BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah label yang diberikan kepada seseorang yang sedang menjalani
jenjang pendidikan di universitas atau sekolah tingggi (KBBI, 1991). Tujuan seseorang yang belajar di perguruan tinggi adalah untuk menguasai suatu ilmu serta memahami wawasan ilmiah yang luas, sehingga mampu bertindak ilmiah dalam segala hal yang berkaitan dengan keilmuannya untuk dapat diabdikan kepada masyarakat (Anton, 2007). Didalam proses penyelesaian program pendidikan ini, khususnya pada mahasiswa strata 1, mahasiswa diharapkan untuk dapat berprestasi secara optimal. Oleh sebab itu, mahasiswa diharapkan dapat memenuhi tugas-tugas yang diberikan baik secara akademis maupun non-akademis. Salomon dan Rothblum (1994) mengemukakan bahwa ada enam tugas akademik yang harus dilakukan mahasiswa dalam menjalankan masa perkuliahan, diantaranya adalah tugas menulis, belajar untuk menghadapi ujian, menghadiri pertemuan kelas, tugas administratif dan kinerja akademik secara keseluruhan. Milgrams dan Toubiana (1999) membagi tugas akademik yang harus dilakukan mahasiswa menjadi tiga kategori. Kategori yang pertama adalah pekerjaan rumah (PR). Mahasiswa diminta untuk membuat tugas tulisan singkat yang akan diberikan kepada dosen dan membaca materi yang akan digunakan untuk persentasi kelas, ini dimaksudkan agar mahasiswa mendapatkan pemahaman tetang materi yang akan diberikan. Kategori yang kedua adalah ujian, dalam kategori ini mahasiswa diminta untuk mengerjakan beberapa soal atau pertanyaan sebagai refleksi dari materi yang sudah diberikan. Kategori yang terakhir adalah karya tulis. Mahasiswa akan diminta untuk membuat laporan yang cukup panjang dan mendalam mengenai topik yang ditentukan. Didalam pembuatan karya tulis ini mahasiswa akan melakukan aktivitas seperti membaca dan me-review materi yang sudah diberikan. Disisi lain tugas yang dilakukan oleh mahasiswa tidak hanya mencangkup materi
pengajaran, tetapi juga mencangkup tugas akademis lain seperti menghadiri perkuliahan, datang tepat waktu, dan tugas administrasi lainnya. Tugas dan tanggung jawab yang dihadapi mahasiswa tidaklah mudah. Didalam proses penyelesaian tugas dan tanggung jawabnya mahasiswa dihadapkan dengan berbagai tingkat sesulitan tertentu dan prasyaratan tertentu seperti IPK minimal 2.00, total SKS minimal 146 sks, lulus mata kuliah skripsi / tugas akhir minimal grade "C". Persyaratan ini ditujukan agar mahasiswa tersebut memiliki kualitas ketika dia menyelesaikan program pendidikan strata 1. Tidak hanya itu, peryaratan yang dibuat oleh universitas untuk dapat memaksimalkan kualitas mahasiswa dimaksudkan untuk membatu mahasiswa didalam dunia kerja. Ini dibuktikan bahwa persyaratan yang dibutuhkan dalam dunia kerja salah satunya adalah IPK minimal 3,00 yang juga harus diimbangi dengan softskill dan hardskill yang baik (Wordpress, 2009). Oleh sebab itu, mahasiswa diharapkan memiliki usaha yang keras dan keyakinan yang kuat terhadap kemampuan dirinya untuk dapat mengatasi setiap permasalahan yang ada (Pajares, 2006). Bandura (1997) menjelaskan bahwa pendapat atau keyakinan yang dimiliki oleh seseorang mengenai kemampuannya dalam menampilkan suatu bentuk perilaku berhubungan dengan
keyakinan seseorang, untuk
menentukan
seberapa besar usaha yang dikeluarkan dan seberapa besar ia dapat bertahan dalam menghadapi kesulitan yang dihadapinya. Keyakinan inilah yang disebut dengan self efficacy. Self efficacy seseorang merupakan hal yang kuat dalam menetukan seseorang akan bertindak,
berpikir,
dan
bereaksi
sewaktu
menghadapi
situasi-situasi
yang
tidak
menyenangkan (Bandura, 1986). Ini artinya ketika seseorang mahasiswa mengalami situasisituasi yang tidak menyenangkan dalam dirinya, seperti sulitnya menyelesaikan tugas, maka dengan adanya self efficacy mahasiswa tersebut mampu bertingkahlaku dan bereaksi positif untuk mengatasi situasi-situasi tersebut. Oleh sebab itu, penting sekali bagi mahasiswa untuk memiliki self efficacy dalam dirinya, karena self efficacy membantu mahasiswa dalam memilih aktivitas-aktivitas yang dapat memotivasi perkembangan kemampuan yang dimilikinya seperti ketika ia dihadapkan pada tugas kuliah yang dia anggap sulit, maka dengan ada self efficacy, ia akan dapat mencari cara untuk berusaha menyelesaikan tugas
kuliahnya. Tidak hanya itu, self efficacy juga membantu mahasiswa untuk menentukan seberapa besar usaha yang akan dikeluarkan dan berapa lama dia akan kuat menghadapi kesulitannya. Ini dapat juga diartikan, jika mahasiswa tersebut mengalami kesulitan dalam proses perkuliahannya maka ia mengeluarkan seluruh usahanya dan ia akan tetap bertahan untuk mampu menyelesaikan kesulitannya. Pada kenyataannya terdapat sejumlah mahasiswa yang tidak mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, ini disebabkan karena mereka tidak yakin dengan kemampuan dirinya dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawab mereka (Prakosa, 1996). Spears dan Jordan (dalam Prakosa, 1996) menyatakan bahwa keberhasilan seseorang mahasiswa dapat diraih apabila mahasiswa tersebut merasa mampu untuk berhasil. Bandura (1997) juga mengemukakan bahwa semakin tinggi self efficacy seseorang, semakin giat dan tekun usaha-usahanya dalam menghadapi permasalahannya, sedangkan self efficacy yang rendah dapat menghalangi usaha dan menyebakan individu tersebut mudah putus asa. Dengan demikian mahasiswa dengan self efficacy yang tinggi, akan selalu mencoba melakukan berbagai tindakan untuk menghadapi kesulitan-kesulitan. Sebaliknya, apabila self efficacy yang dimiliki mahasiswa rendah maka mahasiswa tersebut akan merasa tidak berdaya, cepat sedih, apatis, cemas, menjauhkan diri dari tugas-tugas yang sulit, cepat menyerah dalam menghadapi rintangan, aspirasi rendah dan komitmen yang lemah terhadap tujuan yang dicapai (Bandura, 1997). Rendahnya self efficacy yang dimiliki juga dapat membuat individu tidak memiliki keyakinan bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas yang diberikan sehingga membuat individu tersebut berusaha menghindari tugas atau melakukan penundaan dalam mengerjakannya (Erkan, 2011). Perilaku menghindari atau melakukan penundaan dalam memulai atau menyelesaikan tugas inilah yang disebut dengan prokrastinasi. Ferrari (1995) menjelaskan bahwa prokrastinasi adalah perilaku menunda untuk memulai suatu pekerjaan ataupun kegagalan untuk menyelesaikan tugas tepat pada waktunya. Prokrastinasi merupakan masalah yang dialami sebagian besar mahasiswa. Salomon & Rothblum (dalam Lee, 2005) menunjukan bahwa 50% mahasiswa melakukan
prokrastinasi. Penelitian lain mengatakan bahwa prokrastinasi telah mempengaruhi 50% sampai 90% mahasiswa dalam bidang akademis (Janssen, 1999). Sedangkan survei yang dilakukan peneliti pada sejumlah mahasiswa universitas X dari berbagai jurusan, mengungkapkan bahwa 96% mahasiswa pernah melakukan perilaku prokrastinasi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa, perilaku prokrastinasi sudah menjadi kebiasaaan yang dilakukan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya. Nugrasanti (2006) menyebutkan beberapa perilaku prokrastinasi akademik yang dilakukan oleh mahasiswa, diantaranya adalah : menunda-nunda untuk memulai atau menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen, menyerahkan tugas melewati waktu yang diberikan, malas membuat catatan kuliah, mem-fotocopy catatan teman menjelang ujian dan belajar pada malam terakhir menjelang ujian. Disisi lain perilaku prokrastinasi akademis yang dilakukan mahasiswa pada survei yang dilakukan oleh peneliti adalah 32,60% menunda untuk memulai ataupun menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen, 30,43% melakukan penundaan untuk membaca materi kuliah, 10,87% malas untuk membuat catatan kuliah, 19,56% belajar pada malam terakhir menjelang ujian atau yang biasa kita sebut dengan “sistem kebut semalam” (SKS), 17,39% mengerjakan aktivitas lain terlebih dahulu dibandingkan mengerjakan tugas yang diberikan dan 8,6% datang terlambat saat kelas dimulai. Ferrari (1995) menjelaskan bahwa mahasiswa yang melakukan prokrastinasi akan menempatkan tugas kuliahnya pada prioritas terakhir dibandingkan memulai aktivitas untuk bertemu dengan temannya. Individu ini juga cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah, kesadaran yang rendah, kehilangan harapan dan menghindari keterlibatan dalam kelompok kecil. Salomon & Rothblum (dalam Hersen, 1988) menunjukan 13 alasan individu melakukan prokrastinasi, yaitu kecemasan menghadapi evaluasi, perfeksionisme, kesulitan dalam mengambil keputusan, ketergantungan terhadap orang lain, task aversiveness, kurangnya kepercayaan diri, kemalasan, kurangnya asertivitas, ketakutan untuk sukses, manajemen waktu, pemberontakan, pengambilan resiko, dan pengaruh teman. Sedangkan pada survei yang dilakukan peneliti mengenai alasan mahasiswa yang melakukan
prokrastinasi adalah 51,72% manajemen waktu yang kurang baik, 3,44% task assiverness, 34,48% malas mengerjakan tugas dan 10,34% menunda melakukan tugas mereka karena rentang waktu pengumpulan tugas yang dianggap masih terlalu lama. Ketika seseorang mulai melakukan prokrastinasi secara terus menerus, maka itu akan menjadi masalah penting karena akan memberikan dampak negatif bagi dirinya. Ferrari (1991) mengatakan bahwa akibat negatif dari perilaku prokarstinasi adalah banyaknya waktu yang terbuang sia-sia, tugas-tugas menjadi terbengkalai, apabila tugas tersebut dapat diselesaikan maka hasil yang didapat tidak maksimal, dan dapat mengakibatkan seseorang kehilangan peluang atau kesempatan dimasa yang akan datang. Sedangkan survei menunjukan bahwa 60% mahasiswa mengalami dampak negatif seperti tugas menjadi lebih menumpuk, mendapatkan nilai yang rendah, tugas yang dikerjakan menjadi tidak maksimal, waktu untuk mengerjakan menjadi terbuang sia-sia, tidak ada persiapan untuk menghadapi kuliah dan kesulitan memahami materi yang diberikan. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin melihat hubungan self efficacy terhadap perilaku prokrastinasi akademis pada mahasiswa semester dua. Dengan asumsi, semakin kuat self efficacy seorang mahasiswa maka semakin rendah kemungkinan seorang mahasiswa untuk berperilaku prokrastinasi akademik, sebaliknya semakin rendah self efficacy seorang mahasiswa maka semakin besar kemungkinan seorang mahasiswa untuk berperilaku prokrastinasi akademik. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi sampel penelitian. Sampel penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester dua jurusan psikologi pada Universitas X, ini dilakukan agar penelitian menjadi lebih terfokus. Alasan lain peneliti membatasi sampel penelitian adalah karena pada mahasiswa semester dua, mahasiswa sedang mengalami masa transisi dari sekolah menjadi perguruan tinggi. Dimana dalam tahap adaptasi dari sekolah ke perguruan tinggi mahasiswa dihadapkan dengan adannya perubahan-perubahan seperti berkurangnya pengawasan dari orang tua dan guru, relasi dengan teman-teman baru di universitas, lingkungan akademis yang baru dengan tuntutantuntutan yang diberikan untuk mencapai standar akademis tertentu dan hal-hal lain yang
dituntut oleh lingkungan tersebut (Tao, 2000).. Hal ini menggambarkan bahwa pada dua jurusan Psikologi, mahasiswa tidak hanya harus menghadapi berbagai perubahan tetapi juga harus mendapatkan nilai yang baik untuk dapat bertahan di universitas. Tuntutan-tuntutan inilah yang harus dilewati mahasiswa. Oleh sebab itu, mahasiswa semester awal dituntut untuk untuk bisa memiliki self efficacy yang tinggi dalam dirinya, agar mampu untuk mengatasi tuntutan-tuntutan tersebut (Bandura, 1997). Dengan kata lain mahasiswa semester awal berada pada masa yang sulit, karena mereka di tuntut untuk dapat memiliki self efficacy yang baik dalam dirinya agar mampu mengatasi tuntutan yang ada, sehingga dapat menghindari dampak negatif dari rendahnya self efficacy seperti halnya prokrastinasi.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka rumusan
permasalah yang ada pada penelitian ini, adalah : adakah hubungan antara self efficacy terhadap perilaku prokrastinasi akademik pada mahasiswa semester dua jurusan psikologi universitas X?. 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara self efficacy dengan
prokrastinasi akademik. 1.4
Manfaat Penelitian 1. Secara Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis bagi perkembangan disiplin ilmu psikologi dengan memberikan masukan mengenai hubungan antara self efficacy dengan prokrastinasi akademik
2. Secara Praktis •
Bagi Pendidik (Dosen) -
Dapat memberikan gambaran kepada pendidik mengenai perilaku prokrastinasi yang terjadi didalam proses pendidikan.
-
Dapat memberikan gambaran kepada pendidik tentang pentingnya self efficacy dan prokrastinasi dalam bidang akademik.
-
Mampu
memberikan
solusi
terbaik
dalam
mengatasi
masalah
prokrastinsai dengan cara menumbuhkan rasa self efficacy pada diri mahasiswa •
Bagi Mahasiswa -
Memberikan gambaran bagi mahasiswa tentang pentingnya self efficacy dan prokrastinasi dalam bidang akademik
-
Dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan introspeksi diri dalam mengikuti proses belajar dan mengajar sehingga penting bagi mahasiswa untuk tidak melakukan prokrastinasi dengan alasan tidak yakin pada kemampuan dirinya
-
Diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada mahasiswa tentang pentingnya
self
efficacy
menjadi
salah
satu
faktor
yang
dapat
menyebabkan munculnya perilaku prokrastinasi akademis. -
Menjadi acuan bagi mahasiswa untuk dapat meneliti lebih dalam lagi mengenai self efficacy dan prokrastinasi akademik.