1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manajer bertanggung jawab kepada pemegang saham untuk mengelola perusahaan agar dapat menghasilkan aliran kas ...
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manajer bertanggung jawab kepada pemegang saham untuk mengelola perusahaan agar dapat menghasilkan aliran kas yang berkontribusi pada peningkatan nilai perusahaan. Sebagaimana diungkapkan oleh Brealey et al. (2012) perusahaan
dalam
mengelola
keuangannya
memiliki
tujuan
untuk
memaksimumkan nilai pasar saat ini atas investasi pemegang saham pada perusahaan. Aliran kas yang dihasilkan positif akan mendorong perusahaan dalam penciptaan nilai yang diharapkan oleh pemegang saham meningkat sebagai indikator bahwa manajer bekerja sesuai dengan tujuan. Manajer perusahaan akan membuat keputusan keuangan sebagai pedoman dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Manajer harus secara hati-hati untuk menentukan proporsi pendanaan pada setiap bentuk keputusan agar dapat diserap dengan baik untuk peningkatan nilai perusahaan. Menurut Hanafi (2013) terdapat tiga keputusan yang ditentukan oleh manajer keuangan untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham yaitu (1) keputusan investasi, (2) keputusan pendanaan, (3) keputusan modal kerja. Salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh manajer adalah membuat keputusan modal kerja untuk menjamin kegiatan operasional perusahaan dapat berjalan dengan lancar. Manajemen modal kerja bagi beberapa perusahaan menjadi salah satu komponen yang penting dalam manajemen keuangan. Hal tersebut disebabkan pengelolaan modal kerja merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh oleh
1
perusahaan agar mampu meningkatkan nilai perusahaannya. Sebagaimana dijelaskan oleh Deloof (2003), strategi perusahaan dalam mengelola modal kerja diharapkan memiliki dampak yang signifikan pada profitabilitas perusahaan sehingga tingkat modal kerja yang tinggi dapat memaksimumkan nilai perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi proporsi modal kerja yang ditetapkan oleh perusahaan akan dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan. Tingkat investasi modal kerja yang tinggi diharapkan mampu meningkatkan nilai perusahaan. Pada perusahaan dengan tingkat modal kerja yang rendah, penambahan investasi modal kerja diharapkan memiliki dampak positif. Hal ini disebabkan peningkatan investasi pada modal kerja akan mendorong pertumbuhan perusahaan melalui peningkatan penjualan yang berdampak pada peningkatan pendapatan. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan jumlah persediaan. Tingkat persediaan yang tinggi dan kebijakan kredit penjualan lunak akan mendorong pertumbuhan penjualan serta mengurangi risiko kekurangan bahan baku (Fazzari dan Petersen, 1993). Investasi pada persediaan yang merupakan bagian dari modal kerja, mengurangi risiko persediaan karena menyediakan hedging yang lebih bermanfaat ketika harga dari underlying assets lebih mudah berubah-ubah atau produk memiliki pemesanan lead-time yang lebih lama (Gaur dan Seshadri, 2005). Selain itu, piutang yang dihasilkan oleh perusahaan akan berdampak positif pada nilai perusahaan. Petersen dan Razan (1997) mengungkapkan bahwa perusahaan yang memberikan kredit penjualan mendapatkan keuntungan dengan melakukan tambahan penjualan melalui diskriminasi harga. Peningkatan kredit penjualan akan berdampak positif terhadap
2
pertumbuhan perusahaan. Kredit penjualan ini akan mendorong perusahaaan untuk melakukan tambahan penjualan, pemberian jaminan kualitas barang dagang, serta meningkatkan hubungan jangka panjang dengan konsumen. Pada lain pihak, investasi modal kerja yang terlalu banyak dapat memunculkan dampak buruk dan menyebabkan perusakan nilai bagi pemegang saham. Perusahaan akan menghadapi tambahan pembiayaan sebagai konsekuensi tingginya tingkat modal kerja yang dapat meningkatkan risiko kebangkrutan (Kieschnick et al., 2013). Hal ini diperkuat oleh pendapat Enqvist et al. (2014) bahwa investasi pada persediaan memiliki hubungan negatif terhadap profitabilitas perusahaan. Hal ini mendorong perusahaan untuk mengubah persediaan menjadi kas sesegera mungkin untuk dapat meningkatkan kinerja perusahaan sehingga apabila tingkat konversi persediaan semakin lama akan berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Kim dan Chung (1990) menambahkan bahwa penyimpanan barang persediaan menimbulkan biaya seperti sewa gudang, asuransi dan biaya keamanan yang cenderung meningkat sebanding dengan peningkatan tingkat persediaan. Selain itu, menyimpan tingkat modal kerja yang tinggi yang berarti menyimpan uang pada modal kerja (Deloof, 2003), maka perusahaan cenderung kesulitan untuk melaksanakan kegiatan investasi pada proyek yang dapat meningkatkan nilai persahaan (Ek dan Guerin, 2011). Fazzari dan Petersen (1993) menyatakan modal kerja memiliki kekuatan sebagai sumber daya untuk mendanai perusahaan yang sering diabaikan oleh perusahaan. Hal ini menimbulkan pertentangan disebabkan perusahaan seringkali mengabaikan proporsi modal kerja
3
karena hanya melibatkan investasi dan pendanaan dalam jangka pendek. Kondisi ini membuat perusahaan cenderung untuk mengalokasikan modal kerja berlebih. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab tentang adanya masalah proporsi modal kerja, sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan manajer dalam menentukan proporsi modal kerja yang efisien untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan mengamati hubungan antara modal kerja dengan kinerja perusahaan. Penelitian ini menggunakan pengukuran kinerja perusahaan berdasarkan rasio profitabilitas operating profit margin untuk melihat kinerja perusahaan berdasarkan penghitungan secara akuntansi dari aspek operasional perusahaan. Selain itu, operating profit margin tidak terpengaruh tax deductive dan tingkat bunga yang memiliki karakteristik berbeda antar satu perusahaan dengan perusahaan yang lain. Penelitian ini memilih mengamati manajemen modal kerja pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) karena perusahaan yang telah go-public memerlukan perencanaan manajemen modal kerja yang efektif.
1.2. Rumusan Masalah Masalah yang ingin diajukan dalam penelitian ini adalah : 1.
Apakah pengaruh Net Trade Cycle (NTC) terhadap kinerja perusahaan bersifat nonlinier?
2.
Apakah pengaruh Account Receivables to Sales Ratio terhadap kinerja perusahaan bersifat nonlinier?
4
3.
Apakah pengaruh Inventory to Sales Ratio terhadap kinerja perusahaan bersifat nonlinier?
4.
Apakah pengaruh Accounts Payable to Sales Ratio terhadap kinerja perusahaan bersifat nonlinier?
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini diharapkan untuk memberikan informasi sebagai berikut : 1.
Menguji pengaruh nonlinier Net Trade Cycle (NTC) terhadap kinerja perusahaan.
2.
Menguji pengaruh nonlinier Account Receivables to Sales Ratio terhadap kinerja perusahaan.
3.
Menguji pengaruh nonlinier Inventory to Sales Ratio terhadap kinerja perusahaan.
4.
Menguji pengaruh nonlinier Accounts Payable to Sales Ratio terhadap kinerja perusahaan.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi manajer dalam menentukan kebijakan modal kerja optimal yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja perusahaan sehingga manajer dapat mengurangi alokasi kas berlebih pada komponen modal kerja. Tingkat modal kerja yang efisien akan menghasilkan sumber pendanaan internal baru, yang dapat dialokasikan pada investasi lain yang lebih menguntungkan (Aktas et al., 2015).
5
Selanjutnya, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi investor dalam rangka perluasan investasi serta menganalisis peningkatan resiko perusahaan atas penerapan kebijakan modal kerja oleh perusahaan yang berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Hill et al. (2010) bahwa perusahaan dalam mengadopsi kebijakan modal kerja untuk menghadapi ketidaksempurnaan pasar terhadap siklus operasional dan berpengaruh terhadap cash flow dan kekayaan pemegang saham. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya studi empiris tentang manajemen modal kerja yang optimal pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.