BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Infeksi nasokomial merupakan persoalan serius yang menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita (endogen) maupun luar tubuh (eksogen). Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya. Infeksi nasokomial atau infeksi yang diperoleh dari rumah sakit adalah infeksi yang tidak diderita pasien saat masuk kerumah sakit melainkan setelah kurang lebih 72 jam berada ditempat tersebut (Corrigan, 2003). Infeksi nasokomial dapat terjadi pada penderita, tenaga kesehatan dan juga setiap orang yang datang ke rumah sakit. Infeksi nasokomial dapat menular melalui kontak langsung, misalnya penularan infeksi virus hepatitis A, dan kontak tidak langsung melalui obyek perantara seperti darah, obat-obatan, penularan melalui udara, maupun penularan melalui perantara vector. Akibat yang biasa ditimbulkan antara lain infeksi luka operasi (ILO), infeksi saluran kencing (ISK), bakteriemia, dan infeksi saluran nafas (ISN) (Riana, 2012). Tingkat infeksi nasokomial yang terjadi di beberapa negara Eropa dan Amerika rendah yaitu sekitar 1% dibandingkan dengan kejadian dinegara- negara Asia, Amerika Latin dan Sub Sahara Afrika yang tinggi hingga mencapai lebih dari
1
2
40% (Lynch, dkk 2002). Menurut data WHO angka kejadian infeksi di rumah sakit sekitar 3 – 21% dengan rata-rata 9%. Di Indonesia, angka kejadian infeksi nasokomial pasien rawat inap di bangsal bedah adalah 5,8%-6% dan angka infeksi nasokomial pasien pada luka bedah 2,3%-18,3% (Hermawan, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit DKI Jakarta pada tahun 2004, menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (WHO, 2005). Kejadian infeksi nasokomial di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar mencakup lima komponen yaitu infeksi aliran darah primer (IAPD), infeksi saluran kemih (ISK), Hospital Acqured Pnemonia (HAP), infeksi Luka Operasi (ILO), dan Ventilator Asocciated Pnemonia (VAP). Data kejadian infeksi nasokomial pada bulan Juni 2013 IAPD sebanyak 0%, ISK sebanyak 1,964%, VAP sebanyak 16,34%, dan HAP sebanyak
0%. Semua hasil data infeksi
nasokomial sudah sesuai dengan target, kecuali pada angka VAP yang melebihi target program pencapaian Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI, 2013). Infeksi nasokomial bisa ditularkan dari pasien ke petugas maupun sebaliknya, pasien ke pengunjung atau sebaliknya, serta antar orang yang berada di lingkungan Rumah Sakit. Menurut Widodo (2010), penanganan dari pasien satu ke pasien lainnya dan kondisi lingkungan di dalam rumah sakit menjadikan tangan para dokter dan perawat rentan terhadap media penularan kuman penyakit yang merupakan penyebab utama infeksi nasokomial. Perawat merupakan profesi yang jumlahnya paling banyak dan paling lama kontak dengan pasien, karena perawat 24 jam berada dekat dengan pasien. Ini
3
menjadi risiko tinggi terjadinya infeksi nasokomial bila perawat tidak patuh dalam melakukan cuci tangan. Penularan mikroorganisme dalam lingkungan rumah sakit melalui tangan pekerja kesehatan dapat terjadi dengan cara kuman penyakit berpindah dari tangan atau kulit pasien ke barang yang ada di sekitar pasien seperti pakaian, tempat tidur, dan lain-lain. Dokter atau perawat pun terkontaminasi saat melakukan pemeriksaan atau perawatan rutin dengan menyentuh kulit pasien atau barang di sekitarnya meski mereka menggunakan sarung tangan sekalipun. Terdapat beberapa prosedur pencegahan infeksi nasokomial di rumah sakit salah satunya adalah mencuci tangan. Hal ini merupakan pencegahan utama terjadinya infeksi nasokomial. Mencuci tangan adalah teknik yang sangat mendasar dalam mencegah dan mengendalikan infeksi, dengan mencuci tangan dapat menghilangkan sebagian besar mikroorganisme yang ada di kulit (Hidayat, 2005). Ada lima waktu (five moment) yang penting bagi tenaga kesehatan untuk melakukan kebersihan tangan yaitu sebelum kontak dengan pasien, sebelum tindakan aseptic, setelah terkena/terpapar cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien. Hal ini ditujukan untuk mencegah risiko penularan mikroba untuk pasien dan mencegah risiko transmisi mikroba kepetugas kesehatan dan lingkungan pasien (WHO,2009). Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar telah melakukan standar cuci tangan menurut WHO. Pada hari peringatan ”Global Hand Hygiene” pada tanggal 15 Oktober 2012 RSUP Sanglah Denpasar melaksanakan gerakan cuci
4
tangan. Tujuan untuk meningkatkan kebersihan tangan, pengetahuan dan kesadaran petugas dan masyarakat pengunjung rumah sakit untuk melakukan kegiatan cuci tangan, sehingga menekan penyebaran penyakit menular di rumah sakit. Penilaian petugas dilakukan di unit pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam kepatuhan pelaksanaan cuci tangan. Hasil penilaian yang dilakukan oleh Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) RSUP Sanglah Denpasar pada bulan Maret – Mei 2013 didapatkan data sebagai berikut, kepatuhan petugas dalam melakukan cuci tangan mengalami penurunan yaitu dengan prosentase 92,66% pada bulan Maret, 93,78% pada bulan April, dan menjadi 87,59% pada bulan Mei 2013. Unit ruangan yang memiliki kepatuhan yang paling rendah yaitu dibawah 50% terutama pada bulan Juni 2013 adalah Ruang MS (Medical Surgical) yaitu hanya 40%. Upaya yang telah dilakukan oleh PPI (Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi) RSUP Sanglah Denpasar terhadap penurunan kepatuhan dalam melakukan cuci tangan adalah melakukan sosialisasi pentingnya melakukan cuci tangan, pelatihan tentang infeksi nasokomial, dan melakukan audit cuci tangan setiap tiga bulan. Hasil audit kepatuhan diinformasikan kembali ke ruang perawatan sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan bagi yang penilaiannya mengalami penurunan, dan mempertahankan kepatuhan cuci tangan bagi yang penilaiannya bagus. Sarana dan prasarana juga dilakukan pengawasan untuk kelengkapannya. Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan diruang MS (Medical Surgical) RSUP Sanglah Denpasar tanggal 7 Agustus 2013 terhadap 7 perawat
5
tentang kepatuhan perawat melakukan cuci tangan diperoleh data bahwa masih ada perawat yang tidak patuh melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dengan alasan pasien yang banyak, lupa, sudah menggunakan hand schoen, dan tempat untuk cuci tangan yang jauh (di kantor perawat ). Berdasarkan data PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) tentang trend kepatuhan perawat di Ruang MS (Medical Surgical) dalam melakukan kebersihan tangan selama bertugas mengalami penurunan dari April – Mei 2013 yaitu dari 92% menjadi 86,23%. Dilihat dari trend kepatuhan perawat melakukan cuci tangan, penurunan yang terjadi memang masih diatas target yang ditentukan. Bila penurunan ini terjadi terus menerus dan pengawasan yang kurang akan berefek jangka panjang terhadap penurunan kualitas pelayanan di rumah sakit. Berbagai faktor dapat menyebabkan menurunnnya tingkat kepatuhan perawat dalam melakukan cuci tangan baik faktor interna maupun faktor eksternal. Kepatuhan mencuci tangan yang menurun secara tidak langsung akan berefek terhadap peningkatan kejadian infeksi nasokomial. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis faktor faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat untuk melakukan cuci tangan di ruang MS (Medical Surgical) IGD RSUP Sanglah Denpasar.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : “Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan
6
kepatuhan perawat untuk melakukan cuci tangan di Ruang MS (Medical Surgical) IGD RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014?”
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melihat Faktor- faktor apa saja yang berhubungan dengan kepatuhan perawat untuk melakukan cuci tangan di ruang MS (Medical Surgical) IGD RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014. 1.3.2
Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a. Mengidentifikasi penerapan pelaksanaan kepatuhan perawat dalam melakukan cuci tangan di ruang MS (Medical Surgical) IGD RSUP Sanglah Denpasar. b. Mengidentifikasi pengetahuan perawat dalam melakukan cuci tangan diruang MS (Medical Surgical) IGD RSUP Sanglah Denpasar. c. Mengidentifikasi sikap perawat dalam melakukan cuci tangan diruang MS (Medical Surgical) IGD RSUP Sanglah Denpasar. d. Mengidentifikasi motivasi perawat dalam melakukan cuci tangan diruang MS (Medical Surgical) IGD RSUP Sanglah Denpasar. e. Mengidentifikasi dukungan sosial perawat dalam melakukan cuci tangan diruang MS (Medical Surgical) IGD Sanglah Denpasar. f. Menganalisis hubungan antara pengetahuan perawat dengan kepatuhan perawat dalam melakukan cuci tangan diruang MS (Medical Surgical) IGD Sanglah Denpasar.
7
g. Menganalisis hubungan antara sikap perawat dengan kepatuhan perawat dalam melakukan cuci tangan diruang MS (Medical Surgical) IGD Sanglah Denpasar. h. Menganalisis hubungan motivasi perawat dengan kepatuhan perawat dalam melakukan cuci tangan diruang MS (Medical Surgical) IGD Sanglah Denpasar. i. Menganalisis hubungan dukungan sosial perawat dengan kepatuhan perawat dalam melakukan cuci tangan di ruang MS (Medical Surgical) IGD Sanglah Denpasar.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat secara teoritis maupun praktis. 1.4.1
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk bahan dan informasi bagi pengembangan ilmu yang berkaitan dengan cuci tangan untuk mencegah terjadinya infeksi. 1.4.2
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi Ruang Medical Surgical IGD RSUP Sanglah Denpasar dalam melakukan upaya pengendalian dan pencegahan infeksi melalui kegiatan mencuci tangan yang salah satunya harus dilakukan oleh petugas perawat.
8
1.5 Keaslian Penelitian Berdasarkan telaah literatur, penelitian yang terkait dengan judul dari penelitian ini adalah : 1.5.1 Efriani (2012) Dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh Supervisi Terhadap Kepatuhan Perawat Dalam Pelaksanaan Five Moments Hand Hygiene Di Ruang Triage IRD RSUP Sanglah Denpasar.”
Rancangan penelitian ini
adalah Quasi Eksperimen. Teknik sampling menggunakan purposive sampling dengan total 38 Perawat pelaksana terpilih sebagai sampel penelitian, yang dibagi menjadi 19 orang kelompok perlakuan dan 19 orang kelompok kontrol. Data dikumpulkan melalui pengamatan langsung terhadap kepatuhan perawat baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol dalam pelaksanaan Five Moments Hand Hygiene. Hasil penelitian kepatuhan perawat kelompok perlakuan di dapat 15,8% kurang patuh, 84,2% patuh, sedangkan untuk kelompok kontrol didapatkan hasil 36,8% tidak patuh, 52,6% kurang patuh, dan 10,5% patuh. Berdasarkan uji statistik Mann-Whitney pada tingkat kemaknaan α = 0.05 diperoleh p = 0,0001 (p < α) yang berarti bahwa Ho ditolak. Interpretasinya adalah ada pengaruh supervisi terhadap kepatuhan perawat dalam pelaksanaan five moments hand hygiene. Berdasarkan hasil penelitian diatas disarankan kepada pihak rumah sakit agar meningkatkan frekuensi supervisi terhadap kepatuhan perawat agar nantinya menjadi suatu rutinitas, sehingga peningkatan kinerja tercapai. Perbedaan penelitian ini antara lain terletak pada jenis penelitian, variabel yang diteliti, dan analisa data.
9
1.5.2. Saragih dan Rumapea (2011) dalam penelitianya yang berjudul “Hubungan karakteristik perawat dengan tingkat kepatuhan perawat melakukan cuci tangan di rumah sakit Columbia Asia Medan”. Jenis penelitian Deskriptif korelasi, populasi dalam penelitian ini adalah semua tenaga keperawatan yang bekerja di rumah sakit Columbia Asia Medan sebanyak 280 orang, dengan tehnik probability sampling sebanyak 84 orang perawat. Pengumpulan data dengan kuisioner dan analisa data secara univariat dan bivariat menggunakan uji pearson. Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan mengenai cuci tangan dengan tingkat
kepatuhan melakukan
melakukan cuci tangan (p= 0,02 ), ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan tingkat kepatuhan melakukan cuci tangan (p=0,04 ), ada hubungan yang bermakna antara umur dengan tingkat kepatuhan perawat melakukan cuci tangan ( p= 0,02 ) ada hubungan yang bermakna antara lama bekerja dengan tingkat kepatuhan melakukan cuci tangan( p= 0,04 ). Rumah Sakit Columbia Asia Medan memiliki tingkat kepatuhan melakukan cuci tangan dengan kepatuhan minimal (72,61 % ). Perbedaan penelitian ini antara lain pada variabel bebas yang diteliti.