BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penelitian Komitmen Pemerintah dalam mencapai kesetaraan dan keadilan gender
sudah lama tersurat dalam konstitusi UUD 1945 yang menjamin dan melindungi hak asasi manusia tanpa adanya pembedaan baik ras, agama, jenis kelamin maupun gender. Bahkan sejak tahun 1978, upaya untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender telah dicantumkan dalam GBHN. Di tahun yang sama pula Presiden membentuk Kementrian Muda Urusan Peranan Wanita (MENMUD UPW) yang merupakan cikal bakal dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Pada tahun 1984, Pemerintah Indonesia meratifikasi “konvensi perempuan” yakni Convention on the Elemination of All Forms of Discrimination Againts Women (CEDAW) menjadi undang-undang No. 7 th 1984. Di masa reformasi setelah GBHN ditiadakan, untuk tetap melanjutkan perjuangan mencapai kesetaraan dan keadilan gender Pemerintah kemudian mengeluarkan Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional dan surat Keputusan Kemendagri No. 132 tahun 2003 tentang tentang pedoman umum pelaksanaan pengarustumaan gender dalam pembangunan di daerah sebagai tindak lanjut dari Inpres.
1
Selama era reformasi, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) juga telah menghasilkan beberapa peraturan perundang-undangan yang dapat dikatakan telah responsif gender antara lain: 1. 8 ratifikasi internasional mengenai hak asasi manusia yang berhubungan dengan perempuan dan anak (CRC, ICCPR, ICESCR, CAT, ICRDP, ICPMW) 2. Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 3. UU PAKET PEMILU (tentang Partai Politik; PEMILU; MD3) memasukkan affirmative action kuota perempuan 30% 4. Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 5. Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 6. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 7. Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga 8. Undang-Undang No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia 9. Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdangan Orang 10. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Namun demikian, perangkat peraturan perundang-undangan tersebut masih dirasakan tidak cukup karena belum ada satu payung hukum yang mampu menjadi sandaran utuh bagi pencapaian kesetaraan dan keadilan gender. RUU KKG merupakan rancangan peraturan perundang-undangan yang strategis yang
2
akan dijadikan payung kebijakan dalam rangka menciptakan situasi kondusif bagi pencegahan diskriminasi gender maupun kesenjangan gender. Dalam Alinea
keempat
Pembukaan UUD
1945
yang berbunyi
“membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” mempunyai arti filosofis yaitu Negara menjamin hak setiap orang dan berkewajiban untuk melindungi hak tersebut dari perilaku diskriminatif. Selain itu kata keadilan sosial juga dapat dimaknai bahwa setiap proses dan hasil pembangunan harus dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia baik laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, RUU KKG secara filosofis dirasa telah sejalan dengan apa yang telah diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945 sebagai cita-cita bangsa dan Negara. Dengan adanya RUU KKG diharapkan tanggung jawab sosial baik pemerintah, swasta maupun masyarakat terhadap kesetaraan dan keadilan gender akan semakin meningkat. Selain itu, faktor penting lain yang menjadi dasar pembentukkan UU KKG adalah dalam rangka pencapaian tujuan MDG’s. Seperti kita ketahui dari delapan point tujuan MDG’s salah satu pointnya adalah mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) telah melahirkan kontroversi dilakangan umat Islam. Kontroversi akan diundangkannya KKG
3
diantaranya tergambar dalam berbagai opini dan hasil wawancara dengan pakar tertentu yang di muat di berbagai media, baik media lokal maupun nasional. Berbagai praktisi dan pakar/kademisi menyampaikan aspirasinya seputar RUU KKG banyak menghiasi halaman berbagai media. Ada yang berpandangan RUU KKG tidak perlu ada, ada yang menimbang penting tidaknya diterbitkannya UU KKG,ada yang berargumen terbitnya RUU KKG hanya akan membuka peluang melakukan pernikahan beda agama, lebih jauh lagi membuka peluang pernikahan sejenis yang hal ini sangat dilarang agama, ada yang menganggap RUU ini tak perlu diterbitkan, karena menurut nilai-nilai agama, ketidaksamaan kaum laki-laki dan perempuan dalam banyak hal sudah ditentukan dalam al Qur’an, dan perbedaan itu sejatinya adalah bagian dari keadilan dari Allah SWT, yang tidak bisa disamakan apalagi dilegalkan dengan UU, itu justru menyalahi nilai Keadilan dari Allah SWT. Ada yang berpendapat, RUU KKG masih harus didiskusikan lagi, RUU KKG harus dikaji ulang, namun ada juga yang berpendapat RUU KKG hendaknya segera disyahkan. Menurut Ibnu Hamad dalam buku Konstruksi Realitas Politik dalam Media massa (Hamad, 2004:13), dikatakan bahwa media juga mempunyai peranan penting dalam usaha sebagai pencitraan publik. Konstruksi realitas oleh media menjadi sangat khas. Inilah cara sebuah media mengkonstruksi suatu realitas akan memberikan citra tertentu mengenai suatu realitas. Cara media mengkonstruksi realitas dapat menjadi strategi menyimpan motif masingmaisng media dibalik wacana yang dibangun
4
Dalam proses konstruksi, bahasa adalah unsur utama, ia merupakan instrumen pokok untuk meneritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi, jadi seklai lagi menjadi elemen dasar seluruh isi media, entah dari dari hasil liputan seperti berita, laporan pandangan mata, atau hasil analisis berupa artikel opini, adalah bahasa (verbal dan non verbal). Dengan bahasa para pekerja media mengkonstruksi setiap realitas yang diliputnya (Peter L dan Thomas Luckman dalam Eriyanto, 2007:13) Media massa merupakan agen sosialisasi sekunder yang dampak penyebarannya paling luas dibanding agen sosialisasi lainnya. Meskipun dampak yang diberikan media massa tidak secara langsung terjadi, namun cukup signifikan dalam mempengaruhi seseorang, baik dari segi kognisi, afeksi maupun konatif (Gabner, 2007:8) Stuart Hall (Stuart Hall dalam James Curran, 1977:77) menyatakan bahwa dalam proses pembentukan realitas ada dua titik perhatian yaitu bahasa dan wacana. Menurutnya, bahasa sebagaimana yang dipahami oleh kalangan strukturalis merupakan sistem penandaan. Selain itu itu media juga bisa menjadi agen konstruksi. Dalam pandangan konstruksionis (Eriyanto, 2007:23), media dilihat bukan hanya sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi yang membuat dunia terasa semakin sempit, media telah menempatkan informasi pada posisi penting dalam kehidupan manusia. Berbagai cara dilakukan banyak orang untuk menerima, menyimpan atau membagi informasi sebanyak-banyaknya, diantaranya adalah
5
melalui media. Kemajuan teknologi yang dirasakan masyarakat kini adalah media internet, komunikasi menggunakan media internet secara teknis dan fisik merupakan fenomena baru proses berinterkasi manusia pada akhir abad 20. Media online di indonesia, umumnya lahir pasca kejatuhan rezim pemerintahan Soeharto, ditahun 1998, dimana alternatif media dan breaking news menjadi komoditi yang dicari banyak pembaca. Lahir media online kali pertama, detik com, yang mengandalkan aktualiltas. Pemberitaan detik com tidak lagi menggunakan karakteristik media cetak harian, mingguan, atau bulanan. Media detik com menampilkan breaking news, dimana berita muncul dalam hitungan detik. Berangkat dari kesuksesan detik com dalam menarik perhatian pembaca, maka lahirlah banyak media online, diantaranya kompas.com, media indonesia.com, suaramerdeka.com, tempo.com, republika online, dan lain lain. Kelahiran media online menurut Ashadi (Ashadi, 2000:33), tidak terlepas dari latar belakang ideologi, politik dan ekonomi, yang melandasi masing-masing media. corak dasar dari masing-masing media, tentunya juga akan mempengaruhi cara pandangan para pekerja media itu, dalam pemberitaannya. Namun begitu, dalam masyarakat demokratis, media pemberitaan, mestinya tetap diharapkan dapat menjalankan fungsi imperatif dalam masyarakat, media pemberitaan hanya punya kewajiban yang bersifat timbal balik (reciprocal) dengan hak warga. Dalam artian, informasi yang menyangkut fakta publik yang bersifat benar dan objektif, tetap dikedepankan sehingga pembaca dapat menerima secara rasional.
6
Sekitar bulan Januari - Juni 2012, DPR membahas RUU Kesetaran dan Keadilan Gender (KKG) menjadi UU, yang kemudian memunculkan polemik dikalangan masyarakat. Munculnya RUU KKG yang dinahkodai para aktifis feminism memandang perlu adanya UU yang mengatur kesetaraan dan keadilan gender. Dalam sebuah pemberitaan media online (Tribunnews.com – Min, 18 Nov 2012), ketua Panja Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG), Cahirun Nisa, menyatakan bahwa pentingnya UU tersebut dalam menjamin dan melindungi hak asasi manusia tanpa adanya pembedaan baik ras, agama, jenis kelamin maupun gender. Ia juga menyatakan bhawa belum ada payung hukum yang mampu menjadi sandaran secara utuh bagi pencapaian kesetaraan dan keadilan gender. Pernyataan diatas diperkuat oleh Direktur Riset dan Advokasi Lembaga Katalog Indonesia, Andriea Salamun (Tribunenews.com – Min, 18 Nov 2012). Ia menyebut ada tiga factor penting yang melatar belakangi lahirnya RUU KKG. Pertama, banyaknya perempuan yang menjadi korban kekerasan dibandingkan laki-laki seperti kekerasan dalam rumah tangga, korban perdagangan, kekerasan oleh majikan, korban pemerkosaan dan sebagainya. Kedua, RUU KKG diperlukan dalam mendorong upaya sementara dalam peningkatan kepemimpinan perempuan di berbagai bidang. Sebagai contoh, upaya dalam peningkatan keterwakilan perempuan di lembaga perwakilan pusat maupun daerah dengan kebijakan kuota 30 persen. Dan ketiga adalah pencapaian tujuan MDG’s. ketiga landasan tersebut, menurut dia, menjadi tanggung jawab Negara untuk memberikan perlindungan
7
dan menjamin terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender termasuk tindakantindakan khusus sementara yang mencakup akses, partisipasi, control dalam proses pembangunan dan penikmatan manfaat yang sama dan adil bagi perempuan dan laki-laki dalam pembangunan nasional. Dalam upaya memuluskan RUU KKG, politisi Partai Demokat, Theresia Ebenna Ezeria Pardede atau yang akrab dipanggil Tere dalam pemberitaan media online (Tempo.co, 17 Januari 2012), menyebut bahwa dari 71 rancangan undang-undang yang menjadi prioritas dalam program legislasi nasional, RUU Kesetaraan Gender merupakan yang bisa disebut paling penting bagi perempuan. Dia juga mengklaim bahwa kaum perempuan sering termarjinalkan. Namun upaya memuluskan RUU tersebut tidak selamanya berjalan mulus, muncul pula penolakan dan banyak ormas, khususnya ormas Islam. Seperti Pemberitaan pada Suara Islam Online, menurunkan pemberitaan yang bernada penolakan terhadap disahkannya RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender. Dalam pemberitaannya (Suara Islam Online, 02 Juli 2012), Suara Islam menurunkan berita penolakan terhadap RUU KKG dengan alasan, Pertama, ada sejumlah dampak negatif jika RUU KKG disahkan, diantaranya 1), Istri mempunyai kedudukan dan peran yang sama dengan suami dalam rumah tangga, baik sebagai “kepala rumah tangga” dan pencari nafkah keluarga. 2), (RUU KKG) akan mengubah besarnya bagian pembagian warisan untuk ahli waris laki-laki dan perempuan menjadi sama besar bagiannya, konsekuensinya hukum kewarisan Islam akan dihapus. 3), mengubah wali nikah dimana
8
perempuan dimungkinkan menjadi wali nikah. 4), membolehkan terjadinya perkawinan sejenis. 5), membolehkan terjadinya poliandri, dan keenam, membuka penafsiran pengembangan pribadi termasuk homoseksual dan pengembangan lingkungan sosial termasuk komunitas homoseksual, gay, dan lesbian. Kedua, RUU KKG mengacu pada paham liberalisme dan nilai-nilai Barat yang tidak memiliki basis filosofis, ideologis, sosial, dan budaya masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi agama, budaya, etika, dan moral. Sedangkan alasan ketiga, MUI berpandangan bahwa berbagai kebutuhan dan kepentingan serta hak-hak kaum perempuan telah terwadahi dalam UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya, antara lain dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita, UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Media massa mengarahkan opini khalayak lewat proses framing dan sekaligus menanamkan stereotipe kepada khalayak terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender. Hal ini kemudian menimbulkan polemik penolakan atau mendukung pembahasan RUU KKG. Bagaimana media menyajikan suatu isu menentukan bagimana khalayak memahami dan mengerti suatu isu (Eriyanto, 2007:217). Pencitraan yang dibuat media dan pemahaman masyarakat seperti
9
dua sisi mata uang yang tidak bisa dilepaskan. Jika media media massa menanamkan suatu citra tertentu dan masyarakat mengamininya, maka hal ini yang akan diteruskan ke khalayak lainnya. Pro kontra dua media online dalam pemberitaan seputar RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender menarik penulis untuk dianalisa melalui metode analisis framing. Tempo.co yang dikenal membela kaum marjinal dan mendukung pluralisme dan suara-islam.com yang cenderung mengadvokasi kepentingan umat Islam memiliki cara tersendiri dalam mengkonstruksi fakta. Dengan menggunakan analisis framing dapat membedah cara-cara media melakukan seleksi isu dan menonjolkan realitas. 1.2.Fokus Penelitian Dalam fokus penelitian ini, peneliti akan melakukan analisis framing terhadap media online www.tempo.co dan www.suara-Islam.com dalam pemberitaan RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender dengan menggunakan analisis framing menurut Robert N. Entman. Entman
menggambarkan
secara
luas
bagaimana
peristiwa
dimaknai dan ditandakan oleh wartawan. Define problem (pendefinisian masalah) adalah eleman yang pertama kali dapat kita lihat mengenai framing. Elemen ini merupakan master frame/bingkai yang paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan. Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa itu atau isu tersebut dipahami. Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda. Dan bingkai yang berbeda ini akan menyebabkan realitas bentukan yang berbeda. 10
Penelitian ini juga menganalisis berbagai faktor yang ada disekeliling media www.tempo.co dan www.suara-islam.com untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi ide besar mempengaruhi isi media. Penulis juga menguraikan beberapa rumusan masalah : 1. Bagaimana www.tempo.co dan www.suara-islam.com dalam membingkai berita tentang RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender sehingga menjadi pola tertentu dan mengarahkan masyarakat pada pendapat tertentu? 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemberitaan pada media www.tempo.co dan www.suara-islam.com Dalam penelitian ini dapat juga diidentifikasi masalahnya, yaitu : 1. Bagaimana konstruksi media online atas pemberitaan RUU KKG pada www.tempo.co dan www.suara-Islam.com 2. Faktor yang mempengaruhi isi media online pada www.tempo.co dan www.suara-islam.com 1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Adapun maksud penelitian yang diharapkan adalah untuk menilik pemberitaan yang disajikan oleh media online www.tempo.co dan www.suara-islam.com dalam kerangka analisis framing sehingga terlihat bagaimana kedua media tersebut mengkonstruksi berita sehingga dapat
11
dipetakan menjadi pola tertentu, apakah hanya menyajikan berita atau mengarahkan kepada hal-hal tertentu. 1.3.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yang diantara ialah: 1.
Tujuan penelitian ini, adalah untuk mengetahui pola konstruksi media online atas pemberitaan RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender pada tempo.co dan SI Online.
2.
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi isi berita pada media Temp.co dan SI Online.
1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini ialah sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat bermanfaat pada perkembangan ilmu komunikasi, khususnya kajian media terutama mengenai analisis framing dalam pemberitaan di media massa. 1.4.2. Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis penelitian ini : a. Bagi media dalam hal ini portal berita tempo.co dan suara-islam.com, penelitian
ini
dapat
menjadi
pertimbangan
dalam
pembingkaian berita, terutama pada isu – isu sensitife.
12
melakukan
b. Bagi
masyarakat,
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
pemahaman mengenai konstruksi media terhadap isu gender.
13