BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Salah satu masalah penting yang dihadapi dalam mewujudkan visi tersebut yaitu masalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) atau yang lebih dikenal dengan sebutan narkoba terutama di kalangan generasi muda. Menurut Brounstein and Zweig (dalam Afiatin, 2008), problem penyalahgunaan alkohol dan obatobatan terlarang menempati peringkat tertinggi dan merupakan tantangan paling besar dari tujuh problem utama kesehatan dan sosial remaja, yaitu merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan, keselamatan di jalan, kesehatan seksualitas, aktivitas fisik, gizi dan berat badan, serta bunuh diri. Perhatian terhadap masalah remaja di Indonesia, berhubungan dengan fakta bahwa wanita dan pria muda merupakan bagian penduduk yang berkembang. Jumlah penduduk usia 15-24 tahun diperkirakan sekitar 17 persen dari total penduduk Indonesia, yang berarti satu diantara lima orang Indonesia tergolong dalam kelompok umur remaja (BPS dkk., 2013a). Besarnya jumlah penduduk kelompok remaja ini sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk pada masa yang akan datang, dan perlu mendapat perhatian serius, mengingat mereka termasuk dalam umur reproduksi.
1
2
Remaja yang berada pada masa transisi kehidupan dari masa anak-anak menuju dewasa, memiliki tugas perkembangan yang tidak mudah. Masa paling kritis yang diharus dilalui remaja dalam tahap perkembangan selanjutnya karena sering dihadapkan pada ketidakpastian statusnya. Disatu pihak, mereka sudah tidak lagi diakui sebagai kanak-kanak, namun dipihak lain mereka belum dikatakan dewasa karena belum mampu memenuhi tugas-tugas orang dewasa. Monks dkk. (1982) menyebut keadaan ini sebagai masa yang penuh topan badai. Remaja harus mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai macam individu dan situasi sosial, agar dapat menyesuaikan diri ke dalam lingkungan sosial yang baru melalui berbagai jalan. Ketidakmatangan emosi, cara berpikir, dan bertindak sangat berpengaruh pada perilaku remaja dalam penyesuaian diri tersebut. Kondisi inilah yang terkadang menjadi penyebab perilaku menyimpang dan berisiko pada remaja. Masalah kesehatan reproduksi merupakan salah satu isu penting yang perlu diketahui remaja, agar mereka dapat melewati masa remajanya dengan aman. Masalah ini penting, mengingat kesehatan reproduksi yang buruk menyebabkan rendahnya kualitas generasi muda yang mengarah pada rendahnya indeks sumber daya manusia dan menghambat roda pembangunan. Sebaliknya, kesehatan reproduksi yang baik, dapat mendukung dan memperkuat pembangunan nasional (BKKBN, 2006). Remaja sangat berisiko terhadap perilaku menyimpang khususnya
permasalahan
kesehatan
reproduksi,
jika
dalam
perjalanan
kehidupannya tidak dipersiapkan dengan baik. Pada tahun 2000, Departemen Kesehatan Republik Indonesia mencatat sekitar 5 juta kasus narkoba dan 75 persen diantaranya adalah remaja. Sementara itu, Badan Narkotika Nasional mencatat kasus pemakaian narkoba oleh pelaku
3
dengan tingkat pendidikan SD hingga tahun 2007 berjumlah 12.305 kasus (Depsos.go.id., 2013). Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKKRI) tahun 2012, menemukan delapan dari sepuluh remaja pria dan satu dari sembilan remaja wanita mengisap batang rokok. Lebih dari separuh remaja pria menjadi perokok aktif saat ini. Diantara remaja pria yang mengkonsumsi alkohol, 47 persen dilaporkan telah minum alkohol minimal satu kali. Selain itu, kurang dari lima persen remaja pria dan kurang dari satu persen remaja wanita yang menggunakan obat-obatan terlarang (BPS, dkk., 2013a). Banyak alasan yang melatarbelakangi perilaku tersebut di kalangan remaja. Salah satu faktor yang mendorong seorang remaja berperilaku berisiko terhadap kesehatan reproduksi yaitu kurangnya informasi mengenai kesehatan reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Banyak remaja tidak cukup memiliki pengetahuan untuk menghadapi perubahan dan masalah pada masa remaja. Remaja umumnya tidak memiliki cukup informasi mengenai kesehatan dan memiliki kesalahan persepsi mengenai kesehatan reproduksi. Minimnya pemahaman tersebut, menyebabkan remaja banyak yang tidak menyadari bahwa aktivitas yang mereka lakukan
berisiko
terhadap
kesehatan
reproduksinya
(Respati,
2013).
Berkembangnya anggapan keliru bahwa NAPZA dapat memberikan ketenangan dan keberanian seseorang, atau dianggap sebagai lelaki sejati dan lain sebagainya, menjadikan mereka tidak lagi berpikir panjang untuk mengkonsumsi zat tersebut. Sumber informasi yang benar diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, membentuk sikap dan perilaku positif remaja, sehingga mereka dapat mengurangi dan menanggulangi permasalahan terkait Triad Kesehatan Reproduksi Remaja (Triad KRR) khususnya penyalahgunaan NAPZA.
4
Masalah perilaku menyimpang dan berisiko remaja pada hakekatnya bukan masalah yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan masalah yang sangat kompleks dan multidimensi baik dari segi sosial, ekonomis, medis, politis, budaya, dan sebagainya. Bertolak dari kondisi tersebut, perlu dilakukan penelitian yang mengkaji lebih mendalam tentang permasalahan remaja terutama perilaku berisiko NAPZA. Penelitian ini mencoba menganalisis hubungan antara akses informasi kesehatan reproduksi dengan perilaku berisiko NAPZA menurut karakteristik sosiodemografis remaja, serta mengidentifikasi secara lebih mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi remaja dalam perilaku berisiko NAPZA. 1.2. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui hubungan antara akses sumber informasi kesehatan reproduksi terhadap perilaku berisiko NAPZA remaja di Indonesia.
2.
Mengetahui hubungan karakteristik sosiodemografis (umur, jenis kelamin, tempat tinggal, tingkat pendidikan) terhadap perilaku berisiko NAPZA remaja di Indonesia.
3.
Mengetahui pengaruh akses sumber informasi kesehatan reproduksi terhadap perilaku berisiko NAPZA remaja di Indonesia setelah dikontrol dengan variabel karakteristik sosiodemografis remaja (umur, jenis kelamin, tempat tinggal, dan tingkat pendidikan).
1.3. Manfaat Penelitian Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan dan perkembangan ilmu pengetahuan terkait dengan pelayanan
5
kesehatan reproduksi remaja terutama penanggulangan NAPZA. Secara praktis, diharapkan dapat bermanfaat bagi instansi pemerintah khususnya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) maupun swasta yang bergerak dalam upaya penanganan permasalahan kesehatan reproduksi remaja, dengan mengembangkan kebijakan dan program yang tepat terkait tingginya risiko Triad Kesehatan Reproduksi Remaja, khususnya dalam upaya advokasi, informasi dan edukasi. Selain itu, penelitian ini dilakukan dalam rangka mengoptimalisasi pemanfaatan data SDKI khususnya SDKI tahun 2012. 1.4. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian pernah dilakukan sebelumnya untuk mengkaji tentang perilaku menyimpang dan berisiko NAPZA. Hermawati (2001) yang melakukan penelitian terkait faktor-faktor yang mempengaruhi remaja terjerumus pada penyalahgunaan narkotika dan obat-obat berbahaya di Yogyakarta menemukan bahwa penyalahgunaan narkoba telah melanda remaja di Yogyakarta tanpa memandang jenis kelamin, umur, pendidikan, agama, tempat tinggal, status migran, pekerjaan dan status sosial ekonomi orang tua. Ketidakpahaman remaja terkait informasi perilaku sehat dan pengaruh teman bergaul merupakan faktor utama yang menjerumuskan remaja dalam penyalahgunaan narkoba. Winarno dkk., (2002) yang melakukan penelitian tentang prediktor bagi penggunaan narkoba di kalangan remaja di Semarang, menemukan bahwa penyalahgunaan narkoba pada remaja erat kaitannya dengan perilaku merokok, minum alkohol dan norma sosial khususnya norma teman sebaya. Teman sebaya dan teman lainnya memainkan peranan penting dalam tingkah laku sehat remaja.
6
Kemampuan dan pemahaman terbatas terkait perilaku sehat yang dimiliki remaja untuk menahan diri dari tantangan sering kali gagal, dan akhirnya melakukan tingkah laku berisiko karena desakan teman-teman sebayanya. Lestary dan Sugiharti (2011) yang meneliti perilaku berisiko remaja di Indonesia berdasarkan hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007, menemukan bahwa perilaku berisiko pada remaja di Indonesia berhubungan signifikan dengan pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin, pendidikan, status ekonomi, akses terhadap media informasi, komunikasi dengan orang tua, dan adanya teman yang berperilaku berisiko. Dalam penelitiannya tersebut, Lestary dan Sugiharti menyatakan bahwa faktor yang paling dominan hubungannya terhadap perilaku berisiko yakni variabel jenis kelamin. Menurut Lestary dan Sugiharti (2011), remaja laki-laki berpeluang 30 kali lebih besar untuk merokok, 10 kali lebih besar untuk minum alkohol, 20 kali lebih besar untuk penyalahgunaan narkoba, dan lima kali lebih besar untuk berhubungan seksual pranikah jika dibandingkan dengan remaja perempuan. Baharuddin (2011) yang melakukan penelitian tentang pengaruh sumber informasi kesehatan reproduksi terhadap permisivitas seksual, pemahaman HIV/AIDS, dan penyalahgunaan NAPZA pada remaja di Indonesia dengan menggunakan data SKRRI tahun 2007, menemukan bahwa sumber informasi kesehatan reproduksi mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap remaja untuk tidak melakukan seks pranikah, remaja lebih memahami pengaruh penyimpangan perilaku terhadap bahaya terkena HIV/AIDS, dan dengan adanya sumber informasi kesehatan reproduksi dapat mengurangi remaja untuk tidak menyalahgunakan NAPZA.
7
Asni dkk., (2013) dalam penelitiannya pada sebuah SMA swasta di Makassar menemukan sekitar seperempat siswa pernah menyalahgunakan narkoba. Selain itu, penelitian juga menemukan hubungan antara persepsi keharmonisan keluarga, konformitas teman sebaya, dan tingkat religiusitas dengan penyalahgunaan narkoba. Asni, dkk. mengartikan bahwa ketidakharmonisan keluarga, tingginya konformitas teman sebaya, dan rendahnya religiusitas menyebabkan kecenderungan remaja menjadi penyalahguna narkoba. Pada penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengkaji akses sumber informasi kesehatan reproduksi dalam hubungannya dengan perilaku berisiko NAPZA
remaja di
Indonesia,
dengan
melihat keterkaitan
karakteristik
sosiodemografis. Terdapat beberapa perbedaan dalam penelitian ini yaitu penggunaan variabel dan sumber data dengan tahun yang berbeda. Akses sumber informasi kesehatan reproduksi menjadi variabel bebas utama dalam hubungannya dengan perilaku berisiko NAPZA, sedangkan karakteristik sosiodemografis remaja dijadikan variabel luar, yaitu variabel yang diduga mempunyai hubungan dengan perilaku berisiko NAPZA remaja. Penelitian ini menggunakan data sekunder SDKI terbaru tahun 2012 dengan tujuan hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran kondisi terakhir remaja terkait perilaku berisiko NAPZA. Secara lengkap perbedaan penelitian ini dengan penelitian serupa yang pernah dilaksanakan dapat disimak pada lampiran 1.