BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah M anusia tidak lepas dari kebutuhan material dan non-material. Adapun
yang dimaksud dengan kebutuhan material adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, sedangkan dalam pengupayaan pemenuhan kebutuhan non -material, dapat dilakukan dalam beberapa cara, sa lah satunya dengan karya sastra. Sastra dianggap sebagai karya seni yang dinilai dapat memenuhi kebutuhan manusia, sehingga keberadaan karya sastra merupakan keinginan dasar manusia untuk memenuhi kebutuhan non-materialnya. Dengan demikian sastra muncul se bagai ekspresi pengarang dalam memberikan reaksi dan atau kritik mengenai situasi saat itu kepada pihak lain (Nurwahid, 2013:1). Karya sastra merupakan ungkapan ekspresi pengarang sebagai reaksi terhadap situasi nyata yang diwujudkan dalam bentuk imajinasi (Sangidu, 2007:1). Wellek dan Austin Warren juga menekankan bahwa sastra dapat dikatakan sebagai kegiatan kreatif sebuah karya tulis yang indah karena dapat dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan emosional (1993:3 via Sangidu, 2007:34) .
Karya sastra bukan semata-mata permainan kata atau kalimat, melainkan sastra juga mengandung nilai seni dalam berbahasa. Sastra juga merupakan cara bagi pengarangnya untuk menjelaskan masalah yang berhubungan dengan perbuatan baik, imajinasi dan emosi yang diperliha tkan oleh tokoh-tokohnya
1
2
(Semi, 1993: 1 via N urwahid, 2013:1). M elalui tokoh -tokoh tersebut pengarang dapat menyampaikan pesan kepada orang lain secara tidak langsung, termasuk juga keinginan pengarang itu sendiri sebagai usaha untuk memuaskan diri. Tokoh dalam karya sastra fiksi hanyalah rekaan atau imajinasi pengarang. M eskipun begitu, penokohan merupakan bagian penting dalam membentuk sebuah cerita. Tokoh dalam cerita biasanya lebih dari satu orang, berfungsi sebagai penghubung cerita, juga sebagai penyampai ide, motif, alur da n tema, sehingga kemahiran pengarang dalam mendeskripsikan karakter tokoh cerita yang disesuaikan dengan tuntutan cerita dapat digunakan sebagai indikator kekuatan sebuah karya fiksi (Fananie, 2002:86-87). Karakter tokoh dapat ditentukan dari apa yang diuc apkan dan dilakukan tokoh tersebut (Abrams, 1981:20 via Fananie, 2002:87). Identifikasi ini berdasarkan konsistensi dari beberapa hal, seperti moralitas, perilaku, pemikiran dalam memecahkan sesuatu, memandang dan bersikap dalam menghadapi setiap kejadian. Oleh karena itu, untuk memahami karakter tokoh dalam suatu cerita tidak mungkin terlepas dengan alur cerita dengan fungsinya dalam cerita. (Frye, 1973:52 via Fananie, 2002:87). Penyampaian berupa penuturan ataupun tindakan yang dilakukan oleh tokoh dalam cerita memiliki pesan yang ingin diungkapkan pengarang terhadap pembaca karya sastranya, sehingga pengarang yang baik tentu akan merancang pesan yang mengena dalam hati pembaca. Pesan tersebut berujung pada tema suatu karya sastra. Hal ini menyebabkan tema menjadi hal yang sangat penting
3
karena tema merupakan ide atau gagasan dasar, bahkan pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi terciptanya karya sastra. Oleh karena karya sastra merupakan cerminan dari kehidupan masyarakat, maka tema diangkat sangat beragam, meliputi masalah moral, etika, agama, sosial budaya, ekonom i, bahkan politik (Fananie, 2002:84). Tidak sedikit pengarang karya sastra yang menyampaikan pesan yang bersifat moral. Secara umum, moral adalah ajaran tentang batasan baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993:592). Dalam cerita, moral biasanya diarahkan sebagai sarana yang berhubungan dengan nilai moral tertentu yang bersifat praktis yang dapat diartikan melalui cerita yang bersangkutan dengan kepentingan pembaca (Kenny, 1966:89 via Nurgiyantoro, 1998:321). Perlu diperhatikan bahwa nilai moral tidak terbatas hanya dalam lingkup moral, tapi dapat mencakup seluruh persoalan dalam kehidupan yang berhubungan dengan harkat dan martabat manusia. Secara umum, persoalan hidup manusia dibedakan menjadi empat yaitu, persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam lingkup sosial, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia d engan Tuhannya (Nurgiyantoro, 1998:323-324). Cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra yang cukup diminati pembaca. Allan Poe (via Stanton, 2007:79) mengungkapkan, deskripsi cerpen yang
ringkas,
bisa
langsung
selesai
sekali
baca
dan
langsung
dapat
menyampaikan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Sumardjo
4
mengemukakan, cerpen merupakan karya fiksi pendek yang efeknya cepat mengenai pembacanya (1997:184). Jika tidak cermat memahami, maka sulit bagi pembaca untuk menganalisis unsur-unsur dalam cerpen, fakta cerita, sarana sastra dan tema atau pesan yang hendak disampaikan pengarang. Apabila pembaca gagal dalam memahami unsur-unsur tersebut, maka mereka tidak dapat memahami pesan intrinsik secara mendalam. Cerpenis yang baik harus cermat dalam menghadirkan unsur-unsur intrinsik dengan jelas. Dalam mengeksplorasi ide cerita, cerpenis harus cermat dalam memilih kata, sehingga padat dan kaya dengan makna. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki banyak cerpenis yang berkualitas. Kusuyama M asao adalah salah satu sastrawan Jepang yang khusus menulis cerpen dan dongeng untuk anak-anak. Beliau juga adalah seorang penerjemah cerita anak dari bahasa asing ke dalam bahasa Jepang. Salah satu karya dari K usuyama M asao adalah cerpen yang berjudul Shiroi Tori. Cerpen ini diterbitkan pada tahun 1942 oleh Shinchosha bersama dengan cerpen-cerpen karya Kusuyama yang lain dalam buku Antologi Cerpen Anak Futari no Shonen to Koto. Cerpen Shiroi Tori menceritakan tentang seorang pria malas bernama Ikagotomi yang beruntung karena dapat menikahi seorang wanita cantik yang w ujud asalnya adalah seekor burung putih. Namun setelah menikah perilaku Ikagotomi tidak begitu berubah, dia kerap bermain dengan kawan -kawan prianya sampai pagi. Di sisi lain, sang istrilah yang beke rja keras membuat sake
1
yang sangat enak dan tidak ada duanya. M asalah muncul ketika orang tua
1
M inuman keras ; arak Jepang ; minuman beralkohol dari beras .
5
Ikagotom i mempermasalahkan kegiatan sang istri tiap hari yang tidak memasak dan mengurus sawah. Namun Ikagotomi tidak membela
istrinya, yang
menyebabkan dia kehilangan istri dan anak-anaknya. Cerpen Shiroi Tori adalah cerpen yang unik. Walaupun cerpen tersebut sudah diterbitkan dalam jangka waktu yang lama, akan tetapi pesannya tetap bisa dijadikan acuan di masa sekarang. Penulis berasumsi bahwa zaman dahulu sang suamilah yang pasti menjadi tulang punggung keluarga, namun cerpen ini menceritakan hal yang sebaliknya, yaitu sang istrilah yang menjadi tulang punggung keluarga, hal yang umum terjadi di masa sekarang. Berdasarkan keunikan yang terdapat dalam karya Shiroi Tori, dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui tema, fakta cerita dan sarana sastra yang terdapat dalam cerpen, dan ingin mengetahui keterkaitan antara tema, fakta cerita dan sarana sastra, dan juga ingin mengetahui ajaran moral dalam cerpen Shiroi Tori, yang tersirat melalui tema, fakta cerita dan sarana sastra. 1.1
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di a tas, maka
penulis dapat
merumuskan permasalahannya. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Apakah tema besar yang terdapat dalam cerpen Shiroi Tori? 2. Bagaimanakah fakta cerita yang terdapat dalam cerpen Shiroi Tori? 3. Bagaimanakah sarana sastra yang terdapat dalam cerpen Shiroi Tori? 4. Bagaimanakah keterkaitan antara tema, fakta cerita dan sarana sastra dalam membangun totalitas makna cerpen Shiroi Tori?
6
5. Nilai moral apakah yang terkandung dalam cerpen Shiroi Tori, yang tersirat melalui tem a, fakta cerita dan sarana sastra? 1.2
Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan teoritis dan tujuan praktik.
Secara teoritis, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui unsur -unsur intrinsik berupa tema, fakta cerita dan sarana sastra dari cerpen Shiroi Tori dengan menggunakan teori struktural Robert Stanton. Selain itu penulis juga ingin mengetahui keterkaitan antar unsur intrinsik, serta nilai moral yang terkandung dalam cerpen tersebut. Secara praktis, penulis berusaha memperkenalkan karya sastra Jepang modern khususnya karya Kusuyama M asao kepada pembaca di seluruh Indonesia dengan memahami karya sastra secara ilmiah dan memberi apresiasi sastra dengan menggunakan analisis tema, fakta cerita dan sarana cerita. 1.3
Tinjauan Pustaka Sejauh pengetahuan penulis, teori struktural Robert Stanton sudah
digunakan dalam berbagai penelitian. Beberapa di antaranya yaitu “Analisis Fakta Cerita dan Tema Cerpen “Filosofi Kopi” karya Dewi Lestari M enurut Stanton” yang ditulis o leh A nwari Eka Putra pada tahun 2008 dan “Ajaran M oral dalam Cerpen Hashire Merosu Karya Dazai Osamu: Analisis Tema dan Fakta Cerita” yang ditulis oleh Sarah Aulia Nurwahid pada tahun 2013. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini selain mengungkap tema dan fakta cerita, juga mengungkap sarana sastra
7
dalam objek penelitian, sedangkan penelitian sebelumnya tidak mengungkap sarana sastra dalam objek penelitian. Cerpen Shiroi Tori sebagai objek penelitian sebelumnya pernah diteliti oleh Shella M arinda pada tahun 2014 dengan judul penelitian “Perbandingan Struktur Cerita Dongeng Jaka Tarub dalam Kumpulan Cerita Anak Karya Ali M uakhir dengan D ongeng Shiroi Tori karya Kusuyama M asao”. Jurnal karya mahasisw i Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya ini berisi tentang perbandingan struktur cerita dongeng Jaka Tarub dengan dongeng Shiroi Tori. 1.4
2
Landasan Teori Pada penelitian ini, penulis menggunakan teori struktural Robert Stanton
untuk menganalisis tema, fakta cerita dan sarana sastra. Sedangkan untuk meneliti nilai moral, peneliti menggunakan pesan moral yang disampaikan oleh Nurgiyantoro. 1.4.1
Tema Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan “makna” dalam
pengalaman manusia, merupakan hal yang menjadikannya selalu diingat (Stanton, 2007:36). Layaknya pengalaman manusia, tema mengacu dan menyorot pada aspek-aspek kehidupan sehin gga akan ada nilai tertentu yang melingkupi cerita. Dengan adanya tema, cerita menjadi lebih fokus, menyatu, mengerucut, berpengaruh kuat dan membawa akibat (Stanton, 2007:37). Cara paling efektif untuk mengenali sebuah tema adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada dalam karya sastra (Stanton, 2007:42).
2
Sumber: portalga ruda.org. Diakses pada 26 Januari 2015. Pukul. 20.15 W I B.
8
1.4.2
Fakta Cerita Karakter, alur, latar merupakan fakta-fakta cerita. Ketiga elemen ini
dijadikan satu, sehingga dinamakan “struktur faktual” atau “tingkatan faktual” cerita (Stanton, 2007:22). 1.4.2.1 Karakter Stanton menggunakan istilah utama yaitu karakter dalam teorinya. Karakter itu sendiri terdiri dari dua konteks. Pertama, karakter sebagai individu individu yang mucul dalam cerita. Yang kedua, karakter sebagai gabungan dari bermacam -macam kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu tersebut (2007:33). Dalam sebagian besar cerita terdapat satu karakter utama, yaitu karakter yang berkaitan dengan semua peristiwa dalam cerita. Biasanya, peristiwa peristiwa ini memberi dampak perubahan pada diri sang karakter atau pada sikap individu pada karakter tersebut (Stanton, 2007:33). Sikap dan perilaku karakter dalam sebuah cerita tentunya didasarkan oleh alasan tertentu. Alasan seorang karakter bertindak sebagaimana yang dia lakukan disebut „motivasi‟. „M otivasi spesifik‟ adalah alasan dari reaksi spontan seorang karakter, yang diperlihatkan dengan adegan atau dialog tertentu. „M otivasi dasar‟ adalah hasrat dan maksud yang memandu sang karakter dalam melewati keseluruhan cerita (Stanton, 2007:33). 1.4.2.2 Alur Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita. Kata alur biasanya terbatas pada peristiwa -peristiwa yang terhubung secara kausal.
9
Peristiwa kausal adalah peristiwa yang menjadi sebab atau menjadi akibat dari berbagai peristiwa lain. Peristiwa kausal tidak hanya berupa hal fisik seperti tindakan dan ucapan, tetapi juga meliputi perubahan sikap karakter, kilasan kilasan pandangannya, keputusan-keputusannya dan semua hal yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya (Stanton, 2007:26). Alur disebut sebagai tulang punggung cerita, karena dapat membuktikan dirinya sendiri walaupun jarang dibahas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sama seperti elemen lainnya, alur memiliki hukum sendiri, yaitu alur hendaknya memiliki bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam -macam kejutan, dan memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan tersebut (Stanton, 2007:28). Berdasarkan urutan waktu, alur dibedakan menjadi tiga, yaitu : alur lurus, alur sorot balik, dan alur campuran (N urgiyantoro, 1998:153 -156). A lur lurus atau progresif merupakan peristiwa-peristiwa yang diceritakan secara berurutan. Alur sorot balik atau flash-back adalah peristiwa-peristiwa yang diceritakan secara tidak berurutan. Sedangkan, alur campuran merupakan peristiwa -peristiwa dalam cerita yang diceritakan secara beururutan, namun terdapat peristiwa yang diceritakan secara flash back. „Konflik‟ dan „klimaks‟ adalah unsur dasar dalam membangun alur. Setiap karya fiksi setidaknya memiliki „konflik internal‟ (yang tampak jelas) yang muncul melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat seorang karakter dengan lingkungannya. Konflik-konflik spesifik ini merupakan bagian dari „konflik utama‟ yang dapat bersifat eksternal, internal atau keduanya. „Konflik
10
utama‟ bersifat fundamental membenturkan „sifat-sifat‟ dan „kekuatan-kekuatan‟ yang saling berlawanan seperti kejujuran dengan kemunafikan, kenaifan dengan pengalaman, atau individualitas dengan kemauan beradaptasi. Sebuah cerita mungkin mengandung lebih dari satu konflik kekuatan, tetapi konflik utamalah yang dapat merangkum peristiwa-peristiwa dalam alur. Sedangkan klimaks adalah titik yang pertemukan kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana pertentangan tersebut terselesaikan (Stanton, 2007:31 -32). 1.4.2.3 Latar Latar adalah lingkungan yang melingkupi suatu peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa -peristiwa yang berlangsung. Latar dapat berwujud tempat tertentu, seperti sebuah kafe di Paris, pegunungan di California, sebuah jalan buntu di sudut kota Dublin dan seb againya. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Walaupun tidak langsung merangkum karakter utama, latar dapat merangkum orang-orang yang menjadi penghias dalam cerita (Stanton, 2007:35). Latar juga memiliki daya untuk menghadirkan tone dan mood emosional yang melingkupi sang karakter (Stanton, 2007:36). 1.4.3
Sarana Sastra Sarana-sarana sastra adalah metode pengarang memilih dan menyusun
detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna (Stanton, 2007:46). 1.4.3.1 Judul Biasanya pembaca menyangka bahwa judul selalu relevan dengan karyanya sehingga keduanya membentuk satu kesatuan. Pendapat ini bisa
11
diterima ketika judul mengacu pada sang karakter utama atau suatu latar tertentu. Tetapi, penting bagi kita untuk berhati-hati apabila judul tersebut mengacu pada hal yang tidak menonjol (Stanton, 2007:51). 1.4.3.2 Sudut Pandang Sudut pandang adalah pusat kesadaran ketika kita memahami peristiwa peristiwa dalam cerita. Dilihat dari tujuannya, sudut pandang terbagi menjadi empat tipe utama. Empat tipe tersebut adalah sudut pandang orang pertama utama, sudut pandang orang pertama-sampingan, sudut pandang orang ketiga terbatas, dan sudut pandang orang ketiga -tidak terbatas. Pada sudut pandang orang pertama-utama, karakter utamalah yang bercerita dengan kata -katanya sendiri. Pada sudut pandang orang pertama -sampingan, salah satu karakter sampinganlah yang menuturkan cerita. Pada sudut pandang orang ketiga -terbatas, pengarang mengacu pada semua karakter da n memposisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya satu karakter saja yang digambarkan oleh pengarang untuk dapat dilihat, didengar dan diketahui pikirannya. Pada orang ketiga -tidak terbatas, pengarang mengacu pada setiap karakter dan memposisikannya seba gai orang ketiga. Pengarang juga dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar atau berpikir atau saat ketika tidak ada satu karakter pun yang hadir. Walaupun begitu, perlu diperhatikan bahwa kombinasi dan variasi dari keempat tipe tersebut tidak terbatas (Stanton, 2007:53-54). 1.4.3.3 Gaya dan Tone Gaya adalah metode pengarang dalam menggunakan bahasa. Walaupun ada dua pengarang yang menggunakan karakter, alur dan latar yang sama, hasil
12
karyanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada kerumitan, ritme, panjang pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora. Gabungan dari beberapa aspek di atas ak an membentuk gaya (Stanton, 2007:61). Elemen yang sangat berkaitan dengan gaya adalah „ tone‟. Tone adalah sikap emosional pengarang yang dimunculkan dalam cerita. Tone dapat berwujud ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagai m impi atau penuh peras aan (Stanton, 2007:63). 1.4.3.4 Simbolisme Simbol
berwujud
sebagai
detail-detail
faktual
dan
konkret
dan
mempunyai kemampuan untuk menerbitkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca. Pada karya fiksi, simbolisme dapat memunculkan tiga efek yang masing-masing bergantung pada bagaimana simbol tersebut dipakai. Pertama, sebuah
simbol
yang
muncul
pada
satu
kejadian
penting
dalam
cerita
menunjukkan makna peristiwa tersebut. Kedua, satu simbol yang ditampilkan berulang-ulang membuat kita ingat akan beberapa elem en konstan dalam semesta cerita. Ketiga, sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda -beda akan membantu dalam menemukan tema (Stanton, 2007:64-65). 1.4.3.5 Ironi Ironi adalah cara untuk menunjukkan bahwa hal yang terjadi berlawanan dengan apa yang sudah diduga sebelumnya. Ironi bisa ditemukan dalam sebagian besar cerita, terutama cerita yang masuk dalam kategori „bagus‟ (Stanton, 2007:71).
13
1.4.4
Moral M oral dalam karya sastra biasanya mengacu pada pandangan hidup
pengarang tentang nilai-nilai kebenaran yang ini disampaikan kepada pembaca (Nurgiyantoro, 1998:321). M oral dalam cerita merupakan suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis yang dapat ditafsirkan melalui cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Nilai moral adalah “petunjuk” yang diberikan oleh pengarang tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan seperti sikap, tingkah laku dan sopan santun dalam pergaulan (Kenny, 1966:89 via Nurgiyantoro, 1998:321). Sebuah karya
fiksi yang ditulis oleh pengarang bertujuan untuk
menawarkan model kehidupan yang diidealkan olehnya. Fiksi mengandung penerapan nilai moral dalam sikap dan perilaku para karakter sesuai dengan pandangan pengarang tentang moral. M elalui cerita, sikap dan perilaku para karakter, pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan -pesan moral yang diamanatkan. M oral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat. Unsur amanat merupakan gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra sebagai pendukung pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang (Nurgiyantoro, 1998:321). Setiap karya sastra memiliki jenis dan wujud nilai moral yang berbeda beda. Jenis dan wujud nilai moral bergantung pada keyakinan, keinginan dan minat pengarang (Nurgiyantoro, 1998:323). Secara umum, persoalan hidup
14
manusia dibedakan menjadi empat yaitu, persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam lingkup sosial, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan Tuhannya (Nurgiyantoro, 1998:323-324). 1.5
Metode Penelitian Secara harfiah, metode dapat diartikan sebagai cara atau jalan untuk
menganalisis (Hassan, 1977:16 via Sangidu, 2007:13). M enurut KBBI, metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan (1993:580-581). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode objektif, yaitu metode yang memberi perhatian penuh pada karya sastra, memaparkan fakta dan data yang ada dalam teks kemudian menganalisis untuk memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya (Ratna, 2004:54 via Putra, 2008:17). Pada penelitian ini, penulis meneliti unsur-unsur tema, fakta cerita dan sarana sastra dalam cerpen Shiroi Tori. Urutan langkah yang dilalui penulis dalam penelitian ini, yang pertama, menentukan objek material dan formal. Objek material dalam penelitian ini adalah Cerpen Shiroi Tori, sedangkan objek formalnya adalah teori struktural Robert Stanton untuk mengungkap tema, fakta cerita dan sarana sastra. Kedua, setelah menentukan objek material dan formal, penulis mencari data -data terkait dengan tema penelitian berupa data pustaka dan data lainn ya. Ketiga, penulis melakukan analisis data. Keempat, setelah melakukan analisis data, penulis menyimpulkan hasil dari analisis dalam bentuk tulisan.
15
1.6
Sistematika Penyajian Penelitian ini tersusun dalam empat bab. Bab I merupakan pendahuluan
yang terdiri dari Latar Belakang M asalah, Rumusan M asalah, Tujuan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, M etode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab II berisi riwayat hidup pengarang dan karir kepengarangannya. Bab III merupakan sinopsis cerpen, analisis tema, analisis fakta cerita, analisis sarana sastra dan keterkaitan antara unsur tema, fakta cerita dan sarana sastra dalam cerpen Shiroi Tori. Nilai moral cerpen tersebut juga akan diuraikan dalam bab ini. Bab IV adalah kesimpulan.