BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah preposisi selalu mendapat perhatian di dalam buku-buku tata bahasa, baik dalam tata bahasa bahasa Indonesia (lihat Alwi dkk., 2003: 288; Chaer, 1994: 373; Lapoliwa, 1992) maupun dalam tata bahasa bahasa daerah (lihat Sibarani, 1997: 16; Sinaga, 2002: 180; Wollams, 2004: 211). Hal ini dapat dimengerti sebab preposisi pada tataran frasa preposisi (selanjutnya disingkat FP) memiliki perilaku yang berbeda pada setiap bahasa (Mulyadi, 2010: 2). Preposisi lokatif (di, ke, dari) dalam bahasa Indonesia, misalnya, memiliki perilaku yang berbeda dengan preposisi lokatif (di, tu, sian) dalam bahasa Batak Toba. Dalam bahasa Indonesia, apabila preposisi diikuti oleh frasa nomina, nomina pertama dengan nomina kedua tidak dapat disela oleh kategori lain (seperti partikel atau konjungsi); misalnya, di atas meja tidak dapat disela dengan partikel yang menjadi *di atas yang meja. Dalam bahasa Batak Toba, apabila preposisi diikuti oleh frasa nomina, hubungan antara nomina pertama dan nomina kedua atau bahkan dengan nomina ketiga pada umumnya dapat disela oleh penanda posesif ni. Misalnya, (1) Nungnga marpungu nasida [di tonga ni alaman.] Perf Akt.kumpul 3.jm P tengah Pos halaman ‘Mereka sudah berkumpul di tengah halaman.’ (2) Laho nasida [tu pudi ni jabu ni tulang.] pergi 3.jm P belakang Pos rumah Pos paman ‘Mereka pergi ke belakang rumah paman.’
Universitas Sumatera Utara
Pada kedua contoh di atas, frasa nomina tonga ni alaman ‘tengah halaman’ dan pudi ni jabu ni tulang ‘belakang rumah paman’ tergolong komplemen atau pelengkap sebab kedua argumen tersebut diperlukan oleh preposisi di ‘di’ dan tu ‘ke’ yang menjadi inti leksikalnya. Jadi, ni alaman dan ni jabu ni tulang berfungsi sama dalam struktur frasa itu karena keduanya tidak dapat dipindahkan. Apabila dipindahkan, konstruksi yang dibentuk oleh frasa tersebut menjadi tidak gramatikal, seperti pada contoh di bawah. (3) *Nungnga marpungu nasida [ni alaman di tonga.] Perf Akt. kumpul 3.jm Pos halaman P tengah *‘Mereka sudah berkumpul halaman di tengah.’ (4) *Laho nasida [ni jabu ni tulang tu pudi .] pergi 3.jm Pos rumah Pos paman P belakang *‘Mereka pergi rumah paman ke belakang.’ Sebuah frasa secara leksikal dapat digolongkan atas frasa nomina (FN), frasa verba (FV), frasa preposisi (FP), frasa adjektiva (FA), frasa numeralia (FNum), dan sebagainya. Dalam sebuah frasa, inti leksikal menentukan kategorinya. Frasa preposisi, misalnya, dibentuk oleh sebuah preposisi sebagai inti dan kategori lain seperti nomina sebagai komplemen. Dalam sintaksis struktural, inti leksikal tidak menentukan kategori frasa sehingga terdapat frasa eksosentris selain frasa endosentris. Dalam sintaksis generatif, setiap frasa justru tergolong endosentris atau semua frasa didominasi oleh satu inti leksikal (Haegemen, 1992: 95). Jadi, pada FP bahasa Batak Toba, seperti di juma ‘di ladang’, sian dolok ‘dari bukit’, dan dohot piso ‘dengan pisau’ terdapat inti yang berkategori preposisi,
Universitas Sumatera Utara
yaitu di ‘di’, dohot ‘dengan’, dan sian ‘dari’. Kata-kata seperti juma ‘ladang’, dolok ‘bukit’, dan piso ‘’pisau berfungsi sebagai komplemen. Perlu dikemukakan bahwa pembicaraan tentang FP bahasa Batak Toba umumnya didekati secara struktural. Misalnya, Sibarani (1997) membagi frasa bahasa Batak Toba atas dua bagian, yaitu frasa endosentris dan frasa eksosentris. Frasa endosentris adalah frasa yang salah satu unsurnya dapat mewakili keseluruhan frasa itu untuk menduduki fungsi sintaksis yang sama (Sibarani,1997: 24). Frasa eksosentris adalah frasa yang salah satu unsurnya tidak dapat mewakili keseluruhan frasa itu untuk menduduki fungsi sintaksis yang sama (Sibarani, 1997: 16). Dalam sintaksis struktural, kaidah struktur frasa dibentuk oleh dua tipe kategori: pertama, kategori leksikal seperti verba, nomina, adjektiva, dan preposisi, dan kedua, kategori frasa, seperti FV, FN, FA, dan FP. Pada masa itu belum disinggung kategori yang lebih besar daripada kategori leksikal, tetapi lebih kecil daripada kategori frasa. Dalam sintaksis generatif, khususnya dalam teori X-bar, kategori tersebut dinamai kategori antara (intermediate category) (Mulyadi, 2010:3). Teori X-bar bukanlah teori yang asing dalam literatur bahasa Indonesia. Mulyadi telah menerapkan teori X-bar pada frasa nomina bahasa Indonesia (1998), frasa preposisi bahasa Indonesia (2010), dan frasa adjektiva bahasa Indonesia (2008). Ia mengatakan bahwa struktur FN, FP, dan FA
bahasa
Indonesia bertalian dengan tiga fungsi gramatikal, yakni komplemen, keterangan,
Universitas Sumatera Utara
dan spesifier. Pendapat yang sama juga terdapat pada penelitian Wahyuni (2004) dalam skripsinya mengenai FNum bahasa Indonesia. Dalam bahasa Batak Toba, teori X-bar telah diterapkan pada FA oleh Siagian (2007) dan pada FN oleh Situmorang (2010). Siagian mengatakan bahwa struktur utama frasa adjektiva adalah adjektiva plus komplemen dan kategori komplemen biasanya terdiri atas FP (misalnya, sonang di son ‘senang di sini’). Sementara itu, Situmorang menjabarkan empat belas struktur kaidah FN bahasa Batak Toba yang dibentuk oleh nomina sebagai inti leksikal. Sejauh yang diamati, penelitian terhadap FP dalam bahasa Batak Toba dengan menggunakan teori X-bar belum pernah dilakukan. Penelitian terhadap FP bahasa Batak Toba masih menggunakan teori struktural. Oleh karena itu, dalam tulisan ini diteliti bagaimana perilaku fungsi gramatikal dalam membentuk struktur FP bahasa Batak Toba dan kaidah struktur FP bahasa Batak Toba. 1.2 Masalah Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perilaku fungsi gramatikal yang membentuk struktur FP dalam bahasa Batak Toba? 2. Bagaimanakah kaidah struktur FP dalam bahasa Batak Toba? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai dua tujuan, yakni 1. Mendeskripsikan perilau fungsi gramatikal yang membentuk struktur FP dalam bahasa Batak Toba.
Universitas Sumatera Utara
2. Merumuskan kaidah struktur FP dalam bahasa Batak Toba. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis 1. Mengembangkan kajian sintaksis bahasa Batak Toba. 2. Memperkaya hasil penelitian sintaksis yang menggunakan pendekatan generatif. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Sebagai bahan masukan bagi peneliti-peneliti lain, khususnya bagi peneliti bahasa Batak Toba yang ingin melakukan penelitian tentang FP. 2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian dalam bidang sintaksis bahasa Batak Toba yaitu kajian FP dalam bahasa Batak Toba.
Universitas Sumatera Utara