BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di muka bumi. Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini telah dianugerahi oleh Tuhan dengan pancaindera yang berfungsi untuk menerima kejadian yang terjadi di sekitarnya. Kejadian itu kemudian ditanggapi dan akhirnya diwujudkan dalam bentuk bahasa. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1980:1). Bahasa pada hakekatnya merupakan salah satu milik manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, karena hanya dapat diucapkan oleh alat ucap manusia. Dalam berkomunikasi, bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dengan bahasa inilah manusia dapat menyampaikan informasi sehingga mampu dipahami oleh sesamanya. Bahasa tidak penah lepas dari kehidupan manusia karena senantiasa mengikuti dalam setiap aktivitas kehidupan manusia. Mulai dari bangun pagi sampai jauh malam waktu ia beristirahat, bahkan waktu tidur pun manusia tidak jarang memakai bahasa. Pada waktu manusia kelihatan tidak berbicara pada hakekatnya ia masih juga memakai bahasa, karena bahasa adalah alat yang digunakannya untuk membentuk pikiran dan perasaannnya. Pada umumnya, orang tidak merasakan bahwa menggunakan bahasa merupakan suatu keterampilan yang luar biasa rumitnya. Pemakaian bahasa terasa lumrah karena memang tanpa diajari oleh siapapun seorang bayi akan tumbuh
17
bersama dengan bahasanya. Dardjowidjojo (2005:1) menerangkan bahwa dari umur satu sampai satu setengah tahun seorang bayi akan mengeluarkan bentukbentuk bahasa yang telah dapat kita identifikasikan sebagai kata. Kata inilah yang kemudian berkembang menjadi kosa kata seiring bertambahnya usia anak. Tahap perkembangan bahasa anak dimulai dari usia (0.0-0.5) tahun, usia ini telah mencapai tahap meraban (pralinguistik) pertama; usia (0.5-1.0) = tahap meraban (pralinguistik) kedua = kata nonsens; usia (1.0- 2.0) = tahap linguistik I = Holofrastik, kalimat satu kata; usia (2.0-3.0) = tahap linguistik II = kalimat dua kata; usia (3.0-4.0) = tahap linguistik III = pengembangan tata bahasa; usia (4.05.0) = tahap linguistik IV = tata bahasa pra-dewasa; dan (5.0- ) = tahap linguistik V = kompetensi penuh (Piaget, 1959:59; Cairns & Cairns, 1976:16; Tarigan, 1985a:7). Jadi, penelitian ini akan membahas pemerolehan bahasa pada anak usia 3-4 tahun (tahap linguistik III = tahap pengembangan tata bahasa). Pada usia 3-4 tahun, seorang anak memasuki tahap pengembangan tata bahasa (tahap linguistik III) . Kalimat-kalimat yang dihasilkan anak-anak pada peringkat ini sudah termasuk rumit dan anak-anak ini telah dapat digolongkan sebagai ‘pandai cakap’ (Simanjuntak, 2009: 122). Dalam proses pemerolehan bahasa, khususnya kosa kata biasanya terjadi karena adanya komunikasi antara anak dengan orang dewasa. Komunikasi ini awalnya terjadi dalam bentuk bahasa lisan. Dalam bahasa lisan, anak akan dapat langsung menangkap bunyi ujaran yang diucapkan oleh orang dewasa melalui indra pendengarannya. Kemudian bunyi itu direpresentasikan dalam bentuk ujaran. Walaupun kata yang di ujarkan si anak belum fasih seperti yang diucapkan
18
oleh orang dewasa, namun pada dasarnya anak sudah dapat mengucapkan kata itu sesuai dengan usia dan kematangan alat sensomotoriknya. Pemerolehan kosa kata terjadi pada semua anak di dunia, tidak terkecuali dengan anak berkebutuhan khusus atau yang lebih dikenal dengan istilah anak autistik. Autistik adalah istilah Psikologi Medis yang digunakan untuk menggambarkan gangguan perkembangan komunikasi dan interaksi sosial pada anak (Hanifah dan Sofwan, 2009:15). Autistik juga merupakan gangguan mental karena kelainan neurobiologis, yaitu ada gangguan di otak atau sistem syarafnya (Soekandar, 2007 dalam Sarwono, 2004). Selain itu, Simanjuntak memberikan defenisi autistik sebagai sebuah penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor dan faktor genetik memegang kemungkinan yang sangat besar dan faktor-faktor nongenetik
memberikan sumbangan ke dalam rantaian penyebab autisme ini
(Simanjuntak, 2009:251). Jadi, dapat disimpulkan bahwa autistik itu sebenarnya adalah sebuah keadaan dimana penderitanya mengalami gangguan dari segi komunikasi dan perilaku yang disebabkan oleh kerusakan pada bagian psikis dan didukung dengan adanya banyak faktor, baik genetik maupun non genetik di dalamnya. Walaupun anak autistik ini berbeda dari anak pada umumnya, bukan berarti mereka tidak berbahasa. Hanya saja dalam berbahasa mereka mengalami keterlambatan dan jumlah kosa kata yang dikuasainya lebih terbatas dari anak seusianya. Namun demikian, mereka tetap dapat menggunakan bahasa untuk mengutarakan isi hatinya. Mereka mengungkapkannya melalui bahasa lisan yang umumnya dimengerti oleh orang-orang yang memiliki kedekatan secara emosional seperti orang tua. Untuk orang-orang yang baru bertemu dan
19
berkomunikasi dengan mereka biasanya membutuhkan waktu dan pengertian dari orang terdekatnya untuk mendapat perhatian mereka karena mereka cenderung canggung dengan orang baru. Dardjowidjojo (2003:36) menjelaskan bahwa, dalam pemerolehan kosa kata, kata-kata yang konkrit dan yang ada di sekitar anak adalah yang paling awal dikuasai. Demikian juga kata untuk perbuatan dan keadaan dikuasai secara dini. Dalam hal kategori kata, sebagian besar peneliti berpandangan bahwa kata utama selalu dikuasai lebih awal dari pada kata fungsi. Kata utama ini merupakan kosa kata dasar atau basic vocabulary, yaitu kata-kata yang tidak mudah berubah dan sedikit sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa lain (Tarigan,1993:3). Kosa kata dasar ini termasuk: 1. Istilah kekerabatan; misalnya ayah, ibu, anak, adik, kakak, nenek, kakek, paman, bibi, menantu, mertua, 2. Nama-nama bagian tubuh; misalnya kepala, rambut, mata, telinga, hidung, mulut, bibir, gigi, lidah, pipi, leher, dagu, bahu, tangan, dsb, 3. Benda-benda universal; misalnya tanah, air, api, udara, langit, bulan, bintang, matahari, binatang, tumbuh-tumbuhan, makanan (Tarigan,1983:910). Sesuai dengan teori yang dikemukakan Tarigan di atas, maka dalam penelitian longitudinal Dardjowidjojo terhadap cucunya mengenai kosa kata, dapat pula digolongkan ke dalam kosa kata dasar ini. Untuk istilah kekerabatan Echa telah menguasai beberapa kosa kata seperti, mama, papa, teteh, aak, mbak, uak, eyang dan oom (Dardjowidjojo, 2000:247). Hal ini dikarenakan adanya
20
orang-orang di rumahnya yang dipanggil dengan istilah tersebut sehingga muncul kosa kata kekerabatan itu. Echa juga telah menguasai kosa kata bagian tubuh seperti pada kalimat kakina mbak etsa lepas ‘kakinya mbak Echa lepas’ (Dardjowidjojo, 2000:252). Selain itu Echa juga menguasai kosa kata benda universal seperti kata makhluk setelah ia menetahui bahwa semua entitas yang bernyawa itu tercakup dalam satu kata ini (Dardjowidjojo, 2000:256). Dari semua kata utama, kebanyakan ahli (seperti Gentner dan Dardjowidjojo) berpandangan bahwa kata
utama yang dikuasai anak adalah
nomina atau kata benda. Menurut Gentner (1982), pada anak nomina itu secara tipikal merujuk pada benda konkret dan yang dapat dipegang atau kasat mata. Nomina orang (kekerabatan), nomina pakaian, nomina buah-buahan, nomina bagian tubuh, nomina tempat , dan nomina hewan termasuk nomina (kata benda) konkret. Namun, penguasaan terhadap kosa kata benda konkret ini mengalami perbedaan perbendaharaan dari segi jumlah pada setiap jenisnya. Hal ini berlaku untuk anak normal pada pemerolehan kosa kata usia 1-5 tahun. Namun hal ini masih belum dapat dipastikan untuk anak autistik. Karena keterbatasan kemampuan yang mereka miliki, maka hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian dengan judul Kosa Kata Benda Bahasa Indonesia dalam Bahasa Lisan Anak Autistik pada Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI).
21
Penelitian ini hanya terbatas pada anak autistik usia 3-4 tahun. Untuk anak normal usia 3-4, tahun tata bahasa mereka sudah memasuki peringkat tata bahasa orang dewasa. Kalimat yang dihasilkan anak-anak pada usia ini sudah termasuk rumit dan anak-anak ini dapat digolongkan sebagai ‘pandai cakap’ (Simanjuntak, 2009:122). Namun, peneliti ingin melihat sejauh mana perbendaharaan kosa kata anak autistik pada usia 3-4 tahun sebelum akhirnya ia sudah dapat membentuk kosa kata itu ke dalam kalimat yang lebih kompleks. Selain itu, penelitian ini bersifat observasi bukan eksperimen, yaitu tidak membandingkan antara kosa kata benda konkret anak normal dengan kosa kata benda konkret anak autistik. Dengan kata lain, penelitian ini termasuk observasi deskriptif, yaitu hanya mendeskripsikan kosa kata benda konkret yang dikuasai anak autistik saja dengan didukung oleh teori-teori dan pendapat para ahli.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kosa kata benda konkret bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak autistik pada Yayasan Ananda Karsa mandiri (YAKARI)? 2. Bentuk kosa kata benda konkret apa yang paling banyak muncul dalam bahasa lisan anak autistik pada Yayasan Ananda Karsa mandiri (YAKARI)?
22
1.3 Pembatasan Masalah Suatu penelitian harus dibatasi agar terarah dan tujuan penelitian tercapai dengan baik. Penelitian ini membahas tentang kosa kata benda konkret dalam bahasa lisan anak autistik pada Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI). Anak autistik yang menjadi subjek penelitian adalah usia 3-4 tahun. Penelitian kata benda (nomina) terdiri atas dua bagian, yaitu kata benda konkret dan kata benda abstrak. Kata benda konkret adalah mempunyai ciri-ciri fisik yang nampak (tentang nomina), (Kridalaksana, 2008:132). Sedangkan kata benda abstrak adalah yang secara fisik tidak berwujud (Kridalaksana, 2008:1), Data yang diperoleh dalam penelitian ini hanya berupa kosa kata benda konkret bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak autistik usia 3-4 tahun pada Yayasan Ananda Karsa Mandiri.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan, adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan kosa kata benda konkret bahasa Indonesia dalam bahasa lisan anak autistik pada Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI). 2. Mendeskripsikan bentuk kosa kata benda konkret apa yang paling banyak muncul dalam bahasa lisan anak autistik pada Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI).
23
1.4.2 Manfaat Penelitian 1.Manfaat Teoretis Secara teoretis, manfaaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1.
Diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kosa kata benda konkret yang dikuasai serta bentuk kosa kata yang paling banyak muncul dalam bahasa lisan anak autistik.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca dalam memahami hasil penelitian . 3. Menambah sumber referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian di bidang Psikolinguistik dan anak autistik.
2.Manfaat Praktis Hasil penelitian ini secara praktis dapat dijadikan sebagai: 1. Masukan dalam bentuk referensi bagi lembaga-lembaga yang khusus menangani masalah anak autistik, seperti Sekolah Luar Biasa (SLB), Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC), serta lembaga lain yang menangani masalah anak berkebutuhan khusus ini. Penelitian ini akan disumbangkan ke perpustakaan Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI). 2. Bahan bacaan serta masukan bagi para orang tua, khususnya para orang tua yang memiliki anak penyandang autistik ini agar lebih memahami lagi tentang kondisi kemampuan berbahasa anak mereka, khususnya kosa kata benda konkret yang dikuasai oleh anak autistik tersebut.
24
3. Pengetahuan baru bagi program studi di luar Sastra Indonesia mengenai kosa kata benda konkret anak autistik.
25