BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Simalungun adalah salah satu kelompok etnis yang ada di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Etnis Simalungun merupakan salah satu dari lima kelompok masyarakat Batak lainnya, yaitu: Toba, Karo, Pakpak, Mandailing-Angkola (Bangun, 1993:94). Setiap etnis yang ada di Sumatera Utara memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Demikian juga halnya dengan etnis Simalungun, memiliki budaya yang diwariskan secara turun-temurun oleh leluhurnya, baik secara lisan maupun tulisan.Salah satu bentuk kebudayaan tersebut adalah kesenian.Kesenian pada masyarakat Simalungun terdiri dari berbagai bidang seperti: seni rupa, seni tari, seni ukir, dan seni musik.Dalam tulisan ini penulis berfokus untuk mengkaji seni musiknya, khususnya alat musik Sarunei Buluh. Pada masyarakat Simalungun, seni musik terbagi atas dua bagian besar yaitu musik vokal yang disebut inggou, dan musik instrumental yang disebut gual.Musik instrumen yang dimainkan secara ensambel, danmusik instrumen dimainkan secara tunggal (solo instrument).Alat-alat musik tersebut dapat dipakai untuk mengiringi upacara yang bersifat ritual dan hiburan, sebagai contoh yaitualat yang dimainkan secara ensambel adalahgonrang sidua-dua dan gonrang sipitu-pitu. Kedua ensambel musik ini dapat dimainkan dalam upacara-
1
upacara adat masyarakat Simalungun baik upacara sukacita (malas ni uhur) maupun upacara dukacita (pusok ni uhur). Alat musik tunggal yang terdapat pada masyarakat Simalungun di antaranya
adalah: garantung, sordam, tulila, husapi, arbab, dan saligung.
Ensambel musik gonrang sidua-dua maupun gonrang sipitu-pitu juga dapat mengiringi tari-tarian (tortor) dalam konteks hiburan, misalnya Tortor Hudahuda atau disebut juga Toping-toping.Tortor ini ditampilkan pada upacara kematian, yaitu acara na matei sayur matua. 1Tortor ini berfungsi untuk menghibur masyarakat pada umumnya dan keluarga secara khusus agar tidak larut dalam kesedihan. Salah satu alat musik tunggal yang akan penulis bahas adalah Sarunei Buluh. Alat musik ini merupakan salah satu alat musik yang tergolong dalam aerophone single reed(aerofon berlidah tunggal)sesuai dengan sistem klasifikasi Curt Sachs dan Hornbostel. Menurut penjelasan Bapak Rabes Saragih, 2Sarunei Buluh adalah alat musik tiup yang memiliki tujuh buah lubang nada, dalam klasifikasi termasuk ke dalam (aerofon) yang getarannya berasal dari udara dan dimainkan dengan cara meniup (end blown flute), sedangkan lubang untuk meniup sarunei tidak memiliki diameter tetapi untuk lubang hembusan memiliki diameter, pembuatan lubang diameter yang dilakukan oleh Bapak Rabes Saragih itu hanya dengan menggunakan dua jari tangan saja.
1
Yaitu orang yang telah meninggal lanjut usia yang memiliki cucu dan anaknya sudah menikah semua. 2 Yaitu informan pokok penulis yang juga pembuat alat musik sarunei buluh dan juga salah satu tokoh adat setempat.
2
Sarunei Buluh terbuat dari bambu buluh rogon dan kayu simardaruma. Instrumen ini dimainkan dengan ditiup dengan menggunakan teknik pernafasan (circular breathing).Bambu yang dipakai oleh Bapak Rabes Saragih ini memiliki daya tahan, umumnya dalam waktu jangka panjang, dan apabila retak Sarunei Buluh tersebut tidak dapat digunakan lagi. Orang yang memainkan sarunei disebut parsarunei 3, sementara orang yang membuat sarunei disebut pambahensarunei. Di Purba Tongah terdapat banyak parsarunei, tetapi tidak semua parsarunei mengerti tentang cara-cara pembuatan Sarunei Buluh. Salah satu orang yang dapat membuat Sarunei Buluh Simalungun adalah bapak Rabes Saragih. Beliau adalah salah satu pembahen sarunei dan parsarunei.Selain dikenal kepiawaiannya dalam memainkan dan membuat Sarunei Buluh Simalungun beliau juga dikenal sebagai seorang tokoh masyarakat yang mendukung kelestarian musik tradisional
Simalungun
seperti
memperkenalkan
kebudayaan
musik
Simalungun kepada muda-mudi, serta pertunjukan dalam berbagai peristiwa budaya seperti rondang bintang, kegiatan pariwisata, hiburan dalam upacara perkawinan, dan lain-lainnya.Latar belakang keluarga yang menjadi dorongan beliau untuk menjadi seorang pemain musik.Ayahnya seorang pemain sarunei, dan alat-alat musik tradisional Simalungun lainnya. Hal ini menjadi motivasi beliau untuk menjadi seorang seniman musik Simalungun.
3
Kata par menjadi awalan pada kata sarunei menunjukkan orang yang memainkan. Dalam konteks budaya dan bahasa Simalungun istilah seperti itu berlaku juga pada alat musik lainnya contohnya, pargonrang (orang yang ahli memainkan gonrang), pararbab (orang yang ahli memainkan arbab), dan lain-lain.
3
Sebagai seorang seniman musik tradisi Simalungun, Rabes Saragih memulai kinerjanya sebagai pemaian Sarunei Bolon. Kemudian sesuai dengan pengalamannya berkesenian ia juga menjadi seorang pambahen sarunei. Sesudah itu kemudian beliau sering dipanggil untuk ikut tampil sebagai pemaian saruneidi berbagai upacara adat Simalungun. Sejak tahun 1963 Bapak Rabes Saragih menjadi pemusik tradisi. Kemudian sesuai perkembangan zaman pada tahun 1990-an ia masuk menjadi anggota pemusikpada Martile Keyboard Julia Group. Di dalam kelompok ini ia ditugaskan sebagai pemain Sarunei Buluh, sarunei bolon, dan gonrang. Kapan ia memainkan alat-alat musik tersebut adalah sesuai dengan kehendak pimpinan grup ini. Yang paling sering ia memainkan sarunei bolon. Bapak Rabes Saragih mulai mempelajari cara memainkan alat musikSarunei Buluh secara ototidak pada saat berumur 18 tahun. Cara belajar digunakan beliau untuk mempelajari Sarunei Buluh adalah dengan menghapal melodi-melodi lagu yang sering dimainkan oleh parsarunei didalam grup tersebut. Secara lambat laun beliau mulai bisa memainkan Sarunei Buluh, dan mulai menggantikan parsarunei utama dengan memainkan dua atau tiga repertoar lagu, sehingga Bapak Rabes Saragih dipercaya oleh grup untuk menjadi salah satu parsarunei didalam grup itu. Meskipun belajar secara otodidak dalam memainkan Sarunei Buluh beliau tetap menganggap teman-temannya sebagai tempat belajar bermain dan membuat Sarunei Buluh. Hal tersebut dikarenakan banyaknya waktu yang sudah dilalui beliau dengan
4
teman-temannya, sehingga sedikit banyaknya telah mempengaruhi teknik permainan dan pembuatan Sarunei Buluh. Bapak Rabes Saragih sering melihat dan bertanya tentang proses-proses pembuatan Sarunei Buluh kepada ayahnya, yaitu Bapak Hormat Saragih, yang juga seorang pemusik tradisi Simalungun. Kemudian secara perlahan-lahan beliau mulai mencoba untuk membuat Sarunei Buluh hasil karya ciptanya sendiri. Walaupun telah berkali-kali gagal, tetapi Bapak Rabes Saragih tidak pernah berhenti untuk mencoba hingga beliau menghasilkan Sarunei Buluh yang dianggap beliau memenuhi syarat sebagai alat musik tradisi Simalungun.Untuk membuat satu buah Sarunei Buluh Bapak Rabes Saragih membutuhkan waktu kurang lebih satu jam, dengan catatan bambu sudah harus kering. Dalam proses pembuatan, Bapak Rabes Saragih
masih tetap
menggunakan alat-alat tradisional, yakni berupa:parang, pisau belati, pisau cutter, dan bahan-bahan buluh rogon dan kayu simardaruma. Proses pembuatannya tergolong tradisional, yaitu menggunakan tenaga manusia, dan tidakmenggunakan bantuan mesin. Proses pertama yang dilakukan pambahen Sarunei Buluhadalah mencaribambu rogon yang sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan di sekitar desa, di pinggiran ladang para petani, yang biasanya tumbuh sendiri secara alamiah. Bagian yang digunakan adalah ranting bambu. Ranting tersebut harus lurus tidak bengkok, kemudian ranting tersebut dilubangi untuk lubang nada, dengan menggunakan pisau cutter(kater) yang tajam ujungnya.
5
Setelah bagian kulit luarnya dihaluskan dengan pisau kater (cuter), barulah pembuat Sarunei Buluh mengukur dan memberi tanda untuk lobang nada Sarunei Buluh tersebut. Setelah itu ujung bambu dikikis secara perlahan dengan menggunakan pisau kater pada bagian atas dan pangkal pada bambu. Diukur sesuai garis tengah pada bambu dengan menggunakan dua jari tangan. Kemudian diukur lagi sebanyak lima kali sebagai tanda hasil dari yang diukur pada bambu. Setelah selesai mengukur dan menggarisi pada bambu, Bapak Rabes Saragih membuat pengukuran dengan taksiran dengan berpedoman pada lebar dua jari tangan, telunjuk dan tengah. Pembuatan lubang nadaSarunei Buluhbiasanya memakai pisau cutter. Jarak untuk melubangi lubang nada menggunakan dua jari tangan. Lalu dibuat dahulu lubangnya yang kecil dengan menggunakan pisau kater. Kemudian secara pelan-pelan dan hati-hati mengikis lubang nada, maka terbentuklah lubang tersebut.Pada bagian pangkal lubang hembusan, ditutup dengan kayu simardaruma. Di bahagian ujung tiupan maka selanjutnya dibentuk lidah dari bambu itu sendiri, dengan menggunakan pisau kater. Menurut penjelasan Bapak Rabes Saragih yang banyak memesan Sarunei Buluhkepada beliau adalah orang-orang yang hendak mempelajari Sarunei Buluh Simalungun (diantaranya pemuda-pemudi), begitu juga halnya dengan parsarunei yang sudah professional. Terdapat banyak upacara maupun kegiatan adat masyarakat Simalungun di Purba Tongah yang selalu melibatkan musik tradisional dalam pelaksaannya seperti upacara pernikahan dan
upacara
sayur
matua.Sehingga
6
membuat
keberadaan
dan
dilestarikanbegitu juga dengan instrumenSarunei Buluh yang kerap digunakan dalam setiap penyajian musik tradisional Simalungun di Purba Tongah. Sampai saat ini Sarunei Buluh masih dipergunakan sebagai instrument musik dalam kegiatan yang berhubungan dengan musik pada masyarakat Simalungun.Tidak hanya dalam hal penggunaan, pembuatan Sarunei Buluh oleh Rabes Saragih masih berlangsung sampai saat ini di Purba Tongah. Dari uraian latar belakang atas, maka penulis tertarik unutuk meneliti dan mengkaji, serta menuliskan dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul:“Kajian Organologi Sarunei Buluh Simalungun Buatan Bapak Rabes Saragih di Desa Nagori Purba Tongah, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun.” Penelitian ini secara ilmiah menggunakan disiplin etnomusikologi, yang salah satunya adalah mengkaji alat-alat musik. Apa itu etnomusikologi dijelaskan oleh Alan P. Merriam (1964) sebagai sebuah disiplin ilmu yang mengkaji musik dalam konteks kebudayaan manusia. Artinya jika seorang ahli etnomusikologi mengkaji musik, maka ia akan selalu melihatnya dalam perspektif kebudayaan di mana musik itu hidup, tumbuh, dan berkembang. Musik tidak hanya fenomena bunyi yang dihasilkan manusia, tetapi musik adalah bahagian dari fenomena manusia yang menghasilkan musik tersebut. mengkaji musik dalam kebudayaan berarti juga mengkaji eksistensi manusia yang menghasilkan musik tersebut. Tujuan akhir seorang etnomusikolog bukan mengkaji musik sebagai bunyi dengan hukum-hukum internalnya
7
sendiri, tetapi adalah mengkaji manusia yang menghasilkan musik sedemikian rupa itu memiliki jati diri atau identitas yang khas. Sama halnya dengan ilmu-ilmu lain di dunia ilmu pengetahuan, etnomusikologi memiliki wilayah atau jangkauan pengkajian. Seorang etnomusikolog mestilah paham tentang wilayah penyelidikan etnomusikologi. Apa pun yang dikerjakan oleh etnomusikolog di lapangan, pada hakekatnya ditentukan oleh rumusan metodenya sendiri dalam arti yang luas. Maka sebuah penelitian etnomusikologis dapat diarahkan seperti perekaman suara musik, atau masalah peran sosial pemusik di dalam masyarakat.Jikalau suatu penelitian diarahkan kepada kajian mendalam di suatu daerah penelitian, dan jika peneliti menganggap studi etnomusikologi bukan hanya sebagai kajian musik dari aspek lisan, tetapi juga terhadap aspek sosial, kultural, psikologi, dan estetika—paling tidak ada enam wilayah penyelidikan yang menjadi perhatian etnomusikologi (Merriam 1964). Yang pertama adalah kebudayaan material musik. Ini pula yang menjadi fokus kajian dalam penelitian penulis, yaitu kebudayaan material musik, berupa Sarunei Buluh di dalam konteks kebudayaan Simalungun di Sumatera Utara. Wilayah ini meliputi kajian terhadap alat musik yang disusun oleh peneliti dengan klasifikasi yyang biasa digunakan, yaitu: idiofon, membranofon, aerofon, dan kordofon.
Selain itu pula, setiap alat musik harus diukur,
dideskripsikan, dan digambar dengan skala atau difoto; prinsip-prinsip pembuatan, bahan yang digunakan, motif dekorasi, metode dan teknik pertunjukan, menentukan nada-nada yang dihasilkan, dan masalah teoretis perlu
8
pula dicatat. Selain masalah deskripsi alatmusik, masih ada sejumlah masalah analisis lain yang dapat menjadi sasaran penelitian lapangan etnomusikologi. Di antaranya adalah apakah terdapat konsep untuk memperlakukan secara khusus alat-alat musik tertentu di dalam suatu masyarakat? Adakah alat musik yang dikeramatkan? Adakah alat-alat musik yang melambangkan jenis-jenis aktivitas budaya atau sosial alain selain musik?
Apakah alat-alat musik tertentu
merupakan pertanda bagi pesan-pesan tertentu pada masyarakat luas? Apakah suara-suara atau bentuk-bentuk alat musik tertentu berhubungan dengan emosiemosi khusus, keberadaan manusia, upacara-upacara, atau tanda-tanda tertentu? Nilai ekonomi alat musik juga penting dikaji dalam etnomusikologi. Mungkin ada beberapa spesialis yang mencari nafkahnya dari membuat alat musik. Apakah ada atau tidak spesialis pada suatu masyarakat? Apakah proses pembuatan alat musik melibatkan waktu pembuatnya? Alat musik dapat dijual dan dibeli, dapat dipesan; dalam keadaan apa pun, produksi alat musik merupakan bagian dari kegiatan ekonomi di dalam masyarakatnya secara luas. Alat musik mungkin dianggap sebagai lambang kekayaan; mungkin dimiliki perorangan; jika memilikinya mungkin diakui secara individual akkan tetapi untuk kepentingan praktis diabaikan; atau mungkin alat-alat musik ini menjadi lambang kekayaan suku bangsa atau desa tertentu. Penyebaran alat musik mempunyai makna yang sangat penting di dalam kajian-kajian difusi dan di dalam rekonstruksi sejarah kebudayaan, dan kadang-kadang dapat memberi petunjuk atau menetukan perpindahan penduuduk melalui studi alatmusik.
9
Kategori kedua adalah kajian tentang teks nyanyian. Kajian ini meliputi kajian teks sebagai peristiwa linguistik, hubungan linguistik dengan suara musik, dan berbagai masalah isi yang dikandung oleh teks tersebut. Masalah hubungan antara teks dengan musik telah banyak diteliti di dalam etnomusikologi karena memberi manfaat yang jelas. Namun hingga kini belum pernah dilakukan kajian yang menggunakan linguistik modern dan teknik-teknik etnomusikologis. Teks nyanyian mengekspresikan perilaku kebahasaan yang dapat dianalisis dari sudut struktur dan isi.
Bahasa teks nyanyian cenderung mempunyai
perbedaan sifat dengan ungkapan harian, dan kadangkala, seperti pada namanama pujian, atau bunyi pertanda gendang, teks tersebut merupakan bahasa “rahasia” yang hanya diketahui sekelompok tertentu saja dari masyarakatnya. Dalam teks nyanyian, bahasa yang digunakan sering lebih elastis dibandingkan dengan bahasa sehari-hari, dan bahasa tersebut tidak hanya mengungkapkan proses kejiwaan seperti pengendoran tekanan, akan tetapi juga informasi tentang sifat yang tidak mudah diungkapkan. Dengan alasan yang sama, teks nyanyian sering mengungkapkan nilai-nilai yang dalam dan tujuan-tujuan yang hanya boleh dinyatakan dalam keadaan terpaksa di dalam ungkapan sehari-hari. Hal ini selanjutnya dapat mengarahkan kepada kepekaan terhadap simbol yang mengandung etos dari suatu kebudayaan, atau terhadap suatu jenis generalisasi karakter nasional. Pemahaman mengenai perilaku ideal dan nyata sering dapat diungkap mellaluiteks nyanyian, dan akhirnya teks juga digunakan sebagai catatan sejarah bagi kelompok tertentu, sebagai cara-cara untuk menanamkan nilai-nilai, dan sebagai cara untuk membudayakan generasi muda.
10
Aspek ketiga adalah meliputi kategori-kategori musik yang dibuat oleh peneliti yang sesuai dengan kategori yang berlaku dalam kelompok tersebut. Di dalam hubungan ini tentunya peneliti menyusun acara rekamannya, yang diklasifikasikan utuk menyertakan contoh-contoh akurat dari semua jenis musik di dalam situasi-situasi pertunjukan yang direncanakan dan dipertunjukkan sebenarnya. Pemain musik atau musisi dapat menjadi sasaran keempat bagi etnomusikolog. Dari sekian hal yang penting adalah latihan untuk menjadi pemusik.Apakah seseorang dipaksa oleh masyarakatnya untukmenjadi pemusik, atau ia memilih sendiri karirnya
sebagai pemusik?
Bagaimana metode
latihannya, apakah sebagai pemain musik potensial yang mengandalkan kepada kemampuan sendiri; apakah ia mendapatkan pengetahuan dasar tentang teknik memainkan alat musiknya atau teknik menyanyi dari orang lain, atau apakah ia menjalani latihan yang ketat dalamwaktu tertentu? Siapa saja pengajarnya, dan bagaimanakan metode mengajarnya? Hal ini mengarahkan kepada masalah profesionalisme
dan
penghasilan.
Sebuah
masyarakat
mungkin
saja
membedakan beberapa tingkatan kemampuan pemusik, membuat klasifikasi dengan istilah-istilah khusus, dan memberikan penghargaan tertinggi kepada sesuatu yang dianggap benar-benar profesional; atau pemusik dapat saja tidak dianggap sebagai spesialis. Bentuk dan cara memberi penghargaan dapat sangat berbeda untuk setiap masyarakat, dan dapat terjadi bahwa pemusik sama sekali tidak mendapat bayaran.
11
Kajian ini dalam rangka penulisan skripsi digunakan dalam rangka mendeskripsikan biografi musikal Bapak rabes Saragih di dalam kebudayaan Simalungun. Deskripsi tersebut meliputi apakah ia dipaksa menjadi pemusik atau karena minat dan kesenangannya akan musik, demikian pula apakah ia memilih karirnya sebagai pemusik atau dalam bidang musik hanya sambilan saja, bagaimana ia berlatih, bagaiman ia membuata alat-alat musik, dan berbagai pertanyaan sejenis. Wilayah studi kelima adalah mengenai penggunaan dan fungsi musik dalam hubungannya dengan aspek budaya lain.Informasi yang kita dapatkan, menunjukkan bahwa didalam hubungan dengan penggunaan, musik meliputi semua aspek masyarakat; sebagai perilaku manusia, musik dihubungkan secara sinkronik dengan perilaku lainnya, termasuk religi, drama tari, organisasi sosial, ekonomi, struktur politik, dan berbagai aspek lainnya. Dalam mengadakan studi tentangmusik, peneliti dipaksa untuk mengadakan pendekatan budaya secara lengkap dalam mencari hubungan musik, dan di dalam maknanya yang dalam, ia mengetahui bahwa musik mencerminkan kebudayaan, sedangkan musik menjadi bagiannya. Fungsi musik di dalam masyarakat merupakan objek penyelidikan lain dari penyelidikan tentang penggunaan tersebut, karena penelitiannya diarahkan kepada masalah-masalah yang jauh lebih dalam. Telah dinyatakan bahwa salah satu fungsi utama musik adalah untuk membantu mengintegrasikan masyarakat, suatu proses yang secara kontinu dilakukan di dalam kehidupan manusia. Fungsi lain adalah untuk melepaskan tekanan-tekanan jiwa. Perbedaan antara
12
penggunaan dan
fungsi
musik
belum banyak
dibicarakan
di dalam
etnomusikologi, dan studi-studi pada wilayah yang luas cenderung untuk memusatkan kepada masalah pertama dan mengenyampingkan masalah yang kedua. Studi-studi tentang fungsi jauh lebih menarik di antara keduanya, oleh karena studi tersebuts eharusnya mengarahkan kepada pengertian yanglebih dalam tentang mengapa musik merupakan suatu gejala universal dii dalam masyarakat. Wilayah studi kelima etnomusikologi ini, penulis ap-likasikan dalam mendeskripsikan fungsi alat musik Sarunei Buluh di dalam kebudayaan Simalungun. Menurut hemat penulis fungsi alat musik ini adalah: komunikasi, hiburan, rekasi jasmani, dan penguingkapan emosional. Akhirnya, keenam, peneliti lapangan dapat mempelajari musik sebagai aktivitas kreatif di dalam kebudayaan. Yang penting di sini adalah tahap-tahap dari studi musik yang memusatkan pada konsep-konsep musik yangdigunakan di dalam masyarakat yang sedang diteliti.
Yang mendasari semua pertanyaan
adalah berbagai masalah perbedaan yang dibuat oleh pemusik dan bukan pemusik di antara apa yang dianggap musik dan bbukan musik, merupakan sasaran yang baru mendapatkan sedikit perhatian di dalam etnomusikologi. Apa sumber-sumber musik itu? Apakah musik disusun hanya melalui perantaraan bantuan dan persetujuan manusia super, atau apakah musik merupakan gejalagejala manusia biasa? Bagaimana nyanyian-nyanyian baru muncul? Apabila penyusun musik mempunyai status tinggidi dalam masyarakat, bagaimana ia menyusun musik, dan bagaimana pendapatnya tentang proses penyusunan
13
musik? Ukuran-ukuran kemampuan di dalam pertunjukan adalah penting sekali karena melalui pengertian ukuran ini peneliti dapat melihat musik yang baik dan buruk serta dapat melihatnya dengan cara-cara yang digunakan di dalam masyarakat. Masalah-masalah ini mengarahkan kepada evaluasi rakyatnya dan evaluasi analitis dari suatu teori tentang musik di dalam masyarakat tersebut; juga mengarahkan kepada berbagai masalah khusus di mana bentuk divisualisasikan sebagai sesuatu yang dapat dimanipulasikan, dan terhadap apakah aspek-aspek bentuk seperti interval musik atau pola-pola ritme inti khusus digunakan di dalam pemikiran pemusik dan bukan pemusik. Dengan demikian fenomena dan eksistensi Sarunei Buluh ini, sangat menarik didekati dengan pendekatan ilmiah yaitu disiplin etnomusikologi. Tujuan dari penelitian seperti ini adalah mengungkapkan fakta-fakta tersurat dan tersirat di balik keberadaan Sarunei Buluh Simalungun. Selanjutnya masyarakat yang memiliki kebudayaan material musik sedemikian rupa memiliki identitas yang khas yang membedakannya dengan masyarakat-masyarakat lain. Di dalamnya terkandung ide-ide kebudayaan yang dinamis dan memilii kearifannya tersendiri.
1.2 Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan sebelumnya, pokok permasalahan yang mnjadi topic bahasaan dalam tulisan ini yaitu : 1.
Bagaimana proses dan teknik pembuatan Sarunei Buluh Simalungun yang dilakukanbapak Rabes Saragih?
14
2.
Bagaimana teknik memainkan Sarunei Buluh Simalungun?
3.
Bagaimana eksistensi, fungsi, dan penggunaan alat musik Sarunei Buluh di tengah-tengah masyarakat Simalungun ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1Tujuan Penelitian Tujuan penelitian terhadapSarunei Buluh Simalungun yaitu: 1. Untuk mengetahui proses dan teknik pembuatan Sarunei BuluhSimalungun oleh bapak Rabes Saragih. 2. Untuk mengetahui teknik permainan Sarunei Buluh Simalungun. 3. Untuk mengetahui fungsi dan penggunaan alat musik Sarunei Buluh Simalungun di tengah-tengah masyarakat Simalungun.
1.3.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai untuk menambah informasi dan pengetahuan tentang kebudayaan Simalungun. 1. Sebagai dokumentasi untuk menambah referensi mengenai musik Simalungun di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. 2. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi. 3. Untuk melestrikan alat musikSarunei Buluh yang sudah jarang dipakai.
15
1.4
Konsep dan Teori
1.4.1
Konsep Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakan
dari peristiwa kongkrit (Kamus Besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991:431). Konsep juga dapat diartika suatu kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang perlu dirumuskan (Mardalis, 2003:46). Berikut ini penulis akan membuat pengertian dari kata-kata yang terdapat pada judul. Kajian adalah penyelidikkan atau pelajaran yang mendalam atau menelah (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Dalam etnomusikologi, bahwa kajian etnomusikologi tidak hanya berhubungan dengan musikal, apsek social, konteks budaya, psikologis dan estetika, melainkan juga paling sedikit ada enam aspek yang menjadi perhatiannya. Salah satu diantarannya adalah materi kebudayaan musikal (musical materials culture) (Merriam, 1964:45). Sementara organologi merupakan bagian dari etnomusikologi yang meliputi semua aspek, diantaranya adalah ukuran dan bentuk fisiknya termasuk pada pola biasaanya, bahan dan prinsip pembuatannya, metode dan teknik memainkan, bunyi dan wilayah nada yang dihasilkan, serta aspek social budaya yang berkaitan dengan alat musik tersebut. Organologi juga tidak hanya membahas masalah teknik memainkan, fungsi musikal, dekorasi (pola hiasan) fisik, dan aspek sosial budaya, melain kan termasuk didalamnya sejarah dan deskripsi alat musik tersebut secara konstruksional (Hood, 1982:124). Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian Kajian
16
Organologi adalah, suatu penyelidikan yang mendalam untuk mempelajari tentang instrument musik baik mencakup aspek sejarahnya maupun deksripsi alat musik itu sendiri tanpa mengenyampingkan aspek-aspek budaya dari alat musik itu sendiri. Sarunie buluh merupakan alat musik tiup yang sejenis dengan recorder dan termasuk dalam klasifikasi alat musik aerofon yang berfungsi membawakan melodi lagu dalam penggunaanya. Masyarakat Simalungun mengelompokkan alat musik Sarunei Buluh ke dalam kelompok alat musikyang dimainkan secara tunggal (solo instrument), namun pada kesempatan-kesempatan tertentu Sarunei Buluh tersebut dimainkan secara ansambel.
1.4.2 Teori Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005).Sebagai landasan berpikir dalam melihat suatu permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan teori-teori yang revelan, yang sesuai untuk permasalahan tersebut. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005, eksitensi artinya keberadaan. Sementara pengertian kebudayaan menurut E.B Talyor, dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture (1871) adalah: “keseluruhan yang mencakup pengetahuan dan kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, serta
17
kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.” Sarunei Buluh Simalungun adalah instrumen musik aerofon, berlidah tunggal, yang memiliki tujuh lubang, yang suaranya berasal dari udara. Oleh karena itu dalam pengklasifikasian alat musik tersebut, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel 1961, yaitu sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi. Sistem pengklasifikasian ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari: idiofon, (penggetar utama bunyinya adalah badan alat musik itu sendiri), aerofon (penggetar utama bunyinya adalah udara), membranofon (penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membrane), dan kordofon (penggetar utama bunyinya adalah senar). Maka penulis meyimpulkan bahwa eksistensi merupakan keberadaan yang mencakup keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, serta kemampuan dan kebiasaan lainnyaa yang diperoleh manusia sebagai menjadi landasan teori eksistensi kebudayaan untuk menyatakan keberadaan instrumenSarunei Buluh dalam masyarakat Simalungun. Dalam tulisan ini untuk membahas pendeskripsian alat musik, penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Susumu Kashima (1978:174) terjemahan Rizaldi Siagan dalam laporan APTA, bahwa studi musik dapat dibagi dalam dua kelompok sudut pandang yang mendasar, yaitu studi strukural dan studi fungsional. Studi struktural berkaitan dengan observasi (pengamatan), pengukuran, perekaman, atau bentuk pencatatan, ukuran besar
18
kecil, konstruksi serta bahan-bahan yang dipakai unutuk pembuatan alat musik tersebut. Kemudian studi fungsional memperhatikan fungsi dari alat-alat komponen yang memproduksi (menghasilkan) suara, antara lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dankeras lembutnya suara (loudness) bunyi nada, warna nada dan kualitas suara yang dihasilkan oleh alat musik tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis menggolongkan proses dan teknik pembuatan Sarunei Buluh Simalungun yang dilakukan Rabes Saragih kedalam studi structural. Menurut Herskovits (1964:217-218) dalam Merriam, penggunaan musik dapat dibagi menjadi lima kategori unsur-unsur budaya yaitu: kebudayaan material, kelembagaan sosial, hubungan manusia dengan alam, estetika, dan bahasa.
1.5 Metode Penelitian Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dihendaki melalui cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 2005). Sedangkan penelitian merupakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan
suatu
persoalan
atau
19
menguji
suatu
hipotesis
untuk
mengembangkan prinsip-prinsip umum (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Metode yang dapat digunakan penulius adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Nawawidan Martini(1995:209) penelitian kualitatif adalah rangkaian kegiatan suatu proses menjaring data (informasi) yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Untuk medukung metode penelitian tersebut, penulis menggunakan metode ilmu etnomusikologi yang terdiri dari dua kerja, yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (laboratory work). Hasil dari kedua metode ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir (a final study), (Merriam, 1964:34). Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam tulisan ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data, yaitu:(1) menggunakan daftar pertanyaan, dan (2) wawancara.
1.5.1
Kerja Lapangan Penulis melakukan kerja lapangan dengan observasi langsung melihat
proses pembuatan ke daerah penelitian yaitu ke rumah Bapak Rabes Saragih dan mencari narasumber dari pemusik dan tokoh masyarakat Simalungun. Penulis juga melakukan wawancara tidak berstruktur antara peneliti dan informan yaitu mengajukan pertanyaan yang tidak terikat pada susunan pertanyaan, akan tetapi tetap pada berfokus permasalahan utama.
20
1.5.2 Wawancara Wawancara adalah salah satunya teknik yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang kejadian yang tidak dapat diamati secara langsung. Teknik wawancara yang dilakukan penulis adalah wawancara berfokus ( focused interview) dan wawancara bebas ( free interview). Sebelum melakukan wawancara, penuluis terlebih dahulu menetapkan kepada siapa wawancara itu dilakukan, lalu menyiapakan pokok-pokok masalah yang terjadi bahan pembicaraan, kemudian melangsungkan wawancara, hasilnya ditulis dalam catatan lapangan.Pada wawancara berfokus, pertanyaan berpusat pada aspek pokok permasalahan. Walaupun demikian, pertanyaan yang diajukan lebih bersifat bebas, tidak hanya berpusat pada pokok permasalahan tetapi pertanyaan dapat beralih pada permasalahan lain dengan tujuan untuk memperoleh data yang beraneka ragam, namun tidak menyimpang dari objek permasalahan.
1.5.3
Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian dalam mengumpulkan data untuk tulisan ini
adalah di rumah Bapak Rabes Saragih yang berlokasi di desa Nagori Purba Tongah, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun.Namun untuk mendukung informasi mengenai Sarunei Buluh Simalungun tersebut, penulis juga mengumpulkan data-data maupun informasi dari orang-orang yang mengetahui tentang alat musik tersebut dan tokoh-tokoh masyarakat.
21
1.5.4 Studi Kepustakaan Sebelum melakukan penelitian ke lokasi, penulis terlebih dahulu mengadakan studi pustaka.Penulis membaca buku-buku dengan penelitian dan juga tulisan ilmiah dan cacatan yang berhubungan dengan objek penelitian. Karena teknologi semakin maju, dan banyak tulisan ilmiah dimasukkan ke dalam website, penulis juga mencari informasi dari internet. Studi pustaka ini diperlukan untuk melihat teori-teori dan konsep-konsep yang sesuai untuk mendukung penelitian ini.
1.5.5
Kerja Laboratorium Data-data yang sudah penulis, kemudian diolah dalam kerja
laboratorium.Kemudian penulis menyaring data-data yang diperlukan sesuai dengan topik masalah penelitian. Data tersebut diklasifikasikan dan disusun melalui proses teknik-teknik penulisan skripsi sarjana yang sesuai dengan norma yang berlaku di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Pada kerja ini penulis melakukan pengeditan terhadap foto-foto yang telah dikumpulkan di lapangan. Kemudian foto tersebut diinsert ke dalam skripsi, yang bertujuan mendukung studi organologis. Bila diperlukan foto difokuskan pada titik tertentu untuk fokus. Foto diedit dalam format jpg. Dalam kerja laboratorium ini, selain analisis aspek visual dalam studi organologi, maka diperlukan pula analisis aspek musikal. Oleh karena itu, penulis melakukan transkripsi lagu yang lazim dimainkan dalam Sarunei
22
Buluh. Selain itu penulis juga mentranskripsi tangga nada yang dihasilkan Sarunei Buluhini dengan pendekatan-pendekatan etnomusikologi.
23