BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial di masyarakat, seorang individu tidak lepas dari individu lainnya. Di dalam proses interaksi sosial tersebut, keterbukaan memegang peranan penting karena selalu digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Keterbukaan diri merupakan penyampaian informasi kepada orang lain, tentang perasaan yang dialami, dirasakan atau disaksikan, Informasi tersebut berupa pendapat, keyakinan, perasaan, pikiran, serta reaksi-reaksi terhadap sesuatu dan biasanya bersifat pribadi, dan tidak mudah untuk diungkapkan ke semua orang. Sears, dkk. ( 1988 ) berpendapat keterbukaan diri dapat bersifat deskriptif ataupun evaluatif.
Pengungkapan
diri
yang bersifat
deskriptif,
berarti
individu
memaparkan berbagai fakta yang belum diketahui oleh lndividu lain. Sedangkan keterbukaan diri yang bersifat evaluatif, individu mengungkapkan pendapat ataupun perasaan pribadinya . Individu yang telah mengembangkan komunikasi antar pribadi yang mendalam dan efektif, baik secara sadar maupun tidak sadar, ternyata telah mengungkapkan dirinya dengan lebih baik (Carm dan Maramis, 1990). Menurut Morton (dalam Sears, dkk., 1989) pengungkapan diri merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. 1
Informasi di dalam pengungkapan diri ini bersifat deskriptif atau evaluatif. Deskriptif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum diketahui oleh pendengar seperti, jenis pekerjaan, alamat dan usia. Sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan pendapat atau perasaan pribadinya seperti tipe orang yang disukai atau hal-hal yang tidak disukai atau dibenci. Menurut Suparno (2001) keterbukaan diri adalah suatu proses dimana seseorang membiarkan dirinya dikenal atau diketahui oleh orang lain, dengan demikian, orang yang terbuka mau membiarkan orang lain mengenal dirinya. Sikap terbuka adalah sikap untuk bersedia memberitahukan dan sikap untuk bersedia menerima pengetahuan atau informasi dari pihak lain termasuk sekolah. Sikap terbuka dapat dimiliki oleh setiap siswa. siswa yang terbuka akan mendapatkan informasi dan pengetahuan, mempererat persaudaraan, serta memperkuat persatuan. Sifat yang serba tertutup justru dapat merugikan diri sendiri. Keterbukaan merupakan suatu kondisi yang memungkinkan partisipasi siswa dalam mengikuti layanan bimbingan dan konseling. Keterbukaan menjadi bukti bahwa pihak sekolah sanggup bertanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukannya terhadap siswa. Bimbingan dan konseling di sekolah sebagai upaya pendidikan yang telah memberikan sumbangan terhadap perkembangan siswa dalam pemenuhan kebutuhan siswa (Yusuf, 2005), Bmbingan dan konseling adalah upaya 2
pemberian bantuan kepada individu (peserta didik/siswa) yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya mereka dapat memahami dirinya sehingga mereka sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan sesuai keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat serta kehidupan ada umumnya (Nurihsan, 2005). Kegiatan Bimbingan dan konseling yang diselenggarakan di sekolah secara menyeluruh meliputi empat bidang bimbingan yaitu bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir. Dari keempat kegiatan bimbingan dan konseling tersebut diselengggarakan melalui tujuh jenis layanan yaitu layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan/penyaluran, layanan pembelajaran, layanan konseling perseorangan, layanan bimbingan kelompok dan layanan konseling kelompok. untuk mendukung ketujuh layanan itu diselenggarakan lima jenis kegiatan pendukung yaitu instrumentasi, bimbingan konseling, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus. Berdasarkan definisi mengenai Bimbingan dan Konseling diatas maka dapat dikatakan bahwa keberadaan layanan bimbingan dan konseling bagi siswa itu penting, karena keberadaannya yang penting bagi siswa maka seharusnya dimanfaatkan oleh siswa. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bimbingan dan konseling SMK PGRI 2 Salatiga, diperoleh data bahwa siswa kelas XI E yang berjumlah 31, siswa masih mengalami masalah keterbukaan diri yang masih rendah sesuai 3
dengan ciri-ciri orang yang tertutup, misalnya dalam menerima informasi layanan bimbingan dan konseling
langsung diterima apa adanya dan tidak
pernah mengemukakan pendapat ataupun pertanyaan, bahkan mereka mengalami kesulitan untuk memberikan komentar terhadap materi yang disampaikan oleh konselor. Permasalahan yang dihadapi merupakan masalah yang serius sehingga perlu penanganan yang optimal. Akibat dari keterbukaan diri rendah dalam kegiatan pembelajaran siswa sering pasif dan interaksi dengan konselor menjadi rendah. Hal ini tentunya berpengaruh kepada siswa itu sendiri dalam memahami konsep dan materi yang diajarkan. Sehingga pemahaman dan penguasaan materi siswa masih kurang, dari permasalahan diatas perlu diadakan layanan bimbingan dan konseling agar dapat meningkatkan keterbukaan diri siswa. Dari hasil penyebaran insrumen kelas X E di SMK PGRI 2 Salatiga penulis menggunakan skala keterbukaan diri dan diperoleh hasil sebagai berikut :
4
Tabel 1.1 Kategori Keterbukaan diri Siswa kelas X.E
Kategori
Interval
Frekuensi
Persentase
Sangat Rendah
95-104
4
12,90%
Rendah
105-114
14
45,18%
Sedang
115-124
6
19,35%
Tinggi
125-134
4
12,90%
Sangat tinggi
135-144
3
9,67%
31
100%
Total
Dari Tabel 1.1 (Kategori Keterbukaan Diri) di atas dapat diketahui bahwa dari 31 siswa kelas X E yang mengalami keterbukaan diri sangat rendah (4 orang) 12,90%, rendah (14 orang) 45,18%, sedang (6 orang) 19,35%, tinggi (4 orang) 12,90% dan sangat tinggi (3 orang) 9,67%. Subyek dalam penelitian ini Kelompok siswa dalam kategori sangat rendah, rendah dan sedang berjumlah 24 yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 12 siswa merupakan kelompok eksperimen dan 12 siswa kelompok kontrol. Peningkatan keterbukaan diri siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui teknik permainan simulasi. Richard Kindsvatter (1996), permainan simulasi adalah suatu cara memberikan bantuan kepada individu atau
5
siswa melalui kegiatan kelompok. Kelebihan dari permainan simulasi adalah dapat melatih siswa untuk hidup berkelompok dan menumbuhkan kerjasama antara siswa dalam mengatasi masalah, melatih siswa untuk mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain, dan dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat berkomunikasi dengan teman sebaya dan pembimbing (Winkel dan Sri Hastuti, 2004). Bermain pada hakikatnya adalah meningkatkan daya kreativitas dan citra diri anak yang positif (Hughes, dalam Sudono, 1995). Unsur-unsur yang merupakan daya kreativitas akan muncul ketika siswa bermain. Hal ini akan menimbulkan motivasi dan keinginan untuk bekerja dengan baik, sehingga akan terjadi proses belajar sampai menghasilkan sesuatu. Belajar dan bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan, dan mendapatkan bermacammacam konsep serta pengertian yang tidak terhitung banyaknya. Sejatinya, di sinilah proses pembelajaran (Mayke, dalam Sudono1995). Richard Kindsvatter (1996) permainan simulasi adalah model yang mengilustrasikan atau menggambarkan baik sistem sosial maupun sistem fisik yang diabstraksi dari realitas berdasarkan peristiwa yang sebenarnya, dilakukan abstraksi (pemindahan) terhadap kondisi-kondisi yang mendukung terjadinya peristiwa
tersebut,
ditambah
dengan
penyederhanaan-penyederhanaan,.
Disamping itu, metode permainan simulasi cocok diterapkan pada semua
6
tingkatan siswa, dari siswa taman kanak-kanak, sampai siswa pada tingkatan yang lebih tinggi.Dari pendapat diatas penulis memilih teknik permainan simulasi mempunyai kelebihan tersendiri seperti melatih pengungkapan diri serta memecahkan masalah, meningkatkan keaktifan belajar dengan melibatkan siswa dalam memelajari situasi yang hampir serupa dengan kejadian yang sebenarnya, memberikan motivasi belajar untuk mengungkapkan diri. Dias Ratnawati (2007), dalam penelitiannya menemukan bahwa layanan bimbingan kelompok (permainan simulasi) efektif dalam meningkatkan keterbukaan diri siswa SMA Negeri Getasan Kabupaten Semarang. Romi Dwi Setyo Wibowo (2010), menemukan bahwa teknik permainan simulasi (bimbingan kelompok) efektif dalam meningkatkan keterbukaan diri siswa di SMA Negeri 3 Malang yang ditunjukan dengan adanya perbedaan interaksi antara antara kelompok eksperimen dengan kontrol. Selain itu dalam penelitian Astri Dityaningrum (2010), menemukan bahwa treatment permainan simulasi terbukti efektif untuk meningkatkan keterbukaan diri siswa SMA Salahudin. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penelitian ini akan diterapkan untuk mengetahui keefektifan teknik permainan simulasi dalam meningkatkan keterbukaan diri siswa kelas X E di SMK PGRI 2 Salatiga.
7
1.2. Rumusan masalah Berdasarkan uraian latar belakang, masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : apakah teknik permainan simulasi efektif dalam meningkatkan keterbukaan diri siswa kelas X E di SMK PGRI 2 Salatiga? 1.3 Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi dalam
meningkatkan keterbukaan diri
siswa kelas X E di SMK PGRI 2
Salatiga. 1.4. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah apabila Penelitian ini ditemukan bahwa teknik permainan simulasi dapat meningkatkan keterbukaan diri siswa maka temuan ini sejalan dengan pendapat Richard Kindsvatter (1996) yang menyebutkan bahwa permainan simulasi diselenggarakan untuk pelatihan pengungkapan diri serta memecahkan masalah, meningkatkan keaktifan belajar dengan melibatkan siswa dalam mempelajari situasi yang hampir serupa dengan kejadian yang sebenarnya, memberikan motivasi belajar untuk mengungkapkan diri.
8
b. Manfaat Praktis a) Sebagai bahan masukan bagi guru pembimbing untuk melaksanakan layanan bimbingan dan konseling dalam bidang yang lainnya. b) Mengenalkan layanan bimbingan dan konseling bagi siswa bahwa dengan kegiatan tersebut dapat membantu siswa untuk menunjang aktifitas hidupnya. 1.5. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk memudahkan pembaca memahami isi skripsi ini, maka dalam penyusunan skripsi ini menggunakan sistematika dan garis besar isinya yang disajikan sebagai berikut : Bab 1
Berisi Pendahuluan, meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian skripsi.
Bab II
Landasan teori, berisi tentang keterbukaan diri, bimbingan Kelompok, kajian yang relevan dan Hipotesis.
Bab III
Metode Penelitian diuraikan tentang jenis penelitian, populasi dan sampel, instrumen penelitian validitas dan reliabilitas alat ukur dan metode analisis data.
Bab IV
Analisis dan pembahasan dipaparkan deskripsi subjek penelitian, pengumpulan data, analisis data, uji hipotesis dan pembahasan hasil penelitian.
Bab V
Penutup berisi kesimpulan dan saran.
9