BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penelitian Kinerja Institusi dan pegawai merupakan dua hal yang saling
membutuhkan. Jika pegawai berhasil membawa kemajuan bagi institusi, keuntungan yang diperoleh akan dipetik oleh kedua belah pihak. Bagi pegawai keberhasilan merupakan aktualisasi potensi diri sekaligus peluang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan bagi kantor keberhasilan merupakan sarana menuju pertumbuhan dan perkembangan kantor. Dengan adanya modernisasi kantor pajak membuat permasalahan – permasalahan baru yang semula belum terungkap muncul kepermukaan. Para pegawai senantiasa gelisah untuk berpindah dari tempat yang semula telah nyaman ke situasi yang penuh dengan kompetensi. Keresahan pegawai ini bermuara kepada kinerja kantor yang tidak memuaskan. Kasus yang menyeret aparatur pajak dalam beberapa tahun terakhir telah menimbulkan skeptisisme masyarakat mengenai kepercayaan terhadap KPP. Seperti yang diberitakan mengenai tertangkapnya kepala KPP Pratama Bogor, Anggrah Suryo, yang tertanggkap tangan oleh petugas KPK menerima uang yang diduga suap dari wajib pajak digiring di kantor KPK, Jakarta yang menyatakan, tersangka Endang Dyah, PT.Gunung Emas Abadi yang diduga memberikan suap ke Kepala Kantor pelayanan Pajak Bogor, dan seperti pemberitaan kasus Tommy diangkat oleh the Jakarta Post yang mengenai rencana pelaporan gratifikasi dan
1
2
perlindungan LPSK oleh Tommy yang dikaitkan dengan surat edaran Dirjen pajak SE -109/PJ/2010 tentang penanganan dini terhadap PNS dilingkungan yang terkait dengan Proses pemeriksaan perkara dana dan/atau diduga melakukan pelanggaan displin.(www.suara karya.com) Permasalahan menurunnya kinerja pegawai yang dihadapi kantor sebenarnya merupakan permasalahan klasik yang selalu up to date untuk didiskusikan. Penilaian kinerja pegawai sebagai pelaku dalam organisasi dengan membuat ukuran kinerja yang sesuai dengan tujuan organisasi. Standar penilaian kinerja suatu organisasi harus dapat diproyeksikan kedalam standar kinerja para pegawai sesuai dengan unit kerjanya. Evaluasi kinerja harus dilakukan secara terus menerus agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien. Kantor Pelayanan Pajak tidak terlepas dari kondisi-kondisi tersebut, karena kantor atau organisasi perlu memperbaiki kinerja pegawai. Kantor perlu mengembangkan model kompetensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai sehingga dapat dijadikan dasar pengembangan Sumber Daya Manusia. Menurut Dody Radityo, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Sejak awal Juni lalu, lebih dari 300 unit kerja vertikal di bawah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaksanakan kegiatan Values gathering yang bertujuan menyebarluaskan upaya dan komitmen DJP untuk mencapai target penerimaan pajak dengan integritas dan tidak melakukan korupsi. Hampir bersamaan dengan kegiatan tersebut, media massa sejak 6 Juni 2012 ramai memberitakan penangkapan pegawai DJP, Tommy Hindratno, dalam kasus suap pajak yang ditengarai melibatkan PT Bhakti Investama, Tbk. Values gathering tersebut dilaksanakan
3
untuk mengkomunikasikan kepada masyarakat luas, upaya-upaya dan pencapaian DJP dalam menegakkan reformasi birokrasi. Capaian yang hendak ditunjukkan DJP salah satunya adalah keberhasilan menurunkan indeks suap. Hasil survei Transparency International Indonesia yang dijadikan rujukan menyebutkan DJP menempati peringkat 12 dari 15 institusi publik, turun dari 23% pada 2006 menjadi 14% pada tahun 2008. Sekali lagi, pada saat hampir bersamaan, lembaga riset independen Soegeng Sarjadi Syndicate mempublikasikan hasil survei yang menunjukkan DJP merupakan lembaga terkorup ke dua (21,4%), hanya kalah dari DPR. Hasil survei tersebut mungkin “menguntungkan” DJP mengingat survei dilaksanakan 14-24 Mei 2012, sebelum kasus suap Tommy Hindratno terungkap. Citra baik DJP yang mulai terbentuk melalui upaya keras melakukan perbaikan, kembali menggelinding ke titik terendah ketika terungkap kasus korupsi yang melibatkan pegawai DJP. Hal tersebut terjadi sejak kasus yang melibatkan Gayus Tambunan dan terus berulang seiring terungkapnya kasus Bahasyim Assifie, Dhana Widyatmika, hingga terakhir menimpa Tommy Hindratno. Pola yang berulang terus menerus tersebut berimplikasi pada semakin susahnya mendorong kembali batu karang ke puncak gunung ketika kasus kembali terjadi. Kasus yang terjadi berkali-kali menimbulkan beban mental yang semakin berat bagi pegawai DJP untuk bangkit kembali. Label koruptor dilekatkan kepada pegawai DJP, dan bahkan kantor pusat DJP oleh sebagian masyarakat disebut sebagai “kantor Gayus”. Untuk itu, beberapa waktu terakhir DJP melaksanakan
4
program penguatan mental sebagai upaya memelihara semangat dan menghindari demotivasi pegawai DJP yang dapat berdampak pada pencapaian target penerimaan negara. Pemberitaan yang disebutkan dimedia mengenai kasus dugaan korupsi petugas pajak, menurut Lury Sofyan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP), banyak pihak yang mempertanyakan keberhasilan reformasi di DJP dan terbentuk persepsi masyarakat akan citra buruk DJP, namun permasalahan yang harus dijawab bukan hanya bagaimana memunculkan semangat pegawai DJP untuk mendorong kembali batu ke puncak gunung, tetapi juga memulihkan kepercayaan masyarakat kepada institusi DJP. Ketidakpercayaan masyarakat (yang juga wajib pajak) dapat menimbulkan keengganan dalam membayar pajak. Berbagai kasus yang melibatkan pegawai DJP dapat menyebabkan masyarakat menilai bahwa institusi DJP merupakan institusi yang korupsi dan tidak serius melakukan reformasi. (www.pajak.go.id) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai salah satu institusi pemerintah di bawah Departemen Keuangan yang mengemban tugas untuk mengamankan penerimaan pajak Negara dituntut untuk selalu dapat memenuhi pencapaian target penerimaan pajak senantiasa meningkat dari tahun ke tahun di tengah tantangan perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial maupun ekonomi di masyarakat. Sistem modernisasi administrasi perpajakan dilakukan karena penerimaan pajak pada awal reformasi perpajakan (tahun 1983), peneriman negara masih dibawah 20% setiap tahunnya, hal tersebut dapat dilihat melalui APBN. Tetapi dengan adanya modernisasi perpajakan penerimaan negara meningkat secara signifikan
5
dan dari 20% menjadi 75% setiap tahunnya walaupun hal tersebut masih jauh dari apa yang sudah dianggarkan oleh negara melalui APBN. (Liberti Pandiangan, 2007:18). Modernisasi administrasi perpajakan dilakukan sebagai bagian dari reformasi birokrasi perpajakan. Modernisasi dilakukan dalam beberapa tahap dan sudah dimulai sejak tahun 2002, dengan membentuk Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar dan Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar. Sistem administrasi perpajakan modern, didukung dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional dan berkualitas serta mempunyai kode etik kerja diharapkan akan tercipta prinsip Good Governance yang dilandasi transparansi, akuntabel, responsif, independen dan adil. Hal ini pada gilirannya akan mendukung Visi Direktorat Jenderal Pajak yaitu “Menjadi Model Pelayanan Masyarakat yang Menyelenggarakan Sistem dan Manajemen Perpajakan Kelas Dunia yang Dipercaya dan Dibanggakan oleh Masyarakat”. Fasilitas untuk kemudahan dan kenyamanan pelayanan kepada Wajib Pajak dilakukan dengan mengoptimalkan pemanfaatan perkembangan dan kemajuan Tekhnologi Informasi. Fasilitas tersebut antara lain Website, Call Centre, Complaint Centre, e-Filling, e-SPT, One-Line Payment. Untuk memudahkan
pelayanan
dan
pengawasan
terhadap
Wajib
Pajak
serta
meningkatkan produktivitas aparat, akan didukung oleh sistem administrasi yang berbasis teknologi informasi. Secara bertahap sistem informasi baru ini, yaitu Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SI-DJP) akan diterapkan. Sistem ini menerapkan Case Management (Manajemen Kasus) dan work flow system (Alur
6
kerja), sehingga memungkinkan setiap proses kegiatan menjadi terukur dan terkontrol. (Liberti pandiangan, 2007:18) Kurangnya sikap yang profesionalisme DJP, menandakan bahwa pelaksanaan pajak saat ini masih belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. Untuk itu Direktorat jenderal pajak berupaya membentuk kantor wajib pajak besar. Guna memberikan pelayanan dan pengawasan yang lebih baik terhadap wajib pajak besar yang memberikan konstribusi yang relatif besar terhadap penerimaan pajak, DJP membentuk kantor wilayah dan KPP Wajib Pajak Besar. Dari data yang ada, menunjukan bahwa tingkat kepercayaan sangatlah rendah. Hal tersebut harus diakui bahwa setelah modernisasi administrasi Pajak Dilaksanakan pun masih tetap terjadi. Kinerja pegawai pajak pada khususnya dan masyarakat pada umumnya menjadi sebuah tanda tanya dalam rangka menerapkan. Pelayanan prima dalam konteks modernisasi administrasi pajak. Bagi Dirjen Pajak, modernisasi dan pelayanan ini sebenarnya bukan barang baru, sebab modernisasi yang tidak lain adalah wujud dari reformasi perpajakan yang telah dilakukan sejak tahun 2002. Dengan modernisasi, setidaknya menurut Mayun, aparat pajak bisa benar-benar profesional dalam melayani para wajib pajak (WP). melalui modernisasi, dengan tetap melaksanakan program ekstensifikasi,berusaha memberikan pelayanan yang maksimal kepada wajib pajak yang dalam jangka panjang mencangkup reformasi peraturan perpajakan, sistem pelayanan, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), dan penyempurnaan organisasi.
7
Penerapan sistem administrasi modern, tambah mayun, dilakukan untuk mengoptimalkan pelayanan kepada wajib pajak. Penerapan sistem tersebut mencangkup aspek-aspek perubahan struktur organisasi dan sistem kerja KPP, perubahan
implementasi pelayanan kepada Wajib Pajak, fasilitas pelayanan
memanfaatkan teknologi informasi, dan kode etik pegawai dalam rangka menciptakan aparatur pajak yang bersih dan bebas KKN. (Media Indonesia) Menurut Diana Sari (2010) penerapan Modernisasi perpajakan terhadap pencapaian Akuntabilitas pada KPP Modern 62,9%, sedangkan sisanya sebesar 37,1 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar Modernisasi Administrasi Perpajakan, dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan Modernisasi
administrasi
perpajakan
berpengaruh
terhadap
pencapaian
akuntabilitas. Hal ini dikarenakan penerapan modernisasi perpajakan sudah memadai. Objek penelitian adalah modernisasi perpajakan dan pencapaian akuntabilitas dalam organisasi kantor pelayanan pajak modern di Bandung, variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas (x) adalah penerapan modernisasi perpajakan indikator variabel, yaitu a. Perubahan struktur organisasi dan sistem kerja kantor pelayanan pajak, b. Perubahan implementasi pelayanan kepada wajib pajak (WP), c. Fasilitas pelayanan yang memanfaatkan teknologi informasi, d. Kode etik pegawai. Variabel independent atau variabel tidak bebas atau variabel terikat (Y) adalah pencapaian akuntabilitas pada kantor pelayanan pajak modern. Indikator variabel, yaitu a. Pengukuran kinerja kantor pelayanan pajak modern, b. Kejelasan
8
fungsi,wewenang dan tanggung jawab kntor pelayanan pajak. Hasil uji validitas dengan menggunakan teknik korelasi product moment (pearson), bahwa seluruh butir pernyataan pada kedua varibel valid dan layak digunakan sebagai alat ukur modernisasi perpajakan dan akuntabilitas. Hasil uji relibilitas yang menggunakan alpha-cronbach bernilai positif lebih besar dari pada 0,7 yang menunjukan bahwa butir kuesioner pada kedua variabel handal untuk mengukur variabel masing – masing yang sebesar 0,834 untuk variabel x dan 0,887untuk variabel Y yang artinya sudah andal untuk diukur mang-masing variabelnya, berdasarkan uji t, maka hipotesis penerapan Modernisasi administrasi perpajakan berpengaruh positif terhadap pencapaian akuntabilitas. Berdasarkan
perhitungan
maka
besarnya
penerapan
modernisasi
perpajakan terhadap pencapaian akuntabilitas pada KPP Modern 62,9%. Sedangkan sisanya sebesar 37, 1% dipengaruhi faktor lain diluar modernisasi administrasi perpajakan, dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan
modernisasi
perpajakan
berpengaruh
terhadap
pencapaian
akuntabilitas, hal ini dikarenakan penerapan modernisasi perpajakan sudah memadai. Menurut Ahyar Yuniawan (2010), pengaruh profesionalisme pemeriksaan pajak, kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan menunjukan pengaruh profesionalisme ke kinerja lebih tinggi daripada pengaruh profesionalisme ke kepuasan kerja dan ke komitmen organisasI masing-masing,
9
sehingga pemeriksa pajak perlu menerapkan standard kerja yang ada sesuai dengan petunjuk pelaksanaan untuk penyeleseian SP 3, dalam penelitian tersebut menunjukan bahwa profesionalisme, kepuasan kerja, komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Menurut Ros Priska (2009) Berdasarkan pembahasan mengenai penerapan modernisasi administrasi perpajajakan dan implikasinya terhadap kinerja account representative pada Kantor Pelayanan Pajak di wilayah Kota Bandung, pertama Pada umumnya Kantor Pelayanan Pajak di wilayah Kota Bandung sudah menerapkan modernisasi administrasi perpajakan dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan indikator pembentukan compliance center, sedangkan indikator perbaikan business process dikatagorikan cukup baik. Tetapi ada beberapa indikator yang dikatagorikan kurang baik seperti indikator job description kantor pusat dan job description kantor operasional. Kedua Pada umumnya account representative Kantor Pelayanan Pajak di wilayah Kota Bandung sudah menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan indikator kewajiban yang harus dipatuhi. Indikator tugas account representative dikatagorikan cukup baik. Tetapi ada beberapa indikator dikatagorikan kurang baik yaitu indikator meningkatkan profesionalisme dan mengusulkan pemeriksaan. Ketiga Penerapan modernisasi administrasi perpajakan signifikan dalam meningkatkan kinerja Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak di wilayah Kota Bandung. Penerapan modernisasi administrasi perpajakan mampu memberikan kontribusi
10
atau pengaruh terhadap peningkatan kinerja Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak di wilayah Kota Bandung sebesar 57,3 persen. Skala yang digunakan adalah skala ordinal dengan menggunakan skala likert, teknik pengumpulan data menggunakan penelitian lapangan (field research), dilakukan dengan cara mengadakan peninjauan langsung pada instansi yang menjadi objek, yang menjadi populasi dalam pengelompokan data adalah jumlah Account Representative sebanyak 99 orang dan 20 orang kepala waskon yang menilai, kemudian jumlah sampel sebanyak 50 responden. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis melakukan pengembangan dengan merumuskan permasalahan penelitian ini menjadi penerapan modernisasi administrasi perpajakan sebagai praktik reformasi administrasi perpajakan. penulis tertarik untuk meneliti sejauh mana penerapan modernisasi administrasi perpajakan dalam kerangka reformasi perpajakan yang digulirkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2002 pada Kantor Pelayanan Pajak Madya, Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh modernisasi sistem perpajakan terhadap penilaian kinerja pegawai pajak, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “PENGARUH MODERNISASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN TERHADAP PENILAIAN KINERJA PEGAWAI PAJAK”.
11
1.2.
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahan yang dapat
diidentifikasi penulis adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Modernisasi Administrasi Perpajakan pada Kantor Pelayanan Madya 2. Bagaimana Penilaian Kinerja Pegawai Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Madya 3. Bagaimana pengaruh Modernisasi Administrasi Perpajakan Terhadap Penilaian Kinerja Pegawai Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Madya.
1.3.
Maksud dan tujuan
1.3.1. Maksud Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan maksud dapat memberikan kontribusi bukti empiris tentang masalah yang diteliti yaitu pengaruh positif penerapan modernisasi administrasi perpajakan terhadap Penilaian kinerja pegawai pajak yang diharapkan dapat menegakan reformasi perpajakan dan pencapaian kinerja.
1.3.2
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Modernisasi Administrasi Perpajakan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya. 2. Untuk mengetahui Penilaian Kinerja Pegawai Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Madya.
12
3. Untuk mengetahui besarnya Pengaruh Modernisasi Administrasi Perpajakan Terhadap Penilaian Kinerja Pegawai Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Madya.
1.4
Kegunaan penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1.
Bagi penulis, penelitian ini diharapkan akan menambah wacana perpajakan terutama dalam masalah Modernisasi administrasi perpajakan dan Penilaian Kinerja Pegawai Kantor Pelayanan Pajak.
2.
Bagi Direktorat Jendral Pajak, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sedikit masukan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan terutama dalam hal sistem modernisasi perpajakan.
3.
Bagi pihak lain, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi penambahan
informasi
dan
wawasan
yang
beguna
bagi
yang
membutuhkannya.
1.5
Lokasi dan waktu Penelitian penelitian dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya. peneliti ini
akan dilaksanakan bulan maret 2015 sampai dengan selesai.