BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang A.
Seni komik dan animasi sebagai media komunikasi Komik dan animasi di Indonesia seringkali dianggap sepele karena dianggap
hanya ditujukan untuk kalangan anak-anak dan media pendidikan masih sering berpendapat bahwa komik dan animasi merusak perkembangan anak dan berpengaruh buruk pada minat belajar anak. Pendapat ini sebenarnya tidak benar sebab dalam komik dan animasi, gambar dapat digunakan sebagai media informasi pendidikan, propaganda ekspresi, media kritisi dan hiburan1. Komik dan animasi juga dapat dikembangkan sebagai produk kesenian yang dapat dijual dan diperkenalkan kepada masyarakat baik anak-anak maupun dewasa. Komik adalah imaji-imaji gambar atau imaji lainnya, yang dijajarkan dalam urutan yang disengaja untuk menyampaikan informasi dan menimbulkan tanggapan estetis pada pembacanya.2 Sedangkan animasi adalah suatu visualisasi yang menyajikan image (gambar 2D atau 3D) yang digerakkan secara berangkaian dan hampir bersamaan sehingga membentuk visualisasi gerak.3 Sebagai media komunikasi, komik atau animasi mampu menyampaikan informasi secara efektif dan efisien melalui bahasanya sendiri. Pemanfaatan media gambar seperti itu mendorong muncul dan berkembangnya berbagai jenis komik dan animasi. Sejarah komik Indonesia dapat ditelusuri sampai pada masa prasejarah, misalnya pada monumen-monumen keagamaan yang terbuat dari batu pada beberapa
1 Boneff, Komik Indonesia, KPG, 1998 2 Mcloud, Understanding Comics, KPG, 1993 3 Ekomadyo S Agus, Komputer animasi, Elex Media Komputindo, Gramedia Jakarta,2000
1
candi. Kemudian, wayang beber dan wayang kulit yang bercerita melalui sarana gambar dapat dianggap sebagai cikal bakal komik4. Komik strip adalah langkah awal komik Indonesia dalam media cetak. Komik strip pada masa itu muncul di majalah atau surat kabar dengan tema-tema yang dipilih antara lain, lelucon kehidupan sehari-hari, cerita rakyat-legenda, petualangan dan menjelang kemerdekaan. Pada tahun 1931, surat kabar Sin Po memuat cerita seri tokoh Put On karya Kho Wang Gie. Komik strip ini dianggap sebagai komik pertama di media cetak Indonesia. Banyak juga tema perjuangan nasionalisme yang muncul seperti Kisah Pendudukan Yogya dan Pemberontakan Pangeran Diponegoro Karya Abdulsalam di harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta.
Gambar 1.1Contoh komik Indonesia Sumber : www.komikindonesia.com
Sejarah animasi sebagai karya seni lain yang sangat berkaitan erat dengan komik juga didominasi oleh permunculan komik. Tahun 1911, Winsor McCay adalah orang yang pertama kali membuat animasi dari komik strip ( “Little Nemo”, and “Gertie, The Trained Dinosaur, New York,1914) yang kemudian dikenal sebagai bapak animasi 4 Ibid, hal 1
2
dunia5. Tahun 1970, TVRI sebagai stasiun televisi pertama di Indonesia mulai memutar film animasi dari luar kemudian diciptakan animasi pertama Indonesia dengan judul Si Huma produksi PPFN ( Pusat Produksi Film Nasional ). Tapi film-film tersebut hilang terkena imbas dari luar sehingga berpengaruh buruk bagi perkembangan anak Indonesia dan juga mengakibatkan gulung tikarnya produksi animasi dalam negri6. Pada awal millennium, industri komik dan animasi Indonesia mulai bangkit kembali ditandai dengan penerbitan komik klasik Indonesia dan seringnya pameran, event atau festival komik animasi yang dilaksanakan di beberapa kota di Indonesia. Misalnya Pekan Komik Animasi Nasional (PKAN) yang dilaksanakan pertama kali tahun 1998 oleh Depdikbud dan Festival Film Animasi Indonesia (FFAI) mulai tahun 2002 di Jakarta. Pertumbuhan industri komik dan animasi mulai meningkat sejalan dengan perkembangan dan kemajuan media komunikasi. Dewasa ini bermunculan kaum muda yang kebanyakan bermodalkan keberanian dan pengalaman berniat membuat komik dan animasi dan mendapat dukungan dana dari orang yang melihat komik dan animasi sebagai bisnis yang menggiurkan. Karena bisnis film pada dasarnya tak pernah berhenti atau habis ditelan waktu. Film yang baik akan selalu dilihat dan dibutuhkan orang kapan saja. Maka, menginvestasikan uang dalam bisnis film animasi bakal menarik keuntungan di masa mendatang. Animasi di TV lewat commercial spot (iklan), film animasi hingga pendukung acara informasi, secara disadari maupun tidak telah mendapat tempat dihati masyarakat. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), bulan April 2002, memberi hasil penelitian tentang proposal waktu yang disediakan oleh stasiun TV kepada acara anak-anak yang didominasi oleh film animasi.
5 Disney Presents, The Animation Studio, Walt Disney Company, Hollywood, 1990 6 Drs. Hotman Sitorus, S.H : Seputar Kekayaan Intelektual, 2003
3
Stasiun TV
Th. 1999
Th.2002
Perkembangannya
TVRI
4,9%
9,1%
4,2%
SCTV
7,7%
14,6%
6,9%
RCTI
5,9%
7,1%
1,2%
Indosiar
8,5%
11,8%
3,3%
Tabel 1.1 Proporsi Waktu Stasiun TV untuk anak-anak Sumber : “Dari Komik, Animasi, sampai Telenovela”, Kompas.com,11 Agustus 2002
Hal ini membuktikan bahwa animasi sangat diminati oleh masyarakat dan potensi pasarnya juga cukup menjanjikan sehingga perkembangan animasi di Indonesia makin meningkat.
Sedangkan komik sebagai sastra gambar juga mempengaruhi
sinema Indonesia. Untuk menyaingi film silat impor , para produsen sering kali menggunakan komik sebagai naskahnya. Dengan demikian, film memberikan sumbangan dalam mempopulerkan citra para pendekar komik, (Si Buta dari Goa Hantu; Pendekar bambu kuning dan Panji Tengkorak)7. Komik juga bisa menjadi sarana komunikasi memperjuangkan demokrasi. Komik bisa dan mampu mengkritisi kenyataan. Demikian pula kritik secara visual dapat dilakukan amat terbuka dengan menampilkan tokoh-tokoh karikaturis dan kata-kata keras.
B.
Upaya peningkatan Apresiasi Terhadap Komik dan Animasi Indonesia Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kembali apresiasi
masyarakat terhadap komik dan animasi adalah dengan mengadakan ajang pameran komik dan animasi karya-karya lokal Indonesia melalui pameran nasional yang diselenggarakan secara bergilir di beberapa kota besar di Indonesia. Misalnya Pameran Komik dan Animasi Nasional ( PKAN ) yang dilakukan sejak tahun 1998 lalu. Tujuan dari 7 Ibid, hal 1
4
PKAN ini adalah untuk membangkitkan kesadaran masyarakat tentang komik Indonesia yang pernah berjaya dan membangkitkan industri komik dan animasi di Indonesia8. Optimisme bangkitnya komik Indonesia menjelang akhir 2005 ini hendaknya disikapi dengan lebih baik oleh semua pihak sehingga suatu saat komik Indonesia dapat diperhitungkan sebagai produk bermutu sekaligus mempunyai ahli, sejarawan, dan kritikus seperti halnya sastra, seni rupa, atau film.
Gambar 1.2 Pameran dan workshop komik (PKAN II) Jogjakarta dan Contoh galeri komik Sumber :Kompas 12 Juli 2003 dan Sanfransisco Cartoon Museum.
Permasalahan yang muncul kemudian adalah belum tersedianya wadah untuk komunitas dan kegiatan-kegiatan apresiasi ini. Diperlukan adanya suatu wadah yang sifatnya tetap untuk menampung kegiatan-kegiatan apresiasi seni komik dan animasi ini agar event atau pameran dapat berlangsung secara lanjut dan teratur.
C.
Potensi Jogjakarta Sebagai Kota Budaya Jogjakarta sebagai kota budaya dan pendidikan memiliki potensi besar dalam
sejarah dan perkembangan komik serta animasi. Penelitian tentang dunia komik
8 Rahayu Sutiarti Hidayat ( Ketua PKAN 2003 )
5
Indonesia pertama kali dilakukan di Jogjakarta oleh Dr. Marcel Bonneff (1971-1972)9. Dari hasil penelitian (statistik) menunjukkan jenis komik dan animasi yang beredar di Jogjakarta mencapai 30% dari berbagai media komunikasi. Di Jogjakarta sudah banyak studio komik dan animasi serta media pendidikan yang telah berdiri. Jumlah studio dan komunitas komik di Jogjakarta bahkan yang terbanyak dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya, Jakarta berada di tempat kedua kemudian Bandung. Tingkat pendidikan di Jogjakarta juga mempengaruhi perkembangan komik dan animasi karena sebagian besar peminat komik dan animasi berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Studio komik di Jogjakarta rata-rata menghasilkan 20 judul dalam jangka waktu produksi 6 bulan dan dipasarkan dengan 150 eksemplar per judul. Industri komik di Jogjakarta juga berkembang pesat karena banyaknya Taman Bacaan yang rata-rata sirkulasi peminjaman komiknya 30 buku perhari10. Hal ini menunjukkan bahwa animo masyarakat Jogjakarta terhadap komik sangat besar dan potensi industrinya juga cukup baik jika didukung oleh manajemen yang baik pula. Studio animasi di Jogjakarta memproduksi animasi 2D dan 3D untuk film dan iklan. Jumlah produksinya relatif tergantung dari jumlah permintaan untuk komersial, namun umumnya menghasilkan 2 film animasi indie dalam 6 bulan. Dari beberapa event dan festival yang diadakan di Jogjakarta menunjukkan bahwa animator-animator Jogjakarta cukup produktif. Misalnya pada FFII (Festival Film Indie Indonesia 2002), dari 4 film animasi indie yang diputar, 2 diantaranya berasal dari Jogjakarta dan mendapat penghargaan sebagai film animasi terbaik (“Loud Me Loud”, karya studio Kasatmata)11. Kemudian pada FFAI(Festival Film Animasi Indonesia 2003), film animasi layar lebar
9 Boneff M, Komik Indonesia, KPG, 1998 10 Eko Nugroho, pemilik Studio Daging Tumbuh 11 Wahudi, Studio Kasatmata Jogjakarta
6
pertama di Indonesia yaitu “HomeLand” karya studio Bening Animasi Jogjakarta mendapat penghargaan sebagai animasi terbaik. Dari beberapa event tersebut jumlah peserta dan pengunjung mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dari FFAI 2003 tercatat jumlah peserta dan pengunjung mencapai ±500orang dalam 2 hari kemudian pada FFAI 2005 menjadi ±900orang dalam 3 hari12. Hal ini menunjukkan betapa besar potensi industri animasi dari Jogjakarta sendiri.
Gambar 1.3 Film animasi “Loud Me Loud” dan “Homeland”,karya studio Kasatmata. Sumber : Studio Kasatmata Jogjakarta
Namun dengan adanya studio-studio seperti ini belum cukup berhasil untuk meningkatkan apresiasi terhadap komik dan animasi Indonesia karena minimnya kemampuan manajemen distribusi dan pemasaran dari studio-studio tersebut. Kurangnya manajemen distribusi dan pemasaran menyebabkan banyak pecinta komik yang tidak mengetahui adanya produk-produk lokal. Sebagian juga masih menghasilkan komik-komik underground yang seringkali mendapat kritik dari masyarakat umum karena beberapa masih terpengaruh komik dari luar Indonesia seperti Jepang dan
12 Gatot Prakoso, Ketua Penyelenggara FFAI 2005
7
Amerika. Aktivitas yang mendukung komik dan animasi lokal
juga jarang dilakukan
karena belum tersedianya wadah tetap untuk kegiatan-kegiatan tersebut. Nah, apa yang dapat dilakukan oleh seorang arsitek dalam mendukung apresiasi komik dan animasi Indonesia ini? Seorang arsitek dapat merancang suatu wadah untuk pameran, seminar, workshop dan kegiatan-kegiatan apresiasi untuk komik dan animasi seperti galeri. Dalam ensiklopedia nasional Indonesia, galeri berasal dari bahasa latin, ‘galleria’ yang artinya sebuah bangunan yang salah satu sisinya terbuka tanpa pintu. Galeri merupakan sebuah ruang yang digunakan untuk memamerkan benda-benda seni13 Jogjakarta sebagai kota budaya
merupakan kota yang kondusif untuk
perkembangan seni terutama seniman mudanya. Seniman atau mahasiswa seni berkarya, mereka membutuhkan galeri dan tentu dengan jumlah seniman yang besar Jogjakarta membutuhkan ruang untuk berkarya dalam jumlah yang besar pula. Galeri Seni Komik dan Animasi di Jogjakarta akan menjadi suatu wadah untuk pameran dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan dunia komik dan animasi di Jogjakarta. Selain untuk kepentingan pameran dan komersial, Galeri ini juga akan menjadi pusat bagi komunitas masyarakat pecinta komik dan animasi di Jogjakarta karena galeri ini mewadahi beberapa fasilitas yang mendukung kegiatan-kegiatan komunitas tersebut Galeri seni komik dan animasi ini diharapkan dapat menyalurkan karya-karya komikus dan animator lokal dan dapat menjadi wadah untuk memperkenalkan dunia komik dan animasi kepada masyarakat Indonesia terutama masyarakat Jogjakarta.
13 Harris, Cyril M, Dictionary of Architecture and Construction, McGraw-Hill, Inc,1975
8
1.2 RUMUSAN MASALAH Bagaimana merancang galeri komik dan animasi di Jogjakarta yang dapat mewadahi kegiatan apresiasi komik dan animasi sekaligus menjadi pusat komunitas masyarakat pecinta komik dan animasi.
1.3 TUJUAN Merancang Galeri Komik dan Animasi di Jogjakarta yang dapat mewadahi kegiatan apresiasi komik dan animasi sekaligus menjadi pusat komunitas masyarakat pecinta komik dan animasi.
1.4 SASARAN •
Melakukan studi tentang galeri seni
•
Melakukan studi tentang seni komik dan animasi
•
Melakukan studi tentang fasilitas komik dan animasi
•
Melakukan studi tentang kota Jogjakarta
1.5 LINGKUP •
Seni komik dan animasi dibatasi pada jenis komik dan animasi yang dikenal di Indonesia
•
Galeri dibatasi pada galeri seni atau galeri untuk fasilitas seni
•
Jogjakarta dibatasi pada hal-hal yang berhubungan dengan pemilihan site untuk bangunan tersebut
1.6 METODE a. Metode Mencari Data
9
•
Wawancara Ditujukan pada para komikus, animator, Dinas Kebudayaan DIY, dan pengelola studio komik/animasi serta pengelola galeri-galeri seni di Jogjakarta
•
Kuesioner Diberikan kepada para pecinta komik dan animasi (peminat dan pembaca) di taman-taman bacaan di Jogjakarta
•
Studi Pustaka/ Literatur Mempelajari buku-buku tentang seni komik dan animasi, galeri seni, dan bukubuku lain yang berkaitan
•
Studi Banding Melihat bangunan sejenis yang ada di Amerika dan Jepang serta dari literature tentang bangunan sejenis
b. Metode Menganalisis Data •
Kuantitatif Data-data dikomunikasikan dengan angka atau statistik Statistik/ data tabel proporsi waktu yang disediakan oleh stasiun Tv swasta didominasi oleh animasi
•
Kualitatif Data-data dikomunikasikan secara naratif. Analisis data statistik dengan menyimpulkan secara naratif, data statistik yang didapat untuk dikembangkan dalam proses lebih lanjut.
1.7 METODE PERANCANGAN Menggunakan prinsip-prinsip, analogi dan detail arsitektur dari gaya arsitektur dari fungsi bangunan sejenis pada pengolahan fasade bangunan dan ruang interior.
10
1.8 SISTEMATIKA PENULISAN Bab 1 PENDAHULUAN Mengungkapkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup, metode, dan sistematika penulisan. Bab 2 TINJAUAN UMUM SENI KOMIK DAN ANIMASI DI JOGJAKARTA Mengungkapkan pengertian, jenis, perkembangan, kegiatan dan potensi seni komik serta animasi di Jogjakarta beserta segala fasilitas yang menyertainya. Bab3 TINJAUAN TEORITIS GALERI SENI KOMIK DAN ANIMASI DI JOGJAKARTA Mengungkapkan
design
requirement
dan
teori-teori
yang
mendukung
perencanaan serta perancangan bangunan galeri seni komik dan animasi. Bab 4 ANALISIS MENUJU KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GALERI SENI KOMIK DAN ANIMASI Mengungkapkan proses untuk menemukan ide-ide konsep perencanaan dan perancangan melalui metode-metode tertentu yang diaplikasikan pada site dan bangunan. Misalnya dari pola ruang dan prinsip-prinsip arsitektur ditemukan pola yang sesuai untuk karakter bangunan atau membentuk ruang imajinatif sebagai wadah apreasiasi dan pusat komunitas. Bab 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GALERI SENI KOMIK DAN ANIMASI DI JOGJAKARTA Mengungkapkan konsep-konsep perancangan yang akan ditransformasikan ke dalam rancangan fisik arsitektural.
11
DIAGRAM POLA PIKIR
PERMASALAHAN
POTENSI
Masyarakat kurang menghargai karya-karya komik & animasi lokal
Komik & Animasi sebagai media komunikasi yang informatif dan edukatif
Masyarakat kurang tahu keberadaan komik & animasi lokal
Kota Jogjakarta sebagai kota budaya & kota pelajar
Kurangnya Publikasi, Pengelolaan & Kegiatan Apresiasi
Peminat komik & animasi sebagian besar dari pelajar/mahasiswa
Belum adanya wadah yang tetap dan representatif
Adanya Studio, Lembaga Pendidikan, & Komunitas yang mendukung
PERLUNYA GALERI SENI KOMIK DAN ANIMASI DI JOGJAKARTA
Sebagai wadah yang imajinatif & komunikatif sehingga masyarakat tertarik untuk mengenal komik & animasi
Gambar 1.4 Diagram Pola Pikir Sumber : analisa penulis
12