BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Rumah sakit merupakan bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan
kesehatan. Rumah sakit memiliki fungsi pelayanan medis, penunjang medis, pelayanan dan asuhan keperawatan, rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan. Untuk dapat melaksanakan tugasnya pada pedoman organisasi rumah sakit umum menjelaskan bahwa rumah sakit harus menjalankan beberapa fungsi, satu diantaranya adalah menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis (SK Menteri Kesehatan RI, 1992). Dalam penunjang medis, salah satu pelayanan penting didalamnya adalah pelayanan farmasi. Pelayanan farmasi
merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan bermutu. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI (2004) tentang standar pelayanan rumah sakit menyatakan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi pada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Pelayanan farmasi sekaligus merupakan revenue centre utama. Hal tersebut mengingat bahwa 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi, bahan alat kesehatan habis pakai, alat kedokteran, dan gas medik), dan sekitar 50% dari seluruh pemasukan rumah sakit 1
2
berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. Untuk itu, jika masalah perbekalan farmasi tidak dikelola secara cermat dan penuh tanggung jawab maka dapat diprediksi bahwa pendapatan rumah sakit akan mengalami penurunan (Yusmainita, 2005). Instalasi farmasi rumah sakit merupakan satu-satunya unit di rumah sakit yang mengadakan barang farmasi, mengelola dan mendistribusikannya kepada pasien, bertanggung jawab atas barang farmasi yang beredar di rumah sakit serta bertanggung jawab atas pengadaan dan penyajian informasi obat yang siap pakai bagi semua pihak di rumah sakit, baik petugas maupun pasien. Instalasi farmasi di rumah sakit harus memiliki organisasi yang memadai serta dipimpin oleh seorang apoteker dengan personalia lain, meliputi para apoteker, asisten dokter, tenaga administrasi serta tenaga penunjang medis (Aditama, 2002). Manajemen rumah sakit perlu dilengkapi dengan manajemen farmasi yang sistematis. Manajemen farmasi tidak terlepas dari konsep menajemen logistik, dimana unsurnya meliputi pengadaan yang terencana, pengangkutan eksternal yang terjamin, distribusi internal yang selamat dan aman serta pengendalian persediaan yang teliti. Perencanaan pengadaan obat merupakan proses kegiatan penentuan jenis dan jumlah obat yang disediakan yang bertujuan untuk mendapatkan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan kebutuhan, menghindari terjadinya stok kosong dan mengupayakan peningkatan rasionalitas penggunaan obat. Pemilihan (perencanaan) yang kurang baik dapat menyebabkan jumlah persediaan yang menumpuk atau tidak dapat melayani pasien karena stok kosong. Bila persediaan menumpuk maka biaya penyimpanan juga meningkat (Quick, 1997). Pengendalian terhadap persediaan merupakan hal yang sangat penting dalam sistem persediaan, karena pengendalian persediaan adalah aktivitas untuk
3
mempertahankan jumlah persediaan pada tingkat tertentu yang diinginkan, dengan demikian adanya pengendalian persediaan dapat menjamin tersedianya barang-barang untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan konsumen (Sumayang, 2003). Menurut Freddy Rangkuty (2002) salah satu metode analisis persediaan yang cukup ideal untuk pengendalian persediaan adalah dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ), metode analisa Always Better Control (ABC). EOQ adalah sejumlah persediaan barang yang dipesan pada suatu periode untuk tujuan meminimumkan biaya dari persediaan barang tersebut (Sabarguna, 2005). Analisis ABC merupakan salah satu cara pengendalian persediaan dengan mengelompokkan persediaan berdasarkan tingkat kepentingannya, sehingga untuk mengetahui jenis barang apa saja yang perlu mendapat prioritas dan melalui analisa ABC ini dapat diklasifikasikan seluruh jenis barang. Menurut analisa ABC, persediaan barang/obat dibedakan dalam tiga kelas yaitu A , B, dan C, dimana kelompok A mewakili 20% obat dalam persediaan dan 70% total penjualan. Kelompok B mewakili 20% dari total penjualan dan kelompok C mewakili 10% total penjualan. Kelompok A merupakan obat yang cepat laku dan dalam beberapa kasus merupakan obat yang sangat mahal serta diperlukannya pengawasan yang ketat. Menurut Seto (2008), untuk pengendalian persediaan dengan metode EOQ lebih efektif dilakukan terhadap item obat dalam kelompok A berdasarkan analisis ABC. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya Kota Denpasar berdiri sejak Tahun 1921. Dengan terbentuknya Pemerintah Kota Denpasar pada Tahun 1992 maka Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya berada dibawah naungan Pemerintah Kota Denpasar dan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 22 Tahun 2001, Rumah Sakit
4
Umum Daerah Wangaya sudah menjadi Badan Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya Kota Denpasar. Berdasarkan Keputusan Walikota Denpasar Nomor 96 Tahun 2008 tanggal 23 Juli 2008 Badan Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya Kota Denpasar ditetapkan menjadi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK BLUD) dengan status BLUD penuh. RSUD Wangaya Kota Denpasar merupakan rumah sakit yang memberikan pelayanan medis, penunjang medis dan non medis
yang salah satunya mengelola
instalasi farmasi untuk memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat. Instalasi farmasi memiliki apotek dan gudang obat, apotek bertugas memberikan pelayanan obat kepada pasien rumah sakit baik rawat jalan maupun rawat inap. Pada gudang obat kegiatan yang dilakukan yaitu penyimpanan dan pemeliharaan obat. Instalasi farmasi memiliki dua farmasi yaitu farmasi A untuk bahan habis pakai dan alat kesehatan dan farmasi B untuk obat-obatan. Instalasi farmasi RSUD Wangaya mengelola kurang lebih 3000 item persediaan farmasi yang terdiri dari obat-obatan, bahan habis pakai/bahan kimia, alat-alat kesehatan dan alat-alat laboratorium. Untuk kategori obat-obatan instalasi farmasi RSUD Wangaya mengelola 1011 item obat. Karena banyaknya persediaan farmasi yang dikelola serta tingginya biaya pembelian persediaan yang dikeluarkan, maka dibutuhkan sistem pengendalian persediaan yang optimal. Dimana teknik pengendalian persediaan merupakan tindakan yang sangat penting untuk menghitung jumlah optimal tingkat persediaan yang diharuskan. Dalam hal ini Analisis ABC ini sangat berguna dalam memfokuskan perhatian manajemen terhadap penentuan jenis barang yang paling penting dalam sistem pengendalian persediaan.
5
Obat antibiotik merupakan salah satu atau bagian dari perbekalan farmasi yang sering digunakan di RSUD Wangaya. Hal ini menunjukkan bahwa obat antibiotik mempunyai arti yang penting bagi rumah sakit, baik ketersediaannya maupun nilai ekonomisnya. Berdasarkan data yang ada di RSUD Wangaya, jumlah pemakaian obat antibiotik tahun 2011 yaitu 235.758 atau 30,17% dari keseluruhan jumlah pemakaian obat umum. Berikut adalah jumlah pemakaian per bulan obat antibiotik tahun 2011 di RSUD Wangaya. Tabel 1.1 Jumlah Pemakaian Obat Antibiotik di Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total
Jumlah Pemakaian 19.796 17.791 19.212 18.215 19.374 12.511 16.467 18.153 20.555 23.271 24.642 25.772 235.758
Sumber: Data Instalasi Farmasi RSUD Wangaya
Dari hasil wawancara dengan staf instalasi farmasi, untuk pengelolaan manajemen logistik pada perencanaan obat, metode yang digunakan di Instalasi RSUD Wangaya adalah metode konsumsi, dimana metode konsumsi hanya didasarkan atas analisis data konsumsi obat sebelumnya. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada pola konsumsi untuk perencanaan kebutuhan obat yaitu pengumpulan dan pengolahan data, perhitungan perkiraan kebutuhan obat dan penyesuaian jumlah kebutuhan obat
6
dengan alokasi dana yang dimiliki. Dengan hanya menggunakan metode konsumsi hanya meramalkan berapa jumlah kebutuhan obat yang akan direncanakan, tidak dapat diketahui kapan saatnya harus memesan obat lagi, tidak dapat mengetahui obat apa saja yang harus disediakan dalam jumlah banyak atau sedikit, sehingga tidak ada prioritas dalam perencanaan obat (Maimum, 2008). Selain itu, metode konsumsi juga tidak dapat memberikan informasi tentang perencanaan obat berdasarkan nilai investasinya. Penggunaan metode konsumsi yang berjalan saat ini memungkinkan terjadinya kekosongan obat ataupun kelebihan jumlah persediaan obat karena di Instalasi di RSUD Wangaya
belum
melakukan pengendalian
persediaan secara
optimal.
Untuk
meningkatkan optimalisasi pelayanan farmasi dan terselenggaranya pelayanan farmasi yang efisien, penting bagi RSUD Wangaya untuk mengadakan pengendalian persediaan obat yang sistematis dan terarah. Pada penelitian yang dilakukan oleh Fitrianty (2009) di Gudang Farmasi PT.Surya Husadha terhadap persediaan obat “Kalfoxim 100 mg Inj” yang menunjukan bahwa penggunaan metode EOQ dapat menimbulkan efisiensi biaya sebesar 92,72%. Dengan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan analisis pengendalian persediaan dengan mengaplikasikan analisis ABC sebagai metode pengelompokkan persediaan berdasarkan nilai investasi dan metode Economic Order Quantity (EOQ) sebagai metode pengendalian persediaan untuk jumlah pemesanan ekonomis khususnya obat antibiotik di Gudang Obat Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya.
7
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas dapat diketahui bahwa manajemen
pengendalian persediaan memiliki peran penting dalam menunjang kelancaran pelayanan farmasi dalam pemenuhan obat antibiotik. Persediaan obat di instalasi farmasi RSUD Wangaya belum dilakukan secara optimal dan metode yang digunakan kurang efektif. Oleh karena itu kombinasi metode Economic Order Quantity (EOQ) dan ABC merupakan alternatif yang dibutuhkan untuk mengetahui obat yang memiliki nilai investasi tinggi dan untuk mengetahui penentuan jumlah ekonomis dalam menerapkan pengendalian persediaan di Instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya. Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat disusun pertanyaan penelitian yaitu : 1. Bagaimanakah penerapan metode Always Better Control (ABC) dalam pengendalian persediaan obat antibiotik jika diterapkan di Instalasi Farmasi RSUD Wangaya ? 2. Bagaimanakah penerapan metode Economic Order Quatntity (EOQ) dalam pengendalian persediaan obat antibiotik klasifikasi A jika diterapkan di Instalasi Farmasi RSUD Wangaya ? 1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui obat jumlah pemesanan ekonomis obat antibiotik di Instalasi Farmasi RSUD Wangaya.
8
1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pengelolaan perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya. 2. Untuk mengetahui klasifikasi obat antibiotik A, B dan C dengan menggunakan analisis ABC, dimana klasifikasi obat A memiliki nilai investasi tinggi. 3. Untuk mengetahui biaya per pemesanan obat antibiotik dengan klasifikasi obat A yang meliputi biaya telepon dan biaya ATK. 4. Untuk mengetahui biaya penyimpanan per unit per tahun dari obat antibiotik dengan klasifikasi obat A. 5. Mengetahui selisih biaya persediaan aktual kelompok/klasifikasi obat A dengan biaya persediaan setelah penentuan EOQ untuk mengetahui pengaruh adanya penurunan biaya/efesiensi biaya metode EOQ. 1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis 1. Sebagai masukan dalam upaya pengendalian persediaan obat antibiotik pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya Kota Denpasar. 2. Sebagai masukan oleh pengambil keputusan untuk menyempurnakan sistem pengendalian persediaan obat menjadi lebih efektif dan efisien, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan yang optimal bagi RSUD Wangaya. 3. Sebagai masukan bagi instansi untuk menerapkan dan mengaplikasikan manajemen pengendalian persediaan dalam upaya peningkatan mutu dan kualitas pelayanan.
9
1.4.2 Manfaat Teoritis 1. Menambah kajian dan studi kasus dalam bidang logistik rumah sakit, terutama dalam sistem pengendalian persediaan barang logistik dan perbekalan farmasi. 2. Menambah informasi, wawasan, dan pengetahuan di bidang pengendalian persediaan khususnya obat antibiotik rumah sakit. 3. Bermanfaat untuk menilai apakah program pendidikan sudah sesuai untuk kebutuhan lapangan kerja. 4. Mengetahui sejauh mana materi pendidikan dapat diserap, dicerna dan diterapkan di lapangan oleh anak didik. 1.5
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah manajemen logistik rumah sakit untuk
pelaksanaan pengendalian persediaan obat khususnya obat antibiotik di RSUD Wangaya Kota Denpasar tahun 2011. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis metode pengendalian persediaan yang digunakan dalam kegiatan perencanaan pengadaan persediaan obat antibiotik.