BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan yang sangat cepat pada lingkungan kehidupan manusia, menuntut upaya setiap orang maupun organisasi
mengikuti perubahan
tersebut. Konsekuensi dari fenomena ini, siapa yang cepat menyesuaikan diri dialah yang unggul. Dalam situasi terbaik. Mengapa perlu
ini inovasi merupakan pilihan yang
inovasi? Jawabannya adalah inovasi akan
memberikan dampak signifikan terhadap kinerja organisasional dan finansial serta diyakini sebagai kemampuan paling kritis yang dapat menjadi sumber keunggulan
kompetitif berkesinambungan (Handoko, 2012). Dengan
demikian inovasi merupakan jantungnya organisasi termasuk sekolah. Keberhasilan organisasi mengembangkan inovasi tergantung pada kreativitas anggotanya. Artinya, menjadi organisasi yang inovatif berarti aktif mendorong seluruh anggota organisasi untuk berinovasi. Hal ini searah dengan pendapat beberapa praktisi dan ilmuwan bahwa inovasi
anggota
organisasi merupakan sarana untuk mendorong keberhasilan organisasi (Van de Ven, 1986 & Smith 2002, dalam
De Jong, 2007). Bahkan Katz (1964,
dalam De Jong, 2007) mengklaim bahwa sebuah organisasi yang hanya tergantung pada blue print yang telah ditentukan akan memiliki sistem sosial yang rapuh. Pernyataan tersebut menunjukkan inovasi individual merupakan kunci keberhasilan organisasi.
1
Menurut De Jong (2007) inovasi individual
merupakan
seperangkat perilaku, dimana serangkaian perilaku tersebut dimulai dari kejelihan seseorang mendeteksi kesenjangan dalam pekerjaannya kemudian mencari peluang-peluang untuk memperbaikinya. Aktivitas ini akan memunculkan
gagasan-gagasan
baru.
Selanjutnya,
gagasan
tersebut
dipromosikan kepada rekan kerja bahkan atasan agar memperoleh dukungan atau membangun koalisi untuk mengimplementasikan gagasan tersebut. Proses ini oleh Dorenbosch et al. (2005), dikelompokkan menjadi dua dimensi yakni dimensi
perilaku kerja yang berorientasi pada kreativitas
(creativity-oriented work behavior) meliputi pengenalan masalah (problem recognition) dan pembentukan gagasan (idea generation),
sedangkan
promosi gagasan (idea promotion) dan realisasi gagasan (idea realization) dimasukkan dalam dimensi perilaku
kerja yang
berorientasi pada
pengimplementasian gagasan (implementation-oriented work behavior). Hal yang sama diungkapkan Zaltman et al. dan Axtell et al. dalam Ancok (2012), bahwa perilaku inovatif terdiri atas dua tahapan yakni pemunculan gagasan dan implementasi gagasan. Penelitian
mengenai
perilaku
kerja
inovatif
(IWB)
mengungkapkan bahwa perilaku kerja inovatif dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor individu dan faktor organisasional (Scott & Bruce, 1994; Dorner, 2012). Faktor individu meliputi kecenderungan untuk berinovasi (Bruce dan West, 1995), motivasi intrinsik (Yuan dan Woodman, 2010), orientasi penguasaan (Janssen & van Yperen, 2004), pemahaman masalah 2
pada pekerjaan (Dorenbosch et al, 2005), dan efikasi diri (Bandura, 1997). Sedangkan faktor organsiasi meliputi perilaku supervisor sebagai pendorong utama (Mumford et al. 2002; Scott & Bruce, 1994; Montani et al, 2012), pengaruh kepemimpinan (Basu & Green, 1997;
Scott dan Bruce, 1994;
Damarich et al., 2011; Sagnak et al, 2011). Faktor lain yang telah ditemukan dalam penelitian yang berhubungan dengan perilaku kerja inovatif adalah iklim dan budaya organsiasi (Scott & Bruce, 1994), otonomi kerja (Axtell et al, 2000), dan saling ketergantungan tugas dan tujuan (Vegt & Janssen, 2003). Penelitian-penelitan tersebut di atas mengungkapkan bahwa perilaku kerja inovatif berkontribusi positif terhadap hasil kerja. Hal ini dipertegas oleh Dorner, (2012) bahwa perilaku kerja inovatif berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Dengan demikian,
setiap organisasi perlu
menciptakan situasi yang memungkinkan anggotanya untuk berinovasi. Kenyataan yang terjadi di dunia pendidikan kita adalah inovasi lebih banyak terjadi pada tingkat pusat. Inovasi tersebut kemudian menjadi program-program
yang harus dilaksanakan di sekolah-sekolah.
Sekolah
hanya sebagai ajang uji coba kebijakan-kebijakan sehingga berdampak pada rendahnya kreativitas kepala sekolah khususnya guru. Fenomena ini menjadi sorotan empat pakar pendidikan asal Jepang (Masaaki Sato, Atsushi Tsukui, Rio Suzuki, dan Rie Takahashi) dalam acara workshop pengembangan guru yang diadakan oleh fakultas MIPA Universitas Negeri Malang tahun 2010 bahwa
salah satu kekurangan guru di Indonesia adalah rendahnya
3
kemampuan kreativitas, inovasi, dan kurangnya penguasaan terhadap materi yang akan diajarkan pada siswanya (Anna, 2010). Studi yang dilakukan oleh Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2004 mengungkapkan bahwa secara garis besar guru-guru yang diteliti telah melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan yang dianjurkan, seperti menyusun rencana pembelajaran, menggunakan metode pembelajaran secara variatif dan menggunakan media pembelajaran. Namun perilaku pembelajaran tersebut lebih mengarah pada pelaksanaan tugas dan fungsi mengajar semata, tanpa disertai dengan pengembangan gagasan, ide dan perilaku kreatif (Agung, 2012: 17). Hal senada diungkapkan Drs.Munjid Nur Alamsyah, MM., kepala SMAN 8 Yogyakarta, bahwa kebanyakan guru belum sepenuhnya mengembangkan ide dan gagasan dalam
pembelajaran. Salah satu
indikatornya adalah masih jarang yang melakukan penelitian tindakan kelas sebagai upaya eksplorasi ide dan mempromosikan gagasan tentang pemecahan masalah pembelajaran yang dihadapi di kelas (komunikasi pribadi dengan Drs.Munjid Nur Alamsyah, MM. tanggal 15 Maret 2013). Hal ini jelas terlihat pada prestasi guru dalam lomba kreativitas dan best practice yang dilaksanakan setiap tahun, dimana dari 47 guru PNS hanya 5 orang yang sering mengikuti lomba tersebut. Padahal SMA Negeri 8 Yogyakarta salah satu sekolah favorit di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sekolah ini menjadi pilihan siswa yang memiliki nilai rata-rata ujian nasional di atas 9,00. Artinya, input sekolah ini sangat baik sehingga menuntut kreativitas guru 4
dalam memberikan pengajaran
sehingga transformasi nilai-nilai ilmu
pengetahuan terhadap peserta didik dapat mencapai hasil yang maksimal. Untuk meminimalisasi
dampak permasalahan tersebut di atas,
dibutuhkan peran kepala sekolah. Mulyasa (2011) menyatakan bahwa tugas dan peran seorang kepala sekolah
adalah
sebagai edukator, manajer,
administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator (EMASLIM). Melalui tugas dan peran tersebut diharapkan terjadi
interaksi berkualitas
yang dinamis dengan semua warga sekolah khususnya dengan guru sehingga perilaku guru yang selama ini lebih banyak bergantung pada kebijakankebijakan dari atas termotivasi mengkaji lebih dalam keunggulan dan kelemahan setiap kebijakan yang terapkan. Namun pada umumnya kepala sekolah lebih dominan perilaku manajer dari pada perilaku leader. Mereka memposisikan diri sebagai pemegang kekuasaan dan menuntut guru patuh pada dirinya. Selain itu
kepala sekolah lebih fokus pada kegiatan
administratif sekolah serta kegiatan seremonial lainnya yang bertujuan untuk membina hubungan dengan intansi lainnya. Hal inilah yang menyita waktu dan perhatian kepala sekolah sehingga jarang melakukan supervisi pembelajaran. Hal lain yang kerap terjadi di sekolah yakni kepala sekolah kurang apresiatif terhadap ide-ide yang diusulkan guru bahkan yang sering mengusulkan ide dianggap sebagai penghambat kebijakan sekolah. Kondisi tersebut di atas disinyalemen sebagai penyebab perilaku inovatif guru rendah. Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, peneliti tertarik untuk menguji pengaruh kepemimpinan transformasional dan supervisi kolaboratif 5
terhadap perilaku inovatif guru. Penelitian yang mengkaji perilaku inovatif guru masih sangat terbatas padahal review dan kajian-kajian para ilmuwan dan praktisi menunjukkan bahwa perilaku inovatif berpengaruh positif pada kinerja karyawan atau anggota organisasi. 1.2 Rumusan Masalah Keberhasilan seorang guru dalam menjalankan tugasnya, bukan semata bertumpu pada kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan tetapi juga kemampuan dalam mendeteksi kesenjangan dalam pembelajaran (problem
recognation),
mengajukan
ide
(idea
generation),
mengkomunikasikan ide (idea promotion) dan menerapkan ide tersebut (Agung, 2012). Guru diharapkan mampu mewujudkan seperangkat perilaku tersebut di atas sehingga terjadi perbaikan terus-menerus dalam proses pembelajarannya. Kondisi ini akan meningkatkan kualitas kerja seorang guru. Dorner (2012) mengungkapkan bahwa
perilaku inovatif berpengaruh
terhadap kinerja. Hasil studi Balitbang Kemendikbud tahun 2004 mengungkapkan bahwa guru dalam melaksanakan pembelajaran sebagai rutinitas semata tidak dibarengi dengan pengembangan ide dan kreativitas.
Fenomena tersebut
menjadi sorotan pakar pendidikan dari Jepang dengan menyatakan bahwa kemampuan kreativitas dan inovasi
guru-guru Indonesia
masih rendah
(Anna, 2010). Oleh sebab itu perlu upaya untuk mendorong perilaku inovatif guru.
6
Salah satu faktor dalam organisasi yang mempengaruhi perilaku inovatif adalah perilaku kepemimpinan (Basu & Green, 1997; Scott dan Bruce, 1994; Damarich et al., 2011; Sagnak et al, 2011). Dalam konteks sekolah, kepala sekolah
berperan sebagai manajer, leader, supervisor,
pembimbing dan fasilitator. Peran sebagai leader diperlukan guna memberikan inspirasi, mengembangkan dan memberdayakan semua warga sekolah. Peran sebagai supervisor mengacu pada pentingnya pemantauan dan pengawasan (supervisi) terhadap pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, serta senantiasa memberikan arahan, bimbingan, dan bantuan yang diperlukan. Namun kenyataan yang sering terjadi, kepala sekolah saat ini sebagian besar waktunya digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan administratif, rapat-rapat, protokoler, serta kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan menjalin kerjasama dengan intansi lain. Akibatnya, kepala sekolah jarang melakukan supervisi pembelajaran. Padahal melalui kegiatan ini kepala sekolah dapat mendorong dan memotivasi guru kemampuannya,
mengapresiasi
menerapkan dan mengembangkan guru
jika
berhasil
melaksanakan
pembelajaran dengan baik. Hal-hal inilah yang akan mendorong perilaku inovatif guru.
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, ada dua pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu:
7
1. Apakah gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah berpengaruh terhadap perilaku inovatif guru? 2. Apakah perilaku supervisi kolaboratif
kepala sekolah berpengaruh
terhadap perilaku inovatif guru? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menguji
apakah gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah
berpengaruh positif terhadap perilaku inovatif guru 2. Menguji apakah
perilaku supervisi
kolaboratif kepala sekolah
berpengaruh positif terhadap perilaku inovatif guru. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1. Secara teoritis,
memberi bukti empiris tentang pengaruh gaya
kepemimpinan transformasional dan perilaku supervisi kolaboratif terhadap perilaku kerja inovatif guru, sehingga dapat berkontibusi dalam penyediaan literatur proses inovasi
serta memperluas
wahana
pengetahuan tentang inovasi individu. 2. Secara praktis, menjadi bahan masukan bagi
sekolah
untuk
mengembangkan gaya kepemimpinan dan perilaku supervisi kolaboratif sehingga mampu mendorong perilaku inovatif kependidikan
pendidik dan tenaga
dalam mewujudkan terciptanya mutu pendidikan yang
berkualitas.
8
1.6 Ruang Lingkup /Batasan Penelitian Penelitian ini mengkaji innovative work behavior (IWB) atau perilaku inovatif guru, gaya kepemimpinan transformasional dan perilaku supervisi kolaboratif kepala sekolah. Ruang lingkup dari ketiga variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Perilaku kerja inovatif ( IWB) Perilaku kerja inovatif (IWB) merupakan proses multistage yang diawali dari pemunculan gagasan/ide baru selanjutnya dikomunikasikan kepada orang lain untuk mendapatkan dukungan dalam proses penerapannya dan eksekusi dari ide tersebut. Dalam penelitian ini IWB diukur dengan menggunakan dua dimensi yaitu : 1) Creativity-oriented work behavior
merupakan serangkaian aktivitas-
aktivitas perilaku yang terdiri dari pengenalan masalah (problem recognition) dan pemunculan ide (idea generation). 2) Implementation-oriented work behavior yakni aktivitas-aktivitas yang mencakup pengajuan ide (idea promotion) dan
realisasi ide (idea
realization). 2. Gaya Kepemimpinan Transformasional (Transformasional Leadership) Dimensi kepemimpinan transformasional yang dikaji
dalam
penelitian ini adalah 4 ciri kepemimpinan transformasional yang dikembangkan oleh Bass dan Riggio (2006; 19-31) yakni:
9
1) Idealized influence, merupakan ciri kepemimpinan yang dapat membangitkan emosi dan identifikasi yang kuat dari pengikut terhadap pemimpin. 2) Intellectual stimulation, merupakan ciri kepemimpinan yang dapat meningkatkan
kesadaran
pengikut
akan
permasalahan
dan
mempengaruhi para pengikut untuk memandang masalah dari perspektif baru. 3) Individual consideration, merupakan ciri kepemimpinan yang dapat memberikan dukungan, dorongan dan pelatihan bagi pengikutnya 4) Inspirational motivation, merupakan ciri kepemimpinan yang dapat menyampaikan visi yang menarik dengan menggunakan simbol untuk memfokuskan upaya bawahan dan membuat model perilaku yang tepat. 3. Perilaku Supervisi Kolaboratif (Collaborative Behavior) Supervisi
kolaboratif
adalah
supervisi yang lebih banyak
mendengarkan dan memperhatikan dengan cermat akan keprihatinan guru terhadap masalah perbaikan metode mengajarnya dan juga gagasan-gagasan dalam mengatasi masalah itu. Perilaku supervisi kolaboratif meliputi negosiasi terhadap perilaku guru (negotiating), pemecahan masalah yang dihadapi guru (problem solving) serta menunjukkan ide tentang apa dan bagaimana informasi
akan dapat dikumpulkan/presenting
(Sulthon,
2009:121)
10
1.7 Sistimatika Penulisan Untuk memperjelas pemaparan laporan penelitian ini maka pengorganisasian penulisan dilakukan sebagai berikut : 1. Pendahuluan Bab ini menguraikan
latar belakang masalah yakni
pentingnya inovasi individu dalam organisasi, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku inovatif serta kondisi ril perilaku inovatif guru saat ini. Disamping itu bab ini juga menguraikan pokok permasalahan yang menjadi bidang kajian, tujuan dilaksanakan kajian serta manfaat dari hasil kajian tersebut. 2. Kajian Pustaka Bab ini menguraikan secara konseptual pengertian inovasi, pentingnya inovasi individu, hasil penelitian yang mengungkapkan determinan dari perilaku inovatif. Pada bagian ini juga memaparkan perilaku kepemimpinan transformasional dan supervisi kolaboratif kepala sekolah. Bagian akhir bab ini diuraikan pengembangan hipotesis yakni pengaruh antara gaya kepemimpinan transformasional dan perilaku supervisi kolaboratif kepala sekolah terhadap perilaku inovatif guru. 3. Metode Penelitian Bab ini menguraikan desain penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data,
11
instrumen penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data. 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini memaparkan analisis instrumen penelitian, gambaran umum sekolah, hasil analisis stastistik deskriptif data, uji asumsi klasik,
hasil uji regresi linear berganda sebagai acuan pengujian
hipotesis dan pembahasan hasil penelitian. 5. Simpulan dan Saran Bab ini memaparkan kesimpulan sebagai jawaban pertanyaan penelitian pada bagian pendahuluan, keterbatasan dan implikasi penelitian serta saran-saran untuk memicu perilaku inovatif guru.
12