BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permainan berasal dari kata main. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata main berarti melakukan sesuatu untuk menyenangkan hati atau melakukan perbuatan untuk bersenang-senang baik menggunakan alat tertentu atau tidak menggunakan alat 1. Oleh karena itu permainan adalah sebuah bentuk kegiatan yang dapat merangsang perkembangan pada diri anak. Dalam buku yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berjudul Transformasi Nilai Melalui Permainan Rakyat DIY, permainan yang banyak dilakukan oleh manusia merupakan usaha untuk mengatasi kelelahan jasmani maupun rohani, atau sebagai penyalur kelebihan energi syarafnya. Ada pendapat lain mengatakan bahwa permainan bukan sekedar hiburan, melainkan dapat digunakan untuk menanamkan pengertian dan membina sikap serta ketrampilan tertentu (Dharmamulya, 1992:44-45). Sekarang banyak jenis permainan yang jarang dimainkan dan makin lama tampaknya akan semakin tidak dikenal, serta diperkirakan akan punah. Salah satunya permainan anak tradisional. Permainan anak ini dapat menjadi aset budaya yang berharga dalam pembentukan identitas sebuah komunitas, masyarakat ataupun sebuah bangsa.
1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, halaman 697 , 2005
1
2
Salah satu permainan yang akan punah adalah permainan kelereng (nekeran-Bahasa Jawa). Permainan Nekeran/Stin (istilah di Jawa Tengah) muncul sejak jaman kerajaan. Dapat dibuktikan bahwa di Yogyakarta juga masih ada tiga gundu raksasa terbuat dari batu marmer berdiameter sekitar 15 cm sampai 30 cm yang disimpan di dekat Makam Kotagede. Batu yang dinamakan Watu Gatheng itu konon merupakan mainan Raden Rangga anak Panembahan Senopati yang berkuasa di kerajaan Mataram Islam sekitar abad ke 16 2. Permainan ini biasanya dilakukan oleh anak-anak kecil maupun dewasa. Permainan ini mudah dijumpai di mana saja terutama di daerah pedesaan ataupun pinggiran kota. Biasanya dimainkan lebih dari satu orang, mungkin bisa berjumlah puluhan orang. Permainan nekeran ini menggunakan kelereng sebagai alat permainannya. Setiap pemain memiliki kelereng jagoan/gacuk untuk bermain. Ada beberapa jenis permainan seperti gacukan, gendiran, dan gasangan. Untuk permainan gacukan itu permainannya hanya menggunakan kelereng jagoan, sedangkan permainan gendiran hampir sama seperti gacukan hanya saja menggunakan legokan sebagai pusat permainan dan yang terakhir adalah permainan gasangan, permainan ini menggunakan kelereng yang banyak karena kelereng tersebut untuk taruhan. Permainan seperti yang telah dijelaskan di atas tersebut memiliki banyak istilah yang digunakan untuk membuat ramai dan seru jalannya permainan. Contoh istilah yang terdapat dalam permainan tersebut yaitu, sladhang, biri, uncal, gacuk, dan masih banyak lagi istilah yang ada dalam 2
Sumber: http://dolananjadul.blogspot.com/2009/05/nekeran.html
3
permainan tersebut. Oleh karena itu, maka diperlukan adanya penelitian terhadap permainan nekeran yang dititik beratkan pada sudut kebahasaannya yaitu istilah dalam permainan nekeran. Dengan adanya penelitian terhadap permainan nekeran yang ditinjau dari segi kebahasaannya, diharapkan dapat diketahui istilah-istilah dalam permainan nekeran, proses morfologis yang terdapat pada istilah-istilah yang ada dalam permainan nekeran, serta makna-makna yang terkandung di dalamnya. 1.2 Rumusan Masalah Setiap masyarakat memiliki istilah-istilah tersendiri untuk menyebut benda atau hal lainnya, seperti halnya dalam permainan nekeran. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut. 1.2.1 Bagaimanakah deskripsi permainan nekeran? 1.2.2 Bagaimana proses morfologis pada istilah-istilah dalam permainan nekeran? 1.2.3 Komponen makna apa yang ada pada istilah-istilah dalam permainan nekeran? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1.3.1 Mendeskripsikan tentang permainan nekeran. 1.3.2 Menjelaskan proses morfologis pada istilah-istilah permainan nekeran.
4
1.3.3 Menjelaskan tentang makna yang terkandung pada istilah-istilah permainan nekeran. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat yang diperoleh, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. Manfaat toeritis yang didapatkan adalah menambah referensi dalam penelitian linguistik Jawa, terutama mengenai penelitian morfo-semantis. Sedangkan manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah pembaca menjadi mengetahui secara lebih lengkap mengenai penerapan konsep morfologi atau pembentukan kata dan semantik atau makna dalam suatu kata. Tidak hanya sebatas itu manfaat yang diperoleh, akan tetapi ada manfaat lain dengan penelitian ini yaitu membantu mendokumentasikan permainan tradisional yang sekarang sudah jarang dimainkan oleh anak-anak kecil maupun dewasa. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup merupakan sebuah batasan yang akan diteliti. Baik itu batasan wilayah penelitian, objek yang akan diteliti, bahkan batasan umur orang yang akan dijadikan narasumber. Oleh karena itu ruang lingkup pada penelitian kali ini dibatasi oleh wilayah dan umur orang yang akan dijadikan narasumber. Untuk ruang lingkup wilayah dilakukan Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan ruang lingkup umur orang yang akan dijadikan narasumber adalah ± 20 tahun sampai dengan ± 50 tahun. Alasan peneliti menggunakan narasumber dengan rentang umur tersebut karena permainan nekeran terkenal pada tahun 90-an dan pada rentang umur tersebut
5
narasumber mengetahui istilah-istilah permainan nekeran yang sekarang sudah jarang dipakai. 1.6 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka ini dilakukan untuk memberikan sumbangan agar tidak terjadi penjiplakan atau palgiat. Sebuah tinjuan pustaka dilakukan dengan melihat dan menguraikan tentang penelitian yang sudah ada dan yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Tinjauan ini berhubungan tentang penelitian terkait dengan dengan penelitian yang akan dilakukan. Sejauh tinjauan pustaka yang telah dilakukan mengenai penelitian ini, belum ada peneliti yang membahas analisis morfo-semantis tentang isitilah permainan nekeran. Namun ada beberapa yang membahas tentang permainan tradisional, akan tetapi dengan objek yang berbeda. Penelitian tersebut dilakukan oleh Sulistyawati (2002) dengan judul skripsinya adalah “Analisis Morfo-Semantis Nama-nama Permainan Tradisional di Kecamatan Ngawen Kabupaten Klaten.” Ada juga yang menggunakan analisis yang sama tetapi berbeda objek. Penelitian tersebut dilakukan oleh Purwanta (2005) dengan judul skripsinya “Katurangganing Jaran (Analisis MorfoSemantis),” dan penelitian dari Rachmah (2012) dengan judul “Analisis MorfoSemantis Istilah-Istilah dalam Proses Upacara Buka Luwur Kanjeng Sunan Kudus di Kabupaten Kudus.” Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyawati (2002) ini menguraikan tentang nama-nama permainan tradisional di Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten. Permainan yang ada di Ngawen tersebut sebagai berikut; Angklek, Dhakon, Umbul, Benthik, Egrang. Kemudian yang dilakukan Purwanta (2005) ini
6
menguraikan tentang istilah perwatakan kuda, contohnya seperti Sangga Wacana, Pasu pati, Tadhah Dunya dan lain sebagainya. Selanjutnya penelitian dari Rachmah (2012) ini menguraikan tentang istilah dalam proses Upacara Buka Luwur Kanjeng Sunan Kudus, contoh istilahnya adalah luwur, melati, kompol, wiru dan lain sebagainya. 1.7 Landasan Teori Teori yang digunakan pada penelitian kali ini adalah teori morfologi dan teori semantik. 1.7.1 Morfologi Morfologi adalah bagian ilmu bahasa yang mempelajari tentang selukbeluk kata, serta perubahan-perubahannya terhadap golongan arti kata (Ramlan, 2001:21). Menurut Kridalaksana (2011:159), morfologi adalah bidang linguistik yang memperlajari morfem dan kombinasi-kombinasinya atau bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata yaitu morfem. Dalam teori yang digunakan yaitu morfologi. Dalam pembentukan kata terjadi proses morfologis yaitu proses pembentukan kata dengan mengubah bentuk dasar tertentu yang berstatus morfem bermakna leksikal dengan alat pembentuk yang juga berstatus morfem, akan tetapi dengan kecenderungan bermakna gramatikal dan bersifat terikat (Soedaryanto, 1992:18). Dalam proses morfologis yang menjadi komponen penting adalah morfem. Morfem adalah suatu bentuk linguistik paling kecil, yang tidak mempunyai bentuk lain sebagai dasarnya (Ramlan, 2001:32). Kata yang terdiri atas satu morfem dikatakan sebagai kata yang monomorfemis, sedangkan kata yang terdiri lebih dari satu morfem disebut
7
polimorfemis. Berdasarkan distribusinya, morfem dapat dibedakan menjadi morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri sebagai kata tanpa harus melekat pada morfem lain, mempunyai arti, serta tidak tidak dapat dibagi lagi menjadi bagian yang paling kecil. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata dan harus melekat pada morfem lain (Ramlan, 2001:29). Dengan menggunakan teori morfologi dapat diidentifikasik seluk beluk istilah dalam permainan nekeran dengan mempelajari morfem dan menggolongkannya ke dalam bentuk monomorfemis, atau polimorfemis. Kata monomorfemis adalah satuan gramatikal yang terdiri atas satuan yang lebih kecil atau disebut dengan bentuk tunggal dan polimorfemis adalah satuan yang terdiri atas satuan-satuan yang lebih kecil lagi atau disebut bentuk komplek (Ramlan, 2001:28). Dalam bentuk polimorfemis terdapat proses morfologis yang berupa afiksasi
atau
imbuhan,
reduplikasi
atau
pengulangan,
komposisi
atau
pemajemukan, dan pendiftongan atau peninggian vokal. Polimorfemis dalam penelitian ini yang dipakai berupa afiksasi yaitu proses pembentukan kata dengan memberikan imbuhan awalan, sisipan, akhiran, atau gabungan dari imbuhanimbuhan itu pada kata dasarnya dan berupa kata majemuk (Poedjosoedarmo, 1979:6). Kata majemuk adalah gabungan dua buah kata atau lebih yang mempunyai arti baru yang sama sekali berbeda dengan arti kata-kata komponennya (Poedjosoedarmo, 1979:153). Dalam proses pembentukan kata majemuk terdapat pengikat status kata majemuk. Ada tujuh macam pengikat status kata majemuk tetapi dalam analisis ini hanya diambil dua yaitu pertama
8
penghadiran makna baru yang tidak terkembalikan ke makna bentuk dasar dan yang kedua penghadiran bentuk penggalan sebagai bentuk dasar (Sudaryanto, 1992:46-47). Contoh isitlah yang berbentuk monomorfemis adalah sladhang „teknik menyentil dalam permainan nekeran yang menggunakan kedua tangan‟. Kata sladhang terdiri atas satu kata dan tidak diikuti afiksasi. Ditinjau dari satuan gramatikalnya, istilah sladhang digolongkan dalam bentuk monomorfemis karena terdiri atas satu morfem yaitu {sladhang}. Morfem ini tidak dapat dibagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil, serta dapat digolongan sebagai morfem bebas karena dapat berdiri sendiri sebagai kata dan mempunyai arti. Kata sladhang terdiri atas dua suku kata yaitu sla-dhang, dengan susunan kata berupa KKVKVK, dan terdiri atas enam fonem yaitu /s-l-a-dh-a-ŋ/. Contoh istilah yang berbentuk polimorfemis berupa kata majemuk adalah bawang kothong „istilah yang diberikan kepada pemain perempuan atau pemain yang belum mahir dalam permainan nekeran‟. Kata bawang kothong merupakan bentuk kata mejemuk berstatus penghadiran makna baru yang tidak terkembalikan ke makna bentuk dasar yang terdiri atas dua komponen kata yaitu kata {bawang} dan {kothong}. Kedua komponen kata tersebut merupakan morfem bebas karena dapat berdiri sendiri sebagai kata tanpa harus melekat pada morfem lain dan mempunyai arti. Selain itu, masing-masing komponen kata tersebut tidak dapat dibagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Kata bawang terdiri atas dua suku kata yaitu ba-wang, dengan susunan suku kata berupa KVKVK, dan terdiri atas lima fonem yaitu /b-a-w-a-ŋ/. Adapun kata kothong
9
terbentuk dari dua suku kata yaitu ko-thong, dengan susunan suku kata berupa KV-KVK, dan terdiri atas lima fonem yaitu /k-o-th-o-ŋ/. 1.7.2 Semantik Penelitian ini juga menggunakan pendekatan semantik. Semantik sebagai studi tentang arti atau makna merupakan masalah pokok dalam komunikasi. Hal itu menjadi faktor penting di dalam lingkungan masyarakat. Semantik juga merupakan studi tentang pikiran manusia yaitu cara berfikir, kognisi,
dan
konseptual
yang
saling
berkaitan
dengan
cara
kita
mengklasifikasikan dan mengemukakan pengamalan kita tentang dunia nyata melalui bahasa (Leech, 2003:1). Kata semantik (Inggris: semantics) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti „tanda‟ atau „lambang‟. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti „menandai‟ atau melambangkan‟. Semantik adalah bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna dari ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara (Kridalaksana, 2011:216). Dalam semantik terdapat komponen-komponen pembentuk makna. Setiap kata ada persamaan arti, tetapi semua itu ada yang berbeda perlu diadakannya analisis secara komponen maknanya. Komponen makna/ komponen semantik adalah mengajarkan bahwa kata atau unsur leksikal lainnya terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut. Untuk mengetahui kata atau unsur leksikal yang berbeda maka butuh analisi komponen makna. Analisis komponen makna adalah penyelidikan makna
10
dengan memecahnya menjadi komponen-komponen, misal kata bapak atas [+ insan], [+ pria], [- lebih muda], kata adik atas [+ insan], [+ pria], [+ lebih muda], [+ saudara] (Kridalaksana, 2011:14). Menurut analisis ini setiap kata dapat diterangkan secara semantik, berdasar sejumlah komponen atau ciri-ciri pembedanya. Analisis seperti ini disebut analisis biner yaitu memiliki sesuatu ciri atau tidak, positif atau negatif (Katz via Chaer, 2009:18). Contoh analisis ini adalah mendiskripsikan jenis permainan dalam permainan nekeran dengan menyebutkan ciri-ciri pembeda di antara jenis-jenis permainan yang satu dengan jenis permainan yang lain. Jenis permainan yang memiliki suatu ciri diberi tanda plus (+) dan yang tidak memiliki ciri itu diberi tanda minus (-). Misalnya jenisjenis permainan dalam nekeran seperti gacukan, gendiran, dan gasangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Pembeda Permainan
kelereng
taruhan
hukuman
garis/ gambar
legokan
banyak
sedikit
Gacukan
-
+
-
-
-
-
Gendiran
-
+
-
+
-
+
Gasangan
+
-
+
-
+
-
Tabel 1: Contoh analisis komponen makna
Analisis ini mengandaikan setiap kata memiliki atau tidak memiliki suatu ciri yang membedakannya dengan kata yang lain. Tabel di atas memperlihatkan ciri pembeda antara permainan gacukan, gendiran, dan gasangan. Jenis permainan gacukan merupakan permainan yang memakai
11
kelereng sedikit yaitu kelereng yang dipakai oleh pemain sebagai gacuk/ kelereng jagoan. Jenis permainan gendiran merupakan permainan yang ada hukuman dan memakai legokan sedangkan permainan yang lainnya tidak menggunakan. Legokan dalam permainan ini digunakan untuk memasukkan kelereng sebelum membidik kelereng lawan dan kegunakan lainnya untuk tempat hukuman. Hukuman dalam permainan gendiran ini adalah pemain yang kalah digendir yaitu menjatuhkan kelereng tepat di atas ibu jari kaki yang diletakan di atas dilegokan. Jenis permainan gasangan merupakan permainan yang menggunakan kelereng banyak untuk taruhan dan memakai gambar sedangkan permainan gacukan dan gendiran tidak. Taruhan ini menggunakan kelereng yang telah disepakati oleh pemain oleh karena itu, permainan ini menggunakan jenis kelereng yang banyak. Permainan gasangan juga menggunakan gambar dan gambar itu dapat berupa gambar perisai, segitiga, ataupun persegi. 1.8 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu, pengumpulan data dan analisis data. Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi beberapa tahap. Tahap pertama pencarian data melalui studi pustaka, yaitu memperoleh pengertian tentang permainan nekeran dengan membaca dan mencari buku tentang permainan tersebut kemudian memperoleh data. Tahap kedua, setelah beberapa data itu terkumpul selanjutnya dilakukan observasi ke daerah penelitian dengan metode wawancara, yaitu peneliti mengadakan tanya jawab langsung dengan informan. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data
12
adalah telepon genggam atau handphone untuk merekam hasil wawancara dan kamera digital untuk mendokumentasikan proses permainan dan jenis permainan nekeran. Setelah cukup banyak data yang diperoleh berikutnya adalah analisis data. Setelah melakukan metode pengumpulan data, berikutnya adalah analisis data. Data yang telah terkumpul, selanjutnya akan dikelompokkan dan dianalisis secara morfologis dan semantis. Analisis secara morfologis dibagi menjadi dua yaitu secara monomorfemis, polimorfemis, dan kontraksi, sedangkan analisis semantis dilakukan dengan cara mengelompokkan data dan dianalisis dengan cara analisis biner yaitu dicari ciri pembeda dari komponen makna pada setiap kelompok data. 1.9 Sistematika Penyajian Sistematika penyajian dalam penalitian ini diuraikan dalam beberapa bab. Dalam hal ini terbagi dalam beberapa bab, mulai bab I sampai bab V. Pertama adalah Bab I tentang pendahuluan yang terbagi dalam beberapa subbab yaitu tentang latar belakang, rumusan masalah, tinjauan pustaka, tujuan penelitian, landasan teori, dan metode penelitian. Setelah pendahuluan, bagian kedua yaitu Bab II tentang deskripsi atau gambaran umum permainan nekeran, mulai dari pemain, penentuan urutan pemain, teknik permainan, tempat permainan, dan jenis-jenis permainan nekeran. Setelah bagian kedua tentang deskripsi permainan nekeran kemudian dilanjutkan Bab III. Dalam Bab III memuat tentang analisis morfologis dalam
13
istilah permainan nekeran. Analisis ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu yang berbentuk monomorfemis, polimorfemis, dan kontraksi. Selanjutnya setelah Bab III, berikutnya Bab IV yaitu analisis semantik dalam istilah permainan nekeran yang berisi tentang pengantar dan analisis komponen makna istilah dalam permainan nekeran. Selanjutnya yang terakhir adalah Bab V yang berisi tentang kesimpulan dan saran dari penelitian ini.