BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Manusia selain sebagai individu juga sebagai makhluk sosial, dimana dalam memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai saat ia akan meninggal dunia. Apabila seseorang manusia sebagai individu meninggal dunia, maka akan timbul pertanyaan bagaimana hubungan yang meninggal dunia itu dengan yang ditinggalkan serta beberapa ragam pula coraknya dan mungkin pula ada kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi baik oleh si yang meninggal dunia maupun yang masih hidup, terutama dalam masalah harta kekayaan dari si meninggal dunia. Oleh karena itu dibutuhkan aturan-aturan hukum yang mengatur bagaimana caranya hubungan yang meninggal dunia dengan harta benda yang ditinggalkannya, siapa yang mengurusi dan mewarisi, bagaimana cara peralihan harta tersebut kepada yang masih hidup.
Setelah seseorang itu meninggal dunia maka harta warisan yang
ditinggalkannya dapat menimbulkan berbagai masalah baik sosial maupun hukum, jadi sebelum menjelang kematiannya seseorang sering mempunyai maksud tertentu terhadap harta kekayaan yang akan ditinggalkannya, Pemenuhan kebutuhan manusia yang secara tidak langsung menyangkut berbagai kepentingan dimana kepentingan ini dapat dipenuhi dengan suatu cara, misalnya adanya suatu kerja sama antara Notaris dengan si pewaris untuk membuat suatu surat wasiat1. Misalnya apabila kehendak terakhir seseorang ingin diungkapkan dengan jelas dan tegas dapat dituangkan dalam akta otentik yang lazim disebut surat wasiat.
1
Subekti . Hukum Waris dalam www.blogrchive.com. 13 Februari 2010.
Mengenai wasiat, para ahli hukum Islam mengemukaan bahwa wasiat adalah pemilikan yang disandarkan pada orang yang menyatakan wasiat meninggal dunia dengan jalan kebaikan tanpa menuntut imbalan2. Setiap wasiat harus dibuat oleh seorang Notaris. Karena Notaris dalam Pasal 1 huruf 1 Undang-undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang. Setiap wasiat yang dibuat di hadapan Notaris berbentuk Akta, yang disebut dengan Akta Notaris. Dalam Pasal 1 huruf 7 Undang-undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris pengertian tentang Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-undang. Pertimbangan tersebut sangat penting karena menyangkut harta kekayaan seseorang dan dengan kewenangankewenangan yang dimiliki oleh Notaris, maka wasiat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang pasti dan mengikat, sehingga apabila dikemudian hari ada sengketa tentang harta waris wasiat biasa dijadikan alat bukti yang kuat. Orang yang memiliki harta terkadang berkeinginan agar hartanya kelak jika ia meninggal dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan. Hal ini akan lebih terasa jika hukum warisan yang berlaku bertentangan sekali dengan keinginan hatinya. Jika untuk ini hukum memperbolehkan si pemilik harta memberikan hartanya menurut keinginannya sendiri dimana hal ini menyimpang dari ketentuan hukum waris, ini adalah wajar sebab pada prinsipnya seorang pemilik harta bebas memperlakukan hartanya sesuai keinginannya. Selain itu wajarlah jika keinginan terakhir seorang manusia diperhatikan dan dihormati sejauh hal tersebut dapat dilaksanakan. Dengan demikian kemungkinan terjadinya perselisihan antara para ahli waris dapat dihindarkan, karena dengan adanya 2
Hukum Kewarisan Islam dalam www.waris.com. 13 Februari 2010.
pesan terakhir dari orang yang meninggal tersebut serta adanya kesadaran para ahli waris untuk menghormati keinginan terakhir orang yang meninggal. Apalagi jika keinginan terakhir dari orang yang meninggal tersebut dalam hal pembagian harta warisan telah sesuai dengan keadilan. Dalam pembuatan wasiat maka para pihak dapat mengerti dan dapat mengetahui akibat perbuatannya itu, dapat diatur sedemikian rupa sehingga kepentingan yang bersangkutan mendapat perlindungan yang wajar. Dalam menjalankan pekerjaannya, Notaris bukan hanya berkewajiban membuat akta yang diminta olehnya, tetapi juga harus memberikan nasehat hukum serta penjelasaan yang diperlukan oleh orang yang memerlukan. Wasiat seringkali berisikan penunjukan seseorang atau beberapa ahli waris yang akan mendapat seluruh atau sebagian harta,”seperti ahli waris ab intestato, ahli waris wasiat akan memperoleh segala hak dan kewajiban dari si pewaris.”3 Dalam pembuatan wasiat, seseorang harus sehat budi dan akalnya. Sedangkan orang yang belum dewasa atau belum berumur genap delapan belas tahun tidak diperbolehkan membuat wasiat. Sedangkan kecakapan seseorang yang mewariskan harus ditinjau menurut kedudukan dimana ia berada. Selama ini sering kita dengar banyak kasus yang berkaitan dengan pembagian harta warisan yang mana para ahli waris saling memperebutkan harta warisan padahal mereka telah memperoleh bagian-bagian tersendiri dari pewaris yang dituangkan dalam surat wasiat maupun secara lisan melalui ketentuan yang berlaku. Sebagai contoh kasus ada seorang pewaris yang meninggal dunia dengan meninggalkan empat orang anak yang mana masing-masing anak telah memperoleh warisan sesuai bagiannya masing-masing yang telah dituangkan pewaris kedalam surat wasiat. Tetapi ada salah satu anak yakni anak tertua 3
Eman Suparman, 1991, Intisari Hukum Waris, Mandar Maju, Bandung. hlm. 24.
dari empat bersaudarah tersebut tidak mengetahui masalah keberadaan wasiat yang dibuat oleh pewaris bahkan setelah ia mengetahui keberadaan wasiat tersebut dia tidak dapat menerima seluruh hasil pembagian harta warisan yang telah dituangkan oleh pewaris ke dalam surat wasiat, karena menurut dia pembagian tersebut tidak adil untuk dirinya bahkan dia berusaha untuk menguasai bagian warisan saudarasaudaranya yang lain demi kepentingan dia sendiri, oleh karena itu ketiga anak yang lainnya membawa kasus tersebut kepengadilan karena mereka merasa hak-hak mereka telah diambil oleh kakaknya. Seperti apa yang kita ketahui bahwa surat wasiat yang dibuat di hadapan notaris dan dihadiri oleh dua orang saksi sah menurut hukum dan biasa dijadikan alat bukti untuk membuktikan kebenaran dari isi suatu surat wasiat. Pembuatan wasiat merupakan perbuatan hukum yang sangat erat hubungannya dengan diri pribadi seseorang. Hal ini berarti bahwa orang tidak boleh mewakilkan demi hukum, maupun perwakilan berdasarkan perjanjian, juga tidak diperbolehkan seseorang lain untuk menyatakan dirinya sebagai wakil, hal tersebut tidak ditetapkan secara tertulis akan tetapi tiada seorangpun meragukan hal tersebut. Dalam pembuatan wasiat senantiasa dianggap sebagai perbuatan hukum dalam bidang hukum kekayaan yang sangat erat hubungannya dengan seorang pribadi, dalam hal ini tidak hanya berlaku untuk pembuatan wasiat dengan akta Notaris, akan tetapi berlaku juga untuk semua syarat-syarat formal yang harus dilakukan berkenaan dengan
pembuatan
wasiat. Bertitik tolak dari kebutuhan akan kepastian hukum antara lain mengenai alat pembuktian yang sah adalah erat sekali hubungannya dengan seorang Notaris. Seorang Notaris diwajibkan dalam satu bulan setelah pewaris meninggal dunia atau
tidak diketahui keadaannya dimana, menguraikan turunan wasiat pada Balai Harta Peninggalan yang mempunyai kepentingan dalam penyimpanan wasiat. Oleh karena itu, penulis tertarik mengangkat judul “PERANAN WASIAT SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA HARTA WARIS”
B. PERMASALAHAN Dari uraian latar belakang di atas ada beberapa permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini. Adapun permasalahannya, yaitu: 1. Bagaimana peranan wasiat sebagai alat bukti dalam penyelesaian sengketa harta waris? 2. Bagaimana kekuatan hukum wasiat sebagai alat bukti dalam penyelesaian sengketa harta waris? 3. Apakah wasiat dapat dibatalkan, apabila dapat dibatalkan siapa yang dapat membatalkannya dan kapan waktunya?