13
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Bank merupakan salah satu sumber penyedia dana yang diantaranya dalam bentuk perkreditan bagi masyarakat atau perorangan dan badan usaha guna memenuhi kebutuhan konsumsi atau untuk meningkatkan produksi.1 Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam sesuai dengan harkatnya selalu
meningkat,
sedangkan
kemampuan
untuk
mencapai
sesuatu
yang
diinginkannya itu terbatas. Hal ini menyebabkan masyarakat memerlukan bantuan untuk meningkatkan usahanya tentu memerlukan modal dengan bantuan bank untuk tambahan modal diperoleh kredit. Secara otomatis akan terwujud adanya suatu hubungan hukum berupa perjanjian kredit dimana pihak bank berkedudukan sebagai kreditor sedangkan para nasabahnya berkedudukan sebagai debitor.2 Sesuai menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
1 2
Sutarno, Aspek-aspek Perkreditan Pada Bank, Bandung : CV. Alfabeta, 2003, hal.1 Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Alumni, Bandung, 1992, Hal
.222
Universitas Sumatera Utara
14
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.3 Bank secara lengkap meliputi kegiatan menghimpun dana (Funding) yang merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan dengan nama rekening (account) dan juga kegiatan menyalurkan dana (lending) yang merupakan kegiatan menjual dana yang dihimpun dari masyarakat selalu pemberian pinjaman yang dikenal dengan nama Kredit. Dalam praktek perbankan, adanya hubungan utang piutang dan upaya pinjam meminjam uang dengan jumlah tertentu, adalah merupakan suatu perbuatan lazim yang sering dilakukan. Pihak bank sebagai kreditor, memberikan kredit kepada nasabah sebagai debitor. Praktek pinjam meminjam sejumlah uang dalam sistem perbankan berakibat pada lahirnya pihak pemberi pinjaman (kreditor), yaitu bank, dan pihak penerima pinjaman (debitor), yaitu nasabah. Dengan kata lain, bank sebagai kreditor adalah sebagai pihak pemberi pinjaman, sedangkan nasabah sebagai debitor adalah sebagai penerima pinjaman. Pada bank konvensional yang menggunakan sistem bunga, pemberian pinjaman uang kepada nasabah debitor disebut dengan istilah pemberian kredit. Dalam Peraturan bank Indonesia, yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat, adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau 3
Munir Fuady., Hukum Perbankan Modern, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, halaman 198
Universitas Sumatera Utara
15
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan pengertian dari Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank Perkreditan Rakyat dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.4 Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, kegiatan Bank Perkreditan Rakyat dalam pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan Bank yang sangat penting dan utama, sehingga pendapatan dari kredit yang berupa bunga merupakan komponen pendapatan paling besar dibanding dengan pendapatan jasa-jasa diluar bunga kredit yang biasa disebut free base income. Sebagai lembaga yang melakukan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, kinerja dan kelangsungan usaha Bank Perkreditan Rakyat sangat bergantung pada kualitas penyediaan dana pada aktiva produktif. Kondisi penyediaan dana pada aktiva produktif yang buruk akan mengakibatkan memburuknya kinerja bank dan dapat mempengaruhi kelangsungan usaha bank. Namun perlu diketahui bahwa sumber dana Bank Perkreditan Rakyat yang dipinjamkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit tersebut bukan dana milik bank sendiri karena modal Bank Perkreditan Rakyat juga sangat terbatas, tetapi merupakan dana-dana masyarakat yang disimpan pada Bank Perkreditan Rakyat, sehingga Bank Perkreditan Rakyat berusaha dan berlomba-lomba menarik dan mengumpulkan dana 4
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8 / 19 / PBI / 2006, halaman 3
Universitas Sumatera Utara
16
masyarakat agar bersedia menyimpan dananya pada Bank dalam waktu yang lama. Dana yang terkumpul dalam jumlah yang sangat besar dengan jangka waktu yang cukup lama, merupakan sumber utama bagi Bank dalam menyalurkan kembali kepada masyarakat yang memerlukan dalam bentuk pinjaman/kredit. Penyaluran kredit harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian melalui analisa yang akurat dan mendalam, penyaluran yang tepat, pengawasan dan pemantauan yang baik, perjanjian yang sah dan memenuhi syarat hukum, pengikatan jaminan yang kuat dan dokumentasi perkreditan yang teratur dan lengkap, semuanya itu bertujuan agar kredit yang disalurkan tersebut dapat kembali tepat pada waktunya sesuai perjanjian kredit yang meliputi pinjaman pokok dan bunga. Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.10 Tahun 1998 memberikan panduan agar bank dalam melaksanakan kegiatan pemberian kredit senantiasa mendasarkan pada keyakinan bahwa debitor mampu mengembalikan kredit yang diperolehnya pada waktu yang telah diperjanjikan. Dengan perkataan lain kredit yang diberikan terjamin pengembaliannya. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum bank memberikan persetujuan atas kredit yang diminta, perlu dilakukan penilaian yang cermat terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitor. Agunan atau jaminan sebagai salah satu unsur yang dinilai dapat berupa barang, proyek, hak tagih yang
Universitas Sumatera Utara
17
dibiayai dengan kredit dan bila menyangkut tanah, hukum agraria mengatur secara khusus.5 Dalam rangka menjaga dan memelihara kelangsungan usahanya itu, Bank Perkreditan Rakyat wajib menilai, memantau dan menjaga agar penyediaan dana bank pada aktiva produktif senantiasa dalam kondisi lancar. Selain hal tersebut, untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dikemudian hari atas penanaman dana bank pada aktiva produktif, maka Bank Perkreditan Rakyat wajib membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang selanjutnya disebut PPAP. Sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia, PPAP adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari baki debet berdasarkan penggolongan Kualitas Aktiva Produktif.6 Kredit yang dikelola dengan prinsip kehati-hatian akan menempatkan kualitas kredit yang Performing Loan sehingga menjadi dapat memberikan pendapatan yang lebih besar bagi Bank Perkreditan Rakyat. Pendapatan yang diperoleh dari kegiatan perkreditan berupa selisih antara biaya dana dengan pendapatan bunga yang dibayar para pemohon kredit, merupakan sumbangan yang besar bagi kesuksesan suatu BPR. Dengan demikian keberhasilan unit kerja pengelolaan kredit seperti Seksi Kredit, bagian Kredit atau Devisi Kredit dalam menjaga kualitas kredit berupa pembayaran bunga dan pokok yang lancar, merupakan suatu hal yang mutlak dan sangat penting serta esensial sekali untuk diusahakan. 5
Indrawati Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit, (Jakarta, Institur Bankir Indonesia, 2002) hal.1-2 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8 / 19 / PBI / 2006 pasal 1 ayat (6) hal.4
Universitas Sumatera Utara
18
Aspek hukum merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam setiap transaksi apapun termasuk pemberian kredit yang merupakan perbuatan hukum perjanjian. Meskipun aspek-aspek lainnya diluar hukum sudah memenuhi syarat, kalau aspek hukumnya tidak memenuhi syarat atau tidak sah, maka semua ikatan perjanjian dalam pemberian kredit dapat saja gugur, sehingga akan menyulitkan BPR untuk menarik kembali kredit yang telah diberikan. Belum lagi permasalahan berikutnya akan timbul jika kredit yang telah diberikan tersebut tidak distor sesuai waktu jatuh tempo sesuai perjanjian kredit, dan lebih parahnya lagi kredit tersebut menunggak, sehingga menimbulkan kredit bermasalah/macet. Pada PT.Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia perjanjian kredit hanya dibatasi atas perjanjian kredit yang memiliki agunan. Mulai dari sertifikat tanah, Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) dan Surat Berharga. Pihak bank biasanya dalam memberikan kredit akan menentukan terlebih dahulu apa yang menjadi jaminan atau agunan dari kredit yang dikeluarkan, misalnya dalam kredit pembelian kendaraan yang menjadi agunan biasanya adalah Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) dari kendaraan tersebut. Buat pihak bank dengan ditentukan dari awal tentang apa yang menjadi jaminan terhadap kredit yang diberikan akan memudahkan bagi bank untuk melakukan eksekusi bila terjadi wanprestasi karena sudah tertentu apa yang menjadi agunannya. Dalam menangani kredit bermasalah/macet tersebut dilakukan penyelesaian dengan cara mengefektifkan sarana hukum untuk mempercepat penyelesaian kredit
Universitas Sumatera Utara
19
bermasalah serta membentuk tim-tim kerja khusus untuk menangani kredit bermasalah tersebut di Bank Perkreditan Rakyat. Tim-tim kerja yang dibentuk akan memberikan informasi mengenai kredit yang bermasalah yaitu mencari penyebab dari tunggakan kredit baik dari kegagalan usaha debitor maupun tunggakan kredit yang disebabkan oleh tidak adanya itikad atau niat baik dari debitor itu sendiri, serta keadaan jaminan guna mengantisipasi apabila kredit tersebut benar-benar tidak dapat ditanggulangi lagi maka akan dapat solusinya apakah kredit tersebut dihapusbukukan, penyitaan jaminan atau restrukturisasi kredit. Restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan Bank Perkreditan Rakyat dalam kegiatan perkreditan terhadap debitor yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, hal ini dilakukan melalui penjadualan kembali, persyaratan kembali serta penataan kembali. Hal ini menunjukkan bahwa Perbankan yang merupakan jenis usaha yang bergerak dibidang jasa yang memiliki banyak peraturan atau ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) serta wajib mematuhinya tetapi masih mempunyai pertimbangan-pertimbangan yang terjadi dalam menjalankan usahanya termasuk Restrukturisasi kredit. Debitor yang Kualitas kreditnya mengalami permasalahan / macet maka akan diberikan kepadanya Surat Panggilan (SP I, II dan III) dimana dalam surat tersebut dicantumkan jumlah tunggakan beserta bunga yang disampaikan melalui petugas kolektor. Semua keluhan dari debitor tetap ditanggapi keluhannya dengan meminta
Universitas Sumatera Utara
20
informasi dari bagian Kolektor atau Account Officer tentang keadaan debitor mulai dari usahanya hingga niat baik dari debitor itu sendiri dan diperikarakan bahwa usaha debitor memiliki prospek yang baik sehingga dapat memenuhi kewajibannya kepada Bank Perkreditan Rakyat setelah Kreditnya direstrukturisasi. Ribuan rupiah (in Thousand IDR)
Simpanan Dana Pihak ke 3 Jumlah debitor
Jenis simpanan
Nominal
Tabungan Deposito
45.065.094 61.584.635
Jumlah Dana Pihak ke 3
106.649.729
Kredit yang diberikan Jumlah Jenis Kredit debitor 79 Fixed Loan 689 Term Loan 489 Cons-KPK 26 Cons-KPR 593 Consumer Lainnya 19 Pegawai Jumlah kredit yang diberikan
Jumlah Outstanding 16.079.420 31.478.567 3.328.705 4.326.448 4.792.749 1.197.436 61.203.325
Data statistik PT.BPR Terabina Seraya Mulia, Juni 2010
PT.Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang yang telah berdiri sejak tahun 1995, dari pengamatan penulis, merupakan Bank Perkreditan Rakyat yang menyediakan fasilitas kredit bagi masyarakat yang frekuensinya sangat tinggi. Dan menurut data per 30 Juni 2010, total plafond yang ditanggung oleh Bank Perkreditan Rakyat sebesar Rp.61.203.303.647,- dan telah terjadi tunggakan cicilan pokok
sebesar
Rp.1.377.274.808,-
serta
tunggakan
cicilan
bunga
sebesar
Rp.989.779.737,-
Universitas Sumatera Utara
21
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas, penulis tertarik untuk mengadakan sebuah penelitian yang akan penulis tuangkan ke dalam suatu karya ilmiah dengan judul : “Restrukturisasi Kredit Macet Debitor di PT.Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang”. B. Perumusan Masalah Sebelum
membahas
lebih
lanjut,
perlu
untuk
mengidentifikasikan
permasalahan-permasalahan yang akan dikembangkan dalam penulisan tesis ini. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah : 1. Bagaimana bentuk penyelesaian Kredit PT.Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang dilakukan? 2. Apa saja hambatan yang dihadapi dalam penyelesaian kredit macet pada PT.Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang? 3. Bagaimana cara untuk menanggulangi hambatan dalam penyelesaian kredit macet pada PT.Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis langkah-langkah yang diambil penyelesaian Kredit Macet Debitor pada PT.Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang. 2. Mengidentifikasi apa saja hambatan yang dihadapi dalam penyelesaian Kredit Macet pada PT.Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang.
Universitas Sumatera Utara
22
3. Menemukan cara yang dilakukan untuk menanggulangi hambatan dalam penyelesaian Kredit Macet pada PT.Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat, baik secara praktis maupun teoritis, yaitu : 1. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi praktisi bank dalam hal penanganan kredit bermasalah dengan kebijakan dalam pengambilan keputusan sehingga terjadinya proses restrukturisasi kredit serta dapat berguna bagi penulis dalam mengembangkan ilmu pengetahuan hukum yang penulis miliki serta dapat mengaplikasikan pengalaman-pengalaman yang penulis peroleh selama masa kuliah dan selama mengadakan penelitian. 2. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk penelitian lebih lanjut dalam upaya penanganan kredit bermasalah serta alasan atas keputusan yang diambil dalam penanganan masalah tersebut serta semoga dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan terutama bagi almamater dan bagi instansi terkait dilingkungan Bank maupun pada lingkungan investor (pemilik modal) dengan berlatar belakang hukum dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI). E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan Penulis di lingkungan kepustakaan Universitas Sumatera Utara, sudah pernah ada beberapa penelitian yang
Universitas Sumatera Utara
23
mengkaji tentang Penyelesaian Kredit Macet dan Restrukturisasi Kredit oleh Mahasiswa Program studi Magister Kenotariatan sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, yaitu: 1. Penelitian yang dilakukan oleh TIONG SUN, dengan judul penelitian “ANALISIS PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA KREDIT USAHA KECIL DI PT. BPR DUTA ARDIATA KANTOR PUSAT DI MEDAN”, dimana dalam penelitian tersebut titik berat pembahasannya adalah mengenai cara penyelesaian kredit macet oleh bank BPR Duta Ardiata. 2. Penelitian yang dilakukan oleh LINDA HALIM, dengan judul penelitian “RESTRUKTURISASI UTANG UNTUK MENCEGAH KEPAILITAN”, dimana dalam penelitian tersebut titik berat pembahasannya adalah mengenai bagaimana caranya untuk mempertahankan usaha seseorang yang mengalami kerugian sedangkan disaat itu masih ada kewajiban yang harus diselesaikan yaitu utang atau kredit. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Saudara KARTONO KURNIAWAN, dengan judul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN KREDIT MACET PT. BNI (PERSERO) TBK. KANTOR WILAYAH 0I MEDAN DALAM
KAITANNYA
DENGAN
PRAKTEK
PUPN
CABANG
SUMATERA UTARA”, dimana dalam penelitian tersebut titik berat pembahasannya adalah mengenai Penyelesaian Kredit Macet yang dikaitkan dengan praktek PUPN cabang Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
24
Berdasarkan uraian di atas dalam kaitannya dengan penelitian ini, penelitian ini menitikberatkan pembahasannya tentang cara penyelesaian kredit macet melaui restrukturisasi di PT. Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang. Dengan
demikian
dapat
dikatakan
penelitian
ini
asli
dan
dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademis. F. Kerangka Teori dan Konsepsi A. Kerangaka Teori Teori adalah merupakan suatu prinsip atau ajaran pokok yang dianut untuk mengambil suatu tindakan atau memecahkan suatu masalah. Landasan teori merupakan ciri penting bagi penelitian ilmiah untuk mendapatkan data. Teori merupakan alur penalaran atau logika (flow of reasoning/logic), terdiri dari seperangkat konsep atau variabel, defenisi dan proposisi yang disusun secara sistematis.7 Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti perenungan, yang pada gilirannya berasal dari kata “thea” dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas. Dalam banyak literatur, beberapa ahli menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berfikir yang tersusun sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataannya), juga simbolis.8 Kamus
7
8
J.Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal.194 HR.Otje Salman S dan Anton F Susanto, Teori Hukum, (Bandung:Refika Aditama, 2005),
hal.21
Universitas Sumatera Utara
25
Umum Bahasa Indonesia menyebutkan, bahwa salah satu arti teori ialah : “…. pendapat, cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.”9 Dengan lahirnya beberapa peraturan hukum positif di luar KUHPerdata sebagai konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat lapangan hukum dan kekayaan hukum perikatan inilah diperlukan kerangka teori yang akan dibahas dalam penelitian tentang restrukuturisasi kredit pada PT.Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang ini dengan aliran hukum positif yang analitis dari Jhon Austin, yang mengartikan : Hukum itu sebagai a command of the lawgiver (perintah dari pembentuk undang-undang atau penguasa), yaitu suatu perintah mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup (closed logical system). Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk.10 Hukum positif merupakan aliran yang berpandangan bahwa studi tentang wujud hukum seharusnya merupakan studi tentang hukum yang benar-benar terdapat dalam sistem hukum dan bukan hukum yang seyogianya ada dalah norma-norma moral. John Austin, eksponen terbaik dari aliran ini, mendefinisikan hukum sebagai perintah dari otoritas yang berdaulat di dalam masyarakat. Suatu perintah yang merupakan ungkapan dari keinginan yang diarahkan oleh otoritas yang berdaulat, yang mengharuskan orang atau orang-orang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
9
W.J.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1985),
hal.1055 10
Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2002,
hal.55.
Universitas Sumatera Utara
26
hal. Perintah itu bersandar karena adanya ancaman kejahatan, yang akan dipaksakan berlakunya jika perintah itu tidak ditaati.11 Selain menggunakan teori positivisme hukum dari Jhon Austin dalam menganalisis tesis ini, juga cenderung digunakan teori sistem yang dikemukakan Mariam Darus Badrulzaman, bahwa sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu, yang merupakan landasan di atas mana dibangun tertib hukum.12 Hal yang sama juga dikemukakan Sunaryati Hartono, bahwa sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas.13 Jadi, dalam sistem hukum terdapat sejumlah asas-asas hukum yang menjadi dasar dalam pembentukan norma hukum dalam suatu perundang-undangan. Dengan demikian, pembentukan hukum dalam bentuk hukum positif harus berorientasi pada asas-asas hukum sebagai jantung peraturan hukum tersebut.14 Oleh sebab itu, pemahaman akan asas hukum tersebut sangatlah penting dalam menganalisis restrukturisasi kredit di Bank Perkreditan Rakyat. Dengan sistem hukum tersebut maka analisa masalah yang diajukan adalah lebih berfokus pada
11
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1986, hal.48 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung, 1983, hal.15. 13 C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991, hal.56. 14 Lihat, Satjipto Rahardjo, Op. Cit., hal.15, menyatakan bahwa disebut demikian karena dua hal yakni, pertama, asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, artinya peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Kedua, sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum. 12
Universitas Sumatera Utara
27
sistem hukum positif khususnya mengenai substansi hukum, yakni dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tentang restrukuturisasi kredit. Menurut Kerlinger seperti yang dikutip oleh J.Supranto dalam bukunya, mengatakan bahwa “ a theory is a set of inter-related constructs (concepts), defenitions, and proporsitions that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of explanning and pedicting the phenomena”.15 Otje Salman dan Anton F Susanto akhirnya menyimpulkan pengertian teori menurut pendapat dari berbagai ahli, dengan rumusan sebagai berikut : “Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.16 Dalam penelitian ini, menetapkan suatu kerangka teori adalah merupakan suatu keharusan. Hal ini dikarenakan, kerangka teori itu digunakan sebagai landasan berfikir untuk menganalisa permasalah yang dibahas dalam tesis ini, yaitu mengenai perbankan dalam menjalankan usahanya, baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat, Kualitas Aktiva Produktif (KAP) diatur dalam SK Direksi Bank Indonesia yakni sebagai berikut : 1. Lancar; 2. Dalam Perhatian Khusus; 3. Kurang lancar; 15 16
J.Supranto, Op.Cit, hal 194 HR.Otje Salman S dan Anton F Susanto, Op.cit,hal 22
Universitas Sumatera Utara
28
4. Diragukan; 5. Macet. Kolektibilitas Kurang Lancar adalah untuk tunggakan kredit selama 3 bulan, kolektibilitas Diragukan adalah untuk tunggakan kredit dalam jangka waktu 6 bulan sedangkan untuk kolektibilitas macet adalah untuk tunggakan kredit dalam jangka waktu 12 bulan. Kredit yang semacam ini sering disebut dengan Kredit Bermasalah. Jika dihubungkan dengan kredit macet/bermasalah, maka ada tiga macam perbuatan yang tergolong wanprestasi, yakni antara lain :17 a. Debitor sama sekali tidak membayar angsuran kredit (beserta bunganya). b. Debitor membayar sebagian angsuran kredit (beserta bunganya). Pembayaran angsuran kredit tidak dipersoalkan apakah nasabah telah membayar sebagian besar atau sebagian kecil angsuran. Walaupun nasabah kurang membayar satu kali angsuran, tetap tergolong kreditnya sebagai kredit macet. c. Debitor membayar lunas kredit (beserta bunganya) setelah jangka waktu yang diperjanjikan berakhir. Hal ini tidak termasuk nasabah membayar lunas setelah perpanjangan jangka waktu kredit yang telah disetujui bank atas permohonan nasabah karena telah terjadi perubahan perjanjian yang disepakati bersama” Disamping itu kredit macet dapat terjadi apabila :18
17
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta : Djambatan 1996), hal 131 18 M.Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung, Citra Aditya, 1993),hal.251
Universitas Sumatera Utara
29
1. Tidak memenuhi kriteria lancar, kurang lancar, dan diragukan atau 2. Memenuhi kriteria diragukan, tetapi dalam jangka waktu 21 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha penyelematan kredit, atau 3. Kredit tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara, atau telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit. Kedit yang telah masuk kategori macet merupakan piutang bagi pihak Perbankan. Padahal jika kredit tersebut merupakan kredit lancar, maka pihak bank dapat memberikan kreditnya pada nasabah lain yang juga ingin memiliki fasilitas kredit yang lainnya. Sesuai dengan akta kredit macet, dapat digambarkan bahwa nasabah sudah sulit diharapkan untuk dapat memenuhi kewajibannya dengan sukarela sebagaimana yang diperjanjikan. Terjadinya kredit bermasalah ini ditinjau dari sudut bank dapat dikemukakan berbagai faktor penyebab yang dapat diidentifikasikan dan dikelompokkan kedalam 2 (dua) faktor yaitu Faktor internal dan eksternal, sebagai berikut :19 1. Faktor Internal, yaitu disebabkan: a. Adanya kebijakan kredit yang ekspansif. Pola kebijakan pemberian kredit yang selalu terlalu ekspansif melebihi batas pertumbuhan yang normal mengakibatkan bank kurang selektif dalam menilai 19
Anggota IKAPI, Solusi Hukum dalam Menyelesaikan Kredit bermasalah,(Jakarta : InfoBank,1997), hal.3-5
Universitas Sumatera Utara
30
permohonan kredit calon nasabah dan cenderung banyak memberikan kemudahan-kemudahan. Hal ini disebabkan karena dikejar target yang cukup tinggi sehingga mendorong sebagian bank untuk menarik nasabah bank yang lain tanpa melakukan analisis dan perhitungan risiko yang bakal terjadi. b. Penyimpangan dalam prosedur pemberian kredit. Adanya kecenderungan bank kurang mengikuti sistem atau kurang disiplin dalam
menerapkan
prosedur pemberian
kredit
yang berlaku
dapat
menimbulkan kredit bermasalah. Karena biasanya dalam proses pemberian kredit kurang diperhatikan azas pemberian kredit yang sehat seperti analisis kelayakan usaha, data keuangan debitor, tujuan penggunaan kredit dan lain sebagainya. c. Itikad kurang baik dari Pemilik/Pengurus/Pegawai bank. Adanya itikad kurang baik dari pemilik/pengurus/pegawai bank sering dijumpai adanya kredit yang tidak layak, kredit fiktif, kredit yang tidak jelas penggunaannya, kredit topengan, yang pada umumnya kredit tersebut digiring untuk segera menjadi macet, kemudian dihapusbukukan dari neraca bank untuk menghilangkan jejaknya agar tidak mudah dilacak oleh siapapun. d. Lemahnya Administrasi dan Pengawasan Kredit Sistem
administrasi
dan
pengawasan
kredit
yang
lemah
banyak
mengakibatkan kredit bermasalah, karena administrasi dokumen-dokumen tidak dilakukan dengan baik dan peninjauan langsung terhadap kegiatan usaha
Universitas Sumatera Utara
31
debitor hampir tidak pernah dilakukan, sehingga diketahui tiba-tiba usaha debitor sudah macet dan sulit untuk diselamatkan lagi. e. Lemahnya sistem informasi kredit bermasalah. Bank memiliki kecenderungan untuk melaporkan gambaran yang lebih baik mengenai kondisi kreditnya kepada Bank Indonesia dengan harapan akan mendapatkan penilaian tingkat kesehatan yang baik. Sementara itu secara intern bank sendiri tidak mengadministrasikan kondisi kredit yang sebenarnya, sehingga bank seringkali terlambat dalam mengantisipasi terjadinya kredit bermasalah. 2.
Faktor Eksternal, yaitu disebabkan : a. Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit. Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya tingkat suku bunga kredit dapat menyulitkan debitor dalam memenuhi kewajibannya kepada bank, karena beban bunga yang ditangggung debitor terlalu berat. b. Iklim persaingan tidak sehat Adanya iklim persaingan yang ketat setelah Pakto 1988 sering membuat perbankan memberikan kemudahan dan keringanan serta fasilitas yang berlebihan kepada debitor, sehingga mendorong debitor untuk menggunakan kelebihan dana tersebut kepada tujuan yang bersifat spekulatif. c. Kegagalan usaha debitor Kegagalan usaha debitor dapat menyebabkan debitor tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada bank. Hal ini biasanya karena kegiatan usaha debitor sensitif terhadap perubahan lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
32
d. Musibah yang menimpa kegiatan debitor (Force Mejeuer). Keadaan yang tidak terduga sering menyebabkan kredit menjadi bermasalah, seperti adanya kebakaran yang menimpa tempat usaha debitor sementara tempat tersebut lalai diasuransikan oleh bank, seperti gempa bumi, tsunami dan bencana alam lainnya yang dapat menimbulkan kerugian. Dari jumlah kredit bermasalah yang timbul telah dilakukan beberapa upaya penyelesaian yang ditempuh perbankan. “Upaya adalah usaha untuk memecahkan persoalan atau mencari jalan keluar,20 sedangkan Penyelesaian dalam penelitian ini adalah proses atau cara yang digunakan Bank Perkreditan Rakyat dalam menyelesaikan kredit macet yang tidak dilunasi oleh debitor”.21 Penanggulangan kredit bermasalah memerlukan konsep yang terpadu dan terarah dimulai dengan upaya mengurangi hambatan-hambatan sampai kepada upaya perbaikan yang terjadi dari aspek hukum, kelembagaan maupun dari sudut sistem pembinaan dan pengawasan bank di Indonesia. Karena itu dalam menanggulangi penyelesaian
kredit
bermasalah
diperlukan
2
tindakan
penyelesaian
yaitu
menuntaskan kredit bermasalah yang sudah ada dan melakukan tindakan pencegahan timbulnya kredit bermasalah baru.
20 21
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1990) , hal.995 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1990) , hal.801
Universitas Sumatera Utara
33
Upaya penyelesaian kredit bermasalah yang ditempuh perbankan dewasa ini serta hambatan-hambatan yang dihadapi antara lain sebagai berikut :22 1. Penyelesaian langsung oleh bank Biasanya pada tahap awal penyelesaian yang ditempuh bank adalah melakukan restrukturisasi, konversi kredit menjadi penyertaan saham, melakukan penagihan penguasaan barang jaminan dan claim ke perusahaan asuransi. Dalam restrukturisasi bank berupaya melakukan penyehatan melalui penjadwalan
kembali
kredit
(Reschedulling),
menetapkan
persyaratan
baru
(Reconditioning) yang lebih ringan atau melakukan penyuntikan dana segar baru dan Penataan kembali (restructuring) yaitu perubahan persyaratan pembiayaan. Sasaran penyehatan ini adalah agar usaha debitor dimasa yang akan datang dapat pulih kembali dan berjalan baik serta mampu memenuhi kewajibannya Dalam hal konversi kredit bermasalah menjadi penyertaan saham, biasanya dilakukan bank kepada debitor yang masih memiliki prospek usaha dan asset yang cukup. Tujuan cara ini adalah agar bank dapat ikut serta dalam pengelolaan manajemen perusahaan debitor sehingga diharapkan dimasa yang akan datang nilai saham tersebut dijual. Beberapa pengalaman menunjukkan dalam melakukan konversi kredit menjadi modal hanya merupakan penundaan penyelesaian kredit bermasalah. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kurang berhasilnya cara ini
22
Moh.Ma’ruf Saleh, Langkah Antisipatif Yang Harus dilakukan Perbankan dalam Memproses dan Menyelesaikan Kredit Bermasalah, Solusi Hukum Menyelesaikan Kredit Bermasalah, (Jakarta : InfoBank, 1997), hal.5
Universitas Sumatera Utara
34
adalah adanya keterbatasan/kemampuan bank dalam menilai prospek usaha debitor, disamping adanya kecendrungan debitor kurang bersungguh-sungguh untuk mengembangkan usahanya kembali. 2. Penyelesaian melalui prosedur hukum Untuk mendapat kepastian hukum, bagi bank swasta penyelesaiannya melalui Pengadilan Negeri, yaitu mengajukan masalahnya sebagai suatu perkara perdata. Bagi bank-bank pemerintah sesuai ketentuan, penagihan kredit bermasalah dilakukan melalui BUPLN. 3. Penyelesaian melalui pihak lain Selain cara tersebut diatas, bank-bank swasta banyak menempuh penyelesaian melalui bantuan jasa pihak lain yaitu “penagih swasta yang independen (debt collector)”, yang biasanya penyelesaiannya dapat lebih cepat dan efektif. Namun demikian penyelesaian melalui jasa pihak ketiga ini seringkali menimbulkan permasalahan baru bagi bank. Hal ini disebabkan cara-cara yang ditempuh oleh “debt collector” tersebut dinilai kurang etis karena seringkali menggunakan kekerasan sehingga debitor merasa dirugikan. Dalam hal restrukturisasi, Kualitas kredit harus setinggi-tingginya “Kurang Lancar” untuk kredit yang sebelum direstrukturisasi memiliki kualitas Diragukan atau Macet dan tidak berubah, untuk kredit yang sebelum direstrukturisasi memiliki kualitas Lancar atau Kurang Lancar. Walaupun restrukturisasi ini diperbolehkan dan telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia akan tetapi terdapat larangan dalam hal restrukturisasi ini. BPR
Universitas Sumatera Utara
35
dilarang
melakukan
restrukturisasi
kredit
apabila
bertujuan
hanya
untuk
menghindari:23 1. Penurunan Kualitas Kredit; 2. Peningkatan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP); dan/atau 3. Penghentian pengakuan pendapatan bunga accrual (pendapatan yang belum diterima tetapi sudah diakui / dibukukan sebagai pendapatan bank). Bank
Perkreditan
Rakyat
wajib
menerapkan
perlakuan
akuntansi
Restrukturisasi Kredit, termasuk namun tidak terbatas pada pengakuan kerugian yang timbul dalam rangka Restrukturisasi Kredit, sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan Prinsip Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) yang berlaku.24 Dengan kata lain restrukturisasi ini dilakukan guna untuk meminimalkan potensi kerugian yang lebih besar akibat dari memburuknya kondisi Debitor. B. Konsepsi Konsepsi digunakan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian defenisi operasional atas beberapa variabel yang digunakan, sehingga demikian tidak akan menimbulkan perbedaan penafsiran atas sejumlah istilah dan masalah yang dibahas. Disamping itu, dengan adanya penegasan kerangka konsepsi ini, diperoleh suatu
23 24
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/19/PBI/2006, Pasal 17, hal.16 Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/19/PBI/2006, Pasal 19, hal.17
Universitas Sumatera Utara
36
persamaan pandangan dalam menganalisa masalah yang diteliti, baik dipandang dari aspek yuridis, maupun dipandang dari aspek sosiologis. Selanjutnya, untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi operasional sebagai berikut : a. Restrukturisasi Kredit adalah upaya yang dilakukan oleh Bank dalam rangka perbaikan dalam kegiatan perkreditan terhadap debitor yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya. b. Kredit Macet adalah Kredit yang tidak dibayarkan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan dan telah melebihi dari 4 kali angsuran. c. Debitor adalah nasabah perorangan, perusahaan atau badan yang memperoleh satu atau lebih fasilitas kredit selain itu debitor juga dapat diartikan pihak yang berhutang kepada pihak lain yang dijanjikan untuk dibayar kembali pada masa yang akan datang d. Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutanya disebut BPR adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional.
Universitas Sumatera Utara
37
G. Metodologi Penelitian 1. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan25 bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat, termasuk didalamnya peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan di atas. Sifat penelitian ini adalah juridis normatif, yaitu penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.26atau pendekatan penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis/empiris, yaitu suatu penelitian hukum yang dilakukan dengan melihat aspek penerapan hukum itu sendiri di tengah masyarakat,27 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang Kabupaten Kepuluan Meranti Propinsi Riau, yang alamat kantor dan tempat kedudukan untuk melaksanakan kegiatan usahanya terletak di Jalan Diponegoro Nomor 18. 25
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal.63. Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum,Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal.13 27 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, 26
hal.89
Universitas Sumatera Utara
38
Adapun alasan dipilihnya lokasi tersebut adalah karena Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia merupakan satu-satunya Bank Perkreditan yang ada di kota Selatpanjang selain itu Bank tersebut telah banyak menyalurkan dananya ke masyarakat dalam bentuk kredit yang tentunya terdapat permasalahan dalam penyelesaian kredit tersebut termasuk didalamnya dilakukannya Restrukturisasi Kredit sesuai dengan permasalahan dan sesuai dengan persetujuan pihak manajemen perusahaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah mengatur restrukturisasi kredit tersebut. 3. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah terdiri dari dua sumber, yaitu : a. Data primer Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara pengumpulan data secara langsung melalui wawancara, yaitu proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan, dimana wawancara dilakukan dengan kreditor yang hadir untuk menyelesaikan tunggakan kredit selama penelitian yaitu sebanyak 61 (enam puluh satu) orang dengan meminta informasi atau keterangan-keterangan mengenai permasalahan yang dihadapi kreditor sehingga terjadi tunggakan serta apa yang diharapkan oleh kreditor dengan keadaan yang mereka hadapi. b. Data sekunder Data sekunder dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, literatur-literatur, makalah, peraturan perundang-
Universitas Sumatera Utara
39
undangan serta sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan penyusunan tesis ini yang dapat dibedakan atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier.28 4. Alat Pengumpul Data Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui : a. Terhadap Data Primer, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada pihak-pihak yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti.29 b. Terhadap Data Sekunder, Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen, yaitu dengan menghimpun data yang berasal dari kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan, Buku-buku atau literatur, karya ilmiah seperti makalah, jurnal, artikel-artikel yang terdapat pada majalah-majalah maupun koran, dan segala tulisan yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diteliti. 5. Analisis Data Setelah semua data dalam penelitian ini diperoleh, baik data primer maupun sekunder, maka dalam menganalisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi 28
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni berupa normanorma hukum seperti antara lain: peraturan perundang-undangan. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Selanjutnya bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Lihat: Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit UI Press, 1986), hal.55 29 Didalam penelitian dikenal tiga jenis alat pengumpul data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara. Lihat : Soerjono Soekanto, Ibid, hal.66
Universitas Sumatera Utara
40
berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan narasumber hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini dan akhirnya ditariklah suatu kesimpulan dengan cara induktif yaitu penalaran yang didapat dari permasalahan kreditor secara spesifik sehingga terjadinya tunggakan di PT.Bank Perkreditan Rakyat Terabina Seraya Mulia Selatpanjang.
Universitas Sumatera Utara