BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Lahirnya sebuah Undang-Undang di suatu negara dimulai dari masalahmasalah yang muncul dalam masyarakat. Salah satu fungsi pemerintah adalah membentuk kebijakan publik yang berisi pedoman-pedoman yang harus ditempuh untuk mengatasi masalah - masalah yang ada di masyarakat. Secara teoritis kebijakan publik ditujukan untuk menyelesaikan masalah publik atau masalah kebijakan. 1 Kebijakan merupakan bagian dari politik sebab pemerintah
merupakan
aktor untuk membuat suatu kebijakan baik dalam bentuk peraturan dan Undangundang. Seperti yang dijelaskan oleh Budi Winarno bahwa kebijakan digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat maupun lembaga pemerintah) dan sejumlah aktor dalam suatu kegiatan bidang tertentu. Maraknya masalah ketenagakerjaan belakangan ini membuat negara harus turun tangan
langsung
untuk
membuat
regulasi
ketenagakerjaan. Hal ini juga disebabkan
yang
mengatur
mengenai
karena banyaknya kasus yang
menjadikan Tenaga Kerja Indonesia dalam maupun luar negeri menjadi korban dan tidak mendapatkan perlindungan. .
1
Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Model Dan Aktor Dalam Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media. Hal.65.
Universitas Sumatera Utara
UU tentang Ketenagakerjaan ini muncul disebabkan karena kompleksnya masalah tenaga kerja di Indonesia dan belum terwujudnya kesejahteraan diantara kaum buruh serta upah yang belum dapat memenuhi kebutuhan buruh. Pemberian upah yang layak merupakan hak setiap buruh. Seperti tertuang dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi : “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”. Atas dasar tersebut pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk melindungi kepentingan para buruh. Dan dalam hal ini pemerintah juga harus ambil bagian dalam penentuan pemberian upah. Dalam hal ini pemerintah harus dapat membuat sebuah kebijakan agar kaum buruh tidak dirugikan. Sudah sejak lama dipahami bahwa di negara yang sedang berkembang, rendahnya gaji buruh dianggap sebagai keunggulan komparatif bagi pengusaha dan daya tarik investasi oleh pemerintah. UU No.13 Tahun 2003 merupakan suatu upaya pemerintah dalam rangka mewujudkan pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik indonesia Tahun 1945 yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata baik secara materiil maupun spritual. Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan
Universitas Sumatera Utara
pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha dan mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi kaum buruh. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan tersebut dapat terjalin bukan hanya antara pengusaha dan buruh melainkan juga terdapat peran serta pemerintah. Itulah sebabnya diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif. UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan salah satu usaha pemerintah untuk mewujudkan demokrasi di tempat kerja sehingga diharapkan dapat mendorong partisipasi optimal dari seluruh tenaga kerja dan pekerja/buruh Indonesia agar dapat membangun negara Indonesia sesuai yang dicita-citakan. Peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku selama ini merupakan produk kolonial dimana peraturan yang terbentuk menempatkan pekerja pada posisi yang kurang menguntungkan dan lebih menonjolkan perbedaan kedudukan dan kepentingan sehingga dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang sehingga perlu diperaharui agar UU yang berlaku dapat mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi kaum buruh/ pekerja sehingga tidak hanya menguntungkan para pengusaha saja. Peraturan perundang-undangan tentang Ketenagakerjaan di Indonesia telah mengalami perkembangan antara lain :
Universitas Sumatera Utara
1.Ordonansi
Tentang
Pengerahan
Orang
Indonesia
Untuk
Melakukan
Pekerjaan di Luar Indonesia ( Staatsblad 1887 No.8). 2. Ordonansi Tanggal 17 Desember 1925 Tentang Pembatasan Kerja Anak dan Kerja Malam Bagi Wanita. (Staatsblad 1887 No.8) 3. Donansi Tahun 1926 Peraturan Mengenai Kerja Anak-Anak dan Orang Muda di Atas Kapal ( Staatsblad 1926 No.87) 4. Ordonansi Tanggal 4 Mei 1936 Tentang Ordonansi Untuk Mengatur Kegiatankegiatan Mencari Pekerja (Staatsblad Tahun 1936 Nomor 208). 5. Ordonansi Tentang Pemulangan Buruh yang Diterima atau dikerahkan dari Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 545). 6. Ordonansi Nomor 9 Tahun 1949 Tentang Pembatasan Kerja Anak-Anak (Staatsblad Nomor 8 Tahun 1949). 7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1951 Tentang Pernyataan berlakunya Undang- Undang Kerja Tahun 1948 Nomor 12 Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 2). 8. Undang – Undang Nomor 21 Tahun 1954 Tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan ( Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 598a)
Universitas Sumatera Utara
9. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 Tentang Penempatan Tenaga Asing (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 8) 10.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1961 Tentang Wajib Kerja Sarjana (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 207, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2270) 11.Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1963 Tentang Pencegahan Pemogokan dan atau Penutupan (Lock Out) di Perusahaan, Jawatan dan Badan yang Vital (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 67) 12.Undang-Undang No.14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912) 13.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3702). 14.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1968 Tentang Perubahan Berlakunya Undang-Undang Nomor 256 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3791) 15.Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2000 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1998 Tentang Perubahan Berlakunya Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan menjadi
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4042) 2 Namun peraturan perundang-undangan ini perlu dicabut dan diganti dengan peraturan yang baru. Undang-Undang ini diganti karena keentuannya sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan sudah tidak dapat menampung perubahan yang sangat mendasar di segala aspek kehidupan bangsa Indonesia dengan dimulainya era reformasi. Undang-Undang no.13 Tahun 2003 ingin mewujudkan
suatu
landasan,
asas
dan
tujuan
dalam
pembangunan
ketenagakerjaan serta mewujudkan hubugan industrial sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan juga perlindungan buruh termasuk perlindungan terhadap hak-hak dasar pekerja/buruh, perlindungan upah, kesejahteraan dan jaminan sosial tenaga kerja 3. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 merupakan suatu kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah khususnya terkait dengan pemberian upah kepada buruh yang ada di kota Pematangsiantar. Sejahtera atau tidaknya para buruh merupakan output dari pemberian upah yang layak. Implementasi dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat akan dikembangkan oleh pemerintah provinsi dalam hal ini adalah kebijakan pemerintah Provinsi dalam menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP).
2 3
www.datahukum.pnri.go.id. Diakses pada tanggal 10 desember 2013 pukul 10.00. Penjelasan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan pemerintah Kota Medan yang baru-baru ini dikeluarkan Pemerintah adalah Penetapan Upah Minimum Provinsi yang mengalami kenaikan dengan presentase yang sangat kecil yaitu sekitar 8,5 %. Kebijakan ini mengundang kontroversi dari kaum buruh di Sumatera Utara. Hal ini disebabkan kenaikan Upah Minimum Buruh yang naik hanya 8,5 % dibanding dengan UMP 2013 dianggap tidak sebanding dengan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) pada Juni 2013 yang mengalami kenaikan dari harga Rp. 4500 per liter menjadi Rp.6500 per liter atau mengalami kenaikan sebesar 45 %, kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan naiknya harga kebutuhan pokok membuat upah buruh terus tergerus 30 persen. Melihat hal tersebut ditambah dengan domino kenaikan harga ditambah inflasi dua digit dan pertumbuhan ekonomi maka sangat wajar jika Upah Minimum Provinsi naik sekitar 50 persen 4. Upah Minimum Provinsi merupakan salah satu bagian dari pasal-pasal yang
terdapat
dalam
Undang-Undang
No.13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaaan. Hal ini disebabkan karena upah merupakan hak yang harus diterima oleh setiap buruh. Seperti yang tertera dalam dalam Pasal 88 UndangUndang no.13 Tahun 2013 Tentang Pengupahan yang mengatakan bahwa setiap buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam hal ini pemerintah yang berperan dalam menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.
4
www.tribunnews.com/regional/2013/11/03/buruh-medan-tetap-tuntut-upah-naik-50-persen. Diakses pada tanggal 10 desember 2013 pukul 10.15.
Universitas Sumatera Utara
Serikat Buruh Solidaritas Indonesia (SBSI) merupakan suatu organisasi yang bertujuan untuk mewakili dan memperjuangkan kepentingan – kepentingan para buruh dalam kaitan pekerjaannya. Berdasarkan fungsi Sarikat Pekerja Seluruh Indonesia yang melindungi, meningkatkan kondisi dan syarat kerja, perjanjian kerjasama, menangani keluh kesah anggota dan melihat tentang pemberian upah kepada pekerja/buruh. Maka peneliti tertarik untuk melihat implementasi dari Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 yang berlangsung di Serikat Buruh Solidaritas Indonesia Kota Pematangsiantar. Maka dalam hal ini peneliti mengangkat judul penelitian Implementasi Undang-Undang Ketenagakerjaan Dalam Peningkatan Kesejahteraan Buruh. (Studi Analisis Terhadap UdangUndang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Di Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar).
B. Rumusan Masalah Dari pemaparan pada latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah
dalam
penelitian
ini
adalah
Implementasi
Undang-Undang
Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Buruh di Sarikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar.
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk
mendiskripsikan
tentang
Implementasi
Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 di Serikat
Undang-Undang Buruh Solidaritas
Indonesia, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. 2. Untuk
menganalisis
berhasil
atau
tidaknya
Undang-Undang
Ketenagakerjaan ini diterapkan pada pekerja/ buruh di Indonesia. 3. Untuk melihat pengaruh diterapkannya UU Ketenagakerjaan dalam meningkatkan kesejahteraan buruh di kota Pematangsiantar.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Secara akademis penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang Politik khususnya dalam kajian studi Kebijakan Publik dan diharapkan dapat menjadi referensi/kepustakaan bagai departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mendiskripsikan tentang Implementasi dari Undang-Undang Ketenagakerjaan di Sarikat Buruh Solidaritas Indonesia Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. 3.
Bagi penulis sendiri, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berfikir dalam melakukan sebuah penelitian dan
menulis
suatu karya ilmiah serta memberikan pengetahuan yang baru bagi peneliti sendiri.
E. Kerangka Teori E.1. Teori Kebijakan Publik Kebijakan publik merupakan kebijakan yang dibuat oleh institusi otoritatif yang ditujukan dan berdampak kepada publik serta ditujukan untuk mengatasi persolan-persoalan publik. Dye (1978) menjelaskan bahwa kebijakan publik merupakan sub disiplin yang tidak asing lagi dibahas dalam ilmu politik. Kebijakan publik memandang fenomena kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, kekuatan-kekuatan apa yang membentuknya dan akibat yang ditimbulkan terhadap masyarakat. Kebijakan Publik menurut Nakamura dan Smalwood dapat diartikan sebagai berikut “Kebijakan publik adalah serangkaian instruksi dari pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan – tujuan dan
Universitas Sumatera Utara
cara-cara mencapai tujuan tersebut. 5 Sedangkan menurut Edward dan Sharkansky kebijakan publik dapat diartikan sebagai berikut “Kebijakan publik adalah apa yang dikatakan dan dilakukan pemerintah, mencakup tujuan-tujuan, maksud program pemerintah, pelaksanaan niat dan peraturan”. 6 Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas politis
tersebut
dijelaskan
sebagai
proses
pembuatan
kebijakan
dan
divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu : penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan. Analisis kebijakan dapat menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan pada satu, beberapa, atau seluruh tahap dari proses pembuatan kebijakan, tergantung pada tipe masalah yang dihadapi klien yang dibantunya. Analisis kebijakan dilakukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan dalam satu tahap atau lebih tahap proses pembuata kebijakan. Setiap tahap berhubungan dengan tahap berikutnya dan tahap akhir (penilaian kebijakan) dikaitkan dengan tahap pertama (penyusunan agenda), atau tahap di tengah dalam lingkaran aktivitas yang tidak linear. 7
5
Kusumanegara, Solahuddin. Ibid. hal.4. Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Ibid. Hal.5. 7 Dunn,William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Hal. 22. 6
Universitas Sumatera Utara
E.2. Teori Implementasi Kebijakan Publik Mempelajari mengenai implementasi kebijakan publik kita jangan hanya menyoroti perilaku-perilaku lembaga – lembaga administrasi atau badan-badan yang bertanggungjawab atas suatu program berikut pelaksanaannya terhadap kelompok-kelompok sasaran (target groups), tetapi perlu juga memperhatikan secara cermat berbagai jaringan kekuatan politik, ekonomi, sosial yang langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku dari berbagai pihak yang terlibat dalam suatu program, dan akhirnya membawa dampak (yang diharapkan maupun yang tidak) terhadap program tersebut 8. Secara garis besar kita dapat mengatakan bahwa fungsi implementasi itu ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan – tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai “outcome” (hasil akhir) kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebab itu fungsi implementasi juga mencakup pula penciptaan dalam
ilmu
kebijakan publik
(Policy science) disebut “policy delivery system” (sistem penyampaian/penerusan kebijakan publik) yang biasanya terdiri dari cara-cara atau sarana-sarana tertentu yang dirancang secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya tujuan – tujuan dan sasaran-sasaran yang dikehendaki. Kebijakan – kebijakan publik pada umumnya masih abstrak berupa pernyataan umum yang berisikan tujuan, sasaran dan berbagai macam sarana 8
Abdul, Solihin. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang : Penerbitan Universitas Muhammadiyah. hal.176.
Universitas Sumatera Utara
yang kesemuanya dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan-tujuan ataupun sasaran yang telah dinyatakan dalam kebijakan tersebut. Hal ini menjadi penyebab mengapa berbagai macam program mungkin sengaja dikembangkan guna mewujudkan tujuan –tujuan kebijakan yang kurang lebih sama. Program-program aksi itu sendiri boleh jadi juga diperinci lebih lanjut dalam bentuk proyek-proyek yang akan dilaksanakan. Pemerincian program-program ke dalam bentuk proyekproyek ini dapat kita maklumi mengingat proyek-proyek itu merupakan instrumen yang lazim digunakan untuk mengimplementasikan kebijakan. Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy makers bukanlah
jaminan
bahwa
kebijakan
tersebut
pasti
berhasil
dalam
implementasinya. Ada banyak variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun kelompok atau institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy makers untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran. 9 Dalam berbagai sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan oleh badan-badan pemerintah. Badan badan tersebut melaksanakan pekerjaanpekerjaan pemerintah dari hari ke hari yang membawa dampak pada warga negaranya. Politik menurut Frank Goodnow yang menulis pada tahun 1900, berhubungan dengan penetapan kebijakan yang akan dilakukan oleh negara. Ini berhubungan dengan nilai keadilan, dan penentuan apa yang harus dilakukan atau 9
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hal. 87.
Universitas Sumatera Utara
tidak dilakukan oleh pemerintah. Namun dalam praktik badan-badan pemerintah sering menghadapi pekerjaan-pekerjaan di bawah mandat undang-undang yang terlalu makro dan mendua (ambiguous) sehingga memaksa mereka untuk membuat diskresi, untuk memutus apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk mempengaruhi apa yang Lipsky disebut” street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku kelompok sasaran (target group). Untuk kebijakan yang sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai implementor, misalnya kebijakan pemerintah untuk mengubah undang-undang ketenagakerjaan agar sesuai dengan keinginan dan kesejahteraan buruh. Maka usaha-usaha implementasi ini akan melibatkan berbagai institusi seperti Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, Serikat Buruh dan pengusaha. Kompleksitas implementasi kebijakan bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual maupun variabel yang organisasional dan masing-masing variabel pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain. Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. Pendekatan yang digunakan terhadap studi implementasi kebijakan
Universitas Sumatera Utara
dimulai dari sebuah intisari dan menanyakan : Apakah prakondisi untuk implemetasi kebijakan yang berhasil? Apakah rintangan primer untuk implementasi kebijakan yang sukses. Dalam pengkajian terhadap implementasi ada empat faktor yang beroperasi secara simultan dan berinteraksi satu sama lain untuk membantu atau bersifat merintangi implementasi kebijakan. Dalam teori George Edwards III (1980), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yakni : komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. 10 1. Komunikasi Agar implementasi menjadi efektif, maka mereka yang tanggungjawabnya adalah untuk mengimplementasikan sebuah keputusan mesti tahu apa yang seharusnya mereka kerjakan. Komando untuk mengimplementasikan kebijakan mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat dan kebijakan ini mesti akurat, jelas dan konsisten. Jika para pembuat keputusan ini berkehendak untuk melihat yang diimplementasikan tidak jelas dan bagaimana rinciannya maka kemungkinan akan timbul kesalahpahaman diantara pembuat kebijakan dan implementornya. Komunikasi yang tidak cukup juga memberikan implementor dengan kewenangan ketika mereka mencoba untuk membalik kebijakan umum menjadi tindakantindakan khusus. Sehingga komunikasi merupakan faktor yang sangat penting dalam pengimplementasian suatu kebijakan.
10
Subarsono. Ibid. hal.89
Universitas Sumatera Utara
1. Sumberdaya Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan secara efektif. Sumberdaya tersebut dapat berupa sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumberdaya finasial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya kebijakan hanya tinggal di kertas dan menjadi dokumen saja. Sumberdaya yang penting meliputi staf ukuran yang tepat dengan keahlian yang diperlukan, informasi yang relevan dan cukup tentang cara
untuk
mengimplementasikan kebijakan dan dalam penyesuaian lainnya terlibat dalam implementasi. Sumberdaya yang tidak cukup akan berarti bahwa undang-undang tidak akan diberlakukan, pelayanan tidak akan diberikan dan peraturan-peraturan yang layak tidak akan dikembangkan.
2. Disposisi Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki implementor, seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap
Universitas Sumatera Utara
atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. Disposisi atau sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga di dalam pendekatan terhadap studi implementasi kebijakan publik. Jika implementasi adalah untuk melanjutkan secara efektif, bukan saja mesti para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan memiliki kapasitas untuk melakukan ini, melainkan juga mereka mesti berkehendak untuk melakukan suatu kebijakan. Para implementor tidak selalu siap untuk megimplementasikan kebijakan sebagaimana mereka para pembuat kebijakan. Konsekuensinya, para pembuat kebijakan sering dihadapkan dengan tugas untuk mencoba memanipulasi atau mengerjakan disposisi implementor atau untuk meng opsi-opsinya. Berbagai pengalaman pembangunan di negara-negara dunia ketiga menunjukkan bahwa tingkat komitmen dan kejujuran aparat rendah. Berbagai kasus korupsi yang muncul di negara Dunia Ketiga, seperti Indonesia adalah contoh konkret dari rendahnya komitmen dan kejujuran aparat dalam mengimplementasikan program-program pembangunan.
3. Struktur Birokrasi Struktur organisasi yang bertugas untuk mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu
Universitas Sumatera Utara
dari aspek struktur yang terpenting dari setiap organisasi adalah adalah prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Hal ini pada gilirannya akan menyebabkan aktivitas organisasi yang tidak fleksibel. Sumberdaya yang cukup untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan ini ada dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan ingin mengerjakannya, implementasi mungkin dicegah karena kekurangan dalam struktur birokrasi. Fragmentasi organisasional mungkin merintangi koordinasi yang perlu untuk mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan kompleks yang mensyaratkan kerjasama banyak orang dan mungkin juga memboroskan sumberdaya langka, merintangi perubahan, menciptakan kekacauan mengarah kepada kebijakan bekerja dalam lintas-tujuan dan menghasilkan fungsi-fungsi penting yang terabaikan. Karena implementasi kebijakan begitu kompleks, seharusnya tidak diharapkan dapat diselesaikan dalam satu model rutin. Bahkan presiden tidak bisa mengasumsikan secara pasti bahwa keputusannya dan komandonya akan dilakukan secara efektif. Sesungguhnya, berdasarkan perkembangan dan
Universitas Sumatera Utara
pengalaman pada kahir-akhir ini telah merubah para pengamat kebijakan publik yang paling optimis menjadi sinis dan pesimis. Kurangnya perhatian terhadap implementasi merupakan salah satu masalah dalam pengimplementasian kebijakan publik. Implementasi kebijakan telah memiliki prioritas rendah diantara kebanyakan dari pejabat kita yang terpilih. Para anggota Kongres dan legislator yang tugasnya untuk mengawasi birokrasi sering kekurangan keahlian untuk mengimplementasikan kebijakan publik dengan efektif. 11
E.3. Teori Marxis : Teori Kesadaran Kelas dan Perjuangan Kelas Teori kelas yang dicetuskan oleh Marx tidak membahas secara mendetail apa yang sebenarnya yang dimaksudkan dengan suatu kelas. Sekalipun begitu tidak tertutup kemungkinan untuk merekonstruksi suatu definisi dari tulisantulisannya dengan cara mencermati kelompok-kelompok yang sering kali dia rujuk sebagai kelas-kelas, kelompok- kelompok mana yang secara eksplisit tidak dia golongkan ke dalam kelas-kelas dan fungsi teori kelasnya dalam konteks teorinya secara luas. Secara khusus, pandangannnya bahwa kelas-kelas merupakan unit-unit fundamental dalam konflik sosial menghendaki suatu definisi yang mampu merumuskan kelas-kelas kecil yang pasti dan yang tidak arbitrer.
11
Edwars, George. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Lukman Offset. Hal.3.
Universitas Sumatera Utara
Kelas-kelas tidak dapat didefinisikan dengan cara memberikan titik-titik potongan secara arbriter dalam suatu skala kontinum.Kelas-kelas itu memiliki keberadaan yang riil sebagai kelompok-kelompok yang memiliki kepentingankepentingan terorganisir bukan semata-mata untuk konstruk-konstruk dalam perspektif pengamat. Sebaliknya kelas tidak dapat direduksi ke dalam oposisi dikotomis antara kelompok kaya dan kelompok miskin ataupun golongan penindas dan golongan tertindas. Yang tidak boleh dilupakan dalam pendekatan Marx adalah bahwa jumlah kelas, sekalipun kecil, pasti lebih banyak dan kompleks daripada pemilihan dua kelas di atas yang terkesan menyederhanakan realitas karena bila tidak, tidak ada ruang bagi aliansi kelas untuk memainkan suatu peran penting dalam teorinya tentang perjuangan kelas. Menurut Marx akan terlihat bahwa dalam setiap masyarakat terdapat kelaskelas yang berkuasa dan kelas-kelas yang dikuasai. Marx berbicara tentang kelaskelas atas dan kelas-kelas bawah. Sebagai catatan pendahuluan perlu diperhatikan bahwa menurut Marx masyarakat kapitalis terdiri dari tiga kelas, bukan pada dua kelas, sebagaimana anggapan pada umumnya. Tiga kelas itu adalah : 1. Kaum buruh (mereka hidup dari upah) 2. Kaum pemilik modal ( hidup dari laba) 3. Para tuan tanah ( hidup dari rente tanah). 12
12
Suseno, Franz Magnis. 2010. Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. hal. 113.
Universitas Sumatera Utara
Tetapi karena dalam analisis keterasingan tuan tanah tidak dibicarakan dan pada akhir kapitalisme para tuan tanah akan menjadi sama dengan para pemilik modal sehingga kelas itu terbagi menjadi dua kelas sosial yang berlawanan yaitu kelas buruh dan kelas majikan. Kelas para majikan memiliki alat-alat kerja: pabrik, mesin dan tanah. Kelas buruh melakukan pekerjaan, tetapi karena mereka sendiri tidak memiliki tempat dan sarana kerja, mereka terpaksa menjual tenaga kerja mereka kepada kelas pemilik itu. Buruh dan kelas pemilik (majikan) keduanya saling membutuhkan. Buruh hanya dapat bekerja apabila pemilik membuka temapt kerja baginya dan majikan hanya bergantung dari pabrik-pabrik dan mesin-mesin yang dimilikinya apabila ada buruh yang mengerjakannya. Tetapi saling ketergantungan ini tidak seimbang. Buruh tidak dapat hidup kalau mereka tidak bekerja sedangkan pemilik (majikan) tidak mempunyai pendapatan kalau pabriknya tidak berjalan, tetapi ia masih dapat bertahan lama. Ia dapat hidup dari modal yang dikumpulkannya selama pabriknya bekerja dan ia dapat menjual pabriknya. Dengan demikian kelas pemilik (majikan) adalah kelas yang kuat dan para pekerja adalah kelas yang lemah. Para pemilik dapat menetapkan syarat-syarat bagi mereka yang mau bekerja dan bukan sebaliknya kaum buruh yang matimatian mencari pekerjaan dan terpaksa menerima upah dan syarat-syarat kerja lain yang disodorkan oleh kapitalis. Hubungan antara kelas majikan (kelas atas) dengan buruh (kelas bawah) merupakan hubungan kekuasaan yang satu berkuasa atas yang lain. Kekuasaan itu yang pada hakikatnya berdasarkan kemampuan
Universitas Sumatera Utara
majikan untuk meniadakan kesempatan buruh untuk bekerja dan memperoleh nafkah dipakai untuk menindas kaum buruh untuk menguasai pekerjaan mereka sendiri, untuk tidak dihisap agar kaum buruh bekerja seluruhnya demi mereka. Karena itu kelas atas secara hakiki merupakan kelas penindas. Pekerjaan upahan, jadi pekerjaan dimana seseorang menjual tenaga kerjanya demi memperoleh upah, merupakan pekerjaan kaum tertindas: harapan dan hak mereka dirampas. Karl Marx mengatakan bahwa negara secara hakiki merupakan negara kelas, artinya negara dikuasai secara langsung atau tidak langsung oleh kelas-kelas yang menguasai bidang ekonomi. Karena itu menurut Marx negara bukanlah lembaga di atas masyarakat yang mengatur masyarakat tanpa pamrih melainkan merupakan alat dalam tangan kelas-kelas atas untuk mengamankan kekuasaan mereka. Jadi negara pertama-tama tidak bertindak demi kepentingan umum melainkan untuk kepentingan kelas atas. Negara bertujuan untuk mempertahankan syarat-syarat kehidupan dan kekuasaan kelas berkuasa terhadap kelas yang dikuasai secara paksa. Maka kebanyakan kebijakan negara akan menguntungkan kelas-kelas atas. Negara dapat saja bertindak demi kepentingan seluruh masyarakat, tetapi tindakan ini pun demi kepentingan kelas atas, karena kelas atas pun tidak dapat mempertahankan diri, apabila kehidupan masyarakat pada umumnya tidak berjalan. Karena itu negara dianggap merupakan kelas yang mendukung kepentingan kelas- kelas penindas sehingga dalam perspektif Marx negara termasuk lawan bukan kawan orang kecil.
Universitas Sumatera Utara
Orang kecil hendaknya tidak mengharapkan keadilan atau bantuan yang sungguh-sungguh dari negara, karena negara adalah justru wakil kelas-kelas yang menghisap tenaga kerja orang kecil. Negara memungkinkan kelas atas untuk memperjuangkan kepentingan khusus mereka sebagai kepentingan umum. Oleh sebab itu tidak jarang para buruh melakukan demonstrasi, pemogokan bahkan penutupan pabrik karena para buruh tidak memiliki jalan keluar untuk memperjuangkan nasib mereka 13.
F. Metodologi Penelitian F.1. Metode Penelitian Metodologi penelitian adalah sebagai suatu usaha atau proses untuk mencari jawaban atas suatu pertanyaan atau masalah dengan cara yang sabar, hati-hati, terencana, sistematis atau dengan cara ilmiah dengan tujuan untuk menemukan fakta atau prinsip-prinsip, mengembangkan dan menguji kebenaran ilmiah suatu pengetahuan. Metode penelitian yang akan digunakan untuk menjawab penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (1992:21-22) dalam buku Pengantar Metodologi Penelitian karya Jusuf Soewadji, MA menjelaskan bahwa
penelitian kualitatif diatikan sebagai salah satu prosedur
13
Elster, Jon. 2000. Karl Marx Marxisme- Analisis Kritis : Sebuah Analisis Kritis Tokoh Historis Pengguncang Dunia Perlukah Kita Menolak Komunisme. Jakarta : Prestasi Pustakaraya. hal. 186.
Universitas Sumatera Utara
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan Kualitatif ini diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang diamati dari suatu individu, kelompok masyarakat dan atau organisasi tertentu dalam suatu koneks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif dan holistik. 14 F.2. Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan di Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Jalan Ahmad Yani No. 102 Pematangsiantar,Sumatera Utara. F.3. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode deskriptif analitis. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data serta digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui atau dapat juga digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui. Sehingga penelitian kualitatif ini dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan dengan metode kuantitatif. 15
14 15
Soewadji, Jusuf. Pengantar Metodologi Penelitian. 2012. Jakarta: Mitra Wacana Media. hal.52 Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.hal.5
Universitas Sumatera Utara
F.4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder. a.
Data primer akan dilakukan dengan cara:
1.
Wawancara Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada responden. Metode wawancara yang digunakan adalah metode wawancara mendalam (indepth-interview). Dalam metode ini peneliti akan memberikan sejumlah pertanyaan baik lisan maupun tulisan dari pihak-pihak yang terkait untuk mendapatkan jawaban langsung yang mendukung pemecahan masalah dalam penelitian ini.
b.
Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh baik yang belum diolah maupun
yang telah diolah baik dalam bentuk angka maupun uraian. Data dapat diperoleh dari literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, jurnal, artikel, makalah, peraturan, internet serta Undang-Undang, internet dan sumbersumber lain yang dapat memberikan informasi mengenai masalah penelitian.
Universitas Sumatera Utara
F.5. Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data kualitatif. Analisa data kualitatif memberikan hasil penelitian untuk memperoleh gambaran terhadap proses yang diteliti dan menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data dan proses tersebut. 16 Peneltian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa hasil wawancara dari para narasumber maupun data tertulis. Setelah data primer dan data sekuder terkumpul kemudia dilakukan analisis data secara deskriptif berdasarkan fenomena yang terjadi. Setelah semua informasi dikumpulkan secara lengkap maka dilakukan analisis deskriptif dan selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan merupakan penjabaran rencana penulisan untuk lebih mempermudah dan terarah dalam penulisan karya ilmiah. Agar mendapatkan gambaran yang jelas dan terperinci, maka penulis membagi penulisan skripsi ini kedalam 4 (empat) bab. Adapun susunan sistematika penulisan skripsi ini adalah:
16
Burhan, Bungin. 2009. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta : Kencana, hal.153.
Universitas Sumatera Utara
BAB I
Implementasi
Undang-Undang
Ketenagakerjaan
Dalam
Peningkatan Kesejahteraan Buruh. (Studi Analisis Terhadap Udang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Di Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Pada bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Profil dari Serikat Buruh Solidaritas Indonesia, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Dalam bab II akan memaparkan tentang Undang-Undang No.13 Tahun 2003 dan memaparkan tentang profil berdirinya Serikat Buruh Solidaritas Indonesia yang berada di Pematangsiantar, Sumatera Utara.
BAB III
Implementasi Undang-Undang No.13 Tahun 2003. Pada bab III akan menyajikan analisis terhadap penelitian tentang implementasi Undang-Undang No.13 Tahun 2003 dan melihat pengaruh
Undang-Undang
tersebut
dalam
mewujudkan
Universitas Sumatera Utara
kesejahteraan para buruh melalui pemberian upah yang layak dalam Sarikat Buruh Solidaritas Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara. BAB IV
PENUTUP Pada bab IV berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data serta implikasi teoritis.
Universitas Sumatera Utara