BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme dan berproliferasi dalam jaringan tubuh (Kozier,at al, 1995). Menurut kamus keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi. Jenis-jenis infeksi dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu kelompok infeksi yang dapat menular antara lain TBC, influenza, hepatitis, thypoid dan infeksi nosokomial semua itu disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Infeksi yang tidak menular merupakan infeksi yang didapat dari gen / keturunan. Salah satu infeksi yang sering ditemukan dirumah sakit adalah infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial tersebut diakibatkan oleh prosedur diagnosis yang sering timbul diantaranya infeksi saluran kemih. Infeksi tersebut berhubungan dengan pemasangan kateter urin, walaupun tidak terlalu bahaya tetapi dapat menyebabkan bakterimia. Menurut Utama (2006) infeksi nosokomial merupakan infeksi yang muncul selama seseorang dirawat di rumah sakit dan menunjukkan tanda
infeksi setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit. Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun di luar tubuh. Infeksi nosokomial merupakan persoalan yang serius bagi pasien yang dirawat di rumah sakit. Pada beberapa kasus akan menyebabkan kondisi kecacatan sehingga menurunkan kualitas hidup. Infeksi nosokomial dapat menjadi penyebab langsung atau tidak langsung terhadap kematian pasien (Ponce de Leon, 1991). Mengingat hal ini maka diperkirakan bahwa infeksi nosokomial di Indonesia sebenarnya juga merupakan masalah yang tidak dapat dianggap ringan. Terjadinya infeksi nosokomial akan menimbulkan banyak kerugian antara lain : lama hari perawatan bertambah panjang, penderitaan bertambah, biaya meningkat (Muhlis, 2006). Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial adalah bakteri. Bakteri merupakan penyebab setengah dari semua infeksi yang ada di rumah sakit dan menyebabkan penyakit pada tubuh manusia dan dapat hidup didalamnya. Pada umumnya mikroorganisme ini bisa bertahan hidup di setiap tempat, dalam air, tanah, makanan, lantai dan jaringan tubuh atau benda mati lainnya (Utama, 2006). Infeksi nosokomial berasal dari proses penyebaran dari sumber pelayanan kesehatan. Salah satu sumber utama penularan infeksi nosokomial adalah petugas kesehatan yaitu perawat, yang dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung yang dapat menularkan berbagai kuman ke tempat lain. Cara penularan terutama melalui tangan dan dari petugas kesehatan maupun personil kesehatan lainnya, jarum infeksi, kateter intravena, kateter
2
urin, kasa pembalut atau perban, dan cara yang keliru dalam menangani luka ataupun peralatan operasi yang terkontaminasi (Hidayat, 2006). Mengingat begitu luasnya lingkup pelayanan di rumah sakit yang ada kaitannya dengan berbagai program maka dalam pengendalian infeksi nosokomial harus dilaksanakan oleh semua tenaga kesehatan secara koordinatif, termasuk didalamnya adalah tenaga medis, perawat dan bidang serta dimungkinkan tenaga kesehatan lain seperti tenaga gizi. Dalam pelaksanaan pengendalian infeksi nosokomial perawat sebagai anggota tim kesehatan mempunyai wewenang dalam penyelenggaraan kesehatan. Tentunya, peran perawat selalu penting dalam mengontrol infeksi dimana perawat yang menyediakan perawatan setiap waktu secara konsisten pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Mencuci tangan, perawatan luka aseptik, dan mendukung aktivitas pasien dan nutrisi telah merupakan strategi menurunkan infeksi yang sangat penting. Menurut Soetomo (1989) salah satu strategi yang sudah terbukti bermanfaat dalam pengendalian infeksi nosokomial adalah peningkatan kemampuan tugas kesehatan dalam metode universal precautions. Universal precautions yaitu suatu cara penanganan baru untuk meminimalkan pajanan darah dari cairan tubuh dari semua pasien, tanpa memperdulikan infeksi. Peran perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial itu ada tiga peran yang harus di laksanakan oleh perawat antara lain, sebagai pelaksana lapangan yang mempunyai tugas melakukan proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai evaluasi pada kasus infeksi nosokomial. Sebagai Tim
3
kontrol infeksi, perawat melakukan pengamatan secara sistematis dan terus menerus pada penyakit yang terjadi pada pasien. Sebagai pendidik perawat juga memberikan bimbingan kepada perawat lain ataupun pasien yang ada di Rumah sakit (Roeshadi, 1996). Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Depkes pada tahun 2004, proporsi kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit pemerintah dengan jumlah pasien 1.527 pasien dari jumlah pasien berisiko 160.417 (55,1%), sedangkan untuk rumah sakit swasta dengan jumlah pasien 991 pasien dari jumlah pasien berisiko 130.047 (35,7%). Untuk rumah sakit ABRI dengan jumlah pasien 254 pasien dari jumlah pasien berisiko 1.672 (9,1%). Plebitis adalah infeksi yang tertinggi dirumah sakit swasta atau pemerintah dengan jumlah pasien 2.168 pasien dari jumlah pasien berisiko 124.733 (1,7%). (Depkes, 2004). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis di RSUD Kota Semarang didapatkan angka kejadian infeksi nosokomial secara menyeluruh sebanyak 227 pasien dari 825 pasien yang dirawat inap, 23 pasien terkena infeksai saluran kemih, 38 pasien terkena infeksi luka operasi, 7 pasien pneumonia, 6 pasien dekubitus, 22 pasien terkena sepsis, 131 pasien mengalami phlebitis. Berdasarkan 3 kali pengamatan, dijumpai perawat melakukan perawatan infus tidak menggunakan prinsip aseptic, misalnya sebelum memegang set IV tidak mencuci tangan. Hasil wawancara beberapa perawat juga diketahui, kurangnya kemampuan perawat dalam upaya universal precautions dan mengatakan memakai masker setiap melakukan
4
tindakan keperawatan sangat merepotkan dan mencuci tangan sudah cukup untuk mencegah penularan infeksi nosokomial. Menurut hasil penelitian Ardiyanto (2005), di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang tentang lamanya penggunaan kateter urin dengan kejadian infeksi saluran kemih. Didapatkan hasil 33,3% bahwa penggunaan kateter dengan jangka pendek. Penggunaan kateter dengan jangka panjang di dapatkn hasil 63,3%. Gambaran tentang pelaksanaan peran perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial yang ada di RSUD Kota Semarang, saat ini masih di jumpai perawat yang belum mematuhi prosedur pencegahan infeksi yang telah dibuat oleh pihak rumah sakit. Padahal di setiap ruang perawatan di pasang tulisan atau poster mengenai prosedur pencegahan infeksi yang diharapkan setiap perawat melaksanakan perannya untuk meminimalkan resiko terjadinya infeksi nosokomial. Data mengenai pelaksanaan peran perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial sebagai pelaksana lapangan yang belum dilaksakan antara lain tidak melengkapi format catatan pengkajian pasien dengan rinci dan menyeluruh sesuai dengan masalah, sedangkan sebagai tim kontrol infeksi antara lain tidak konsistensi dalam pemantauan suatu penyakit secara terus menerus terhadap penyakit infeksi. Sebagai pendidik peran yang belum sepenuhnya dilaksanakan adalah kurangnya perawat dalam hal pemberian pendidikan kesehatan maupun informasi kepada keluarga, pasien mengenai pencegahan infeksi nosokomial.
5
Dilihat dari angka kejadian infeksi nosokomial yang ada di Rumah Sakit yang disebutkan diatas, maka RSUD Kota Semarang diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat luas. Seiring dengan pesatnya peningkatan kesadaran masyarakat akan arti kesehatan yang menuntut profesionalisme tinggi dalam suatu pelayanan rumah sakit dan mampu memberikan pelayanan secara menyeluruh baik dari aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Berdasarkan kenyataan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Gambaran peran perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Gambaran Pelaksanaan Peran Perawat Dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran pelaksanaan peran perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Saki Umum Daerah Kota Semarang.
6
2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan pelaksanaan peran perawat sebagai pelaksana lapangan dalam pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. b. Mendeskripsikan pelaksanaan peran perawat
sebagai tim kontrol
infeksi dalam pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. c. Mendeskripsikan pelaksanaan peran perawat sebagai pendidik dalam pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi pihak rumah sakit Sebagai masukan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada pasien rawat inap maupun keluarganya. 2. Bagi perawat Sebagai masukan dalam mengambil suatu tindakan kebijakan oleh rumah sakit dalam usaha untuk memaksimalkan upaya pelayanan kesehatan. 3. Bagi pasien Menurunkan resiko kejadian infeksi nosokomial sehingga diharapkan dapat memperpendek hari perawatan dan biaya perawatan di rumah sakit.
7
4. Bagi peneliti selanjutnya Hasil ini dapat digunakan untuk pedoman atau gambaran awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
E. Bidang Ilmu Bidang keilmuan yang terkait dengan penelitian ini adalah ilmu Manajemen Keperawatan.
8