BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna mendukung kebutuhan akan finansial yang juga semakin beragam ditengah tumbuh dan berkembangnya perekonomian Indonesia dewasa ini. Guna mengawal perekonomian Indonesia agar tetap bersahabat bagi para pelaku pasar dalam pelaksanaan kegiatan keuangan, maka peran aktif bank sentral akan sangat dibutuhkan. Tanggung jawab bank sentral dalam kaitan dengan perekonomian Indonesia khususnya bidang moneter, sebagaimana diatur dalam undangundang dimana bank sentral, Bank Indonesia (BI) memiliki tugas dan wewenang dalam hal menetapkan dan melakukan kebijakan moneter, mengatur, dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan mengatur serta mengawasi perbankan di Indonesia. Berdasarkan literatur dari kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataaan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan makro, yakni menjaga kestabilan ekonomi yang diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembangunan internasional yang berimbang. Apabila kestabilan
1
dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). 1 Bank Indonesia memiliki tugas dalam menjaga kestabilan moneter antara lain melalui instrumen suku bunga, disamping dituntut pula untuk menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang mengingat dampak yang dirasakan akibat gangguan stabilitas moneter akan terasa secara langsung dari aspek ekonomi, seperti peredaran uang, laju inflasi, maupun aktivitas perbankan dan lembaga keuangan lainnya. 2 Sementara itu, dalam perkembangan ekonomi dewasa ini, peranan perbankan sebagai sistem keuangan negara amatlah penting dan krusial yang diharapkan dapat mendukung pemerataan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional menuju kesejahteraan rakyat banyak. Bahkan saat ini, bank sudah menjadi bagian penting dalam suatu sistem pembayaran dunia seiring dengan tuntutan globalisasi dan semakin terbukanya pasar perdagangan dunia. Mengingat kegiatan dan aktivitas perbankan bergerak dari dana masyarakat berdasarkan asas kepercayaan dan komitmen, maka setiap pelaku perbankan harus menjaga kepercayaan masyarakat. Hal ini tentunya akan dapat terwujud apabila sektor perbankan dikelola dan dijalankan dengan prinsip kehati-hatian sehingga terpelihara konsistensi dan kesehatannya. Dalam hal ini, Bank Indonesia memiliki wewenang dalam menentukan arah kebijakan perbankan serta mengawasi seluruh 1 2
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Kebijakan _moneter// diakses pada tanggal 24 Januari 2012 www.bi.go.id diakses tanggal 24 Januari 2012
2
kegiatan perbankan, karena perbankan memiliki fungsi dan peran yang sangat penting dan strategis dalam menggerakkan perekonomian. Namun, dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, tugas dan kewenangan untuk mengatur dan mengawasi perbankan telah diserahkan kepada OJK (Otoritas Jasa Keuangan). OJK adalah suatu lembaga independen yang memiliki fungsi regulasi (pengaturan) dan supervisi (pengawasan) terhadap seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, meliputi (a) jasa keuangan di sektor perbankan, (b) kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, dan (c) kegiatan keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Keberadaan OJK akan mengambil alih sebagian kewenangan Bank Indonesia, yaitu kewenangan mengawasi bank. Sebelum OJK didirikan dengan Undang Undang OJK, kewenangan dalam mengawasi bank merupakan tugas BI sebagai bank sentral. Pengalihan kewenangan ini diamanatkan oleh Undang-Undang OJK dan telah dilaksanakan tanggal 31 Desember 2013 yang lalu. Terlepas dari tujuan didirikannya lembaga independen baru ini, di masa transisi saat ini, banyak yang meragukan efektivitas kinerja OJK bahkan kontroversi dan perdebatan antara para pakar keuangan dan pelaku perbankan di Indonesia. Banyak kalangan kerap membandingkan dengan kurang efektifnya Financial Supervisory Agency (FSA) di Inggris yang notabene sebagai pionir atas pendirian lembaga independen tersebut.
3
Setelah 12 tahun beroperasi, FSA masih terkendala faktor internal, khususnya yang berkaitan dengan proses merger sembilan otoritas pengawasan yang tak kunjung selesai. Sampai pada tahun 2007, beberapa lembaga keuangan, seperti asuransi, bisnis investasi, dan juga bank terus berjatuhan. Untuk negara-negara di Asia sendiri sampai saat ini mayoritas masih menggabungkan fungsi pengawasan dan perbankan dan pengaturan moneter, seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1.1. Otoritas Moneter dan Pengawas Lembaga Keuangan di NegaraNegara Asia Country China Indonesia India Korea, Rep.of Malaysia Philippines Singapore Thailand Vietnam
Monetary Agency The People's Bank of China Bank Indonesia Reserve Bank of India Bank of Korea Central Bank of Malaysia Central Bank of Philippines Monetary Authority of Singapore Bank of Thailand State Bank of Vietnam
Supervisory Agency China Banking Regulatory Commission Financial Services Authority Reserve Bank of India Financial Supervisory Services Central Bank of Malaysia Central Bank of Philippines Monetary Authority of Singapore Bank of Thailand State Bank of Vietnam
Notes S S* C S C C C C C
Notes: C= Combined, S= Separated *Efektif 2013 (Sumber: Bank of International Settlements)
Dari beberapa data negara-negara Asia di atas, terlihat bahwa Indonesia, Cina, dan Korea Selatan memisahkan fungsi pengaturan dan otoritas moneter menjadi 2 lembaga yang berbeda. Goodhart (2000) mengatakan bahwa pemisahan fungsi pada negara berkembang justru akan mendatangkan banyak permasalahan. Menurutnya, hal ini dikarenakan negara berkembang lebih cenderung dipengaruhi oleh ketidakstabilan kondisi politik, kurang efisien karena banyak kasus-kasus korupsi yang
4
merajalela, dan kurangnya sisi permodalan. Di sebagian besar negara berkembang termasuk Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa ada pertimbangan keterbatasan sumber daya manusia,
infrastruktur
pendukung
dan
akses
informasi
dibalik
pembentukan nya yang akan menjadi hambatan dan tantangan terutama selama transisi dan transformasi saat ini. Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa perlu mengidentifikasi dan menganilisis efek yang dapat terjadi dari pemisahan fungsi pengawasan lembaga keuangan dari bank sentral terhadap kebijakan moneter.
1.2.
Masalah Penelitian
1.2.1. Identifikasi Masalah Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
5
Pengalihan kewenangan pengawasan dan pengaturan perbankan dari Bank Indonesia kepada OJK membuat Bank Indonesia tidak lagi memiliki kendali secara langsung terhadap pengawasan perbankan serta, demi melaksanakan tugasnya dalam hal menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, hanya memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan kepada bank yang tergolong Sistematically Important Bank (SIB). Padahal, informasi mengenai perbankan secara cepat dan komprehensif sangat dibutuhkan oleh Bank Indonesia demi melaksanakan tugasnya dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan ekonomi. Dari pembahasan di atas, diperlukan suatu identifikasi dan mengenai: apakah pemisahan fungsi pengawasan lembaga keuangan dari bank sentral akan memiliki dampak terhadap stabilitas moneter yang direpresentasikan oleh stabilitas harga dan bagaimanakah peranan pertukaran informasi kedua lembaga dalam pelaksanaan koordinasi kebijakan.
1.2.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, pokok permasalahan utama dalam penelitian ini adalah mengenai efek yang dapat terjadi terhadap target kebijakan ekonomi seiring dengan dibentuknya OJK sebagai otoritas pengawas lembaga keuangan dan bagaimana memastikan kordinasi serta pertukaran informasi dapat bersinergi dengan baik. Dari permasalahan utama ini, penelitian ini membuat tiga
6
perumusan masalah, yaitu: 1. Apa sajakah determinan-determinan yang memiliki peranan besar dalam mengukur model keefektifan kebijakan ekonomi? 2. Apakah keberadaan lembaga pengawas jasa keuangan yang terpisah dari bank sentral di negara berkembang dapat membantu peranan bank sentral dalam menjalankan kebijakan ekonomi? 3. Bagaimana peranan manajemen informasi dan komunikasi antar lembaga dalam upaya mendukung keefektifan kebijakan masingmasing lembaga dan koordinasi kebijakan antar lembaga?
1.3.
Tujuan Penelitian Dengan adanya perumusan masalah di atas, adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Melihat determinasi yang memiliki peranan besar dalam mengukur keefektifan kebijakan ekonomi. 2. Menganalisis dampak keberadaan otoritas pengawas jasa keuangan yang terpisah dari bank sentral di negara berkembang dalam membantu peranan bank sentral dalam menjalankan kebijakan moneter. 3. Menjelaskan peranan aspek pertukaran informasi dan komunikasi guna meningkatkan kerjasama antara bank sentral dan otoritas pengawas bank
sehingga
efektivitas
kebijakan
kedua
lembaga
dapat
dimaksimalkan.
7
Mengingat baru terbentuknya OJK, data empiris mengenai kinerja OJK dalam mengawasi industri perbankan dan menciptakan sistem keuangan yang sehat masih sangat terbatas. Oleh karena itu, untuk mencapai kedua objektif di atas, studi ini akan melakukan analisa komparatif dengan mengumpulkan dan menganalisa data dari negaranegara maju dan berkembang.
1.4.
Manfaat Penelitian Dengan melihat masalah dan tujuan penilitian, maka studi ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada literatur sebagai berikut: 1.
Menambah jumlah kajian di dalam literatur dalam menganalisis dampak dari pembentukan institusi pengawas bank yang terpisah dari bank sentral dan dampaknya terhadap peran bank sentral dalam menjaga stabilitas harga.
2.
Mengetahui apakah pemisahan fungsi pengawas jasa keuangan dari bank sentral dapat membantu peranan bank sentral dalam menjalankan kebijakan moneter yang ditunjukkan dengan tingkat inflasi terutama di negara berkembang.
3.
Dengan dicapainya manfaat di atas, studi ini juga akan merefleksikan hasil tersebut terhadap pembentukan OJK di Indonesia. Lalu, studi ini diharapkan
dapat
memberikan
rekomendasi
kebijakan
untuk
meningkatkan efektifitas kinerja OJK dan juga kerjasama antara OJK dan Bank Indonesia (terutama dari aspek komunikasi dan pertukaran
8
informasi) dalam menjalankan fungsi nya masing-masing untuk menciptakan sistem keuangan yang sehat.
1.5.
Sistematika Pembahasan Bab I, menjelaskan deskripsi singkat mengenai latar belakang pendirian OJK sebagai lembaga yang mengambil alih kewenangan BI dalam hal pengaturan dan pengawasan bank. Kemudian, dilanjutkan dengan rumusan permasalahan, tujuan, dan manfaat penulisan tesis ini dan sistematika penulisan. Bab II, terdiri dari dua bagian utama, yaitu landasan teori, yang membahas pembagian fungsi dan kewenangan serta pro dan kontra pendirian OJK. Dalam bab ini juga menjelaskan mengenai studi literatur berupa hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Bab III, membahas metoda penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, mencakup identifikasi model, prosedur estimasi, dan penjelasan data. Bab IV, memaparkan hasil estimasi dan diskusi lanjutan berkaitan hasil yang didapat pada pengukuran di bab III untuk menjawab pertanyaan penelitian pengujian terhadap hipotesis yang diajukan. Bab V, menjelaskan kesimpulan dan rekomendasi kebijakan yang diajukan oleh penulis terkait dengan hasil pada bab IV.
9