BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Media
merupakan bagian
dari
komunikasi
antar manusia yang
menyebarkan informasi secara sistematis kepada masyarakat. Informasiinformasi yang disebarkan dianggap merefleksikan kejadian di masyarakat. Beberapa peristiwa atau isu yang sering muncul di media sebagai halaman utama atau dibahas secara mendetail akhirnya menjadi perhatian utama publik. Media memiliki kemampuan mengarahkan isu dalam publik. Media mampu membuat agenda dimana isu diramu untuk didiskusikan oleh publik. Media melakukan seleksi tentang isu atau peristiwa yang akan diberikan kepada masyarakat dan mengarahkan masyarakat terhadap reaksi apa yang timbul dalam pemberitaan tersebut (Wright,1985:20). Beberapa penelitian memperlihatkan kemampuan media massa dalam mengarahkan isu pada publik. Hans Bernd Brosius dan Hans Mathias Kepplinger (1992:893-901) mengadakan penelitian agenda setting mengenai efek dari agenda media terhadap agenda partai di Jerman Barat. Mereka menemukan bahwa isu penting pada media memiliki pengaruh positif pada preferensi partai yang kecil, tetapi mempunyai pengaruh negatif pada yang besar. Parlagutan Siahaan mengadakan penelitian tentang studi hubungan agenda media dengan agenda publik terkait isu-isu nasional. Siahaan
menemukan
bahwa hubungan media dengan publik mahasiswa bersifat kuat. Dalam 1
temuannya, dia melihat apa yang dianggap penting oleh media surat kabar juga dianggap penting oleh publik (Siahaan,1997). Dari penelitian di atas, dapat dilihat bahwa media massa memiliki kekuatan dalam mempengaruhi publik. Media bekerja pada ranah kognisi dengan memberikan gambaran yang membentuk realitas dunia. Publik mempelajari dunia sosial serta dirinya sendiri dari berbagai informasi dalam media. Baik media dan publik saling berhubungan. Media dengan membawa gambaran realitas dunia dan mengarahkan publik menerima “realitas ala media”. Penyajian gambaran realitas dunia ini merupakan proses gatekeeping dimana berita diseleksi, diolah dan disajikan. Hal inilah yang akan menghasilkan agenda media. Selanjutnya, ada interaksi yang selektif tiap individu dalam lingkup publik dengan media. Publik punya ekspektasi media mampu menyediakan informasi yang layak dan memenuhi kebutuhannya. Dalam penelitian-penelitian di atas menggambarkan bahwa ada keterkaitan agenda media massa pada agenda publik. Ide pokok teori agenda setting adalah media yang memberikan perhatian (atensi) yang berbeda pada tiap isu atau peristiwa. Akibatnya, perbedaan perhatian (atensi) tersebut akan berpengaruh terhadap kognisi (menyangkut pengetahuan dan citra) suatu isu atau peristiwa di mata khalayak. Apa yang dianggap penting bagi media menjadi penting di mata khalayak. Sehingga kadang isu yang sebenarnya tidak terlalu penting menjadi penting karena media kerap memberitakannya. Merujuk pada hal tersebut, media memiliki kekuatan
2
menentukan porsi atensi pada suatu peristiwa dan isu dan menyematkannya di benak publik. Porsi atensi atas suatu isu atau peristiwa tersebut hadir ke tangan publik melalui saluran informasi (channel) seperti media massa. Lalu, bagaimana jika channel itu berubah? Pada perkembangannya, teknologi mengubah landscape media secara kontinyu beralih pada basis online dimana pesan atau informasi didiseminasikan secara instan. Beberapa media massa mulai berkurang audiensnya. Surat kabar cetak
mulai mengalihkan
usahanya dalam bentuk media online newspaper atau e-newspaper karena media massa ini sudah banyak ditinggalkan pembacanya yang beralih ke media online. Di beberapa negara, termasuk Indonesia menunjukkan gejala yang sama. Perkembangan teknologi mengubah platform saluran informasi. Media online menawarkan interaktivitas dimana hal tersebut meningkatkan keaktifan penggunanya. Teknologi juga membawa perubahan yang secara simultan berubah menjadi lebih individual atau personal. Media Online mudah diakses dan tersedia banyak kanal sehingga pilihan beragam. Kehadirannya juga membuat audiens lebih terfragmentasi dan suplai informasi meningkat. Disini pembentukan agenda media dan agenda publik pun berubah. Inilah yang memunculkan sebuah pertanyaan apakah teori agenda setting ini masih dapat diaplikasikan pada era media baru sebagaimana di era media massa? W. Lance Bennet
dan Shanto Iyegar, apakah ini merupakan “New Era of Minimal
Effect”? Mereka mempertanyakan efek agenda setting media online pada publik dikaitkan dengan transformasi teknologi dan perubahan di masyarakat yang
3
semakin dinamis (Bennet and Iyegar, 2008: 2). W. Lance Bennet dan Shanto Iyegar menganggap bisa jadi efek agenda setting lemah atau bahkan tidak ada. Dengan pandangan bahwa Internet memang beda karakternya dengan media massa sebelumnya, beberapa periset ragu apakah Agenda Setting masih dapat diaplikasikan pada Internet atau media online. Perubahan teknologi dalam sistem pendistribusian informasi seperti Internet mampu mendiseminasikan pesan secara instan dan aksesnya terbuka sehingga memungkinkan proses komunikasi yang dinamis.
Ada pendapat
bahwa Internet sebagai merupakan ‘new mass medium’ seperti yang diungkapkan Morris dan Ogan (2006). Moris dan Ogan melihat bahwa Internet berperan sebagai medium dari suatu komunikasi massa. Ada beberapa penelitian mencoba melacak apakah agenda setting bisa diaplikasikan pada media online, diantaranya: (1) Studi penelitian yang dilakukan Yu dan Aikat (2005) menemukan bahwa agenda setting masih dapat diaplikasikan pada media Online. Yu dan Aikat meneliti New York Times dan Washington Post sebagai wakil surat kabar online/ online newspaper, CNN dan MSNBC untuk TV online, dan Yahoo News dan Google News sebagai layanan berita online. Mereka memeriksa berita dua minggu pada tahun 2004 dan menemukan korelasi yang tinggi pada publikasi-publikasi online tersebut terhadap pembacanya; (2) Coleman dan McCombs (2007) menemukan bahwa saat efek agenda setting diaplikasikan pada media Internet pada pengguna Internet dan kaum muda, hasilnya signifikan. Mereka menyimpulkan bahwa penggunaan Internet tidak menghilangkan relevansi teori Agenda Setting.
4
Di Indonesia, media online mulai dilirik sebagai referensi informasi. Indikasinya, ada kenaikan jumlah konsumen media massa yang beralih ke media online. Dari Nielsen Media Research, tercatat antara tahun 2007-2009 makin banyak pembaca koran dan pendengar radio di Indonesia going online. Sejak 2005, jumlah print reader untuk koran, majalah dan tabloid menurun dari tahun ke tahun (www.viva.co,id). Adanya perubahan tersebut memunculkan portal-portal berita atau online newspapers di Indonesia. Online Newspaper, dikenal juga sebagai web newspaper, merupakan koran atau surat kabar yang berada di world wide web atau Internet, yang merupakan bagian terpisah atau versi online dari surat kabar yang hadir dicetak secara periodikal. Karakter dari media Online Newspaper adalah interaktif, menyertakan unsur-unsur multimedia dan bersifat real time. Dalam menetapkan issue importance, Online Newspaper menyertakan kebijakan editorial yang mempengaruhi agenda publik dengan menempatkan pentingnya isu dengan mengorganisasikan berita berdasarkan kategori-kategori topikal yang mudah diakses secara cepat pada informasi-informasi atau berita yang lebih mereka butuhkan atau mereka sukai (Althaus dan Tewksburry, 2002: 180-207). Dengan perubahan lanskap media di Indonesia, Internet hadir dan memunculkan banyak Online Newspaper dalam kehidupan masyarakat seharihari. Media online akan tumbuh makin pesat dan media inilah yang akan dihadapi masyarakat Indonesia di masa mendatang, termasuk Online Newspaper. Berdasarkan beberapa peneltian sebelumnya. Media online memiliki mampu mengarahkan suatu isu pada publik. Kemudian, timbul pertanyaan
5
apakah di Indonesia khususnya, korelasi agenda media online terhadap agenda publik masih ada? Apakah media online mampu mengarahkan isu pada publik? Masyarakat semakin dinamis, dalam kondisi demikian, sejauh mana media Online Newspaper di Indonesia mengarahkan agenda publik pada suatu isu. Jika mengambil contoh isu korupsi, maka sejauh mana media online newspaper mengarahkan isu korupsi di Indonesia.
B. PERMASALAHAN PENELITIAN Dari penuturan diatas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini;
Sejauh mana hubungan/ korelasi antara Agenda Media Online Newspaper dengan Agenda Publik (mahasiswa) terkait dengan Isu Korupsi di Indonesia?
C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini mengambil batas hanya pada isu tunggal korupsi di Indonesia. Utamanya, bertujuan mengamati hubungan agenda media Online Newspaper yang memiliki traffic rank tertinggi di Indonesia yaitu kompas.com pada publik mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum UGM Yogyakarta. Kemudian penelitian ini ingin meneliti faktor-faktor yang diduga mempengaruhi hubungan antara agenda keduanya (kredibilitas, penggunaan media dan pola ketertarikan). Dengan demikian, penelitian ini memiliki tujuan untuk: 1. Meneliti sejauh mana hubungan antara agenda media Online Newspaper
Kompas.com
dengan
agenda
publik
mahasiswa
6
Pascasarjana Fakultas Hukum UGM, khususnya tentang penyajian Isu Korupsi di Indonesia 2. Mengetahui pengaruh kredibilitas, penggunaan media dan pola ketertarikan dalam hubungan agenda media
Online Newspaper
Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum UGM Yogyakarta, khususnya tentang penyajian Isu Korupsi di Indonesia D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini adalah memperluas dan memgembangkan serta menguji kembali fungsi agenda setting yang sesuai dengan gejala peningkatan pembaca online yang didorong oleh perkembangan New Media, khususnya di Indonesia.
E. KERANGKA PEMIKIRAN 1. Kerangka Teori a. Agenda Setting 1) Definisi Agenda Setting Agenda didefinisikan “set of issues that are communicated in hierarchy of importance at a point in time”. Agenda merupakan sekumpulan isu yang dikomunikasikan dalam urutan kepentingan pada kurun waktu tertentu. Agenda Setting sendiri didefinisikan sebagai proses dalam kompetisi yang sedang terjadi antara issues proponents untuk memperebutkan perhatian media, publik dan elit-elit pembuat kebijakan (Dearing dan Rogers,1996: 23).
7
Awal teori Agenda Setting sendiri bisa dilacak dari dua pemikiran mengenai media. Pertama, pemikiran Walter Lipmann yang menganggap bahwa media massa merupakan “pelukis” realitas. Lippmann mengatakan bahwa khalayak tidak dapat dan tidak mungkin mengalami semua peristiwa, walaupun
kejadian
tersebut
membutuhan
respon
dari
publik
(Lipmann,1965:3-20). Publik harus menanggapi “realitas yang ada, yang dicipta oleh media. Publik kemudian menanggapi konstruksi sosial dari realitas yang ada, dimana hal tersebut tercipta dari media. Sebagai konsekuensinya atas ketergantungan pada media dan distorsi media sendiri, banyak masalah timbul yang ada di kepala kita (Long,1992:209) Pemikiran kedua, dilontarkan oleh Bernard Cohen. Ia berpendapat bahwa media tidak menentukan “what to think” tetapi mempengaruhi “what to think about” disana ia mengungkapkan bahwa “Pers may not successfull much of time in telling people what to think, but it stunningly successful telling is readers what to think about it”.(Cohen,1969:13) Cohen memberikan gambaran bahwa media massa kebanyakan mempengaruhi persepsi khalayak tentang hal-hal yang dianggap penting ketimbang menentukan apa yang harus dipikirkan. Publik lebih banyak belajar dari media tentang isu-isu apa yang dianggap penting. Media mampu mempengaruhi persepsi khalayak mengenai prioritas masalah atau isu di sekitar khalayak. Media memberikan perhatian pada suatu isu atau peristiwa tertentu, dengan menonjolkannya dalam porsi besar atau porsi kecil pada sajian media. Perbedaan porsi tersebut menunjukkan
8
perbedaan atensi pada sebuah isu atau peristiwa tertentu, dan akan berpengaruh pada kognisi (pengetahuan dan citra) suatu peristiwa atau isu di mata khalayak. Isu atau peristiwa yang diberi porsi besar (diberitakan secara intens dan menonjol diantara yang lain) akan dinilai sebagai isu yang penting bagi khalayak. Porsi atas sebuah isu atau peristiwa di media ditentukan oleh seleksi media yang pada akhirnya mengarahkan reaksi khalayak terhadapnya. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Charles Wright (1995:20), media melakukan seleksi tentang apa yang diberikan kepada khalayak dan mengarahkan khalayak terhadap reaksi yang timbul dari pemberitaan tersebut. Media massa memiliki kemampuan mengarahkan isu untuk diterima sebagai sebuah isu yang penting, yang dikenal dengan Agenda Setting. Secara empirik, Agenda Setting diuji pertama kali pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 1968. Penelitian yang dilakukan oleh Maxwell Mc Combs dan Donald L Shaw tersebut membandingkan isu kampanye aktual dalam media massa dengan apa yang dikatakan pemilih sebagai isu-isu yang penting. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan oleh media massa dengan isu-isu yang dinilai penting bagi para pemilih (McCombs & Shaw,1992:208-209). Saat dibandingkan antara isu-isu yang dianggap penting oleh media dan isu yang dianggap penting bagi publik, hasilnya ternyata signifikan. Pada penelitian tersebut terlihat bahwa media massa melalui Agenda Setting mempunyai kemampuan menyeleksi dan menggarisbawahi pada isu-isu tertentu melalui redaksional.
9
Penelitian mengenai Agenda Setting tidak hanya terbatas pada isu-isu besar saja namun bisa berlaku pada sub isu. Tony Atwater, Michael B. Salwon dan Ronald B Anderson di tahun 1985 melakukan penelitian fungsi agenda setting dengan mengambil isu lingkungan hidup. Kemudian isu ingkungan hidup tersebut dibagi lagi menjadi enam sub isu. Hasilnya, ada hubungan kuat antara isu yang menonjol di media massa dengan isu yang dianggap menonjol oleh publik. (Atwater, Salwon, dan Anderson,1985:393397). Pada agenda setting penonjolan isu-isu tertentu oleh media massa tidak lepas dari proses seleksi media, proses seleksi ini memiliki tahap-tahap atau sejumlah pintu (gates), bisa individu atau kelompok yang memutuskan apakah berita itu layak muat. Mereka inilah yang memainkan peran dalam membentuk realitas yang ada di publik-disebut dengan gatekeeper. Biasanya gatekeeper menentukan bobot penyajian isu berdasar berapa banyak ruang yang disediakan, penonjolan berita (ukuran headline dan penempatan lokasi halaman), dan cara isu tersebut dibahas
secara detil atau umum
(DeGeorge,1981:219-220). Penyusunan Agenda Setting menjelaskan tiga proses. Pertama, berita diseleksi, diolah dan disajikan atau dikenal dengan proses gatekeeping. Kedua, kemudian menghasilkan agenda media. Ketiga, bagaimana agenda media mempengaruhi pendapat publik tentang isu yang ditonjolkan (DeFleur dan Denis, 1981:219-220). Bagian paling penting dari proses tersebut adalah bagaimana menyusun dan menghasilkan agenda isu yang paling penting hingga yang paling tidak penting di mata publik. Ini yang disebut dengan
10
Agenda Setting dari termuatnya isu-isu oleh media massa. Hasil dari seleksi dalam arus berita, publik menerima petunjuk dari apa yang penting dalam media kemudian publik memasukkan hal-hal tersebut ke dalam agenda kepentingan mereka pada saat itu. DeFleur mejelaskan mengapa penyajian isi media lebih punya relevansi dengan apa yang dibutuhkan publiknya pada saat isu itu muncul. Menurutnya hal itu terjadi karena publik tidak punya cukup waktu dan energi untuk membentuk sikap dan kepercayaannya terhadap suatu hal. Mereka harus menyeleksi beberapa isu dan topik yang terbatas sesuai kebutuhannya, karena tidak semua isu atau peristiwa dialami secara langsung. Isu-isu publik bisa disusun dalam sebuah rentang kotinu dari yang obstrusive (isu-isu yang dialami secara personal) hingga yang unobstrutive (isu-isu yang hanya kita tahu lewat media). Apakah isu itu obstrutive atau unobstrutive, tergantung dari kebutuhan pembaca atau individu itu sendiri. Media, dalam konteks agenda setting, meramu informasi dan menyajikannya berita kepada khalayak, dengan membaca kebutuhan khalayak dan menuangkannya dalam skala prioritas. Khalayak tidak punya waktu yang banyak untuk merangkum semua peristiwa di dunia dalam sehari karena terlalu banyak peristiwa yang terjadi, namun media massa membantu memetakan realitas mana yang penting melalui pemberian bobot penyajian. Bobot penyajian isu yang tinggi diharapkan akan mendapat perhatian dari publik. Harold G Zucker (1978:285) mengemukakan bahwa isu yang tidak dialami langsung, penonjolan agenda media menyebabkan kemenonjolan pula
11
pada agenda publik pada item bersangkutan. Ada isu yang “dialami langsung” kemenonjolan pada agenda publik menyebabkan kemenonjolan pada agenda media Beberapa jenis isu atau peristiwa-peristiwa itu bisa bergerak dengan mudah ke agenda publik, sedangkan isu atau peristiwa lain membutuhkan waktu lebih banyak, dan dasar teoritikal penelitian Agenda Setting sendiri tidak mampu meramalkan berapakah senjang waktu (time lag)) yang optimal (Gandy,1982:7). Eyal dan kawan-kawan mengajukan konsep kerangka waktu (Time Frame) dalam Agenda Setting, penelitian Agenda Setting diidentifikasi dalam 5 tahapan menurut jangka waktu yang berbeda; (1) Kerangka Waktu, yaitu periode waktu keseluruhan yang diperhitungkan mulai dari permulaan sampai selesai proses pengumpulan data, (2)Senjang Waktu, yaitu waktu luang antara variabel independen (agenda media), (3)Lamanya pengukuran media dilakukan, (4)Lamanya pengukuran agenda publik, yaitu jumlah waktu pengukuran agenda publik dilakukan, (5) Rentang efek optimal, yaitu puncak asosiasi antara penekanan media dengan penekanan publik tentang sebuah isu. (Eyal, Winter dan DeGeorge, 1981:213-214). Sebenarnya,
ide pokok teori ini adalah media yang memberikan
perhatian (atensi) yang berbeda pada tiap isu atau peristiwa, akibatnya perbedaan perhatian (atensi) tersebut akan berpengaruh terhadap kognisi (menyangkut pengetahuan dan citra) suatu isu atau peristiwa di mata khalayak. Apa yang dianggap penting bagi media menjadi penting di mata
12
khalayak. Sehingga isu yang sebenarnya tidak terlalu penting menjadi penting karena media kerap memberitakannya. Hakekat teori Agenda Setting berangkat dari dua asumsi pokok yakni bahwa media tidak merefleksikan realitas sepenuhnya, dia hanya menyeleksi dan membentuknya. Kemudian penonjolan isu oleh media dalam kurun waktu tertentu akan mempengaruhi publik, dimana publik akan menganggap isu tersebut lebih menonjol daripada isu yang lain (Weaver, dkk, 1981: 3-4) Dari beberapa pernyataan sebelumnya, Agenda Setting dapat didefinisikan sebagai kemampuan media massa mengarahkan isu atau peristiwa untuk diterima sebagai isu atau peristiwa yang penting oleh publik. Sehingga apa yang dianggap penting oleh media, maka akan dianggap penting pula oleh khalayak pembacanya
2) Tiga Sub Area Studi Agenda Setting Gambar.1 Komponen dalam Proses Agenda Setting PERSONAL EXPERIENCE AND INTERPERSONAL COMMUNICATION AMONG ELITE AND OTHER INDIVIDUALS GATEKEEPER, INFLUENTAL MEDIA, AND SPECTACULAR NEWS EVENT
MEDIA AGENDA
PUBLIC AGENDA
POLICY AGENDA
REAL WORLD INDICATORS OF THE IMPORTANCE OF AN AGENDA ISSUE OR EVENT
13
Pada prosesnya, Agenda Setting dapat dibagi menjadi tiga sub area; agenda media, agenda publik dan agenda kebijakan. Agenda Publik merupakan sub area yang mencoba memahami bagaimana opini publik dipengaruhi oleh konten media massa. Sedangkan Agenda Setting media sendiri merupakan studi yang menekankan pada konten media yang berhubungan dengan definisi isu, seleksi dan penekanan yang dilakukan media. Agenda Kebijakan atau Policy Agenda berkaitan dengan relasi antara opini publik pada kebijakan elite, keputusan dan aksi. (Rogers dan Dearing,1988:566) Ketiga sub area studi tersebut sering digunakan periset untuk menggali seberapa besar kekuatan media dalam mengarahkan suatu isu. Pada perkembangannya, riset lebih banyak dilakukan pada area Agenda Setting Media dan Agenda Setting Publik.
3) Perkembangan Riset Agenda Setting Sebelum kehadiran Internet Sebelum Cohen, sebenarnya ide awal mengenai Agenda Setting telah samar-samar ada, dilontarkan oleh Walter Lipmann (Rogers,1993:68). Secara garis besar, banyak perkembangan yang terjadi baik secara teoritikal dan metodologikal dalam pengkajian proses Agenda Setting (Dearing dan Rogers,1996:9), seperti yang dirangkum dalam berikut
14
Tabel 1 Perkembangan dalam Riset Proses Agenda Setting sebelum Internet Lahir No Inovasi-Inovasi Teoritikal dan Metodologikal Penggagas dalam Studi Proses Agenda Setting 1 Membuat prostulat mengenai hubungan antara Walter Lipmann (1922) agenda media dan agenda publik 2 Mengidentifikasi status-cofferal function dari Paul F. Lazarfeld dan media, dimana ada penonjolan yang diberikan pada Robert K. Merton isu-isu (1948/1964) 3 Mengawali metafor Agenda Setting Bernard C.Cohen (1963) 4 Memberi nama pada proses agenda setting Maxwell Mc. Combs & Donald Shaw (1972) 5 Menginvestigasi proses agenda setting publik Maxwell Mc. Combs & dengan penyusunan hirarki isu-isu Donald Shaw (1972) 6 Mengenalkan model proses Agenda Setting- Roger W. Cobb & Charles Kebijakan (policy) D. Elder (1972/1983) 7 Mengenalkan studi “over time” dari Agenda G. Ray Funkhouser Setting Publik pada analisis level makro dan (1973a) menginvestigasikan relasi atau hubungan dari “real world indicator” ke agenda media 8 Menginvestigasi secara eksperimental Agenda Shanto Iyengar & Donald Setting-publik pada analisis level mikro R. Kinder (1987)
Selain riset-riset di tabel,
Shoemaker dan Reese di tahun 1981
meneliti mengenai rutinitas media, sosiologi organisasional media, ideologi dan sebagainya yang dinilai mempengaruhi agenda setting media. Todd Gitlin di tahun 1980 mengajukan konsep framing dan priming. Edelstein di tahun 1993 membuka pintu ekspansi yang terintegrasi untuk mengeksplorasi variabel-variabel dependen. Teorinya lebih ke detail spesifikasinya tentang bagaimana sebuah topik terbingkai dan apa yang dilakukan Edelstain ini menjawab kritik mengenai penetapan unit analisis yang digunakan pada setiap agenda (McCombs dan Shaw,1993:58-67). Riset yang dilakukan Mc Combs & Shaw memiliki frekuensi paling banyak sebagai rujukan. Secara metodologis, selain Mc Combs & Shaw, Iyegar
&
Kinder
mengembangkan
Contingent
Conditions
yang 15
mempengaruhi hubungan antara Agenda Media dan Agenda Publik, serta Winter dan Eyal yang mengajukan time lag dalam riset Agenda Setting (Tai,2009:481-513). Agenda Setting coba digeneralisir untuk melihat attitude dan opini namun terhalang oleh periode waktu dan pendekatan yang dilakukan terkadang sangat prematur. Periode waktu memang menjadi permasalahan dalam penelitian agenda setting karena tidak ada ukuran yang tepat, kondisi tiap situasi berbeda. Beberapa jenis isu atau peristiwa-peristiwa itu bisa bergerak dengan mudah ke agenda publik, sedangkan isu atau peristiwa lain membutuhkan waktu lebih banyak, dan dasar teoritikal penelitian Agenda Setting sendiri tidak mampu meramalkan berapakah senjang waktu (time lag)) yang optimal (Gandy,1982:7) Belum selesai perdebatan mengenai time lag, para periset mulai berdiskusi tentang relevansi teori Agenda Setting dihubungkan dengan kehadiran Internet. 4) Internet dan Agenda Setting Penyebab diskusi relevansi teori Agenda Setting pada media online atau Internet adalah perbedaan pandangan dari para periset mengenai apakah Internet ini merupakan media yang benar-benar baru atau perluasan dari media sebelumnya? Agenda Setting merupakan teori komunikasi massa yang lahir sebelum Internet ada, kemudian apakah bisa teori diaplikasikan pada media Internet? Ketika studi mengenai Agenda Setting membahas mengenai apa yang dianggap penting oleh media juga dianggap penting oleh publik, media yang
16
digambarkan merupakan merdia massa dan publik yang dimaksud adalah media yang bersifat pasif. Untuk media-media sebelum Internet, Agenda Setting bisa saja diatur dengan akses minimal yang terbatas pada informasi yang bersifat umum. Jika dihadapkan pada media Internet atau media Online yang aksesnya boarderless, apakah Agenda Setting masih dapat diterapkan? Ketika channel (media) berubah karena disentuh teknologi, suplai informasi meningkat, perilaku audiens berubah aktif saat dihadapkan pada berbagai saluran (multiple channels). Apakah kemudian teori Agenda Setting masih cocok diterapkan pada media Internet atau media Online? Beberapa ahli menilai media baru Internet memiliki perbedaan dengan media-media sebelumnya dilihat dari cara mereka menilai karakteristik media Internet itu sendiri. Internet sebagai suatu teknologi komunikasi merupakan suatu bentuk media yang berbasis pada perkembangan di bidang komputer. Sebagai suatu media, Internet memiliki beberapa karakteristik yang harus mampu menjalankan beberapa fungsi mediasi. Mengacu pada beberapa fungsi mediasi yang diungkapkan oleh Dennis Mc Quail tercakup dalam : Windows. Interpreters. Platforms, Interactive Communication, Signpost, Filters, Mirrors, Barrier (Littlejohn, 1996: 324). Sebagai media komunikasi, Internet memungkinkan kita untuk melihat situasi disekitar kita dengan secepat mungkin (windows), membantu (Interpreters),
menyampaikan
kita memahami pengalaman kita
berbagai
bentuk
informasi
pada
kita
(platforms), memungkinkan komunikasi yang interaktif dengan adanya feedback dari khalayak (Interactive Communication), menyediakan berbagai arahan dan tujuan (Signpost), menyaring pengalaman kita dan memberikan
17
fokus pada beberapa pengalaman kita (Filters), merefleksikan diri kita pada diri kita (Mirrors) dan juga dapat menjadi hambatan yang menutupi kebenaran. Media baru dan media lama sama-sama memiliki fungsi mediasi, tetapi media baru memperluas fungsi mediasi (remediasi). Selain fungsi mediasi, sebagai suatu teknologi komunikasi yang berbasis teknologi computer, Internet juga berdasarkan pendapat Rogers dapat dikategorikan sebagai media baru apabila memiliki beberapa sifat yang berbeda dengan media-media sebelumnya yaitu bersifat interactivity,, demassification dan asynchronous (Rogers, 1986). Sifat interactivity dimungkinkan dengan adanya interaksi antar para user Internet. Proses demassification yang dimungkinkan terjadi dengan berkembangnya teknologi komunikasi dalam memanfaatkan berbagai akses di Internet. Asynchronous dengan mudahnya terjadi dimana kebebasan pengguna dalam menggunakan atau mengakses Internet tanpa terikat oleh waktu. Para user dapat mengakses berbagai informasi, hiburan atau diskusi tertentu sesuai dengan keinginan atau waktu yang dimiliki serta dipilihnya. Akses yang tidak terbatas waktu nilah yang membedakannya dengan media-media lama sebelumnya. Terry Flew (2004) menyebut media baru (termasuk Intenet) sebagai media konvergen, menjelaskan bahwa terdapat tiga karakter dari media konvergen. Ketiga karakter itu disebut tiga C, yaitu:Communications networks, Computing/information technology, Content (media). Karakter yang pertama, Communications networks, dimana pada media ini, terjadi jaring komunikasi antar para pengguna. Media ini mampu
18
merangkai pengakses dan kemudian terjadi budaya pertisipasi (Henry Jenkins, 2006 : 197). Inilah keunggulan utama menurut Terry Flew dari media baru dibandingkan media-media sebelumnya. Karakter kedua, Computing/Informaton Technology. Bentuk komunikasi dengan media baru akan selalu melibatkan teknologi dalam mengolah dan mendistribusikan informasi dengan komputer sebagai perangkatnya. Dalam komunikasi bermediasi komputer ada ciri dimana terdapat teknologi yang bertujuan untuk berkomunikasi bukan hanya pengolah info tetapi ada interaksi sosial yang dinamis di dalamnya. Sedangkan karakter ketiga, adalah Content. Isi pesan di dalam media baru adalah isi pesan yang lengkap meliputi keseluruhan bentuk pesan media, tertulis, audio, gambar, dan visual. Dengan pandangan bahwa Internet memang beda karakternya dengan media massa sebelumnya, beberapa periset ragu apakah Agenda Setting masih dapat diaplikasikan pada Internet atau media online. Bennet dan Iyegar (2008:2) mempertanyakan efek agenda setting media Online pada publik dikaitkan dengan transformasi teknologi dan perubahan di masyarakat yang semakin dinamis. Mereka berpendapat interaktivitas yang ditawarkan oleh media online meningkatkan keaktifan pada penggunanya. Kemudian, jika consumer media ini menjadi aktif maka akan mengaburkan garis penghubung media gatekeeper. Transformasi teknologi membawa perubahan pada saluran (channel) informasi yang secara simultan berubah menjadi lebih individual dan personal. Media Online diakses dan tersedia dalam banyak kanal sehingga pilihannya pun beragam.
19
Kehadirannya juga menyebabkan audiens lebih terfragmentasi dan suplai informasi meningkat. Perubahan teknologi dalam sistem pendistribusian informasi seperti Internet mampu mendiseminasikan pesan secara instan dan aksesnya terbuka sehingga memungkinkan proses komunikasi yang dinamis. Pendapat lain menyatakan
bahwa
karakteristik
Internet
yang
dinamis
dalam
mentransmisikan informasi dari senders (pengirim) ke receiver (penerima), dari titik ini, para periset berasumsi bahwa teori-teori dari komunikasi massa dapat diaplikasikan pada komunikasi Online (Roberts, Wanta dan Horng, 2002:452). Kemudian, ada pendapat bahwa Internet sebagai merupakan ‘new mass medium’ seperti yang diungkapkan Morris dan Ogan. Mereka mengkritik periset yang membatasi model teoritis dalam penelitian serta asumsi dasar dibalik teori mengenai efek media massa, karena hal inilah para periset tersebut tidak mampu melihat Internet sebagai media massa yang baru. Disini Moris dan Ogan melihat bahwa Internet berperan sebagai medium dari suatu komunikasi massa. Moris dan Ogan (1996 : 40) melihat bentuk-bentuk komunikasi Internet : (a) one-to-one asynchronous communication (e-mail), (b) many-to-many asynchronous communication (EBBs), (c) one-toone, oneto-few, one-to-many synchronous communication organized around a topic or object (i.e., role playing, chat rooms) dan (d) asynchronous communication, dimana dicirikan pada kebutuhan orientasi receivers (penerima).
20
Sebenarnya sebelum keraguan muncul dari Bennet dan Iyegar (2008), Mc Combs (2005) melakukan review atas penelitian Agenda Setting.
Ia
mengakui bahwa telah terjadi perubahan lanskap media dengan hadirnya media Online, yang menyebabkan proses komunikasi dinamis. Mc Combs melakukan penelitian empiris dengan mengubah pengukuran penonjolan sesuai dengan konteks modern guna menguji korelasi agenda media online terhadap agenda publik. Dalam penelitian tersebut Mc Combs memecah dalam dua model penelitian, yakni korelasi agenda media online terhadap agenda pribadi publik dan korelasi agenda media online terhadap agenda sosial publik. Penelitian tersebut menunjukkan adanya korelasi kuat yakni 0,76. Ada beberapa penelitian lain yang mencoba melacak apakah agenda setting bisa diaplikasikan pada media online, diantaranya : 1. Penelitian yang dilakukan Scott L Althaus dan David Tweksburry (2002) pada Online Newspaper New York Times dan New York Times
versi
cetak.
Dalam
penelitian
tersebut
mereka
membandingkan issue importance diantara pembaca New York Times versi cetak dan pengakses Online Newspaper New York Times. Hasilnya memang ada perbedaan, namun temuan menyatakan bahwa ada efek agenda setting pada masing-masing media dan masing-masing publiknya. Meskipun ada pendapat bahwa dalam media online akan terjadi kekaburan media gatekeeper karena perubahan keaktifan consumer media, namun pada online newspaper New York Times masih terdapat kebijakan 21
editorial yang mempengaruhi agenda publik. Hal ini dikarenakan mereka (Online Newspaper) mengganti cara-cara lama yang berhubungan dengan kebijakan editorial yang mempengaruhi agenda publik. Secara kontras, Online Newspaper menentukan pentingnya
isu
dengan
mengorganisasikan
berita
berdasar
kategori-kategori topikal yang mudah diakes secara cepat pada informasi-informasi yang lebih mereka butuhkan atau mereka sukai (Althaus dan Tweksburry, 2002:180-207) 2. Studi penelitian yang dilakukan Yu dan Aikat (2005) menemukan bahwa agenda setting masih dapat diaplikasikan pada media Online. Yu dan Aikat meneliti New York Times dan Washington Post sebagai wakil surat kabar online/ online newspaper, CNN dan MSNBC untuk TV online, dan Yahoo News dan Google News sebagai layanan berita online . Mereka melakukan analisis berita dua minggu pada tahun 2004 dan menemukan korelasi yang tinggi pada publikasi-publikasi online tersebut terhadap pembacanya 3. Coleman dan McCombs (2007) menemukan bahwa saat efek agenda setting diaplikasikan pada media Internet pada pengguna Internet
dan
kaum
muda,
hasilnya
signifikan.
Mereka
menyimpulkan bahwa penggunaan Internet tidak menghilangkan relevansi teori Agenda Setting Dengan dipandangnya media Internet sebagai “a new mass medium” dimana Internet dipandang sebagai alat dari komunikasi massa, penelitian-
22
penelitian diatas dilakukan oleh para periset yang menyesuaikan teori agenda setting yang merupakan teori komunikasi massa dengan konteks media Internet. Dan ketika diuji, Agenda Setting bekerja pada media-media Online tersebut.
b. Agenda Media Agenda media merupakan satu dari tiga sub area studi agenda setting. Agenda media terdiri dari pokok persoalan, aktor, peristiwa, anggapan dan pandangan yang memanfaatkan waktu dan ruang dalam publikasi yag tersedia untuk disampaikan ada publik (Merheim,1986:500). Menurut Dearing & Rogers agenda media merupakan daftar isu-isu dan peristiwa-peristiwa pada suatu waktu tertentu yang disusun sesuai dengan urutan kepentingannya.(Rogers dan Dearing,1985:565). Media yang telah melakukan seleksi dan menyajikan isi (konten) pemberitaan akan mengarahkan khalayak terhadap reaksi yang timbul dari pemberitaan tersebut (Wright,1985:2). Shoemaker& Reese (1996:105-107) menyebut bahwa ada hirarki pengaruh dari teks berita dalam media; (1) karakteristik pekerja media, (2) organisasi media dan pengaruh nilai-nilai atau ideologi yang dianut organisasi media dan masyarakat yang ada di sekitar media, termasuk audiens. Dalam media online merupakan audiens yang aktif, karena itu media online (contohnya Online Newspaper) menentukan pentingnya isu dengan mengorganisasikan berita berdasar kategori-kategori topikal yang mudah
23
diakes secara cepat pada informasi-informasi yang lebih mereka butuhkan atau mereka sukai (Althaus dan Tweksburry, 2002:180-207) Hal ini mengisyaratkan bahwa seleksi yang dilakukan media seharihari (baik itu media massa dan media Online) dilakukan berdasarkan politik pemberitaan masing-masing media yang merupakan intepretasi subyektif media massa, termasuk pekerja media yang terikat dengan situasi organisasi tempatnya bernaung. Audiens pun menjadi pertimbangan dalam melakukan proses seleksi. Media melakukan seleksi terhadap isu atau peristiwa dengan perkiraan bahwa hal tersebut sangat penting bagi para pembacanya. Kemudian agenda media terbentuk. Secara sederhana, agenda media merupakan isu-isu yang mendapatkan penonjolan dalam media yang didapat dari proses redaksional. Dari ulasan diatas, agenda media merupakan daftar isu atau peristiwa yang ditonjolkan media menurut urutan kepentingannya dalam kurun waktu tertentu.
c. Agenda Publik Bagaimana sebuah isu bisa masuk dalam agenda publik, Rogers dan Dearing (1996 : 62) menyebutkan bahwa kebanyakan isu bisa masuk dalam agenda publik melalui proses repetisi pesan, dimana publik mengenalinya kemudian menempatkannya dalam kepentingannya. Media dengan publikasi memungkinkan proses repetisi pesan yang berkaitan dengan isu kemudian menempatkannya dalam prioritas publik.
24
Agenda publik berhubungan dengan isu-isu yang digambarkan dalam konten atau isi media dan kemudian diprioritaskan oleh publik. Sehingga agenda publik merupakan daftar dari isu-isu yang telah disusun publik menurut kepentingannya pada suatu kurun waktu tertentu (Rogers dan Dearing, 1985:568). Menurut DeGeorge (1981:222) derajat pentingnya sebuah isu dibedakan menjadi tiga golongan: (1)Penting secara pribadi (intrapersonal), (2)Penting sebagaimana dilontarkan orang-orang sekitarnya (interpersonal), (3)Penting menurut masyarakat (community salience). Sedangkan, McLeod membagi agenda publik pada tiga kategori. Pertama, individual salience, atau derajat kepentingan suatu isu berdasarkan prioritas pribadi. Kedua, Perceived Issue Salience, atau pendapat publik tentang apa yang dianggap penting oleh orang lain. Dan terakhir, Community Issue Salience, derajat penting suatu isu dilihat dari suatu unit social (Chaffe,1975:50). Mc Combs (2005) mengungkapkan bahwa agenda publik dibedakan menjadi dua, yakni agenda interpersonal dan agenda intrapersonal. Agenda interpersonal lebih menekankan pada apa yang dianggap penting dalam pembicaraan antar individu, sedangkan agenda intrapersonal hanya menekankan pada apa yang dianggap penting oleh seorang individu itu sendiri. Sehingga, pada tataran pengukurannya, agenda publik dapat diukur pada level individual yang berpijak pada persepsi individu, sedangkan pengukuran agenda publik interpersonal dapat diukur dengan berpijak pada penonjolan topik dihitung berdasar persepsi antar individu.
25
Dari berbagai pernyataan diatas,
agenda publik dapat diartikan
sebagai daftar isu atau peristiwa yang ditakar oleh publik menurut prioritas kepentingannya dalam kurun waktu tertentu McCombs menemukan bahwa media surat kabar merupakan pendorong
utama
dalam
menetapkan
Nimmo,1981:130).
Untuk
mengetahui
agenda bahwa
isu agenda
publik media
(dalam yang
menyebabkan pentingnya isu bagi agenda publik dan sebaliknya maka kedua variabel tersebut (agenda media dan agenda publik) dapat dipelajari pada suatu waktu yang bersamaan (satu titik waktu).
d. Hubungan Agenda Media dan Agenda Publik Bahasan hubungan agenda media dan agenda publik berawal dari keterkaitan mengenai apa yang penting dalam media akan menjadi penting di mata publik Diawali dengan studi empirik yang dilakukan pertama kali oleh McCombs dan Shaw tahun 1968. Pada kurun waktu tertentu, penonjolan sebuah isu atau peristiwa dalam media akan menentukan bagaimana publik menakar isu atau peristiwa menurut prioritas kepentingannya. Meskipun dalam beberapa riset, terbukti bahwa agenda media mampu mengarahkan agenda publik, hal itu tidak terjadi secara langsung. Ada beberapa kondisi tertentu yang menentukan kuat dan lemahnya arahan agenda media ke agenda publik yang disebut dengan Contingent Conditions. Efek media tidak akan sama antara satu sama lain karena sifatnya tidak langsung, waktunya berlainan dan kondisi tiap orang berbeda. Karenanya, berkembanglah riset Agenda Setting dimana periset mempertimbangkan
26
Contingent Condition atau variabel kontrol pada pengukuran hubungan agenda media dan agenda publik, yang dibagi dalam dua level yaitu level makro (berupa kompetisi antar media, tingkat profesionalitas, pandangan sosial politis pekerja media dan karakteristik politik negara) dan level mikro (tingkat orientasi, sumber, kredibilitas, tipe pesan yang sering disebut, personalisasi dsb) (Kosicki, 1993:43). Winter (1981:235-241) menekankan bahwa periset yang menguji hipotesis Agenda Setting harus memperhatikan Contingent Conditions atau atribut-atribut situasi dalam komunikasi terutama ketika melakukan survey, dimana ada beberapa variabel tak terkontrol, dan tidak secara sederhana mengindikasikasikan sebuah hubungan secara langsung. Atribut-atribut tersebut dibagi menjadi dua, yakni atribut-atribut yang berhubungan dengan stimulus dan atribut-atribut yang berhubungan dengan audiens. Atribut stimulus terdiri dari exposure pada media (Zucker,1978), medium pesan (Eyal,1975), Kredibilitas sumber informasi (Siune & Borre,1975). Sementara atribut audiens terdiri dari Media Exposure (Mullins, 1973), Penggunaan Media (Weaver,Mc Combs & Spellman,1975), Tipe Media (Weaver, Becker &
McCombs,1972),
Pola
ketertarikan
(Mullins,1972),
Komunikasi
Interpersonal (Mc.Combs & Shaw,1972). Selain itu, Rakhmat (1991:69) berpendapat bahwa sifat-sifat stimulus menyangkut; karakteristik isu (isu tersebut dialami langsung atau tidak), lama terpaan media (apakah isu tersebut baru muncul atau tenggelam), kedekatan geografis (isu tersebut bertingkat nasional atau lokal) dan sumber (apakah media yang menyajikan kredibel atau tidak)
27
Dalam analisis hubungan agenda media dan agenda publik setidaknya ada empat hal yang diperhatikan. Pertama, isu itu sendiri. Kedua, penyajian isu dalam media (agenda media). Ketiga, pendapat publik sebagai konsekuensi efek pemberitaan yang dituangkan dalam media (agenda publik). Keempat, kondisi-kondisi tertentu yang memperlemah dan memperkuat hubungan kedua agenda terkait isu Gambar 2 . Skema Hubungan Agenda Media & Agenda Publik
CONTINGENT CONDITIONS Atribut Stimulus: Exposure pada Media (Zucker, 1978), Medium Pesan (Eyal, 1975), Kredibilitas Sumber Informasi (Eyal, 1975)
Atribut Audiens: Media Exposure (Mullins, 1973), Penggunaan Media (Weaver, Mc
AGENDA
Combs & Spellman, 1975), Tipe Media (Weaver, Becker & Mc Combs, 1972), Pola ketertarikan (Mullins, 1972), Komunikasi Interpersonal ( Mc.Combs & Shaw , 1972)
MEDIA
AGENDA PUBLIK
e. Isu Dalam Agenda Setting dari media massa, isu merupakan obyek yang diramu dan disajikan kepada khalayak. Menurut Hidayat (1995:1), isu
28
didefinisikan sebagai peristiwa atau situasi yang melibatkan perbedaan pendapat atau pertentangan antar kelompok dalam masyarakat, ataupun yang didefinisikan sebagai suatu permasalahan oleh kelompok. Engel & Lang (1981: 451) menyebut isu dalam lima penafsiran. Pertama, isu dapat berupa concern, atau masalah yang menjadi perhatian pribadi publik. Kedua, berupa perception of key problem, atau persepsi dan penjabaran-penjabaran dari masalah yang dihadapi masyarakat. Ketiga,berupa penyebaran tentang kemungkinan yang mesti dipilih oleh publik, setuju atau tidak setuju terhadap suatu kebijakan. Keempat, berupa public controversy, suatu masalah yang mengandung pro dan kontra dalam masyarakat. Kelima,berupa alasan atau faktor-faktor yang menjadi penentu jalan keluar dalam suatu kesenjangan politik. Shaw membedakan antara peristiwa dan isu. Peristiwa diartikan sebagai kejadian-kejadian terlepas yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Isu diartikan
sebagai cakupan berita-berita
kumulatif
dari
serangkaian-
serangkaian peritiwa yang berhubungan yang bersama-sama membentuk kategori yang luas (Rogers dan Dearing,1985:566-567). Dari beberapa pernyataan diatas, isu dapat diartikan sebagai concern, atau masalah yang menjadi perhatian pribadi publik yang melibatkan perbedaan pendapat atau pertentangan antar kelompok dalam
masyarakat,
ataupun
yang
didefinisikan
sebagai
suatu
permasalahan oleh kelompok. Penggunaan isu dalam penelitian Agenda Setting memuncukan tipetipe penelitian yang berbeda-beda. Menurut Mc Combs (1981:123-124) ada 4
29
tipe penelitian Agenda Setting yang menguji hubungan antara Agenda media dengan agenda publik: 1.
Tipe penelitian pertama, yaitu penelitian yang menggunakan sejumlah isu yang dianggap penting, dengan menggunakan analisis isi agenda media di deskripsikan. Setelah itu hubungan antara agenda media dan publik diuji.
2.
Tipe penelitian kedua, yaitu penelitian yang menggunakan isu tunggal. Pendekatan ini dilakukan dengan hanya menanyakan satu isu saja.
3.
Tipe penelitian ketiga, yaitu penelitian yang menggunakan agregrat. Pada data tingkat agregat, isu dipandang sebagai kesatuan analisisnya.
4.
Tipe keempat, yaitu penelitian yang menggunakan data tingkat individu. Fokus pengamatannya adalah pada perubahanperubahan individu, baik berkenaan dengan isu tunggal maupun kelompok isu. Pada tingkat individu yang dipandang sebagai kesatuan analisisnya adalah individu
f. Korupsi 1) Definisi Korupsi Korupsi dalam bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok. Korupsi bisa merupakan perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
30
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Korupsi ada diantara sektor publik dan sektor privat. Hal ini sejalan dengan beberapa definisi mengenai korupsi sebagai berikut; a) Corruption is the abuse of public power for private benefit (or profit) (Transparency International Annual Report, 1999) b) Corruption is an Act done an intend to give some advantage incosistent with official duty and the rights of other. The Act of an official or fiduciary person who unlawfully and wrongfully uses his station or character to prosecure some benefit for himself or for himself or for another person, contrary to duty and the right of others.” (Black Dictionary Law) c) “Corruption is transaction between private and public sector through which collective goods are illegitimately converted into private regarding payoff.”(Heidenhemer, Johnston, LeVine, 1989:6) d) “Corruption is behaviour that deviates from the formal rules of conduct governing the actions of someone in a position of public authority because private regarding motives such as wealth, power” (Khan, 1996:12) Istilah korupsi
merujuk pada perbuatan buruk seperti penggelapan
uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya (Poerwadarminta, 1976). Namun istilah korupsi sendiri sangat luas, tidak sebatas pada penggelapan uang atau penerimaan uang sogok. Lebih luas lagi, korupsi juga menyangkut 31
penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi merupakan suatu hal yang sangat buruk dengan berbagai macam ragam dan artinya. Lingkup sangat luas tersebut membuat Syeid Hussein Alatas (2005:12) memasukkan unsur “nepotisme” dalam kelompok korupsi, dalam klasifikasinya yaitu memasang keluarga atau teman pada pada posisi pemerintahan tanpa memenuhi persyaratan tersebut. Alatas memaknai korupsi sebagai penempatan kepentingan-kepentingan publik dibawah tujuantujuan privat dengan pelanggaran norma-norma tugas dan kesejahteraan yang dibarengi dengan keserbarahasiaan, pengkhianatan, penipuan dan pengabaian yang kejam atas setiap konsekuensi yang diderita oleh publik. Korupsi berkaitan dengan dampak kerugian negara atau perekonomian negara. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah Diubah dengan Undang-Undang No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan mengacu pada pasal 2 tindak pidana korupsi merupakan “... perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara...”. Hal lainnya ditambahkan pada pasal 3, bahwa tindak pidana korupsi juga menyangkut pada “...tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, 32
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara...” Dari ulasan diatas, korupsi dapat diartikan sebagai perbuatan penyalah gunaan kekuasaan dan tindakan memperkaya diri dengan menempatkan kepentingan pribadi dan kelompok diatas kepentingan publik yang menimbulkan kerugian pada keuangan dan perekonomian negara dan kepentingan publik.
2) Akar Penyebab Korupsi Akar dari munculnya korupsi biasanya tidak jauh dari motif memperkaya diri dan mempertahankan kekuasaan. Dalam konteks korupsi yang kecil-kecilan (petty corruption), mereka melakukannya dalam kerangka untuk mempertahankan diri agar bertahan hidup karena gaji yang pas-pasan. Sedangkan dalam korupsi yang besar (grand corruption), pelakunya berusaha untuk terus mengakumulasi kekayaan, karena dengan kekayaan (penguasaan atas sumber daya ekonomi) tersebut mereka dapat mempertahankan bahkan meningkatkan kekuasaan politik mereka. Dalam kasus petty corruption, akar korupsi adalah ketidakadilan dalam struktur sebuah masyarakat. Sementara dalam kasus grand corruption, korupsi terjadi karena adanya intensi untuk terus melakukan akumulasi kekayaan yang berimplikasi pula pada penguatan kekuasaan (Ardyanto,2002:19-24). Irisan persamaan keduanya, yaitu bahwa persoalan-persoalan ekonomipolitik merupakan akar terjadinya korupsi.
33
Korelasi antara korupsi, kapitalisme dan demokrasi bisa dilihat dari pemikiran John Girling (1997). Ada dua karakteristik utama dari ekonomipolitik korupsi. Pertama, adanya sumbangan dana dari perusahaan (corporate funding) bagi proses-proses politik. Kedua, adanya penetrasi nilai-nilai pasar dalam kehidupan sosial dan politik. Ketidaksesuaian, bahkan kotradiksi pun terjadi. Sistem ekonomi dalam kapitalisme selalu memperjuangkan
kepentingan-kepentingan
pribadi
(private)
sebagai
akibatnya kepentingan publik terbengkalai. Dalam struktur masyarakat kapitalis memang melahirkan nilai-nilai fetishism. Dalam bahasa yang biasa/lazim di pakai adalah masyarakat yang materialistis, yaitu masyarakat selalu mengejar materi/harta benda. sehingga menimbulkan ketidakadilan dan penindasan terhadap kaum yang lemah (secara ekonomi maupun politik, seperti buruh, petani, masyarakat adat, dsb). Korupsi kemudian menjadi sebagai sebuah persoalan yang sudah bersifat struktural. Adapun penyebabnya adalah, korupsi sangat dekat dengan kekuasaan. Orang yang berkuasa punya kecenderungan sangat besar untuk korup. 3) Jenis Korupsi Definisi tentang korupsi dapat dipandang dari berbagai aspek seperti yang dikemukakan Benvensie (dalam Suyatno, 2005:17-18) yang membagi korupsi menjadi empat jenis yaitu Discretionery Corruption, Ilegal Corruption, Mercenery Corruption, dan Ideological Corruptions.
34
a) Discretionary Corruption merujuk pada korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun nampaknya tindakan tersebut seolah sah, bukanlah praktik yang dapat diterima oleh para anggota organisasi. b) Ilegal Corruption merujuk pada tindakan-tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan, atau regulasi tertentu. c) Mercenery Corruptions merujuk pada tindak pidana korupsi yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. d) Terakhir, Ideological Corruption, merupakan paduan dari jenis ilegal
Corruption
dan
Discretionery
Corruption
yang
dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.
Menurut Syed Hussein Alatas bahwa inti gejala korupsi selalu dari jenis pemerasan dan transaktif. Korupsi selebihnya berkisar di sekitar kedua jenis tersebut dan merupakan jenis sampingannya. Syed Hussein Alatas (1987: IX) membagi korupsi dalam tujuh tipologi sebagai berikut: a) Korupsi
transaktif
(transactive
corruption);
Korupsi
transaktif menunjukkan adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pembeli dan pihak penerima, demi keuntungan
35
kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan ini oleh kedua-duanya. b) Korupsi yang memeras
(extortive corruption); Korupsi
yang memeras adalah jenis korupsi dimana pihak pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya atau orangorang dan hal-hal yang dihargainya c) Korupsi investif (investive corruption); Korupsi investif adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian langsung dari keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di masa yang akan datang. d) Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption); Korupsi perkerabatan atau nepotisme adalah penunjukan yang tidak sah terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan
dalam
pemerintahan,
atau
tindakan
yang
memberikan perlakuan yang mengutamakan dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk lain, kepada mereka, secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku. e) Korupsi defensif (defensive corruption); Korupsi defensif adalah
perilaku
korban
korupsi
dengan
pemerasan,
korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri. f) Korupsi otogenik (autogenic corruption); Korupsi otogenik yaitu korupsi yang dilaksanakan oleh seseorang seorang 36
diri. Brooks mencetuskan subyek yang disebut “auto corruption” adalah suatu bentuk korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan pelakunya hanya seorang saja. g) Korupsi
dukungan
(supportive
corruption);
Korupsi
dukungan. Korupsi jenis ini tidak secara langsung menyangkut uang
atau imbalan langsung dalam bentuk
lain.
4) Tindak Pidana Korupsi dalam Perundang-Undangan di Indonesia Tindak korupsi bisa diartikan banyak hal. Dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP)
atau Wetboek van Strafrecht, Tindak
Pidana Korupsi meliputi: (a)Tindak Pidana Suap, (b) Tindak Pidana Penggelapan, (c)Tindak Pidana Pemerasan, (d)Tindak Pidana Berkenaan dengan Borongan atau Rekanan, (e) Tindak Pidana berkaitan dengan Peradilan, (f)Tindak Pidana Melampaui Batas Kekuasaan, (g)Tindak Pidana Pemberatan Saksi. Pada Undang-Undang Republik Indonesia No.31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah Diubah dengan UndangUndang No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terdapat penjelasan secara lebih rinci perbuatan-perbuatan yang mengarah pada tindak pidana korupsi; a)
Pemberian sesuatu atau janji pada pegawai negeri atau penyelenggara negara atau sebaliknya, ketika pegawai negeri
37
atau penyelenggara negara menerima pemberian sesuatu atau janji yang tidak sesuai dengan tugas dan kewajibannya. (ditegaskan dalam Pasal 5 ayat 1a dan 1b, serta ayat 2) b)
Pemberian janji atau sesuatu kepada penegak hukum dengan maksud mempengaruhi putusan perkara. Atau penegak hukum yang menerima pemberian janji atau sesuatu yang dari pihak lain yang ingin mempengaruhi putusan perkara. Dalam hal ini ada dua penegak hukum yang disebut yakni hakim dan pengacara (advokat) yang ditunjuk dalam suatu peradilan. (ditegaskan dalam pasal 6 ayat 1a dan 1b , serta ayat 2)
c)
Korupsi yang berhubungan dengan kecurangan borongan atau proyek pembangunan. (ditegaskan pada pasal 7)
d)
Penggelapan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya (oleh pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu) atau membiarkan surat berharga tersebut diambil atau digelapkan orang lain (ditegaskan pada pasal 8)
e)
Pemalsuan
buku-buku
atau
daftar-daftar
khusus
untuk
pemeriksaan administrasi oleh pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri (ditegaskan pada pasal 9) f)Penggelapan, perusakan dan penghancuran akta, surat atau daftar yang dapat digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka
pejabat
yang
berwenang
yang
dikuasai
karena
38
jabatannya. Hal ini juga berlaku untuk upaya membiarkan dan membantu proses penggelapan, perusakan dan penghancuran tersebut (ditegaskan pada pasal 10) g)
Pemberian dan penerimaan hadiah dan janji terhadap pegawai negeri atau penyelenggara negara karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya. (ditegaskan pada pasal 11). Kemudian di pasal 12 dirinci lebih bahwa hal pemberian hadiah atau janji menjadi lebih luas yakni: pemberian hadiah atau janji kepada pihak-pihak tertentu yang bisa mempengaruhi putusan perkara atau proses pengadilan seperti hakim dan advokat (ditegaskan pada pasal 12 poin c dan d);
Pemaksaan
yang
dilakukan
pegawai
negeri
atau
penyelenggara yang meminta atau menerima sesuatu, bayaran atau
memberikan
potongan
dengan
menyalahgunakan
kekuasaannya. (ditegaskan pada pasal 12 poin e dan f); pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada saat bertugas meminta atau menerima pekerjaan dan penyerahan barang seolah-olah hutang padahal bukan (ditegaskan pada pasal 12 poin g); pegawai negeri atau penyelenggara negara yang saat bertugas menggunakan tanah negara yang diatasnya telah terdapat hak pakai dan bertentangan dengan undangundang (ditegaskan pada pasal 12 poin h) dan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang secara langsung dan tidak
39
langsung sengaja ikut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan (ditegaskan pada pasal 12 poin i) h)
Pemberian dan penerimaan gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara (dianggap termasuk suap-ditegaskan dalam Pasal 12B). Pada Penjelasan, yang dimaksud gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yaitu pemberian uang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima dalam negeri atau di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan
sarana
elektronik
ataupun
tanpa
sarana
elektronik. Alatas memaknai korupsi sebagai penempatan kepentingankepentingan publik dibawah tujuan-tujuan privat dengan pelanggaran norma-norma
tugas
dan
kesejahteraan
yang
dibarengi
dengan
keserbarahasiaan, pengkhianatan, penipuan dan pengabaian yang kejam atas setiap konsekuensi yang diderita oleh publik. Alatas (1987:12) memasukkan unsur “nepotisme” dalam kelompok korupsi, dalam klasifikasinya: memasang keluarga atau teman pada pada posisi pemerintahan tanpa memenuhi persyaratan tersebut. Dengan demikian, aktor dalam korupsi tidak hanya sebatas pada lingkup pemerintahan (pegawai negeri) saja namun juga berkaitan dengan korporasi dan perseorangan. Secara yuridis, Undang-undang No.13 tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No.20 Tahun tentang
40
Tindak Pidana Korupsi, pada Ketentuan Umum Bab 1 Pasal 1; Ayat 1: Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Ayat 2: Pegawai Negeri meliputi pegawai negeri sebagaimana yang telah dimaksud dalam Undang-Undang Kepegawaian, pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. Ayat 3: Setiap orang adalah perseorangan atau termasuk korporasi.
2. Kerangka Konsep a. Agenda Setting Pada paparan kerangka teori, agenda setting didefinisikan kemampuan media massa mengarahkan isu atau peristiwa untuk diterima sebagai isu atau peristiwa yang penting oleh publik. Sehingga apa yang dianggap penting oleh media, maka akan dianggap penting pula oleh khalayak pembacanya. Hal ini dikarenakan media memiliki kemampuan menyeleksi dan menggarisbawahi pada isu-isu tertentu melalui redaksional. Penyeleksian dan penggarisbahwahan isu-isu atau peristiwa tertentu oleh media terwujud dalam penonjolan porsi atensi pada pemberitaan. Ketika disajikan ke publik secara repetitif dan intens, isu atau peristiwa yang telah diberi porsi atensi
41
berbeda akan menghasilkan agenda isu yang paling penting hingga paling tidak penting di mata publik. De Fleur dan Dennis (1981:342) memetakan penyusunan Agenda Setting dalam tiga proses. Pertama, berita diseleksi, diolah dan disajikan atau dikenal dengan proses gatekeeping. Kedua, kemudian menghasilkan agenda media. Ketiga, bagaimana agenda media mempengaruhi pendapat publik tentang isu yang ditonjolkan. Bagian paling penting dari proses tersebut adalah bagaimana menyusun dan menghasilkan agenda isu yang paling penting hingga yang paling tidak penting di mata publik. Proses ketiga ini bisa digarisbawahi sebagai efek, dilihat sebagai sebuah konsekuensi yang muncul dari suatu proses komunikasi. Hal ini merujuk pada proses dimana media massa mengkomunikasikan berbagai isu yang relatif penting bagi publik. Berangkat dari pemahaman bahwa opini publik terpengaruhi oleh konten media seperti yang diklaim oleh Lipmann, disini terdapat ketergantungan publik pada media. Secara empiris, kekuatan media dalam membentuk agenda publik berkali-kali pernah diuji dan hasilnya signifikan. Seperti yang dilakukan Maxwell Mc Combs dan Donald L Shaw di tahun 1968, dimana mereka membandingkan isu kampanye aktual dalam media massa dengan apa yang dikatakan pemilih sebagai isu-isu penting. Tony Atwater, Michael B. Salwon dan Ronald B Anderson pun melakukan penelitian fungsi agenda setting dengan mengambil isu tunggal yakni isu lingkungan hidup. Kemudian isu ingkungan hidup tersebut dibagi
42
lagi menjadi enam sub isu. Hasilnya, ada hubungan kuat antara isu yang menonjol di media massa dengan isu yang dianggap menonjol oleh publik. (Atwater, Salwon dan Anderson, 1985: 393-397). Studi penelitian yang dilakukan Yu dan Aikat (2005) menemukan bahwa agenda setting masih dapat diaplikasikan pada media Online. Yu dan Aikat meneliti New York Times dan Washington Post sebagai wakil surat kabar online/ online newspaper, CNN dan MSNBC untuk TV online, dan Yahoo News dan Google News sebagai layanan berita online . Mereka melakukan analisis berita dua minggu pada tahun 2004 dan menemukan korelasi yang tinggi pada publikasi-publikasi online tersebut terhadap pembacanya Coleman dan McCombs (2007) menemukan bahwa saat efek agenda setting diaplikasikan pada media Internet pada pengguna Internet dan kaum muda, hasilnya signifikan. Mereka menyimpulkan bahwa penggunaan Internet tidak menghilangkan relevansi teori Agenda Setting Jika kembali pada pernyataan Lipmann tentang media sebagai “pelukis realitas” maka media tidak merefleksikan realitas sepenuhnya. Weaver dkk (1981:682) menyebut bahwa media hanya menyeleksi dan membentuknya. Kemudian penonjolan isu oleh media dalam kurun waktu tertentu akan mempengaruhi publik, dimana publik akan menganggap isu tersebut lebih menonjol daripada isu yang lain. Jika pendekatan yang digunakan menggunakan isu tunggal (Seperti Tony Atwater, Michael B. Salwon dan
Ronald B Anderson
yang
43
melakukan penelitian pada tingkat isu tunggal atau tipe penelitian kedua menurut Mc Combs (1981:123-124)), dengan mengambil isu korupsi di Indonesia, maka ada asumsi pokok bahwa media tidak merefleksikan realitas tentang korupsi di Indonesia sepenuhnya, tapi dia hanya menyeleksi dan membentuknya kemudian menyerahkannya kepada publik. Kemudian penonjolan sub isu-sub isu korupsi tertentu oleh media akan mempengaruhi persepsi publik bahwa sub isu-sub isu korupsi yang ditonjolkan media tersebut dianggap lebih dari sub isu-sub isu lain (yang masih tercakup dalam isu korupsi di Indonesia). Sehingga Agenda setting disini merujuk pada kemampuan media Online Newspaper mengarahkan isu korupsi di Indonesia untuk diterima sebagai sesuatu yang penting oleh publik.
b. Agenda Media Online Newspaper Agenda media merupakan salah satu dari tiga komponen Agenda setting. Agenda ini secara teknis operasionalnya menyangkut bentuk mediamedia seperti koran, Internet, televisi dan sebagainya. Media melakukan seleksi terhadap isu atau peristiwa dengan perkiraan bahwa hal tersebut sangat penting bagi para pembacanya. Media massa yang telah melakukan seleksi dan menyajikan isi (konten) pemberitaan akan mengarahkan khalayak terhadap reaksi yang timbul dari pemberitaan tersebut. Bobot penyajian isu berdasar berapa banyak ruang yang disediakan, penonjolan berita (ukuran headline dan penempatan lokasi
44
halaman), dan cara isu tersebut dibahas
secara detil atau umum akan
mempengaruhi
khalayak
dan
mengarahkan
dalam
bereaksi
(DeGeorge,1981:219-220). Agenda media merupakan daftar isu-isu dan peristiwa pada suatu waktu
yang
disusun
menurut
urutan
kepentingan
(Rogers
dan
Dearing,1988:566). Kemudian, agenda media terdiri dari pokok persoalan, aktor, peristiwa, anggapan dan pandangan yang memanfaatkan waktu dan ruang dalam publikasi yang tersedia untuk disampaikan pada publik (Marhein,1986:500). Biasanya gatekeeper menentukan bobot penyajian isu berdasar berapa banyak ruang yang disediakan, penonjolan berita (ukuran headline dan penempatan lokasi halaman), dan cara isu tersebut dibahas secara detil atau umum. Dalam media online merupakan audiens yang aktif, karena itu media online (contohnya Online Newspaper)
menentukan
pentingnya isu dengan mengorganisasikan berita berdasar kategori-kategori topikal yang mudah diakes secara cepat pada informasi-informasi yang lebih mereka butuhkan atau mereka sukai (Althaus dan Tweksburry, 2002:180-207) Untuk media online sendiri sifatnya up to date 24 Jam, waktu menjadi sangat penting dalam berpacu menyajikan berita. Sehingga uploading berita pada media online menentukan tepat tidaknya media menyasar public yang aktif sepanjang waktu. Penelitian ini akan mengambil isu tunggal. Isu yang dipilih adalah isu mengenai korupsi di Indonesia yang terdapat pada media online newspaper, yang nantinya akan terbagi dalam beberapa sub isu. Sehingga Agenda media Online Newspaper didefinisikan sebagai daftar isu
45
korupsi di Indonesia yang ditonjolkan dalam media online newspaper pada kurun waktu tertentu.
c. Agenda Publik Mahasiswa Agenda Publik sendiri menurut Rogers & Dearing berhubungan dengan isu-isu yang digambarkan dalam konten atau isi media dan kemudian diprioritaskan oleh publik. Sehingga agenda publik merupakan daftar dari isu-isu yang telah disusun publik menurut kepentingannya pada suatu kurun waktu tertentu (Rogers dan Dearing, 1985:568). Menurut DeGeorge (1981:222) derajat pentingnya sebuah isu dibedakan menjadi tiga golongan: 1. Penting secara pribadi (intrapersonal) 2. Penting sebagaimana (interpersonal)
dilontarkan
orang-orang
sekitarnya
3. Penting menurut masyarakat (community salience).
Sedangkan, McLeod dkk (dalam Chaffe,1975:50) membagi agenda publik pada tiga kategori; 1. Individual salience,atau derajat kepentingan suatu isu berdasarkan prioritas pribadi. 2. Perceived Issue Salience, atau pendapat publik tentang apa yang dianggap penting oleh orang lain. 3. Community Issue Salience, derajat penting suatu isu dilihat dari suatu unit social
46
Mc Combs (2005) mengungkapkan bahwa agenda publik dibedakan menjadi dua, yakni agenda interpersonal dan agenda intrapersonal. Agenda interpersonal lebih menekankan pada apa yang dianggap penting dalam pembicaraan antar individu, sedangkan agenda intrapersonal hanya menekankan pada apa yang dianggap penting oleh seorang individu itu sendiri. Sehingga, pada tataran pengukurannya, agenda publik intrapersonal dapat diukur pada level individual yang berpijak pada persepsi individu, sedangkan pengukuran agenda publik interpersonal dapat diukur dengan berpijak pada penonjolan topik dihitung berdasar persepsi antar individu. Pengukuran agenda publik dalam penelitian ini cenderung mengukur agenda publik pada level individual dimana publik akan menilai pentingnya isu korupsi dalam prioritas pribadi. Dari hasil penilaian tersebut akan terlihat agenda publik dengan derajat kepentingan isu korupsi di Indonesia berdasarkan prioritas pribadi (Individual Salience). Sehingga, Agenda publik dapat diartikan sebagai daftar isu atau peristiwa yang ditakar oleh publik mahasiswa menurut prioritas kepentingannya (individu) dalam kurun waktu tertentu.
d. Kondisi Antara (Contigent Conditions) dalam Hubungan Agenda Media Online Newspaper dengan Agenda Mahasiswa Pada penelitian Agenda Setting ada kondisi antara (Contingent Conditions) atau ciri-ciri komunikasi yang akan menguatkan atau melemahkan efek dari agenda setting. Kondisi antara tadi dibutuhkan ketika melakukan uji hipotesis sebagai variabel kontrol. Ia menekankan bahwa 47
periset yang menguji hipotesis Agenda Setting harus memperhatikan Contingent Conditions atau atribut-atribut situasi dalam komunikasi terutama ketika melakukan survey, dimana ada beberapa variabel tak terkontrol, dan tidak secara sederhana mengindikasikasikan sebuah hubungan secara langsung. Atribut-atribut tersebut dibagi menjadi dua, yakni atribut-atribut yang berhubungan dengan stimulus dan atribut-atribut yang berhubungan dengan audiens. (Winter,1981: 235-241). Dalam penelitian ini akan diteliti variabel yang bersifat stimulus yakni kredibilitas media saja. Sedangkan variabel yang bersifat audiens berupa penggunaan media dan pola ketertarikan. Adapun ketiga variabel kontrol yaitu kredibilitas media, penggunaan media dan pola ketertarikan. Berikut penjelasan mengenai ketiga variabel kontrol yang digunakan: a)
Kredibilitas Media Siune dan Borre telah menemukan bahwa kredibilitas sumber informasi memainkan peranan penting dalam menentukan besarnya pengaruh Agenda Setting (Winter,1981:237). Saat publik memutuskan merujuk informasi ke suatu media itu artinya kredibilitas media tersebut
baik,
dimana
publik
menilai
kegunaannya sebagai sumber informasi, kredibilitas media sebagai tingkatan sejauh mana sumber komunikasi dianggap dan dipercaya oleh publik. Jeniffer Geer (2003: 43) mengungkapkan sulit bagi pengguna/ consumer Internet untuk mengecek kredibilitas dari informasi yang terdapat dalam media online.
48
Geer menilai pengguna media online harus meluangkan waktu untuk mengecek data, dan tidak semua pengguna media online mau melakukannya. Geer menyebut pada dasarnya pengguna tidak menaruh perhatian pada hal tersebut. Meski demikian, Mathew Eastin menilai kredibilitas online masih bisa berpengaruh. Mathew Eastin (2001) menyebut bahwa kredibilitas media online berhubungan dengan accuracy, believability, factualness dan relevancy. Sedangkan Cornelis Prat (1982) melihat kredibilitas dengan indikasi : bias-tidak bias, Akurat-tidak akurat, lengkap-tidak lengkap, Informatif-tidak informatif,
Mendidik-tidak
mendidik,
Terpercaya-tidak
terpercaya, Jujur-tidak jujur, Jelas-tidak jelas, Menarik-tidak menarik, Kebenaran-tidak benar. Dalam penelitian ini, kredibilitas media melihat sejauh mana Online newspaper dapat dipercaya sebagai sumber informasi, menujuk pada topik pesan yang disampaikan, hingga publik yang menerima percaya bahwa pesan tersebut obyektif. Hal ini terkait tidak bias-bias, akurat-tidak akurat, relevan-tidak relevan, informatif-tidak informatif, lengkap-tidak lengkap, terpercaya, tidak terpercaya, jujur-tidak jujur, jelas-tidak jelas, faktual-tidak
faktual,
kebenaran-tidak
benar.
Sehingga,
kredibilitas media didefinisikan sebagai tingkat sejauh mana media online newspaper sebagai sumber komunikasi yang dipercaya oleh public.
49
b)
Penggunaan Media Motivasi publik menggunakan media menjadi faktor yang mempengaruhi pilihan media yang akan dikonsumsi. Menurut Blumer (1979:209) ada tiga orientasi yang memotivasi penggunaan media massa. Pertama, orientasi kognitif, dimana publik menggunakan media massa terutama untuk mencari informasi tentang masyarakat sekitarnya dan dunia (Surveillance), informasi politik, atau untuk mengeksplorasi realitas sebagaimana ditampilkan serial radio atau televisi. Kedua, menginginkan pelarian (diversion) dari berbagai hal, seperti kebosanan dan tekanan sehari-hari. Selain itu adanya kebutuhan akan hiburan, misalnya rasa senang akibat menonton petualangan, acara olahraga atau kuis. Ketiga, fungsi identitas pribadi (personal identity), dimana penggunaan media massa telah memberikan hal yang penting dalam kehidupan atau situasi publik,misalnya mengingatkan masa lalu, menyadarkan pendapat orang tentang dirinya sendiri, mendukung ide-idenya. Penggunaan Media mempengaruhi penonjolan suatu isu. (Weaver, Mc Combs & Spellman, 1975). Dalam penelitian ini penggunaan media didefinisikan sebagai jumlah waktu yang dihabiskan untuk berbagai media dan jenis media apa yang dikonsumsi.
50
c)
Pola Ketertarikan Pola ketertarikan juga mempunyai arti dalam menentukan
hubungan antara agenda media dengan agenda publik. Dalam media online merupakan audiens yang aktif, karena itu media online (contohnya Online Newspaper)
menentukan pentingnya isu dengan
mengorganisasikan berita berdasar kategori-kategori topikal yang mudah diakes secara cepat pada informasi-informasi yang lebih mereka butuhkan atau mereka sukai (Althaus dan Tweksburry, 2002:180-207) Kelly, Merton dan Shibutani menyebut ketertarikan ini memiliki
unsur-unsur seperti; physical attractive (menyangkut penyajian media), rewarding (nilai kegunaan yang diterima oleh individu), Familiarity (berhubungan dengan hal-hal yang dikenal dan proximity (menyangkut kedekatan) (Rakhmat,1996: 146). Pola ketertarikan ini didefinifisikan sejauh mana pengenalan terhadap isu. apakah isu tersebut familiar atau tidak, minat atau ketertarikan pada suatu isu, dan nilai guna isu tersebut bagi individu itu sendiri.
e. Isu Korupsi Isu dapat diartikan sebagai concern, atau masalah yang menjadi perhatian pribadi publik yang melibatkan perbedaan pendapat atau pertentangan antar kelompok dalam masyarakat, ataupun yang didefinisikan sebagai suatu permasalahan oleh kelompok. Sedangkan korupsi dapat diartikan sebagai perbuatan penyalah gunaan kekuasaan dan tindakan 51
memperkaya diri dengan menempatkan kepentingan pribadi dan kelompok diatas kepentingan publik yang menimbulkan kerugian pada keuangan dan perekonomian negara dan kepentingan publik. Sehingga, isu korupsi yang dimaksud adalah suatu permasalahan yang menjadi perhatian pribadi publik yang melibatkan perbedaan pendapat atau pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan penyalahgunaan kekuasaan dan tindakan memperkaya diri dengan menempatkan kepentingan pribadi dan kelompok diatas kepentingan publik yang menimbulkan kerugian pada keuangan dan perekonomian negara dan kepentingan publik. Dalam penelitian ini, isu korupsi di Indonesia di media Online Newspaper menjadi fokus. Berikut pembagian isu korupsi di Indonesia ; Pertama, Jenis Korupsi. Jenis korupsi dibagi menjadi dua unit kelas yakni petty corruption atau korupsi kecil-kecilan memakan materi yang lebih kecil dan grand corruption yangmemakan materi lebih besar karena ada intensi untuk melakukan akumulasi kekayaan dan penguatan kekuasaan. Dalam UU No.20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal 12 B, dikatakan bahwa gratifikasi suap diatas sepuluh juta rupiah atau lebih yang dilakukan pejabat dapat diproses sebagai tindak pidana korupsi. Mengacu pada peraturan tersebut yag dimaksud petty corruption adalah korupsi yang menelan materi dibawah sepuluh juta rupiah, sedangkan grandcorruption merupakan korupsi yang menelan materi diatas sepuluh juta rupiah yang dilakukan oleh pejabat publik.
52
Kedua, pelaku korupsi. Korupsi merupakan tindakan memperkaya diri
dan
penyalagunaan
kekuasaan
dalam
rangka
mengutamakan
kepentingan sendiri atau kelompok dan mengabaikan kepentingan umum serta praktiknya menimbulkan kerugian keuangan, biasanya dilakukan oleh pejabat publik di pusat dan daerah. Ketiga, Peradilan Tindak Korupsi. Isu mengenai peradilan tindak korupsi menyangkut proses sebelum vonis (penyidikan dan penuntutan, proses pemeriksaan saksi, tersangka dan alat bukti) serta saat dan setelah vonis / putusan hakim dalam suatu kasus tindak pidana korupsi.
f. Konseptualisasi Penelitian Penelitian ini menggunakan dua komponen Agenda Setting yakni agenda media dan agenda publik. Peneliti tidak memasukkan agenda kebijakan, karena di Indonesia kebijakan dominan berada di tangan pemerintah.
Fokus dari penelitian ini adalah Online Newspaper.
Kemudian, Kompas.com dipilih dengan pertimbangan bahwa Online Newspaper ini termasuk paling banyak memiliki jumlah visitor terbanyak di Indonesia. Isu yang dipilih adalah isu mengenai korupsi. Di Indonesia, sejak reformasi bergulir, keinginan untuk memberantas korupsi merupakan salah satu prioritas dalam penegakan hukum di Indonesia hingga saat ini. Selain itu terdapat data dari Media Center KPK tahun 2012, ada peningkatan drastis pemberitaan isu korupsi di media dalam kurun waktu 1995-2012. Inilah mengapa peneliti memilih isu mengenai korupsi.
53
Publik yang dipilih adalah Mahasiswa Pascasarjana fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Pemberitaan mengenai isu korupsi sering memuat istilah-istilah teknis hukum, sehingga mahasiswa pascasarjana FH UGM yang dipilih Model penelitian ini mengambil model kemenonjolan (salience) dan prioritas. Model ini menekankan bahwa isu penting yang ditampilkan media dianggap
penting
bagi
publik.
Tipe
penelitian
yang
diterapkan
menggunakan sejumlah sub isu pada isu besar nasional tentang korupsi dan data individual Agenda media diukur dengan Analisis isi (Content Analysis) kuanitatif. Kemudian untuk agenda publik dan variabel kontrol (kredibilitas media, Penggunaan media, dan pola ketertarikan) diukur dengan survey. Pengukuran Agenda Media dengan analisis isi kuantitatif dilakukan dengan cara menentukan batas waktu, membandingkan berbagai isi media dan menyusun isi berdasar frekuensi topik-topik pemberitaan, ukuran microcite, serta waktu unggah (Uploading Time). Sedangkan pengukuran Agenda Publik dan variabel kontrol dilakukan dengan survey guna melihat hubungan agenda media dan agenda publik. Peneliti akan menghitung sub isu-sub isu tentang isu utama korupsi yang penting menurut publik, lalu dikorelasikan dengan rangking isi media. Pada kedua hubungan itu akan dianalisis
kondisi-kondisi
antara
atau
variabel
kontrol
yang
mempengaruhinya. Dalam penelitian ini ada lima variabel yang akan diteliti. Berikut variabel-variabel yang dimaksud berikut :
54
1. Agenda Media Online Newspaper : daftar isu korupsi di Indonesia yang ditonjolkan dalam media online newspaper pada kurun waktu tertentu. 2. Agenda Publik mahasiswa : daftar isu atau peristiwa yang ditakar
oleh
publik
mahasiswa
menurut
prioritas
kepentingannya (individu) dalam kurun waktu tertentu. 3. Kredibilitas media : tingkat sejauh mana media online newspaper sebagai sumber komunikasi yang dipercaya oleh public. 4. Penggunaan media : jumlah waktu yang dihabiskan untuk berbagai media dan jenis media apa yang dikonsumsi. 5. Pola Ketertarikan :
sejauh mana pengenalan terhadap isu
korupsi, apakah isu korupsi tersebut familiar atau tidak, minat atau ketertarikan pada suatu isu korupsi, dan nilai guna isu korupsi tersebut bagi individu itu sendiri.
Kemudian, Secara rinci definisi dan operasionalisasi dijelaskan sebagai berikut (pada poin g).
g. Operasionalisasi Konsep Pada tahap operasionalisasi ini, variabel independen adalah agenda media Online Newspaper. Agenda publik mahasiswa merupakan variabel dependen Sedangkan ada variabel kontrol yang berfungsi mengontrol hubungan agenda media dan agenda publik. Dalam penelitian ini ada tiga
55
variabel kontrol yaitu kredibilitas media, penggunaan media, dan pola ketertarikan. Berikut definisi dan operasionalisasinya
1. Agenda Media Online Newspaper (Variabel Independen) Didefinisikan sebagai rangking urutan isu korupsi yang diberitakan media online newspaper berdasarkan frekuensi pemberitaan, panjang berita dan waktu unggah berita mengenai isu tersebut pada media Online Newspaper dalam kurun waktu tertentu Indikator-indikator variabel agenda media Online Newspaper adalah sebagai berikut 1) Frekuensi pemberitaan : seberapa sering berita terkait isu korupsi d Indonesia muncul di media Online Newspaper dalam kurun waktu tertentu 2) Panjang berita : jumlah kata yang terdapat dalam berita terkait isu korupsi di Indonesia yang diunggah media Online Newspaper 3) Waktu Unggah (Uploading Time) berita : jam atau waktu unggah dari tiap berita terkait isu korupsi di Indonesia muncul pada media Online Newspaper.
2. Agenda Publik Mahasiswa (Variabel Dependen) Didefinisikan sebagai rangking isu korupsi di Indonesia yang dinilai penting oleh publik, berdasar pada prosentase individu yang menyatakan isu tersebut penting. Indikator dari agenda publik mahasiswa adalah penilaian publik (mahasiswa).
56
3. Kredibilitas media (Variabel Kontrol 1) Didefinisikan sebagai tingkat sejauh mana media online newspaper sebagai sumber komunikasi yang dipercaya oleh publik terkait isu korupsi di Indonesia. Ada 10 Indikator untuk kredibilitas media : a. Tidak bias-bias, yakni seberapa jauh media online newspaper melakukan bias dalam pemberitaan terkait isu korupsi di Indonesia b. akurat-tidak akurat, yakni seberapa akurat media online newspaper dalam pemberitaannya terkait isu korupsi di Indonesia c. relevan-tidak relevan, yakni seberapa jauh relevansi yang dimunculkan media online newspaper dalam menyajikan berita terkait isu korupsi di Indonesia d. informatif-tidak informatif, yakni seberapa layak atau informative media online newspaper menyajikan pemberitaan terkait isu korupsi di Indonesia pada publik e. lengkap-tidak lengkap, yakni seberapa lengkap/ utuh media online newpaper menyajikan pemberitaan terkait isu korupsi di Indonesia f. terpercaya-tidak terpercaya, yakni seberapa jauh media online newspaper dapat dipercaya pemberitaannya terkait isu korupsi di Indonesia oleh publik g. jujur-tidak jujur , yakni seberapa jauh kejujuran media online newspaper dalam menyajikan pemberitaan terkait isu korupsi di Indonesia
57
h. jelas-tidak jelas, yakni seberapa jelas media online newspaper dalam pemberitaannya terkait isu korupsi di Indonesia sehingga publik bisa paham dan mengerti. i. faktual-tidak faktual, yakni seberapa faktual media online newspaper dalam pemberitaannya terkait isu korupsi di Indonesia. j. kebenaran-tidak benar, yakni seberapa jauh kebenaran media online newspaper dalam pemberitaannya terkait isu korupsi di Indonesia
4. Penggunaan media (Variabel Kontrol 2) Didefinisikan sebagai jumlah waktu yang dihabiskan untuk berbagai media dan jenis media apa yang dikonsumsi saat publik dihadapkan pada isu korupsi di Indonesia. Dengan kata lain, hal ini menyangkut penggunaan waktu publik untuk mengkonsumsi media guna mendapatkan informasi terkait isu korupsi di Indonesia berdasarkan preferensinya masing-masing. Indikatornya adalah frekuensi atau seberapa sering mereka menggunakan media tersebut. Dalam penelitian, peneliti memberikan 5 opsi media yakni Online Newspaper, Majalah, Surat Kabar, TV, dan Radio.
5. Pola Ketertarikan (Variabel Kontrol 3) Didefinisikan sebagai sejauh mana pengenalan terhadap isu korupsi, apakah isu korupsi tersebut familiar atau tidak, minat atau ketertarikan pada suatu isu korupsi, dan nilai guna isu korupsi tersebut bagi individu itu sendiri.
58
Ada tiga indikator yang digunakan untuk mengukur Pola Ketertarikan; (1) Pengenalan terhadap isu, (2) minat terhadap isu, (3) nilai guna isu tersebut bagi individu.
F. METODOLOGI 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif berorientasi pada hasil yang bersifat pasti, jelas dan dengan pembuktian hipotesis. Penelitian ini mengunakan alur berpikir deduktif dimana berawal dari teori yang kemudian menuju ke hal khusus sehingga penelitian ini harus ada landasannya. Penelitian ini bersifat eksplanatif. Penelitian eksplanatif bertujuan membangun penjelasan mengenai faktor-faktor serta mekanisme yang menyebabkan terjadinya fenomena yang diteliti (Newman, 1997:136). Sehingga, penelitian ini berusaha memberikan penjelasan tentang hubungan antara agenda media online newspaper dan agenda publik mahasiswa terkait isu korupsi di Indonesia. Selain itu untuk menjelaskan pengaruh variabel kontrol (kredibilitas media, penggunaan media dan pola ketertarikan) pada hubungan tersebut.
Penelitian semacam ini membutuhkan sampel dan
hipotesis. Format eksplanasi ini dimaksudkan
untuk menjelaskan suatu
generalisasi sampel terhadap populasinya atau menjelaskan hubungan, perbedaan atau pengaruh satu variabel dengan variabel yang lain. Berikut variabel yang akan diteliti: (1) Agenda Media Online Newspaper, (2)
59
Agenda Publik Mahasiswa, (3) Kredibilitas media, (4) Penggunaan media, (5) Pola Ketertarikan. Pada aplikasinya, penelitian ini akan menggunakan dua metode yakni analisis isi (content analysis) dan survey. Metode analisis isi (content analysis) akan diaplikasikan pada agenda media Online Newspaper. Untuk Agenda Publik dilakukan dengan survey.
2. Obyek Penelitian Penelitian ini akan melihat apakah apa yang dianggap penting bagi media akan dianggap penting juga oleh publik. Untuk melihat sejauh mana keterkaitan diantara keduanya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka perlu mendalami keduanya. Sehingga ada dua obyek yakni agenda media (online newspaper) itu sendiri dan publik (mahasiswa) yang mengakses media tersebut.
3. Sumber Data Pengumpulan data merupakan suatu langkah dalam metode ilmiah melalui prosedur sistematik, logis dan proses pencarian data yang valid, baik dipeoleh secara langsung (data primer) maupun tidak langsung (data sekunder) untuk keperluan analisis dan pelaksanaan pembahasan suatu riset secara benar untuk menemukan kesimpulan, memperoleh jawaban dan sebagai upaya untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi oleh peneliti (Ruslan, 2004: 27). Karenanya, sumber data yang digunakan haruslah benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
60
Dalam penelitian ini digunakan dua metode yakni analisis isi (content analysis) dan survey.
Analisis didefinisikan sebagai teknik riset yang
mendeskripsikan isi komunikasi secara obyektif, sistematik dan kuantitatif Sedangkan, metode pengumpulan data survey adalah penyelidikan yag diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi, sosial, ekonomi atau politik dari suatu kelompok atau daerah (Nazir,1998: 2). Penelitian Survey merupakan suatu penelitian kuantitatif dengan menggunakan pertanyaan terstruktur/sistematis yang sama kepada banyak orang, untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh peneliti dicatat, diolah, dan dianalisis (Prasetyo dan Jannah, 2005 : 143). Dalam penelitian ini data primer berupa hasil analisis isi media Online Newspaper dan kuesioner yang telah diisi oleh responden. Responden yang dimaksud merupakan mahasiswa pascasarjana FH UGM. Data sekunder dalam penelitian ini adalah, data-data yang berhubungan dengan profil kedua obyek penelitian.
4. Tahapan Penelitian Dalam melihat kekuatan hubungan agenda media kompas.com dan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM Yogyakarta, peneliti melakukan dua tahap penelitian. Tahapan Penelitian I berkaitan dengan pengukuran agenda media yang kemudian berlanjut pada Tahapan Penelitian II yang mengukur agenda publik dan variabel kontrol.
61
a. Tahapan Penelitian I : Pengukuran Agenda Media Pada tahapan penelitian I, peneliti mengukur agenda media Online Newspaper kompas.com. Pada tahapan ini peneliti melakukan lima urutan langkah yakni penentuan populasi dan sampel (1), penetapan unit analisis(2), penetapan unit kategori dan kelas (3), Uji reliabilitas (4) dan melakukan analisis isi (5) yang nantinya akan menghasilkan rangking isu korupsi di Indonesia. Berikut rincian kelima langkah tersebut;
1) Penentuan Populasi dan Sampel Populasi agenda media online newspaper merupakan kumpulan dari liputan- berita mengenai peristiwa yang berkaitan dengan isu korupsi di Indonesia yang terdapat di online newspaper atau portal berita, kemudian disusun kembali dalam kategori yang luas. Sampel dalam penelitian ini adalah paket berita yang ada di Online Newspaper Kompas.com. Penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling. Teknik penarikan sampel secara purposive didasarkan pada beberapa alasan; pertama, karena dapat
mewakili sifat dari populasi.
Kedua, peneliti secara sengaja memilih sampel atas dasar pertimbangan ilmiah dan jugdement yang kuat, dimana online newspaper tersebut memiliki traffic rank tertinggi di Indonesia menurut data Nielsen Media Research di tahun 2011 serta data Markplus dan Alexa.com di tahun 2012.
62
2) Penetapan Unit Analisis Kaitannya dengan pengukuran agenda media Online Newspaper atau portal berita, unit analisis dalam penelitian ini adalah paket berita dari portal berita kompas.com yang terkait dengan isu korupsi di Indonesia per tanggal 1 November 2012 -31 Januari 2013. Ini artinya, peneliti akan meneliti semua paket berita yang ada kaitannya dengan isu korupsi di Indonesia yang terbit di online newspaper kompas.com per tanggal 1 November 2012-31 Januari 2013, yakni sebanyak 734 paket berita. Pada tingkat teks, unit analisis dalam penelitian ini adalah teks berita. Paket berita adalah rangkaian liputan yang menyajikan suatu topik berita. Dalam website online newspaper terdapat webpage yang terdiri dari beragam microcite yang memuat berita, gambar, komentar, video dan link-link berita terkait (terdahulu), iklan, dan logo pengiklan. Penanda suatu paket diawali oleh judul berita dan isi berita dalam microcite tersebut. Dalam penelitian ini, hanya paket berita pada microcite saja yang diukur sehingga gambar, komentar, link-link berita terkait (terdahulu), iklan dan logo pengiklan tidak termasuk.
3) Penetapan Unit Kategori dan Kelas Penelitian ini menggunakan teknik analisis isi (Content Analysis). Agar bisa mencapai obyektif maka dibuat kategorisasi yang jelas dalam teknik penelitian isi. Kategorisasi isi berita terkait isu korupsi di Indonesia dalam penelitian ini berdasar pada pemberitaan media yang
63
kemudian dibagi menjadi beberapa kelas. Isu korupsi sendiri merupakan isu spesifik yang akan dikategorikan menjadi tiga yakni jenis korupsi, pelaku peradilan tindak pidana korupsi. Sedang kelasnya terdiri dari 6 kelas yakni : petty corruption, grandcorruption, korupsi oleh pejabat di tingkat pusat, korupsi oleh pejabat di tingkat daerah, proses peradilan tindak korupsi sebelum vonis dan proses peradilan tindak korupsi saat vonis dijatuhkan hingga eksekusi pengadilan dilakukan.
Tabel 2. Unit kategori dan kelas Isu Korupsi No Unit Kategori 1 Jenis Korupsi
Unit Kelas Petty Corruption Grand Corruption
2
Pelaku Korupsi
Pejabat tingkat Pusat Pejabat tingkat Daerah
3
Proses peradilan Proses sebelum vonis/putusan hakim tindak korupsi dijatuhkan Saat dan setelah Vonis/Putusan Hakim
4) Uji Reliabilitas Untuk mengukur reliabilitas data dalam teknik analisis isi media, digunakan intercorder reliability atas kategorisasi yang digunakan. Intercorder reliability digunakan untuk melihat apakah data yang digunakan dalam analisis isi agar dapat memenuhi obyektivitas tertentu. Penelitian ini memakai formula R. Holsti. Formula Holstli ini didasarkan atas reliabilitas tes, dimana coders secara bersamaan melakukan koding serangkaian isu sesuai dengan kategori yang telah ditentukan peneliti.
64
Berikut formula Holsti:
2M Reliability =
NA + NB
Keterangan : NA : Jumlah kasus yang dicatat oleh oleh coder A NB : Jumlah kasus yang dicatat oleh Coder B M : Jumlah kasus dimana kedua corder saling sepakat atas klasifikasi yang dibuat oleh peneliti
Dari jumlah total 734 berita tentang isu korupsi di Indonesia yang muncul di Online Newspaper kompas.com per tanggal 1 November 201231 Januari 2013, diambil 60 berita (8%) secara acak untuk diuji reliabilitasnya oleh dua coder pada tiap kategori dan subkategori. Bila hasil dari uji reliabilitas tersebut menunjukkan angka 0.70 – 0,80 (70%-80%) tingkat reliabilitas intercoder cukup memadai (Flourney dalam Ahmad, 1995: 40). Sehingga, angka reliabilitas diatas 0,70 (70%) maka dinyatakan reliable.
5) Analisis Isi (Content Analysis) Pengukuran agenda media akan menghasilkan rangking isu menurut hasil scoring paket berita yang berhubungan dengan isu korupsi di Indonesia yang terbit di kompas tanggal 1 November 2012 – 31 Januari 2013. Perangkingan bukan dilakukan per hari, namun perangkingan diaplikasikan pada rentang waktu 1 November 2012-31 Januari 2013.
65
Indikatornya ada
tiga yakni; Frekuensi Pemberitaan, Ukuran panjang
berita pada Microcite serta waktu unggah berita atau Uploading Time Frekuensi pemberitaan dihitung tiap kali muncul pemberitaan. Ukuran panjang berita dilihat dari satu kali tampilannya dalam microcite. Sedangkan Uploading time merupakan jam upload atau waktu unggah dari tiap kali berita itu muncul. Tabel.3 Scoring Indikator Variabel Independen NO 1 2
3
D D
INDIKATOR VARIABEL SCORING INDEPENDEN Frekuensi Berita Tiap kali muncul pemberitaan, maka mendapat skor 1 Ukuran Berita pada Dilihat dari panjang berita (jumlah kata) Microcite dalam satu kali tampilan Microcite. Berita “pendek” : skor 1 Berita “panjang” : skor 2 Uploading Time Dilihat dari waktu upload berita. Jika berita diupload saat a. Weekdays (Senin s.d Jumat) jam 09.00-15.00 WIB : Skor 3 b. Weekend (Sabtu dan Minggu) jam 14.00 -22.00 WIB : Skor 2 c. Selain waktu a dan b : Skor 3
Dari total skor yang didapat dari perhitungan ketiga indikator tersebut kemudian dilakukan perangkingan isu korupsi di Indonesia. Sub isu-sub isu kemudian diurutkan dari skor yang paling besar hingga paling kecil. Dari hasil rangking tersebut diambil 10 sub isu teratas (Top Ten Sub Issues) yang kemudian akan ditanyakan pada publik pada tahap penelitian II.
66
b. Tahap Penelitian II : Pengukuran Agenda Publik dan Variabel Kontrol 1) Penentuan Populasi dan Sampel Populasi agenda publik adalah mahasiwa Pascasarjana di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH) UGM Yogyakarta. Jumlah mahasiswa aktif program Pascasarjana (S2 dan S3) di FH UGM sebanyak 1856 orang. Menurut Neuman (2000:217), ukuran sampel untuk populasi dibawah 1000 adalah 30%, 1000-10.000 adalah 10%, 10.000-150.000 adalah 1 %, 150.000-10 juta adalah 0,1%, dan diatas 10 juta adalah 0,025%. Ukuran sampling seperti itu telah memiliki akurasi yang baik dan relevan maka diambil sampel sebanyak 200 orang dan dianggap sudah representatif.
2) Penetapan Unit Observasi dan Unit Analisis Unit observasi dalam penelitian ini adalah FH UGM. Unit analisis merupakan satuan yang ingin diteliti. Dalam penelitian ini, unit analisis yang diteliti yaitu individu (mahasiswa pascasarjana FH UGM).
3) Penarikan Sampel Penarikan sampel dilakukan secara simple random sampling atau acak sederhana, tanpa melihat strata dalam anggota populasi dan mereka dianggap homogen. Pada prakteknya, peneliti menarik sampel secara acak berdasarkan daftar hadir mahasiswa sesuai dengan jadwal resmi
67
perkuliahan yang diterbitkan Bidang Akademik Program Pascasarjana FH UGM Yogyakarta.
4) Uji Reliabilitas dan Validitas Untuk mengukur agenda publik dan variabel kontrol (penggunaan media, kredibilitas media dan pola ketertarikan) digunakan survey riset untuk mendapatkan data. Kuesioner merupakan alat ukur utama, sehingga sebagai alat ukur kuesioner harus valid dalam megukur apa yang diinginkan. Reliabilitas digunakan untuk menunjuk sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila alat ukur digunakan berulangkali (Frankfort dan Nachmias,1997:98). Dalam penelitian ini, kuesioner merupakan instrumen penelitian yang mewakili peneliti di lapangan, sehingga tiap butir dalam kuesioner haruslah reliabel (Bungin,2005:97) Untuk memastikan validitas dan reliabilitas akan dilakukan pretest sebanyak 60 kuesioner yang akan dibagikan pada sampel. Pada ketiga variabel kontrol diuji reliabilitasnya dan validitasnya yang kemudian dibandingkan antara butir pertanyaan dengan total konstruk. Uji reliabilitas dilakukan dengan cara melihat Alpha Cronbach dari tiap variabel. Agar realibel maka nilai alpha cronbach harus lebih besar dari 0,6. Kemudian, dikatakan valid apabila tiap butir pertanyaan tersebut ketika diuji menghasilkan output statistik dimana nilai rhitung > rtabel (dengan melihat kolom corected item-total corelation pada output statistik).
68
5) Survey Pengukuran variabel dependen agenda publik dan Variabel kontrol dilakukan dengan survey (menyebarkan kuesioner). Pada pengukuran variabel dependen agenda publik, responden (mahasiswa) akan menilai isu-isu mana yang penting menurut mereka. Publik (mahasiswa) akan diberi 10 isu korupsi (yang didapat dari analisis isi pada tahapan penelitian I) yang disajikan dengan pertanyaan semi terbuka untuk ditentukan tingkat kepentingannya. Responden kemudian dipersilakan memberi ranking pada 10 daftar isu yang ada di kuesioner atau menuliskan dan memberi rangking isu korupsi lain di luar daftar tersebut yang menurutnya penting secara pribadi. Jika publik memberi rangking 1 pada suatu isu, maka akan diberi skor 10. Jika publik memberi rangking 2 pada suatu isu, maka akan diberi skor 9 dan seterusnya. Jika publik tidak memberi rangking pada suatu isu, maka diberi skor 0. Kemudian, dalam penelitian ini ada tiga variabel kontrol yaitu kredibilitas media, penggunaan media, dan pola ketertarikan.
Berikut
pengukurannya: a. Kredibilitas Media. Pengukuran indikator dari 10 indikator menggunakan skala bipolar 1-7 dengan untuk masing-masing opsi pertanyaan: tidak bias-bias, akurat-tidak akurat, relevan-tidak relevan, informatiftidak informatif, lengkap-tidak lengkap, terpercaya, tidak
69
terpercaya, jujur-tidak jujur, jelas-tidak jelas, faktual-tidak faktual, kebenaran-tidak benar. Jika hasil penilaian diatas nilai rata-rata keseluruhan (<X) maka kredibilitasnya rendah. Sebaliknya kredibilitasnya tinggi jika hasil penilaiannya dibawah rata-rata keseluruhan (> X) b. Penggunaan Media. Pengukuran dilakukan berdasar preferensi publik dalam mengkonsumsi media guna mendapat informasi, serta waktu yang diluangkan publik untuk media. Dalam penelitian ini peneliti memberi 5 opsi media yakni : Televisi, Radio, Surat Kabar Konvensional, Majalah, Internet (Online Newspaper). Pengukuran masing-masing opsi media menggunakan skala 1-4: Nilai 1: Tidak pernah (membaca/ menonton/ mendengar/ mengakses); Nilai 2 : Jarang (membaca/menonton/mendengar/mengakses); Nilai 3 : Sering (membaca/menonton/mendengar/mengakses); Nilai 4 : Selalu (membaca/menonton/mendengar/mengakses)
Penggunaan media yang tinggi pada 5 opsi media diatas ditandai dengan skor sama dengan atau diatas 15 (x ≥ 15). Jika skornya dibawah 15 (x ≤ 15) maka digolongkan dalam penggunaan media yang rendah
70
c. Pola Ketertarikan. Ada tiga indikator yang digunakan untuk mengukur Pola Ketertarikan; (1) Pengenalan terhadap isu, (2) minat terhadap isu, (3) nilai guna isu tersebut bagi individu. Pengukuran dilakukan dengan skala Likert 1-4 : Nilai 1 : Tidak Familiar/ tidak ber minat/tidak berguna Nilai 2: Kurang Familiar/ kurang berminat/ kurang berguna ; Nilai 3: Familiar/ Berminat/ Berguna Nilai 4: Sangat Familiar/sangat berminat/sangat berguna. Pola ketertarikan yang tinggi ditandai dengan skor sama dengan atau diatas 9 (x ≥ 9). Jika skornya dibawah 9 (x ≤ 9) maka digolongkan dalam pola ketertarikan yang rendah
5. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan tiga teknik analisis data yaitu analisa data univariat, bivariat dan multivariat. Ketiganya menggunakan bantuan SPSS 16.0. Berikut penjelasannya; a. Analisis Data Univariat Analisa data univariat akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan karakteristik responden dan hasil temuan. b. Analisis Data Bivariat Setelah data terkumpul dan diukur, akan dilakukan analisa data yang bertujuan menentukan kuat lemahnya hubungan antara agenda media
71
Online Newspaper dengan agenda publik mahasiswa yang diukur dengan hitungan statistik SPSS 16.0 dengan Teknik Korelasi Rank Spearman : γs =
1 -
6∑di2
N (N -1) Keterangan D= Perbedaan atau selisih antara pasangan rangking N = Jumlah sub isu yang diamati
c. Analisis Data Multivariat Kemudian, akan dilakukan analisa pengaruh variabel kontrol terhadap hubungan agenda media dan publik dengan elaborasi. Uji dilakukan dengan SPSS 16.0. Perbedaan koefisien korelasi antara variabel independen dengan variabel dependen dalam kondisi yang berbeda, diuji dengan rumus:
Z1 − Z2 1
Z hitung =
N1 − 3
+
1 N2 − 3
Keterangan : Z1= nilai γ1 yang telah dikonversikan ke nilai Z Z2= nilai γ2 yang telah dikonversikan ke nilai Z N1= Jumlah Sample dalam kelompok 1 N2= Jumlah Sample dalam kelompok 2
Sehingga ada 4 hipotesis yang akan diuji : 1. Hipotesis 1
72
Tidak ada korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper kompas.com dengan agenda publik mahasiswa
Ho.1 :
H1.1
:
Ada korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper kompas.com dengan agenda publik mahasiswa
2. Hipotesis 2 Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia tidak berbeda dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut menilai kompas.com mempunyai kredibilitas tinggi dibandingkan dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut menilai kompas.com mempunyai kredibililitas rendah.
Ho.2 :
H1.2
:
Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia akan lebih kuat dalam kondisi dimana publik mahasiswa menilai kompas.com mempunyai kredibilitas tinggi dibandingkan dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut menilai kompas.com mempunyai kredibililitas rendah.
3. Hipotesis 3 Ho.3 :
Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia tidak berbeda dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut pengguna media yang tinggi dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut pengguna media yang rendah.
H1.3 :
Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia akan lebih kuat dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut pengguna media yang tingi dibandingkan dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut pengguna media yang rendah.
4. Hipotesis 4
73
Ho.4 :
Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia tidak berbeda dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut memiliki tingkat ketertarikan yang tinggi dibandingkan kondisi dimana publik mahasiswa tersebut memiliki tingkat keterterikan yang rendah
H1.4 :
Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia akan lebih kuat dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut memiliki tingkat ketertarikan yang tinggi dibandingkan kondisi dimana publik mahasiswa tersebut memiliki tingkat keterterikan yang rendah
Keempat Hipotesis tersebut dapat dirumuskan secara statistik dengan SPSS 16.0, seperti berikut : 1. Uji Hipotesis 1 menggunakan teknik analisis data bivariat. Secara statistic dirumuskan dengan : Γs =0 Γs ≠0 Pada tingkat signifikansi P<0.05 Γs adalah korelasi antara agenda media Online Newspaperkompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM Yogyakarta. 2. Uji Hipotesis 2 menggunakan teknik analisis multivariat. Dirumuskan dengan; Γxy.A1 = Γxy.A2 Γxy.A1 > Γxy.A2 Pada tingkat signifikansi P<0.05 Γxy.A1 = korelasi antara agenda media Online Newspaper kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM Yogyakarta yang menilai kredibilitas kompas.com tinggi
74
Γxy.A2 = korelasi antara agenda media Online Newspaper kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM Yogyakarta yang menilai kredibilitas kompas.com rendah
3. Uji Hipotesis 3 menggunakan teknik analisis multivariat. Dirumuskan dengan; Γxy.A1 = Γxy.A2 Γxy.A1 > Γxy.A2 Pada tingkat signifikansi P<0.05 Γxy.A1 = korelasi antara agenda media Online Newspaper kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM Yogyakarta dengan penggunaan media yang tinggi Γxy.A2 = korelasi antara agenda media Online Newspaper kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM Yogyakarta dengan penggunaan media yang rendah 4. Uji Hipotesis 4 menggunakan teknik analisis multivariat. Dirumuskan dengan; Γxy.A1 = Γxy.A2 Γxy.A1 > Γxy.A2 Pada tingkat signifikansi P<0.05 Γxy.A1 = korelasi antara agenda media Online Newspaper kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM Yogyakarta dengan pola ketertarikan tinggi Γxy.A2 = korelasi antara agenda media Online Newspaper kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM Yogyakarta dengan pola ketertarikan rendah
75
6. Model Analisis
Variabel Kontrol :
Agenda Media Online Newspaper
1.
Kredibilitas Media
(Variabel Independen)
2.
Penggunaan Media
3.
Pola Ketertarikan
Agenda Publik Mahasiswa (Variabel Dependen
G. KELEMAHAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN 1. Generalisasi hasil penelitian hanya pada satu lingkungan terbatas, yakni publik mahasiswa Pascasarjana fakultas Hukum UGM Yogyakarta 2. Kerangka waktu penelitian didasarkan pada penilaian peneliti saja, menyesuaikan antara waktu pengumpulan data agenda media dan waktu pengumpulandata agenda publik. Untuk mengumpulkan data agenda media berdasar analisis isi dilakukan peneliti dengan melihat isu yang terjadi. 3. Variabel kontrol yang digunakan terbatas yakni tiga : kredibilias media, penggunaan media dan pola ketertarikan, sehingga tidak cukup menjelaskan kondisi secara keseluruhan saat mengontrol hubungan antara agenda media online newspaper dengan publik mahasiswa program pascasarjana FH UGM Yogyakarta
76