BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan suatu institusi atau organisasi pelayanan kesehatan dengan fungsi yang luas dan menyeluruh, padat pakar dan padat modal. Rumah sakit melaksanakan fungsi yang luas sehingga harus memiliki sumberdaya, baik modal dan manusia yang berpengalaman dan professional. Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit dengan pelayanan keperawatannya. Pelayananan keperawatan meliputi pelayanan profesional dari jenis layanan kesehatan yang tersedia selama 24 jam secara terus-menerus selama masa perawatan klien. Profesi perawat memiliki peranan penting dalam memberikan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena jenis pelayanan yang diberikan dengan pendekatan biologis, psikologis, sosial, spiritual dan dilakukan dengan berkelanjutan (Asmadi, 2008) Kompleksitas pekerjaan perawat membuat perawat sering terpapar oleh beberapa penyebab stres dibanding profesi lainnya. Stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan dan situasi sosial yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol (Morgan dan King, 1986 dalam Waluyo, 2015). Stres yang dialami oleh pekerja di tempat kerja disebut stres kerja. The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) mendefinisikan stres kerja sebagai suatu kondisi fisik dan emosional yang berbahaya yang terjadi ketika pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai kemampuan, sumber daya dan kebutuhan pekerjaan (NIOSH, 2008).
1
2
Stres kerja diartikan sebagai sumber atau stresor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis dan prilaku. Stresor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja. Gejala stres kerja dapat berupa kecemasan, ketegangan, kelelahan, sakit kepala, denyut jantung meningkat, tekanan darah meningkat, menurunnya prestasi dan produktivitas sehingga dalam skala berat dapat menyebabkan depresi, penyakit jantung koroner dan sakit mental (Waluyo, 2015). Bagi perusahaan konsekuensi yang timbul adalah meningkatnya absensi, menurunnya tingkat produktivitas, menurunkan komitmen organisasi hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984, Robin, 1993 dalam Waluyo, 2015). Menurut Cartwright, et al (1995) dalam Tarwaka (2010) faktor penyebab stres meliputi faktor intrinsik pekerjaan, peran individu dalam organisasi kerja, hubungan kerja, pengembangan karir, struktur organisasi dan suasana kerja, dan faktor di luar pekerjaan seperti faktor individu. National Safety Council dalam Widyastuti (2004) menyebutkan salah satu jenis pekerjaan yang dianggap paling dapat membuat stres adalah perawat. Perawat sangat rentan terhadap stres. Menurut survei dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia tahun 2006, sekitar 50,9% perawat yang bekerja di empat provinsi di Indonesia mengalami stres kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena beban kerja terlalu tinggi dan menyita waktu, gaji rendah tanpa insentif memadai (Muthmainah, 2012). Beberapa studi yang meneliti tentang stres pada perawat mengidentifikasi bahwa stresor pada perawat yang diakibatkan karena kompleksitas kerja perawat baik yang berada di area perawatan umum maupun perawatan kesehatan mental (Konstantinos & Christina, 2008).
3
Perawat kesehatan jiwa atau psikiatri adalah bagian dari perawat umum, tetapi khusus menangani pasien gangguan jiwa dan umumnya bekerja di rumah sakit jiwa. Perawat kesehatan jiwa lebih menitikberatkan pada kesehatan rohani pasien tanpa mengesampingkan kesehatan jasmaninya. Kondisi mental pasien yang labil mengharuskan perawat untuk bersikap sabar dalam melakukan berbagai macam peranan untuk mengetahui apa yang dibutuhkan pasien. (Niken, 2001 dalam Parjiyana, dkk., 2015) Komalasari (2008) mengatakan bahwa perawat psikiatri bekerja merawat pasien dengan ketidakadekuatan mekanisme koping terhadap stres. Pasien yang masuk di unit rawat inap psikiatri pada umumnya berada dalam situasi krisis demikian juga mekanisme pertahanan diri mereka yang kurang efektif, sehingga selama periode ini tindakan penyerangan atau kekerasan dapat terjadi. Pendapat ini didukung oleh Dawson, dkk (2005) yang menyatakan bahwa ancaman fisik dari pasien dengan perilaku kekerasan merupakan suatu kejadian yang dirasakan very stresful bagi perawat. Terlebih lagi kekerasan merupakan masalah yang sering terjadi di ruang perawatan psikiatri akut dan intensive. Hal ini menunjukan bahwa perilaku kekerasan oleh pasien merupakan salah satu sumber stres bagi perawat yang bekerja di unit kesehatan mental/psikiatri. Dalam jurnal tentang tingkat stres perawat psikiatri (Yada, dkk, 2011) disebutkan bahwa penyebab stres pada perawat psikiatri adalah kemampuan interpersonal perawat, sikap pasien, sikap atasan, kolaborasi/komunikasi. Perilaku kekerasan merupakan penyebab stres yang paling sering pada perawat psikiatri Menurut penelitian yang dilakuakan Aiska (2014)
mengenai faktor-faktor
yang berpengaruh pada tingkat stres kerja perawat di RS Jiwa Grhasia Yogyakarta menunjukan rata-rata perawat mengalami stres kerja sedang sebanyak 63 orang (60,0
4
%) dan 40 % adalah stres ringan, dan faktor yang berpengaruh signifikan pada tingkat stres kerja adalah faktor umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan terakhir, masa kerja, dan beban kerja. Penelitian Ratnaningrum (2012) mengenai tingkat stres perawat di ruang psikiatri akut Rumah Sakit DR.H.Marzoeki Mahdi Bogor menyatakan bahwa 20 dari 30 perawat mengalami stres rendah dan sisanya mengalami stres sedang. Faktor-faktor yang menyebabkan stres perawat adalah masalah dalam merawat pasien, hubungan interpersonal, peran atasan, masalah dengan keluarga pasien dan masalah manajemen rumah sakit. Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali merupakan salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Daerah Provinsi Bali yang mempunyai tugas melaksanakan pelayanan di bidang kesehatan jiwa. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi bali No 4 Tahun 2011, tentang Organisasi dan tata kerja perangkat Daerah Provinsi Bali. RS Jiwa ini merupakan pusat rujukan untuk pelayanan kesehatan jiwa di Bali dan regional Nusa Tenggara. (RSJ Provinsi Bali, 2016) Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 19 Januari 2015 didapat data profil efisiensi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali Tahun 2015 yakni data pemakaian rata-rata tempat tidur/ Bed Occupation Rate (BOR) 91,10 % (idelanya 60-80%), rata-rata lama rawat/ Average Length of Stay (ALOS) 59 hari, Turn Over Interval (TOI) 4,35 hari, jumlah pasien rawat jalan yang dilayani 17.879 orang sedangkan rawat inap 5.981 orang. Jumlah pasien jiwa selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya (RSJ Provinsi Bali, 2016). Data tersebut menunjukan bahwa kapasitas rumah sakit selalu penuh dimanfaatkan masyarakat untuk mendapat pelayanan kesehatan jiwa, data tersebut juga menunjukan beban kerja perawat yang berat dalam memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
5
Perawat yang bertugas di unit rawat inap RSJ Provinsi Bali sebanyak 153 orang yang terdiri dari 10 orang kepala ruangan dan 143 perawat pelaksana sedangkan perawat yang bertugas di IGD sebanyak 18 orang perawat pelaksana dan 1 orang kepala ruangan. (RSJ Provinsi Bali, 2016). Perbandingan jumlah perawat dengan pasien yang dirawat di ruangan rawat inap adalah rata-rata 14 perawat berbanding 38 pasien, dengan rata-rata jumlah perawat jaga setiap shift jaga 3 perawat merawat 38 pasien yang mana hal tersebut menunjukan beban kerja perawat yang tinggi. Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan dengan 8 orang perawat dari ruang Instalasi Gawat Darurat, Rawat Inap dan Poliklinik di RSJ Provinsi Bali diperoleh data bahwa perawat pernah mengalami perilaku kekerasan dari pasien baik fisik maupun verbal. Perilaku kekerasan ini lebih sering terjadi di IGD dan Rawat Inap, namun data mengenai kasus kekerasan yang dilakukan pasien terhadap perawat belum terdokumentasi dengan baik, beberapa diantaranya kadang merasa cemas dan tegang saat menangani pasien dengan risiko perilaku kekerasan dan risiko bunuh diri. Perawat di ruangan rawat inap sering dihadapkan pada situasi pasien yang bising dan gaduh, terutama di Psychiatric Intensive Care Unit (PICU). Rata-rata perawat yang berjaga malam di masing-masing ruangan hanya 2 orang sehingga bila ada pasien gelisah maka akan cukup sulit ditangani. Selain melaksanakan tugas pokok dalam merawat pasien, perawat juga diberi tambahan tugas dalam urusan administrasi. Ketika ada berbagai tambahan tugas yang harus diselesaikan dengan cepat dalam waktu bersamaan, perawat kadang merasakan sakit kepala. Hal-hal tersebut merupakan stresor tersendiri bagi perawat IGD dan rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali. Sedangkan resiko kekerasan yang dihadapi perawat poliklinik lebih rendah karena melayani pasien rawat jalan yang kondisi kejiwaannya
6
sudah lebih stabil. Waktu jaga perawat poliklinik hanya shift pagi saja. Sehingga beban kerja yang dirasakan perawat poliklinik lebih ringan dibanding perawat di IGD dan rawat inap. Beberapa penelitian terhadap stres kerja perawat di Rumah Sakit Umum di Bali sudah pernah dilakukan tetapi penelitian mengenai stres kerja perawat di Rumah Sakit Jiwa di Bali belum pernah dilakukan sehingga peneliti tertarik untuk meneliti gambaran tingkat stres perawat di Instalasi Gawat Darurat dan ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali. 1.2. Rumusan Masalah Dilihat dari profil efisiensi RSJ Provinsi Bali dan jumlah perawat dibanding pasien, beban kerja perawat di IGD dan ruang rawat inap RSJ Provinsi Bali cukup tinggi sehingga dapat memicu stres kerja. Perawat juga mengalami perilaku kekerasan fisik dan verbal dari pasien. Perawat kadang merasa cemas dan tegang saat menangani pasien terutama dengan resiko perilaku kekerasan, disamping itu perawat juga harus mengerjakan tugas tambahan diluar tugas merawat pasien, adanya tekanan waktu, tuntutan dalam hubungan interpersonal dan tuntutan dari manajemen yang dapat memicu stres kerja bagi perawat di Instalasi Gawat Darurat dan ruang rawat inap RSJ Provinsi Bali. 1.3. Pertanyaan Penelitian Bagaimanakah gambaran tingkat stres kerja perawat di Instalasi Gawat Darurat dan rawat inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali ? 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Untuk menggambarkan tingkat stres kerja perawat IGD dan Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali
7
1.4.2. Tujuan Khusus 1) Menggambarkan karakteristik individu perawat IGD dan Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali 2) Menggambarkan faktor penyebab stres kerja yang berasal dari intrinsik pekerjaan (Beban kerja, resiko pekerjaan, dan lingkungan kerja) pada perawat IGD dan Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali 3) Menggambarkan faktor penyebab stres kerja yang berasal dari ekstrinsik pekerjaan (Hubungan interpersonal dan pengawasan atasan) pada perawat IGD dan Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali 4) Menggambarkan tingkat stres kerja
perawat IGD dan Rawat Inap di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali 5) Menggambarkan tingkat stres kerja pada perawat IGD dan Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali berdasarkan karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, masa kerja) 6) Menggambarkan tingkat stres kerja pada perawat IGD dan Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali berdasarkan faktor penyebab stres yang berasal dari intrinsik pekerjaan (beban kerja, resiko pekerjaan, dan lingkungan kerja) 7) Menggambarkan tingkat stres kerja pada perawat IGD dan Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali berdasarkan faktor penyebab stres yang berasal dari ekstrinsik pekerjaan (hubungan interpersonal dan pengawasan atasan)
8
1.5.
Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis 1) Untuk lembaga pendidikan dapat menambah bahan perpustakaan sebagai dokumentasi
ilmiah
serta
informasi
dalam
pengembangan
ilmu
pengetahuan dalam bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, khususnya di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia 2) Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan acuan penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan stres kerja perawat. 1.5.2. Manfaat Praktis 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tingkat stres dan penyebab stres perawat IGD dan Rawat Inap RSJ Provinsi Bali sehingga dapat dilakukan intervensi yang sesuai dengan kebutuhan perawat berdasarkankan pengalaman yang sudah diperolehnya dalam bekerja. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan mutu kinerja di RSJ Provinsi Bali. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia mengenai tingkat stres kerja perawat IGD dan Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali tahun 2016. Penelitian ini dilaksanakan oleh mahasiswa Kesehatan Masyarakat dengan menggunakan metode deskriptif untuk mengetahui gambaran tingkat stres kerja perawat dan tingkat stres kerja berdasarkan faktorfaktor penyebab stres kerja yang berasal dari faktor karakteristik demografi individu (Umur, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, masa kerja), instrinsik pekerjaan (Beban kerja, resiko pekerjaan, dan lingkungan kerja) serta ekstrinsik
9
pekerjaan (hubungan interpersonal perawat dan pengawasan atasan). Alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner.