BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang menghadapi tantangan yang lebih besar
memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, salah satunya yaitu aspek kesehatan dan gizi. Gizi merupakan salah satu komponen dari lingkungan yang memegang peran penting dalam kesehatan dan tumbuh kembang anak. Apabila gizi menurun maka kesehatan anak akan menurun, sedangkan angka mortalitas dan morbilitas akan meningkat (Ahmad Djaeni, 2000). Salah satu masalah kesehatan utama yang masih terjadi di Indonesia adalah masalah gizi. Ada empat masalah gizi yang masih menjadi masalah kesehatan utama yaitu Kurang Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), kekurangan Vitamin A dan
kekurangan Zat Besi
(Anemia) (Supariasa, 2002). Masalah gizi dapat dialami semua kelompok umur. Pemilihan kelompok balita didasarkan pada kenyataan bahwa kelompok balita rentan terhadap perubahan. Pada usia ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat menuju kesempurnaan organ-organ tubuh. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada balita akan mempengaruhi ketahanan fisik dan kecerdasan sehingga berdampak terhadap kehidupan yang akan datang. Dikhawatirkan jika permasalahan gizi pada balita tidak ditanggulangi akan menyebabkan lost generation. Lost generation merupakan suatu keadaan yang berbahaya bagi keberlangsungan suatu bangsa. Oleh 1
2
karena itu penting untuk mengkaji tentang pertumbuhan balita dan berbagai faktor penyebabnya, termasuk perbaikan gizi yang dimulai dari tingkat keluarga (Sartika, 2010). Maka dari itu pengaruh orang tua sangat penting, dalam hal ini untuk mengatur konsumsi makanan dengan pola menu seimbang supaya kebutuhan gizi balita terpenuhi. Konsumsi zat gizi yang diperlukan balita adalah zat gizi sebagai sumber tenaga atau energi (karbohidrat), sumber zat pembangun (protein) dan sumber zat pengatur (vitamin). Ketiga sumber zat gizi itu sangat diperlukan dalam pertumbuhan dan perkembangan balita. Namun perlu diketahui porsi atau ukuran darmasing-masing sumber zat gizi itu harus sesuai dengan pedoman umum gizi seimbang dan AKG (Angka Kecukupan Gizi) pada balita (Ahmad Djaeni, 2000). Keseimbangan konsumsi zat gizi akan membantu pertumbuhan anak yang baik. Pertumbuhan yang baik biasanya disertai dengan status gizi anak yang baik. Dalam hal ini, ketersediaan pangan dapat juga mempengaruhi tingkat konsumsi pangan keluarga, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi anggota keluarga. Tingkat konsumsi pada anak balita sangat berhubungan erat dengan status gizi anak balita. Jika konsumsi anak balita mampu mencukupi semua kebutuhan gizinya, diharapkan itu akan menghasilkan status gizi yang baik dan terhindar dari penyakit defisiensi gizi. Tingkat konsumsi pangan anak balita dipengaruhi oleh persediaan pangan keluarga. Tidak cukupnya ketersediaan pangan keluarga menunjukkan adanya kerawanan pangan keluarga. Artinya kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan pangan, baik dari jumlah maupun mutu gizinya bagi setiap anggota keluarga belum terpenuhi, terutama anak balita yang merupakan satu golongan rawan. Penelitian Basuki (2013) di Kecamatan Gantiwarno Kabupaten Klaten menunjukkan
3
tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan yang mempengaruhi tingkat konsumsi energi pada balita status gizi kurang. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) prevalensi status gizi balita berdasarkan indikator berat badan menurut umur (BB/U) dengan gizi kurang di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 13,0%, tahun 2010 sebesar 13,0%, dan meningkat pada tahun 2013 sebesar 13,9%. Prevalensi balita dengan status gizi buruk pada tahun 2007 sebesar 5,4%, menurun sebesar 4,9% pada tahun 2010, dan meningkat kembali pada tahun 2013 sebesar 5,7%. Selain itu terdapat pula balita dengan status gizi lebih 4,5% tahun 2007 dan meningkat 5,8% pada tahun 2010. Untuk mencapai sasaran MDGs tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4,1% dalam periode 2013 sampai 2015. Menurut WHO (2010), masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi kekurangan gizi pada balita antara 20,0-29,0%, dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila ≥30%. Dari 33 provinsi yang ada, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berada pada peringkat 9 tertinggi di Indonesia yang masih mengalami masalah kesehatan masyarakat yang serius, dilihat dari prevalensi kekurangan gizi pada balita yaitu 25,6% ini masih jauh dengan target MDGs sebesar 15,5%. Salah satunya di Kabupaten Sumbawa berada pada peringkat ke-5 dari 10 kabupaten/kota di NTB dengan kasus gizi kurang berdasarkan Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2014 sebesar 5,19% (Dinkes Provinsi NTB, 2014). Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2014 di Kecamatan Empang atau di wilayah kerja Puskesmas Empang ditemukan 314 atau 11,79% balita dengan status gizi kurang, dimana prevalensi ini merupakan tertinggi kedua setelah Kecamatan Plampang. Hal ini menunjukkan bahwa masalah kesehatan masyarakat khususnya di bidang gizi masih perlu perhatian. Menurut analisis Atmarita (2004), tingginya kasus
4
gizi kurang pada balita akan mengganggu pertumbuhan anak tersebut pada usia baru masuk sekolah dan berlanjut hingga usia 15-49 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Geiby (2013) menunjukkan ada hubungan antara pola pemberian makan dengan status gizi pada balita. Penelitian yang dilakukan oleh Nailatul (2010) menunjukkan ada hubungan antara ketersediaan pangan dengan asupan zat gizi, dan ada hubungan antara konsumsi zat gizi dengan keadaan gizi balita. Penelitian Devi (2010) menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga berhubungan dengan status gizi balita. Berdasarkan gambaran diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi konsumsi zat gizi pada balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Empang.
1.2
Rumusan Masalah Ketidakseimbangan konsumsi zat gizi yang terkandung dalam makanan akan
berpengaruh langsung terhadap status gizi seseorang. Menurut penelitian Sri (2008), dari 50 balita terdapat 14 balita yang memiliki status gizi kurang dengan konsumsi energi yang kurang. Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa faktor yang berkontribusi terhadap gizi kurang adalah konsumsi energi dan protein, tingkat pengetahuan ibu, tingkat sosial ekonomi keluarga dan riwayat penyakit infeksi. Faktor-faktor tersebut yang melatarbelakangi penelitian ini dengan perumusan masalah penelitian sebagai berikut : Faktor apakah yang mempengaruhi konsumsi energi balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Empang Kabupaten Sumbawa.
5
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi konsumsi energi balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Empang Kabupaten Sumbawa.
1.3.2 Tujuan Khusus 1. Menganalisis tingkat konsumsi energi balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Empang Kabupaten Sumbawa. 2. Menganalisis pengaruh pendapatan keluarga terhadap konsumsi energi balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Empang Kabupaten Sumbawa. 3. Menganalisis pengaruh ketersediaan pangan di rumah tangga terhadap konsumsi energi balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Empang Kabupaten Sumbawa. 4. Menganalisis pengaruh pola asuh terhadap konsumsi energi balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Empang Kabupaten Sumbawa. 5. Menganalisis pengaruh jumlah anggota keluarga terhadap konsumsi energi balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Empang Kabupaten Sumbawa. 6. Menganalisis pengaruh tingkat pengetahuan ibu terhadap konsumsi energi balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Empang Kabupaten Sumbawa. 7. Menganalisis pengaruh tingkat pendidikan ibu terhadap konsumsi energi balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Empang Kabupaten Sumbawa. 8. Menganalisis pengaruh status pekerjaan ibu terhadap konsumsi energi balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Empang Kabupaten Sumbawa.
6
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi untuk memberikan informasi yang berguna bagi penelitian selanjutnya dan dalam menetapkan prioritas penanggulangan masalah gizi di masyarakat.
1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran terutama bagi pemerintah untuk melihat konsumsi energi anak balita dikaitkan dengan status gizinya sehingga dapat merumuskan kebijakan dan program yang dapat diaplikasikan untuk mengatasi hal tersebut.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah gizi kesehatan masyarakat yang meliputi,
karakteristik sosial ekonomi keluarga, konsumsi zat gizi, pola asuh makan dan ketersediaan pangan pada balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Empang Kabupaten Sumbawa.
7