BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra membicarakan manusia dengan segala kompleksitas persoalan hidupnya, maka antara karya sastra dengan manusia memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Sastra merupakan pencerminan dari segi kehidupan manusia yang di dalamnya tersurat sikap, tingkah laku, pemikiran, pengetahuan, tanggapan, perasaan, imajinasi, serta spekulasi mengenai manusia itu sendiri. Membicarakan sastra yang memiliki sifat imajinatif, kita berhadapan dengan tiga jenis (genre) sastra yaitu prosa, puisi, dan drama. Salah satu jenis prosa adalah novel. Sebuah novel menceritakan kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang. Luar biasa karena dari kejadian ini terlahir konflik, suatu pertikaian, yang mengalir mengambil jurusan nasib mereka. Novel dalam karya sastra Indonesia merupakan pengolah6an masalah-masalah sosial masyarakat oleh kaum terpelajar Indonesia sejak tahun 1920-an dan sangat digemari oleh sastrawan. Novel merupakan karya sastra yang menggambarkan corak, cita-cita, inspirasi dan eksistensi, dan perilaku dalam kehidupan masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya hakikat dan eksistensi karya sastra yang merupakan interpretasi. Penelitian ini akan mengungkap kondisi tokoh dalam menghadapi permasalahan yang melingkupi kehidupan mereka sehingga menimbulkan reaksi dalam upaya untuk melepaskan diri dari belenggu lingkungan mereka.
Universitas Sumatera Utara
Karya sastra sebagai cerminan dari perilaku kehidupan manusia, tentunya tidak akan pernah lepas dari rekaman peristiwa-peristiwa kebudayaan di dalam hidup manusia. Hal ini didasarkan pada hakikat sastra dan kebudayaan itu sendiri, yakni memiliki objek yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat, manusia sebagai fakta sosial, dan manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Sastra dan kebudayaan adalah multidisiplin yang secara terus-menerus menelusuri model antarhubungan keduanya, sehingga makna karya sastra secara terusmenerus dapat ditafsirkan. Pada dasarnya karya sastra merupakan representasi dari dunia kehidupan manusia, yang tentunya tidak luput dari berbagai persoalan. Salah satu persoalannya adalah tentang eksistensi perempuan terhadap kaum laki-laki dan dalam kehidupan bermasyarakat. Ketika membicarakan hubungan antara perempuan dan sastra, maka sastra feminis sudah disinggung sejak saat itu. Okky Madasari bernama lengkap Okky Puspa Madasari merupakan salah satu penulis novel perempuan yang mengekspos cerita tentang perempuan dalam novelnya. Lahir di Magetan, Jawa Timur, 30 Oktober 1984. Menghabiskan masa kecil hingga tamat SMA di Magetan, sebuah kota kecil yang terletak di lereng Gunung Lawu. Tahun 2002 mulai kuliah di Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada. Setamat kuliah memilih berkarier sebagai wartawan, profesi yang dicita-citakan sejak bangku sekolah. Setelah empat tahun berkarier di bidang jurnalisme, memilih berhenti untuk memulai perjalanan baru menulis novel.
Universitas Sumatera Utara
Okky Madasari sudah menghasilkan tiga novel, salah satu novel hasil karyanya memenangkan Khatulistiwa Award, sebuah penghargaan bergengsi dalam bidang sastra. Entrok, novel pertamanya diterbitkan Gramedia Pustaka Utama pada April 2010. Entrok bercerita tentang keberagaman keyakinan dan kesewenang-wenangan militer pada masa Orde Baru. Novel ini berkisah tentang seorang ibu dan anaknya yang hidup di alam pemikiran sangat berbeda. Sumarni, sang ibu, adalah perempuan Jawa, tidak berpendidikan, dan masih menyembah leluhur atau kejawen. Anaknya, Rahayu, generasi muda yang dibentuk sekolah, menjunjung tinggi akal sehat, dan pemeluk agama Tuhan yang taat. Perbedaan itu membuat keduanya merasa asing satu sama lain. Sumarni menganggap anaknya tidak punya jiwa. Rahayu menganggap ibunya sang pendosa. Kisah ini ditempatkan dalam latar masyarakat Jawa abangan tahun 19501994 sebuah kurun waktu yang melintasi dua rezim pemerintahan, yaitu Orde Lama dan Orde Baru. Dengan demikian, penulis leluasa mengalirkan kisah Sumarni dan Rahayu di antara gelombang peristiwa politik besar yang muncul saat itu, mulai dari pemberontakan PKI, pemaksaan memilih Golkar di setiap pemilu, penembakan misterius, pemaksaan ber-KB, peristiwa Kedung Ombo, hingga pelabelan politik. Tidak berhenti sebatas kisah, novel ini juga memaksa pembaca masuk ke dalam tema-tema besar, mulai dari feminisme, pluralisme, demokrasi, dan HAM. Inilah yang membuat Entrok memiliki daya pikat, terlebih, Okky dapat meramu semua itu dengan teknik bercerita yang mengalir. Novel ini juga mendapat apresiasi luas dari pembaca. Leon Agusta, seorang sastrawan, mengatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
novel ini memiliki kisah yang menyentuh mengenai perjuangan wanita pada zaman-zaman menentukan dalam perjalanan sejarah Indonesia. Sedangkan Endy M. Bayuni, pemimpin Redaksi The Jakarta Post, mengatakan bahwa buku ini sangat penting dibaca untuk memahami orientasi nilai dalam masyarakat di tengah-tengah perubahan. Penulis dengan cemerlang berhasil mengungkapkan lika-liku dan sepak terjang kehidupan masyarakat yang kompleks di tengah kesewenang-wenangan, melalui tuturan silih berganti antara ibu dan anak perempuannya. Novel keduanya, 86, terbit pada Maret 2011. Mengangkat tema tentang korupsi. Arimbi sebagai tokoh utama, bekerja sebagai juru ketik di pengadilan negeri, menjadi sumber kebanggaan bagi orang tua dan orang-orang di desanya. Generasi dari keluarga petani yang bisa menjadi pegawai negeri. Bekerja memakai seragam tiap hari, setiap bulan mendapat gaji, dan mendapat uang pensiun saat tua nanti. Arimbi juga menjadi tumpuan harapan, tempat banyak orang menitipkan pesan dan keinginan. Bagi mereka, tidak ada yang tidak bisa dilakukan oleh seorang pegawai pengadilan. Dari seorang pegawai lugu yang tidak banyak tahu, Arimbi ikut menjadi bagian orang-orang yang tidak lagi punya malu. Tidak ada yang tidak benar kalau sudah dilakukan banyak orang. Tidak ada lagi yang harus ditakutkan kalau semua orang sudah menganggap sebagai kewajaran. Novel ini lahir dari keprihatinan atas praktik-praktik korupsi di negeri ini, terutama yang dilihat langsung selama menjadi wartawan di bidang hukum. Istilah 86 menjadi lazim di Indonesia untuk menyelesaikan berbagai masalah. Masalah
Universitas Sumatera Utara
korupsi menjadi suatu hal yang sangat popular di zaman reformasi. Jargon pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang menjadi isu penting di balik tergulingnya jaman Orde Baru, ironisnya malah bertambah marak penerapannya di masa Reformasi. Bahkan sudah dianggap menjadi hal yang wajar untuk setiap penyelesaian masalah dengan menggunakan uang. Selain masalah korupsi, novel ini juga mengupas kehidupan para tahanan perempuan di dalam penjara. Hubungan sejenis tidak dapat dihindari dari kehidupan para tahanan. Masalah narkoba juga disinggung di dalam novel. Narkoba yang pada faktanya dilarang beredar di luaran, ternyata beredar bebas di dalam penjara. Isu-isu seperti ini sekarang menjadi hal yang sedang sangat popular di Indonesia. Okky Madasari merangkum isu-isu tersebut dalam novel 86. Novel ini juga dianggap sebagai pengalaman pribadi Okky selama berkarir dalam bidang hukum. Novel 86 masuk dalam lima besar penghargaan sastra Khatulistiwa Literary Award 2011. Novel ketiganya, Maryam, terbit Februari 2012. Maryam bercerita tentang orang-orang yang terusir karena keyakinanannya. Dalam novel ketiganya kali ini, Okky mengangkat cerita perempuan penganut Ahmadiyah asal Lombok dengan berbagai konflik yang dialaminya, termasuk diskriminasi dan penderitaan akibat pengusiran dari kampung halamannya sendiri karena berbeda keyakinan. Novel ini terpilih sebagai pemenang Khatulistiwa Literary Award 2012. Ajaran atau aliran sesat menjadi sesuatu yang popular ketika kemudian dikemas dalam bentuk kekerasan. Pengusiran dilakukan dalam bentuk kekerasan dan perampasan hak kaum Ahmadiyah.
Universitas Sumatera Utara
Selain konflik eksternal, antara kaum Ahmadiyah dengan pemerintah dan masyarakat, novel ini juga membahas konflik internal yaitu konflik yang muncul antar kaum Ahmadiyah. Konflik internal muncul ketika terjadi perbedaan pandangan dalam pemilihan jodoh atau pasangan, menjadi suatu masalah besar ketika seorang anak Ahmadiyah mendapatkan jodoh yang bukan Ahmadiyah. Hidup adalah pilihan, dan mereka harus memilih, mengikuti orangtua mereka atau mengikuti kata hati mereka. Dari ketiga novel yang telah dihasilkannya, Okky menempatkan perempuan sebagai tokoh utamanya. Tokoh-tokoh perempuan dalam setiap novelnya harus berjuang untuk bertahan hidup di dalam suatu sistem yang membuat mereka lemah. Oleh karena itu kajian feminisme sangat tepat digunakan untuk menganalisis tokoh-tokoh perempuan yang terdapat di novelnya. Tokohtokoh perempuan tersebut merupakan refleksi sebagian besar perempuanperempuan yang ada di Indonesia. Penelitian ini berfokus pada perjuangan perempuan yang dilakukan oleh para tokoh wanita di dalam ketiga novel Okky tersebut. Perjuangan yang dilakukan oleh tokoh perempuan di dalam ketiga novel tersebut memokuskan pada perjuangan dalam bidang ekonomi, hukum, dan keyakinan. Dalam novel Entrok, perjuangan yang dilakukan oleh para tokohnya lebih kepada perjuangan dalam bidang ekonomi. Ini terlihat perjuangan Simbok untuk bertahan hidup di tengah kemiskinan yang mengikat keluarganya. Sebagai seorang janda yang ditinggal pergi oleh suaminya, Simbok harus berjuang untuk melangsungkan kehidupan diri dan anaknya Marni. Simbok yang dilahirkan dengan kultur Jawa,
Universitas Sumatera Utara
bersikap nrimo terhadap nasibnya. Sikap nrimo ini dapat dilihat dari tindakan Simbok yang tidak mengetahui cara lain untuk mendapatkan uang. Dia hanya dapat menggunakan tenaganya saja, sehingga dia hanya menjadi kuli kupas singkong. Sementara, Marni pemikirannya lebih cemerlang, walaupun dia buta huruf. Pemikirannya lebih maju dari ibunya. Dia memiliki harapan dan dengan harapan itu dia berjuang untuk mengubah hidupnya, menjadi orang terpandang di desanya. Tokoh-tokoh perempuan dalam novel 86, lebih menonjolkan perjuangan dalam bidang ekonomi, dan sosial politik. Arimbi, walaupun dia seorang pegawai negeri, namun gajinya hanya cukup buat makan, dan membayar sewa rumah saja. Dia hanya dapat pulang ke kampungnya setahun sekali menjelang Idul Fitri. Untuk memenuhi kebutuhannya hidupnya, akhirnya Arimbi terjebak dengan “permainan kotor” yang ada di kantor pengadilan tempat dia bekerja. Selain itu, Bu Danti, yang dan Anisa yang kehidupan mereka sudah lebih mapan, mereka memenuhi kebutuhan akan aktualisasi mereka di masyarakat. Tuntutan kehidupan yang semakin banyak menyebabkan tokoh-tokoh perempuan ini harus berusaha untuk memenuhinya, apalagi sekarang ini, tidak bisa hanya mengharapkan gaji suami saja. Perjuangan yang dilakukan oleh Maryam dalam bidang hukum dapat dilihat dalam novel Maryam. Tokoh utama dalam novel ini sekaligus menjadi judul novel ini. Maryam berusaha memperjuangkan keyakinan yang dianutnya sesuai dengan UUD 1945 pasal 29. Dia juga adalah simbol perjuangan kaum marginal. Melalui tokoh Maryam, pengarang mengingatkan kembali kepada pihak
Universitas Sumatera Utara
yang berwenang untuk berlaku adil dan memperlakukan mereka sebagai layaknya manusia yang hidup di negara hukum. Berbicara mengenai perjuangan perempuan maka tidak terlepas dari gerakan feminisme. Teori feminisme sebagai payung kajian kaum perempuan, menfokuskan diri pada pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang. Teori ini berkembang sebagai reaksi dari fakta yang terjadi di masyarakat, yaitu adanya konflik kelas, konflik ras, dan, terutama, karena adanya konflik gender. Feminisme mencoba untuk mendekonstruksi sistem yang menimbulkan kelompok yang mendominasi dan didominasi, serta sistem hegemoni di mana kelompok subordinat terpaksa harus menerima nilai-nilai yang ditetapkan oleh kelompok yang berkuasa. Feminisme mencoba untuk menghilangkan pertentangan antara kelompok yang lemah dengan kelompok yang dianggap lebih kuat. Lebih jauh lagi, feminisme menolak ketidakadilan sebagai akibat masyarakat patriarki, menolak sejarah dan filsafat sebagai disiplin yang berpusat pada laki-laki (Ratna, 2004:186). Pada dasarnya tujuan dari feminisme adalah menyamakan kedudukan atau derajat perempuan dan laki-laki. Feminisme memperjuangkan kemanusiaan kaum perempuan, memperjuangkan perempuan sebagai manusia merdeka secara utuh. Nilai-nilai yang terkandung dalam feminisme yaitu pengetahuan dan pengalaman personal, misalnya antara perempuan berkulit putih dan hitam tentu saja akan berbeda. Kemudian rumusan tentang diri sendiri, yaitu perempuan berhak merumuskan tentang dirinya. Dan selanjutnya adalah kekuasaan personal, yaitu
Universitas Sumatera Utara
perempuan memiliki kekuasaan atas dirinya dan segala yang ia punya baik pikiran, perasaan, dan tubuhnya. Berikutnya adalah otentitas bahwa feminisme menghormati keadilan. Sedangkan kreatifitas berarti bahwa feminisme adalah proses mengusung nilai-nilai perjuangan baru yang luas dan terbuka. Terakhir, personalis politikal apabila difahami antara sosialitas dan subyektifitas politik situasi perempuan, maka juga akan memahami penulisan, tema, genre, dan struktur penulis wanita. Selain itu ada pula kritik sastra feminis psikoanalitik yang biasanya ditempatkan pada tulisan wanita karena tokoh wanita biasanya merupakan cerminan penciptanya. Selain berfokus pada perjuangan perempuan, penelitian ini juga mendeskripsikan realitas fiksi di dalam novel. Teori yang digunakan untuk mendeskripsikan ini adalah teori struktur naratif yang diusung oleh Chatman. Chatman (1986:140) menyatakan bahwa gagasan tentang pesan narasi mengandaikan konsep pengirim: “„Sender‟ is logically implicated by „message;‟ a sender is by definition built-in: inscribed or immanent in every message.” (Pengirim secara logis terlibat dengan 'pesan'; pengirim tertulis atau imanen dalam setiap pesan). Dari hasil analisis didapat temuan berupa pola perjuangan perempuan di dalam ketiga novel Okky.
1.2 Pembatasan Masalah Kajian ini berfokus pada novel-novel karya salah satu penulis wanita Indonesia yaitu Okky Madasari. Diketahui bahwa terdapat banyak penulis wanita di Indonesia, tetapi pada kajian ini difokuskan pada satu penulis wanita saja.
Universitas Sumatera Utara
Pemilihan penulis didasarkan pada faktor isi cerita dari novel yang telah dihasilkannya. Okky sendiri sudah menghasilkan karya empat buah novel, tetapi dalam penelitian ini hanya menganalisis tiga novel Okky yaitu novel Entrok, 86, dan Maryam. Sedangkan novel Pasung Jiwa tidak dianalisis karena ketika pengajuan proposal penelitian ini, novel tersebut belum terbit. Diawali dari novel Entrok yang memiliki tempat pada masa pemerintahan Orde Baru, dilanjutkan dengan novel 86 yang menggambarkan peran perempuan dalam bidang hukum di Indonesia yang penuh dengan intrik. Lalu novel Maryam menggambarkan perempuan dan kebebasannya dalam mejalankan keyakinan agamanya. Novel ini mengangkat isu aliran Ahmadiyah yang sempat menjadi berita hangat di Indonesia. Kajian dalam penelitian ini diangkat dari fenomena-fenomena yang berkembang dalam novel-novel Okky Madasari. Fenomena-fenomena tersebut mencakup permasalahan dalam bidang pemerintahan, hukum, dan kepercayaan. Permasalahan-permasalahan yang juga dihadapi oleh perempuan-perempuan Indonesia di berbagai daerah di Indonesia. Permasalahan yang mungkin belum terekspos oleh media.
1.3. Rumusan Masalah Adapun masalah inti yang akan dibahas dalam kajian ini dilakukan terhadap para pengarang terbagi menjadi empat permasalahan pokok sebagai berikut: 1. Bagaimanakah struktur naratif dalam ketiga novel karya Okky Madasari?
Universitas Sumatera Utara
2. Bagaimanakah semiotik perjuangan perempuan dalam ketiga novel karya Okky Madasari? 3. Bagaimanakah gambaran perjuangan perempuan dalam bidang ekonomi, keyakinan, dan hukum dalam ketiga novel karya Okky Madasari?
1.4 Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini dapat disarikan sebagai berikut: 1. Menganalisis struktur naratif dalam ketiga novel karya Okky Madasari. 2. Menganalisis semiotik perjuangan perempuan dalam ketiga novel Okky Madasari. 3.
Menginterpretasikan gambaran perjuangan perempuan dalam bidang ekonomi, keyakinan, dan hukum dalam
ketiga novel karya Okky
Madasari.
1.5 Manfaat Penelitian Sebuah penelitian yang dilakukan tentu saja memiliki manfaat baik secara khusus maupun umum. Pada penelitian ini, manfaat penelitian terbagi atas dua bagian yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Berikut ini adalah penjelasannya.
Universitas Sumatera Utara
1.5.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Memperkaya kajian yang menerapkan teori feminisme dalam karya sastra novel. 2. Memperkaya kajian yang menerapkan teori struktur naratif dalam kajian karya sastra. 3. Memberikan informasi kepada pembaca tentang kajian semiotik dalam kaya sastra. 4. Menjadi
suatu
gambaran
tentang
fenomena-fenomena
perjuangan
perempuan Indonesia dalam kehidupan mereka meliputi bidang ekonomi, keyakinan, dan hukum. 5. Menjadi suatu acuan tentang cara pandang perempuan-perempuan Indonesia dalam berbagai masalah yang dihadapi oleh perempuanperempuan Indonesia lainnya.
1.5.2 Manfaat Praktis Dalam segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan informasi kepada masyarakat pembaca tentang perjuangan perempuan dalam karya sastra pengarang novel perempuan di Indonesia. 2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi perbandingan dan acuan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan feminisme dalam karya sastra Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
3. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan pola dan gambaran perjuangan perempuan Indonesia dalam novel tentang feminisme.
Universitas Sumatera Utara