BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa mendatang (Tandelilin, 2010:2). Proses investasi terlebih dahulu harus diliputi oleh pemahaman-pemahaman dasar keputusan investasi dan bagaimana mengorganisir aktivitas-aktivitas dalam proses keputusan investasi. Hal yang perlu didasari dalam proses keputusan untuk berinvestasi ialah pemahaman antara risiko dan imbal hasil yang diharapkan. Hubungan antara imbal hasil dan risiko bersifat linear yaitu semakin besar imbal hasil, semakin besar pula risiko investasi. Sehingga investor harus mempertimbangkan risikonya ketika ingin berinvestasi. Pada umumnya, terdapat dua jenis investasi yaitu investasi pada asset real dan investasi pada asset financial (keuangan). Investasi pada aset keuangan dapat dilakukan pada pasar uang dan pasar modal yang memiliki perbedaan dalam jangka waktu dan instrumen keuangan yang diperdagangkan. Pada investasi keuangan, terdapat dua cara untuk berinvestasi yaitu secara langsung maupun secara tidak langsung (Elton et al., 2011:29), salah satu instrumen keuangan yang dilakukan secara tidak langsung ialah reksa dana. Instrumen reksa dana menggunakan jasa seorang manajer investasi profesional yang mengelola portofolio reksa dana tersebut, maka persyaratan memiliki pengetahuan mengenai investasi mutlak diperlukan oleh manajer 1
investasi. Saunders et al. (2011:45) menyatakan bahwa “Reksa dana mampu memberikan kesempatan kepada investor untuk kecil untuk berinvestasi pada aset keuangan dan adanya diversifikasi risiko pada investor”. Pertumbuhan reksa dana di Indonesia selama 4 (empat) tahun terakhir dapat dilihat dari perkembangan Nilai Aktiva Bersih pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Komposisi Nilai Aktiva Bersih Reksa Dana Saham Akhir Tahun Komposisi NAB Reksa Dana Saham Akhir Tahun 2010
2011
2012
2013
Rp 48.717.150.443.317,73
Rp 65.666.268.876.824,55
Rp 70.369.713.120.643,94
Rp 80.257.470.348.402,78
Sumber: www.aria.bapepam.go.id
Pada Tabel 1.1 menunjukkan komposisi nilai aktiva bersih reksa dana saham di Indonesia dari tahun 2010 sampai 2013 mengalami kenaikan rata-rata sebesar 18,66% yang berarti dana kelolaan mencakup kas dan investasi mencakup kas dan instrumen investasi meningkat 18,66%. Tabel 1.2 Nilai Aktiva Bersih Produk Reksa Dana Saham N o
Kode Reksa Dana
Nilai Aktiva Bersih
1
SPEF
Rp3.509.891.653.849,06
2
000D1B
Rp 46.261.813.892,79
3
FOSL
Agustus 2014
Rp 2.832.160.635.176,71
Unit Penyertaan
September 2014
Agustus 2014
September 2014
Rp 3.539.322.827.255,33
Rp 1.968.801.013,66
Rp 2.014.280.675,9
Rp 19.408.764,78
Rp 19.417.495,96
Rp 1.238.637.737,34
Rp 909.450.745,77
Rp 46.321.561.996,27
Rp 2.039.252.881.022,6
Sumber: www.aria.bapepam.go.id
Pada Tabel 1.2 menunjukkan reksa dana Schroder 90 plus Equity Fund (SPEF) memiliki perubahan nilai aktiva bersih yang mengalami kenaikan sekitar 0,8% artinya dana kelolaan mencakup kas dan instrumen investasi meningkat sekitar 0,8%. Pada nilai aktiva bersih per unit penyertaan menurun sekitar 1,44% hal ini berarti investor yang membeli reksa dana Schroder 90 plus Equity Fund 2
pada bulan Agustus dan menjualnya pada bulan September mengalami kerugian sebesar 1,46%. Unit penyertaan juga terlihat meningkat 2,3% dari Agustus ke September, berarti terjadi peningkatan pembelian produk reksa dana tersebut. Reksa dana BNI- Reksadana Berkembang (000D1B) memiliki kenaikan NAB sebesar 0,13%, hal ini berarti kenaikan dana kelolaan kas dan investasi meningkat. Kenaikan nilai aktiva bersih per unit penyertaan juga terlihat pada reksa dana ini sebesar 0,08%. Hal ini berarti, investor yang membeli reksa dana pada bulan Agustus dan menjualnya pada bulan September mendapat keuntungan sebesar 0,08%. Peningkatan unit penyertaan juga terlihat pada reksa dana ini sebesar 0,044%, hal ini berarti terjadi peningkatan pembelian produk reksa dana tersebut ada sebesar 27,6% pada September. Reksa dana BNP Paribas Solaris (FOSL) memiliki penurunan
NAB
sebesar 27,9% hal ini berarti adanya penurunan dana kelolaan kas dan investasi. Penurunan nilai aktiva bersih per unit penyertaan sebesar 1,9%. Hal ini berarti, investor yang membeli reksa dana pada bulan Agustus dan menjualnya pada bulan September akan merugi sebesar 1,9%. Penurunan unit penyertaan juga terlihat ada reksa dana ini yaitu sebesar 2,65% hal ini berarti investor menjual reksa dana tersebut pada bulan September. Pertumbuhan atau penurunan nilai unit penyertaan tidak dapat dijadikan investor sebagai patokan bahwa investor tersebut mendapat keuntungan atau kerugian. Menyadari akan terjadinya potensi kerugian portofolio oleh investor ataupun manajer investasi sangat penting untuk diketahui. Menurut Frensidy (2013:119), dalam memilih satu dari sekitar 79 reksa dana saham yang
3
ditawarkan, calon investor umumnya, hanya melihat imbal hasil tahunan yang dihasilkan dengan membandingkan dengan pasar (IHSG).
Reksa dana yang
memberikan kenaikan NAB sebesar 30% atau kurang dalam setahun saat IHSG naik sebesar 46% dinilai tidak menarik. Sebaliknya, reksa dana saham yang memberikan imbal hasil sebesar 20% layak dipilih jika IHSG dan reksa dana saham lainnya hanya naik sekitar 15% atau kurang. Sebaiknya calon investor tidak menilai reksa dana hanya dari besaran imbal hasil, tetapi imbal hasil yang sudah disesuaikan dengan risiko (riskadjusted return). Risiko adalah peluang akan terjadinya suatu peristiwa yang tidak menguntungkan (Brigham et al 2010:323) . Ukuran risk adjusted return apa yang biasanya digunakan dan bagaimana mengukurnya.
Setidaknya ada
beberapa ukuran untuk menilai risiko pada reksa dana, yaitu rasio Sharpe, rasio Treynor, dan rasio Roy Information. Menurut Saunders et al. (2011:283) pengukuran risiko juga dapat dilakukan dengan metode Value at Risk (Market Risk). Risiko ini digunakan untuk melihat pergerakan potensi kerugian investasi yang disebabkan oleh kondisi pasar sehingga kerugian tersebut ditanggung oleh investor. Metode ini diharapkan mampu mengukur potensi kerugian reksa dana atas perubahan kondisi pasar. Metode Value at Risk digunakan pada akhir tahun 1980, dan pada April 1995 oleh The Basle Comitte on Banking Supervision. Pada Desember, 1995 The Securities And Exchange Comission juga menggunakan metode ini.
Metode
Value at Risk menggunakan tiga pendekatan yang memungkinkan dan
4
mengikhtisarkan potensi kerugian melalui confidence interval. Fenomena inilah menjadi ketertarikan peneliti untuk membahas lebih lanjut mengenai pengukuran risiko pasar terhadap investasi reksa dana dalam skripsi yang berjudul: “Hubungan Antara Risiko yang Diukur dengan Metode Value at Risk (VaR) terhadap Imbal Hasil Reksa Dana Saham di Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Berapa ukuran risiko investasi reksa dana saham dengan menggunakan metode Value at Risk? 2. Apakah risiko yang diukur dengan VaR pada periode masa lalu mempunyai hubungan dan pengaruh signifikan terhadap imbal hasil reksa dana saham?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini ialah: 1. Mengukur risiko investasi reksa dana saham dengan menggunakan metode Value at Risk 2. Mengetahui hubungan dan pengaruh signifikan antara risiko yang diukur
dengan VaR terhadap imbal hasil reksa dana saham 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Bagi Investor
5
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan ketika ingin berinvestasi pada instrumen reksa dana saham. 2. Bagi Manajer Investasi Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dan sebagai alat preventif perusahaan investasi untuk meningkatkan kinerja reksa dana saham 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dan alat pembanding untuk penelitian mengenai pengukuran risiko instrumen reksa dana.
6