BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak
buruk
yang
ditimbulkan,
yang
meliputi
kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi serta pemulihan prasarana dan sarana. (BNPB, 2012) Salah satu jenis bencana di Indonesia yang sering terjadi akibat faktor alam adalah terjadinya letusan gunung berapi. Letusan gunung api adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah "erupsi". (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2010). Salah satu gunung api aktif yang terdapat di Sumatera Utara yaitu Gunung Sinabung yang berada pada level IV yaitu “Awas”. Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo mengalami erupsi yang cukup mengejutkan pada tanggal 29 Agustus 2010. Sejak itu status Gunung Sinabung berubah dari status tipe B menjadi tipe A. Berdasarkan data Media Center di Posko Pendampingan Erupsi Gunung Sinabung 2013, pada tanggal 1 dan 2 November 2013 terjadi peningkatan aktivitas sehingga
8
Universitas Sumatera Utara
2
statusnya ditingkatkan dari waspada (level II) menjadi siaga (level III). Pada tanggal 3 November 2013 tepatnya pukul 03.00 WIB statusnya kembali ditingkatkan menjadi awas (level IV) dan sejak tanggal 3 November 2013 ditetapkan mulai masa tanggap darurat. Sekitar 28.711 orang dari 32 desa mengungsi (data Dinas Kominfo dan PDE Kab. Karo). (Dinas Kominfo dan PDE Kab. Karo, 2013) Pada tanggal 11 Februari 2014 pukul 10.30 Wib, gunung sinabung kembali mengalami erupsi dengan tinggi kolom erupsi mencapai 2 Km, dengan jangkauan awan panas ke arah tenggara selatan sejauh 4,5 Km. Erupsi kali ini menyebabkan jatuhnya korban jiwa sebanyak 18 orang. Hal ini menimbulkan kepanikan karena masyarakat sebelumnya menduga bahwa Gunung Sinabung sedang mengalami penurunan aktivitas. Data terakhir yang diperoleh peneliti erupsi gunung sinabung kembali terjadi pada tanggal 5 Oktober 2014. Kejadian erupsi gunung sinabung yang tidak dapat diprediksi membuat pengungsi harus tetap bertahan di posko pengungsian agar tidak membahayakan keselamatan dan kesehatan mereka. Posko pengungsian yang ada di Kabupaten Karo adalah posko pengungsian Gedung Serba Guna, GBKP Kota Berastagi, Klasis GBKP Berastagi, KWK Berastagi, Uka K. Jahe 1, Uka K. Jahe 2 dan Uka K. Jahe 3 Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di lokasi penelitian terlihat adanya fasilitas sanitasi seperti jamban umum, sanitasi air bersih, tempat pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah yang dibangun pemerintah untuk kebutuhan sanitasi para pengungsi. Selain fasilitas sanitasi yang mendukung personal hygiene para pengungsi juga sangat penting agar para pengungsi tidak tertular dan menularkan penyakit kepada pengungsi lain selama
Universitas Sumatera Utara
3
berada di posko pengungsian mengingat bahwa padatnya hunian pengungsian dapat mempermudah penularan penyakit dari yang satu kepada yang lain. Masalah kesehatan masyarakat pengungsi, khususnya masalah kesehatan lingkungan yang berpotensi menimbulkan KLB penyakit diare, ISPA, kulit, campak dll yang memerlukan upaya sanitasi darurat. Timbulnya masalah kesehatan itu berawal dari kurangnya air bersih yang berakibat pada buruknya kebersihan diri, buruknya sanitasi lingkungan yang merupakan awal dari perkembangbiakan beberapa jenis penyakit menular. Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga merupakan awal dari proses terjadinya penurunan derajat kesehatan dalam jangka panjang akan mempengaruhi secara langsung tingkat pemenuhan kebutuhan gizi seseorang. (Menkes RI,2007). Potensi munculnya penyakit menular sangat erat kaitannya dengan faktor risiko, khususnya di lokasi pengungsian dan masyarakat sekitar penampungan pengungsi, seperti campak, diare, pnemonia, malaria dan penyakit menular lain spesifik lokal. Banyaknya tenda‐tenda darurat tempat penampungan sementara para pengungsi yang diperkirakan belum dilengkapi dengan berbagai fasilitas sanitasi dasar yang sangat diperlukan, akibatnya banyak kotoran dan sampah yang tidak tertangani dengan baik dan akan menciptakan breeding site terutama untuk lalat dan serangga pangganggu lain. Hal ini akan menambah faktor resiko terjadinya penularan berbagai penyakit. Keberadaan lalat dan serangga‐serangga pengganggu lain merupakan vektor mekanik dari berbagai penyakit tertentu dan dari sisi lain keberadaan serangga tersebut menyebabkan gangguan bagi sebagian orang. (Menkes RI, 2011)
Universitas Sumatera Utara
4
Masyarakat korban bencana juga harus memiliki jumlah jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam, Masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah padat, termasuk limbah medis. Kemudian banyak masalah kesehatan atau kejadian penyakit sebenarnya dapat ditanggulangi atau dicegah bila memperhatikan aspek perilaku, baik menyangkut perilaku sehubungan dengan lingkungan maupun perilaku sehubungan dengan gaya hidup (sosial budaya). (Menkes RI, 2001) Sanitasi menurut World Health Organization WHO (2002) adalah suatu usaha yang mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia terutama terhadap hal-hal yang mempengaruhi efek, merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup. Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah penyakit yang sering timbul pada keadaan darurat seperti bencana adalah dengan pengadaan air bersih untuk minum, memasak dan menjaga kebersihan pribadi. Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak dikonsumsi menjadi paling mendesak. Namun biasanya problema–problema kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat tertentu. Air di sumber– sumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabakan timbulnya risiko–risiko besar terhadap kesehatan akibat penyakit– penyakit maupun pencemaran kimiawi atau radiologis dari penggunaan jangka pendek. (Menkes RI, 2001).
Universitas Sumatera Utara
5
Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti terlihat bahwa kondisi pengungsi Sinabung masih kondusif. Untuk kebutuhan konsumsi dan logistik para pengungsi masih tercukupi. Pengungsi sangat membutuhkan fasilitas sanitasi yang memadai. Demikian pula, fasilitas penampung air bersih yang masih sangat kurang dibanding dengan jumlah pengungsi. Pengungsi kesulitan untuk mendapatkan air bersih untuk mandi, mencuci pakaian dan perabotan rumah tangga mereka. Hal ini, menyebabkan para pengungsi tampak kotor dan kumal karena tidak mandi. Banyak peralatan makan yang tergeletak berantakan dalam keadaan kotor, dan anak-anak bahkan orang dewasa yang buang air kecil sembarangan. Terbatasnya persediaan air bersih, sanitasi lingkungan yang buruk, personal hygiene yang tidak baik serta menurunnya daya tahan tubuh merupakan masalah yang sering timbul dalam kondisi bencana dan penanganannya belum memadai. Penanganan yang diberikan belum merujuk pada suatu standar pelayanan minimal. Dapat diprediksi akan terjadi peningkatan kasus penyakit menular. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk menganalisis Kondisi Fasilitas Sanitasi dan Keluhan Kesehatan Korban Letusan Gunung Merapi Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara
6
1.2. Perumusan Masalah Erupsi gunung Sinabung merupakan bencana yang diakibatkan faktor alam membuat masyarakat harus tinggal di posko pengungsian. Dalam posko pengungsi sangat membutuhkan fasilitas sanitasi yang memadai karena kurangnya sarana sanitasi dan lingkungan yang padat pengungsian dapat mempermudah penularan penyakit dari satu kepada yang lain. Masalah kesehatan di posko berpotensi menimbulkan KLB. Penyakit yang terjadi di pengungsian seperti diare, ISPA, kulit, campak disebabkan karena jeleknya sanitasai lingkungan. Berdasarkan kondisi tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Kondisi Fasilitas Sanitasi dan Keluhan Kesehatan Korban Letusan Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015” ?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk menganalisis Kondisi Fasilitas Sanitasi dan Keluhan Kesehatan Korban Letusan Gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015. 1.3.2. Tujuan Khusus 1.
Untuk mengetahui kondisi fasilitas sanitasi korban letusan gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015.
2.
Untuk mengetahui keluhan kesehatan korban letusan gunung Sinabung di Posko Pengungsian Kabupaten Karo Tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara
7
1.4. Manfaat Penelitian 1.
Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Karo, sebagai data yang diperlukan untuk kegatan penyuluhan dalam rangka membangun sanitasi kesehatan lingkungan serta membina partisipasi masyarakat pengungsi dalam meningkatkan cakupan fasilitas sanitasi untuk mendukung kesehatan pengungsi di posko pengungsian di Kabupaten Karo.
2.
Sebagai bahan informasi mengenai pentingnya fasilitas sanitasi bagi korban letusan gunung merapi di Posko Pengungsian di Kabupaten Karo.
3.
Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara