BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan atau pikiran yang ingin diungkapkan kepada orang lain. Bahasa juga merupakan sebuah alat untuk mengungkapkan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Sama seperti halnya untuk mengekpresikan perasaan senang, sedih, benci, dan juga perasaan kurang suka pada seseorang. Seseorang dalam berkomunikasi menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan mengartikan makna tersebut. Makna yang diartikan itu terkadang memiliki makna ganda. Makna itu bisa positif maupun negatif. Selain itu bahasa dipandang sebagai sebuah cara untuk menggabungkan katakata dengan tujuan untuk berkomunikasi, sebagai contoh kita menggunakan bahasa untuk mengatakan apa yang menjadi maksud kita. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu menggunakan berbagai bahasa untuk mengungkapkan sesuatu kepada orang lain. Kalimat yang digunakan untuk mengungkapkan tersebut ada yang halus, lembut, serta ada juga yang kasar, atau dengan kata-kata yang diucapkan secara lembut namun mengandung suatu sindiran.
1
2
Dalam bahasa Jawa, ada beberapa hal yang menarik untuk diteliti, salah satunya adalah bahasa sindiran. Penggunaan bahasa sindiran yang telah berkembang dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut. Bahasa sindiran diucapkan dengan kata-kata kasar atau sindiran dengan kata-kata yang
halus,
sama-sama
bertujuan
untuk
mengekspresikan
segala
bentuk
ketidaksenangan atau kebencian terhadap sesuatu. Masyarakat Jawa yang biasa mengucapkan kalimat secara basa-basi atau tidak langsung kepada lawan tuturnya. Hal ini untuk menjaga perasaan lawan tutur agar tidak tersinggung dengan perkataan penutur. Sama juga seperti halnya bahasa sindiran. Sindiran yang diucapkan kepada lawan tutur terkadang diucapkan dengan kalimat tidak langsung, sehingga dalam penggolongan kalimat sindiran situasi tempat dan waktu sangat berpengaruh. Penggunaan kalimat sindiran ini dalam masyarakat Jawa sering disebut dengan pangglulu. Panglulu biasanya lebih banyak digunakan orang tua untuk anakanak, sehingga ketika orang tua memperingatkan anaknya tidak dengan kata-kata yang kasar. Namun, agar anak-anak juga mengerti maksud dari perkataan orang tuanya bahwa hal tersebut tidak boleh dilakukan. Panglulu sering sekali digunakan oleh masyarakat Jawa. Kebanyakan digunakan untuk menasehati kepada seseorang saat ada banyak orang, agar orang tersebut tidak malu apabila salah melakukan kesalahan atau juga dikatakan bila seseorang lupa terhadap kewajiban yang biasanya sudah dilakukan. Penggunaan bahasa sindiran faktor usia, jenis kelamin, status sosial, dan pendidikan juga berpengaruh terhadap kalimat yang diucapkan.
3
Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya Kecamatan Depok bahasa sindiran masih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Keragaman masyarakat di kecamatan Depok dapat dilihat dari jenis pekerjaan, tingkat sosial, pendidikan, usia, dan bahasa yang diucapkan. Bahasa Jawa di kecamatan Depok, merupakan bahasa ibu yang lebih sering digunakan oleh anak-anak, remaja, hingga orang tua. Meskipun penggunaan bahasa Indonesia juga sudah mulai banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari, akan tetapi bahasa Jawa masih menempati posisi penting dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat di daerah ini. Dalam aktivitas sehari-hari saat berbicara, masyarakat lebih dominan menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi daripada menggunakan bahasa Indonesia ataupun bahasa asing. Bahasa sindiran menarik untuk diteliti karena dalam penggunaannya terkadang lawan tutur tidak mengetahui maksud sebenarnya dari ucapan penutur. Bahasa sindiran merupakan perkataan yang tidak secara terang-terangan diucapkan kepada orang lain. Hal ini menyebabkan lawan tutur yang kadang tidak mengerti dengan jelas apa maksud dari penutur. Konteks saat tuturan diucapkan sangat berpengaruh untuk mengetahui kalimat yang diucapkan tersebut termasuk dalam sindiran atau bukan. Oleh karena itu, bahasa sindiran yang digunakan dalam masyarakat ini diangkat dan diteliti lebih dalam karena suatu kalimat bisa dikatakan sindiran dengan melihat konteks saat tuturan diucapkan. Sindiran merupakan sebuah ejekan. Biasanya sindiran digunakan saat orang merasa marah atau jengkel terhadap seseorang. Di dalam masyarakat Jawa, kalimat
4
yang berarti menyindir sering dikenal dengan panglulu. Panglulu sendiri sering digunakan oleh masyarakat daerah Depok, akan tetapi mereka sering tidak menyadari kalimat yang mereka gunakan untuk menyindir merupakan kalimat panglulu. Panglulu kadang digunakan seseorang sebagai kalimat untuk menunjukkan ‘jangan’, namun diucapkan menggunakan kalimat menyuruh. Penutur mengharapkan ucapan yang diucapkan tidak dilakukan oleh lawan tutur dan melakukan hal yang berkebalikan dengan apa yang diucapkan sang penutur. Di samping itu, kalimat panglulu digunakan juga untuk menyindir lawan bicara, sehingga secara tidak langsung lawan bicaranya tersebut menyadari perbuatan yang dilakukannya salah. Selain panglulu, sindiran yang diucapkan langsung tanpa ada kalimat basabasi pun banyak ditemukan dalam masyarakat. Jika panglulu digunakan menggunakan bahasa yang bertentangan dengan apa yang harus dilakukan, maka kalimat sindiran yang langsung diucapkan sesuai sasaran dalam masyarakat pun juga banyak ditemukan. Keragaman pada masyarakat dalam berkomunikasi memiliki cara dan ciri khas tertentu untuk mengungkapkan kata-kata yang akan diucapkan. Kalimat sindiran digunakan oleh berbagai kalangan ketika ingin menyindir seseorang. Tidak hanya digunakan oleh orang yang lebih tua kepada yang lebih muda, akan tetapi kalimat sindiran juga digunakan oleh orang yang muda kepada orang yang lebih tua.
5
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, masalah yang akan dibahas dalam penelitin ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana bentuk kalimat sindiran bahasa Jawa dalam suatu wacana ? 2. Bagaimanakah makna yang terkandung di dalam kalimat sindiran bahasa Jawa?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendiskripsikan bentuk-bentuk dari kalimat sindiran dalam bahasa Jawa. 2. Menjelaskan makna pernyataan kalimat sindiran tersebut dilihat dari aspek semantik maksud.
1.4 Ruang Lingkup Data yang akan dianalisis adalah kalimat sindiran dalam bahasa Jawa yang terletak di Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman. Daerah ini terletak di utara Kota Yogyakarta dengan luas sekitar 3.555Ha. Kecamatan Depok ini terbagi menjadi 3 desa, 58 padukuhan, 225 RW, dan 671 RT. Desa-desa tersebut adalah Desa Caturtunggal, Desa Condongcatur, dan Desa Maguwoharjo. Batas wilayah Kecamatan Depok sebelah utara adalah Kecamatan Ngaglik dan Kecamatan Ngemplak, batas wilayah sebelah timur adalah Kecamatan Kalasan, batas wilayah
6
sebelah selatan adalah Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta, sedangkan sebelah Barat adalah Kecamatan Mlati. Di daerah ini sindiran dalam bahasa Jawa masih banyak ditemui sebagai alat komunikasi sehari-hari baik formal maupun informal. Akan tetapi, bahasa sindiran yang masih banyak digunakan oleh masyarakat adalah sindiran secara informal. Kalimat sindiran dalam bahasa Jawa ini akan dianalisis dengan analisis semantik. Penanda sindiran yang didasarkan oleh kata-kata yang kemudian diklasifikasikan berdasarkan kategori kata. Dalam tuturan sindiran menggunakan analisis semantik. Analisis semantik digunakan untuk menganalis maksud dari kalimat sindiran.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini dapat membantu para pembaca untuk mengetahui bahasa sindiran dilihat dari aspek kebahasaan terutama aspek semantik. Pembaca diharapkan dapat memahami dan mengerti maksud bahasa sindiran yang diucapkan oleh penutur. Di samping itu, hasil analisis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti sebagai masukan di dalam penggunaan kalimat sindiran dalam bahasa Jawa.
1.6 Tinjauan Pustaka Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang analisis semantik telah banyak dilakukan. Akan tetapi, penelitian tentang kalimat sindiran dalam bahasa Jawa dengan analisis semantik sejauh ini belum ditemui. Penelitian tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
7
Pradipta dalam skripsinya yang berjudul Analisis Semiotis Mantra Pembarong dalam Kesenian Reyog Ponorogo, tahun 2011. Skripsi ini berisi tentang analisis mantra dalam kesenian reyog Ponorogo. Peneliti memanfaatkan teori yang ada dalam skripsi ini. Skripsi tentang panglulu dalam bahasa Jawa pernah dilakukan oleh F.Kus Sapto Widodo tahun 1996 dengan judul Panglulu sebagai Ragam Bahasa Kritik di dalam Bahasa Jawa. Skripsi ini berisi tentang pengertian dan klasifikasi ragam bahasa panglulu. Perbedaan antara penelitian saudara F. Kus dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah di dalam skripsi ini analisis yang digunakan adalah analisis sosiolinguistik. Pembahasan yang dilakukan berupa intonasi yang digunakan dalam pengucapan panglulu. Bahasan dalam skripsi Panglulu sebagai Ragam Bahasa Kritik di dalam Bahasa Jawa juga berupa identifikasi data, ragam bahasa informal, serta tingkat tutur yang digunakan. Analisis sosiolinguistik dalam skripsi F.Kus ini berupa alih kode, lalu juga dijelaskan kritik dalam bahasa Panglulu yang berupa jenis-jenis kritiknya.
1.7 Landasan Teori Teori yang diperlukan di dalam penelitian ini adalah teori tentang wacana, sintaksis, dan semantik. Oleh karena itu, tiga hal ini perlu dipaparkan terlebih dahulu. Wacana dalam penelitian ini digunakan kaitannya dengan data yang didapatkan peneliti berupa kalimat yang lengkap, sehingga kalimat tersebut termasuk dalam sebuah wacana. Selanjutnya digunakan teori sintaksis untuk mengklasifikasikan
8
kalimat sindiran yang menduduki fungsi predikat, dengan kelas kata yang menunjukan fungsi tertentu pada kalimat itu. Teori yang terakhir adalah teori semantik yang digunakan untuk menganalisis arti atau makna dari kalimat sindiran.
1.7.1 Wacana Wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana biasanya direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku seri ensiklopedia,dsb), paragrap, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Kridalaksana, 1983:179). Tuturan adalah wacana yang menonjolkan serangkaian peristiwa dalam serentetan waktu tertentu, bersama dengan partisipan dan keadaan tertentu (Kridalaksana, 1983:172).
1.7.2 Sintaksis
Sintaksis adalah tatabahasa yang membahas hubungan antar-kata dalam tuturan. Di dalam analisis sintaksis ada pengklasifikasian, Verhaar memaparkan menjadi fungsi, kategori, dan peran.
Penelitian ini akan membahas mengenai
kategori sintaksis. Kategori sintaksis adalah apa yang disebut ‘kelas kata’, seperti nomina, verba, adjektiva, adverbial, adposisi, dan lain sebagainya. Pengkategoriannya ditentukan menurut konstituen-konstituen klausa, entah konstituen itu berupa kata ataupun frasa (yaitu, kelompok kata) dan entah konstituen itu berstatus itu berstatus argument maupun tidak berstatus argumen (Verhaar, 2008:161-170). Di dalam
9
penelitian ini, kata-kata yang merupakan penanda sindiran akan diklasifikasikan berdasarkan kelas katanya.
1.7.3 Semantik
Semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna (Verhaar, 2008:385). Makna yang ada dalam suatu kalimat tuturan terkadang mengandung makna ganda. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa : fonologi, gramatika, dan semantik. Dalam analisis semantik, karena bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya, maka analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Hal itu bisa terjadi karena bahasa itu adalah produk budaya dan sekaligus wadah penyampaian kebudayaan dari masyarakat bahasa yang bersangkutan (Chaer, 1995 : 2-5). Menurut Verhaar semantik dibagi menjadi semantik leksikal dan semantik gramatikal. Semantik leksikal bersifat kata dan dapat diartikan sebagai makna yang sesuai dengan referennya dan maknanya sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan biasanya digunakan untuk perkamusan. Semantik leksikal sendiri memiliki pokokpokok yaitu, makna dan referensi, denotasi dan konotasi, analisis ekstensional dan analisis intersional, analisis komponensial, makna dan pemakaiannya, dan
10
kesinoniman, keantoniman, kehomoniman, dan kehiponiman. Sementara itu semantik gramatikal merupakan makna yang hadir karena tingkat kalimat tertentu. Analisis semantik adalah analisis proposisi yang terdiri atas predikat dan berbagai macam nomina yang merupakan argumennya. Predikat itu dapat berupa verba, adjektiva, bilangan, adverbial, numeral, dan frase preposisi. Argument yang menyertai predikat memiliki peran semantik yang sebagian ditentukan oleh makna predikatnya dan sebagian lagi oleh makna argument itu sendiri. Argumen yang menyertai peran semantik yang sebagian ditentukan oleh makna predikatnya dan sebagian lagi oleh makna argumen itu sendiri (Wijana, 2010: 39 – 41).
1.7.4 Semantik Maksud Di dalam semantik terdapat semantik maksud, maksud dilihat dari segi pengujar, orang yang berbicara, atau pihak subjeknya. Orang yang berbicara itu mengujarkan suatu ujaran entah berupa kalimat maupun frase, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah ujaran itu sendiri. Maksud banyak digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang disebut metafora, ironi, litotes, dan bentuk-bentuk gaya bahasa lain. Selama masih menyangkut segi bahasa, maka maksud itu masih dapat disebut sebagai persoalan bahasa (Chaer, 2002:35-36). Pengungkapan bahasa sindiran dalam masyarakat dapat dilihat dari situasi dan kondisi saat terjadinya tuturan. Situasi dan kondisi yang dimaksud adalah latar belakang terjadinya komunikasi dan interaksi antar pemakai bahasa. Konteks sangat penting dalam pemahaman bahasa. Dalam kondisi tertentu, pemahaman bahasa tidak
11
akan lengkap dan tepat jika konteks tuturan tidak dipahami, sehingga konteks tuturan berpengaruh besar dalam penentuan dan tujuan-tujuan berbahasa. Tuturan yang sama misalnya, dapat berbeda maknanya jika diucapkan dalam konteks yang berbeda (Mulyana, 2004:20-21). Konteks dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan atau dialog. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan, apakah itu berkaitan dengan arti, maksud, maupun informasinya, sangat tergantung pada konteks yang melatarbelakangi peristiwa tuturan itu. Salah satu unsur konteks yang cukup penting ialah waktu dan tempat (Mulyana, 2005:21-22). Analisis semantik maksud digunakan peneliti untuk membahas arti dan maksud dari penggunaan kalimat sindiran yang diucapkan. Maksud kalimat sindiran tidak terlepas dari konteks saat tuturan diucapkan.
1.8 Metode Penelitian Penggunaan metode dalam pengambilan data sangat penting. Pengumpulan data yang dilakukan di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman ini mencakup masyarakat yang beragam dari segi usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan status sosial. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode pemaparan hasil analisis data atau metode penyajian hasil penguraian data ( Sudaryanto, 1986:57).
12
Tahap pertama, metode pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari sumber lisan. Penyediaan data lisan dilakukan dengan metode simak dan teknik rekam yang kemudian dilanjutkan dengan teknik catat. Disebut metode simak atau penyimakan, karena memang berupa penyimakan dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1988:2). Selanjutnya digunakan teknik SBLC (Simak Bebas Libat Cakap), peneliti tidak terlibat dalam dialog atau konversasi jadi tidak ikut serta dalam proses pembicaraan orang-orang yang saling berbicara. Peneliti hanya pemerhati dengan penuh minat tekun mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang yang berdialog. Seperti halnya dalam teknik SLC (Simak Libat Cakap), dalam teknik SBLC peneliti tidak dilibatkan langsung untuk ikut menentukan pembentukan dan pemunculan calon data kecuali hanya pemerhati saja (Sudaryanto, 1988:3-4). Selain itu, peneliti juga menggunakan teknik SLC (Simak Libat Cakap), dengan memancing pembentukan dialog. Teknik selanjutnya adalah teknik rekam. Ketika teknik SBLC dilakukan, sekaligus dapat dilakukan teknik perekaman dengan menggunakan telepon genggam. Selain teknik rekam dilakukan pula teknik catat, teknik catat juga bisa dilakukan dengan langsung ketika teknik SBLC dilakukan. Tahap kedua, metode analisis data. Setelah didapatkan data selanjutnya data tersebut dianalisis menggunakan metode padan. Metode padan, alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (language) yang bersangkutan. Metode padan yang digunakan adalah metode padan pragmatis dengan penentu
13
kawan bicara, melibatkan kawan bicara dalam menentukan kalimat yang diucapkan. Metode tersebut digunakan untuk menganalisis maksud dari tuturan sindiran tersebut. Metode yang digunakan selain metode padan adalah metode agih. Metode agih itu alat penentunya justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri. Alat penentunya selalu berupa bagian atau unsur dari bahasa objek sasaran penelitian itu sendiri ( Sudaryanto,1993:13-16). Tahap ketiga, metode pemaparan hasil analisis data atau metode penyajian hasil penguraian data. Penyajian data dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif karena data yang dikumpulkan bukanlah angka-angka, dapat berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Oleh karena itu secara deskriptif peneliti dapat memerikan ciriciri, sifat-sifat, serta gambaran data melalui pemilahan data yang dilakukan pada tahap pemilahan data setelah data terkumpul (Fatimah, 1993:15). Metode deskriptif yaitu menggambarkan bahasa sebagaimana adanya. penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomen yang memang empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret: paparan seperti adanya( Sudaryanto, 1986:62).
14
1.9 Sistematika Penyajian Penelitian ini disajikan dalam empat bab. Bab I dibahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II dibahas tentang bentuk-bentuk kalimat sindiran. Bab III dibahas tentang analisis semantik kalimat sindiran bahasa Jawa. Bab IV dibahas tentang kesimpulan dan juga saran.