BAB I PENDAHULUAN
Di Indonesia keramik sudah dikenal sejak jaman dahulu. Keramik disebut juga gerabah, termasuk bata dan genteng. Bata dan genteng sudah digunakan sejak jaman majapahit. Terbukti dari beberapa peninggalan era majapahit banyak dijumpai bata-bata dan genteng sebagai bahan bangunan yang lebih kuat dari pada kayu atau bambu. Sementara barang-barang tembikar, gerabah sudah digunakan sejak jaman kuno. Terutama yang berfungsi sebagai wadah, baik ukuran besar ataupun kecil. Disain wadah yang meniru bentuk buah labu adalah bentuk yang paling tepat rupanya. Selain pembuatannya lebih mudah, pada bentuk bulat tersebut kekuatan barang menjadi lebih kokoh. Di Indonesia pada jaman sekarang ini banyak sekali bermunculan sentrasentra industri keramik, baik jenis gerabah maupun porselen. Seperti di Sumatera (sipirok,
Tarutung,
Palembang),
Kalimantan
(singkawang),
jawa
(Plered,
Kiaracondong, Dinoyo, Klampok, Kasongan, Mayong), Bali, Lombok, Sulawesi dan masih banyak di daerah-daerah lain.
I.1
Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara berkembang telah melahirkan banyak
industri-industri kecil di masyarakat. Salah satunya adalah industri kerajinan gerabah di desa Wisata Kasongan yang berada pada wilayah pemerintahan Dukuh Kajen, Kelurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Saat ini hampir berbagai upaya telah dilakukan untuk mendongkrak pemasaran produk gerabah Kasongan lebih luas bahkan sampai ke mancanegara.1
1
P4N UG, Rencana Induk Pembangunan Obyek Wisata Desa Wisata Kasongan (Universitas Gajah Mada 1990)
15
Namun ternyata upaya-upaya yang telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat lambat laun mulai tidak dirasakan lagi efeknya. Lebih-lebih setelah banyak daerah lain bahkan negara lain, seperti Vietnam yang juga memproduksi barang sejenis dengan pemasaran yang lebih baik membuat pemasaran produk gerabah Kasongan mulai menurun dan semakin menurun sampai saat ini. Pada bulan Februari 2004 ekspor kerajinan keramik kasongan mampu mencapai nilai ekspor USD 49.326 namun pada bulan maret 2004 turun menjadi USD 34.629 dan semakin menurun pada bulan april 2004 yang hanya mancapai USD 19.720.2 Menurut Ketua Koperasi Perajin Gerabah Kasongan Timbul Raharjo, kendalakendala yang dihadapi para perajin gerabah di kasongan adalah soal penggunaan teknologi dan dari segi ide desain. Di Vietnam sistem pembakaran moderen yang di gunakan untuk membakar materi tanah liat mentah menjadi produk jadi mampu menghasilkan suhu panas yang tinggi.3 Tungku ini mampu menciptakan produk jadi yang lebih matang, lebih tahan banting, dan tampilan yang lebih menarik khususnya untuk produk dengan hasil akhir natural tanpa cat. Kendala dari segi ide di mana inovasi pada keramik Vietnam lebih banyak dan selalu di perbaharui lebih cepat dari pada keramik-keramik kasongan yang modelnya relatif tidak banyak berubah. Padahal persaingan nyata selain dari kualitas materi dan kerapihan produk yang dihasilkan, untuk produk keramik yang berfungsi sebagai ornament atau hiasan ruang juga amat dipengaruhi oleh pilihan motif yang lebih beragam dan terus berkembang. Saat ini hampir 99 % masyarakat Desa Kasongan merupakan pengerajin gerabah. Sebelum tahun 1970-an usaha kerajinan gerabah hanyalah secara tradisional, hasilnya pun hanya terbatas pada peralatan kebutuhan sehari-hari. Setelah tahun 1970-an, seniman Sapto Hudoyo mulai membina masyarakat untuk membuat gerabah dengan kualitas lebih baik, bentuk dan desain yang lebih modern serta tidak terbatas pada membuat barang-barang untuk keperluan sehari-hari saja namun juga sebagai hiasan. 2 3
web site web site
16
4
Sesuai klasifikasi Departemen Perindustrian RI, Desa Kerajinan Gerabah
Kasongan dapat dikategorikan sebagai satu sentra industri kerajinan gerabah karena memenuhi syarat sebagai berikut : ¾ Sebagian besar warga desa bergiat dibidang produksi gerabah, ¾ Menjadi pusat pengembangan produksi gerabah, ¾ Menjadi tujuan kunjungan dan orientasi usaha gerabah, ¾ Menjadi pusat seni dan kerajinan gerabah, dan ¾ Berkembang menjadi pusat pengadaan tenaga pengrajin gerabah.
Di kasongan terdapat 215 unit usaha dengan melibatkan 555 orang pekerja yang berarti setiap unit usaha rata-rata terdiri dari ±2,5 pekerja (sumber : Kantor Wilayah Departemen Perindustrian Daerah Istimewa Yogyakarta) Bila dilihat dari jenis barang yang diproduksi, sekitar 142 unit usaha (66%) hanya memproduksi pot, kwali/alat rumah tangga, dan hanya 73 unit usaha (34%) yang memproduksi alat rumah tangga dan juga barang seni. Sebagai masyarakat pengrajin mereka mendapatkan ketrampilan pengerajin dari 3 sumber. Pertama, warisan dari lingkungan setempat yang secara langsung merupakan media pelatihan yang sangat efektif. Kedua, melalui pelatihan secara tak langsung dan informal melalui individu-individu atau kelompok yang mempunyai hubungan kepentingan dengan kemajuan gerabah di desa tersebut. Misalnya pemesan yang meminta motif dan teknik khusus dalam pembuatan pesanannya. Ketiga, pelatihan formal melalui kursus, pemantauan, ceramah yang dikoordinasikan oleh Pemerintah Daerah Dinas Perindustrian setempat (P4N UGM). Permasalahan yang berkaitan dengan prospek kehidupan kerajinan gerabah di Desa ini adalah adanya “stagnansi” kreasi atau produksi. Hal ini berkaitan erat dengan kondisi sosial, ekonomi, dan pendidikan perajin. Kondisi ini dapat terlihat dari cara mereka memproduksi barang keramik yang cenderung hanya beperan 4
P4N UGM, Rencana Induk Pembangunan Obyek Wisata Desa Wisata Kasongan (Universitas Gajah Mada 1990)
17
sebagai tukang reproduksi atau meniru ide-ide atau kreasi orang lain. Dari jenis-jenis produksi gerabah yang ada hanya sedikit sekali di jumpai kreasi baru. Kalaupun ada itu merupakan kreasi pemesan dari luar (konsumen) yang begitu saja diproduksi ulang oleh para pengerajin tanpa inovasi.5 Potensi bahan baku lokal di Indonesia untuk konsumsi industri keramik cukup melimpah seperti clay, kaolin dan kuarsa yang tersebar hampir seluruh nusantara. Selain bodi gerabah, komoditi keramik tersebut dapat dibuat dari bodi stoneware yang menggunakan bahan baku clay, kuarsa, felspar atau limestone dan dolomite. Jenis bahan baku ini juga terdapat di Indonesia, namun kualitas bahannya tidak stabil dan mengalami fluktuasi. 6
Secara umum potensi ketersediaan bahan baku keramik di Indonesia sangat
melimpah , akan tetapi kualitas bahannya tidak stabil, sehingga dapat mempengaruhi kualitas produk keramik yang dibuat. Beberapa permasalahan dalam pengembangan industri kerajinan keramik dari aspek bahan baku adalah sebagai berikut: a. kualitas bahan baku, kualitas endapan bahan mentah umumnya tidak seragam menyebabkan kualitas secara keseluruhan tidak memenuhi persyaratan standar bahan baku industri keramik. b. Sebaran sebagai jenis endapan bahan baku terdapat di tempat-tempat tertentu sesuai dengan kondisi geologi daerahnya yang tersebar di seluruh wilayah indonesia, sementara industri keramik terkonsentrasi di Pulau Jawa c. Kesampaian daerah ke lokasi-lokasi endapan yang dianggap cukup mempunyai prospek untuk dikembangkan masih rendah, terutama di wilayah Indonesia Bagian Timur. d. Bahan baku keramik yang akan dimanfaatkan memerlukan kualitas dan kuantiítas yang cukup baik, sementara lahan di Pulau Jawa sudah terbatas sehingga penambangan akan menimbulkan masalah lingkungan. 5
P4N UGM, Rencana Induk Pembangunan Obyek Wisata Desa Wisata Kasongan (Universitas Gajah Mada 1990) 6 Aristianto MMB dan Subari, Standar Bahan Baku Untuk Mencapai Produk UKM Kerajinan Keramik, Balai Besar Keramik, No. 86-87 Th. XXIV, juni 2003,
18
Oleh karana itu penelitian ini dilakukan untuk merancang Gedung Penelitian dan Pengembangan Seni Kerajinan Tanah Liat di Kasongan Yogyakarta. yang diharapkan dapat meningkatkan produksi dan kreatifitas para perajin tanah liat di Desa Wisata Kasongan.
I.2
Rumusan Masalah Rancangan Gedung Penelitian dan Pengembangan Seni Kerajinan Tanah Liat
di Yogyakarta yang seperti apa yang dapat meningkatkan kreatifitas desain pengerajin tanah liat di Desa Kasongan
I.3
Tujuan Merancang suatu Gedung Penelitian dan Pengembangan Seni Kerajinan
Tanah Liat sebagai wadah untuk meningkatkan kreatifitas desain pengerajin tanah liat di Desa Kasongan melalui penelitian akan kemungkinan adanya macam-macam kombinasi campuran bahan-bahan mentah keramik. Selain itu juga diharapkan gedung ini dapat menarik wisatawan berkunjung ke kasongan.
I.4
Sasaran Adapun yang menjadi sasaran dari penelitian ini adalah :
1.Melakukan studi tentang gedung penelitian dan pengembangan seni kerajinan tanah liat 2.Melakukan studi tentang kerajinan tanah liat 3.Melakukan studi tentang kerajinan tanah liat di Desa Kasongan- Yogyakarta 4.Melakukan studi tentang pariwisata di Bantul Yogyakarta
19
I.5
Lingkup 1. Gedung Penelitian dan Pengembangan seni Kerajinan Tanah Liat 2. Kerajinan tanah liat di Kasongan-Yogyakarta
I.6
Metoda •
Wawancara. Ditujukan kepada beberapa pengerajin di Kasongan
•
Observasi. Melakukan kunjungan/pengamatan langsung pada gedung penelitian dan pengembangan yang mungkin ada
•
Studi pustaka. Mempelajari buku-buku tentang seni kerajinan tanah liat, gedung penelitian dan pengembangan seni kerajinan tanah liat.
•
Studi banding. Melihat langsung bangunan sejenis yang ada serta dari pustaka.
I.7
Sistematika Penulisan
BAB I
Pendahuluan Mengungkapkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup, metode dan sistematika pembahasan
BAB II
Tinjauan Potensi Kerajinan Gerabah dan Desa Wisata Kasongan Mengungkapkan tinjauan potensi desa wisata kawasan kasongan dan potensi perkembangan seni kerajinan tanah liat di KasonganYogyakarta
BAB III
Tinjauan Teoritis Gedung Penelitian dan Pengembangan dan Seni Kerajinan Gerabah Mengungkapkan standar-standar mendesain Gedung Penelitian dan Pengembangan seni kerajinan tanah liat serta kebutuhan ruang dan proses pengerjaan kerajinan gerabah
20
BAB IV
Pendekatan Konsep Dasar Perancangan dan Perencanaan Gedung Penelitian dan Pengembangan Seni Kerajinan Tanah Liat Mengungkapkan perencanaan
dan
proses
untuk
perancangan
menemukan menggunakan
ide-ide
konsep
metode-metode
pendekatan perancangan. BAB V
Konsep Dasar Perancangan dan Perencanaan Gedung Penelitian dan Pengembangan Seni Kerajinan Tanah Liat Transformasi konsep perancangan dan perencanaan ke bentuk fisik bangunan
21