ratio, inventory turnover, dan net profit margin) secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Malaysia periode 2012-2014? 2. Apakah Ukuran Perusahaan (Size) sebagai variabel moderating mampu memoderasi hubungan antara variabel rasio keuangan (working capital to total asset, debt to equity ratio, inventory turnover, dan net profit margin) dengan pertumbuhan laba pada perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Malaysia periode 2012-2014? 3. Apakah Kepemilikan Manajerial sebagai variabel moderating mampu memoderasi hubungan antara variabel rasio keuangan
12
Universitas Sumatera Utara
(working capital to total asset, debt to equity ratio, inventory turnover, dan net profit margin) dengan pertumbuhan laba pada perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Malaysia periode 2012-2014? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini berdasarkan perumusan masalah diatas adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh rasio keuangan (working capital to total asset, debt to equity ratio, inventory turnover, dan net profit margin) secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia periode 2012-2014. 2. Untuk mengetahui kemampuan Ukuran Perusahaan (Size) dalam memoderasi hubungan antara variabel rasio keuangan (working capital to total asset, debt to equity ratio, inventory turnover, dan net profit margin) dengan pertumbuhan laba pada perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Malaysia periode 2012-2014. 3. Untuk mengetahui kemampuan Kepemilikan Manajerial dalam memoderasi hubungan antara variabel rasio keuangan (working capital to total asset, debt to equity ratio, inventory turnover, dan net profit margin) dengan pertumbuhan laba pada perusahaan
13
Universitas Sumatera Utara
perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Malaysia periode 2012-2014. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh sehubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan perusahaan dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan pengaruh pertumbuhan rasio keuangan terhadap pertumbuhan laba di masa mendatang. 2. Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi bagi para investor dalam pengambilan keputusan investasi pada perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
dan
Bursa
Malaysia,
sehingga
akan
meningkatkan
profitabilitas yang lebih baik lagi. 3. Bagi akademisi, dapat menjadi sumber informasi, bahan referensi, dan pengembangan riset bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan analisis laporan keuangan dalam bidang akuntansi keuangan. 4. Bagi peneliti, untuk memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai
pengaruh
pertumbuhan
rasio
keuangan
terhadap
pertumbuhan laba dan juga berkesempatan untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan.
14
Universitas Sumatera Utara