BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Film adalah sebuah sarana atau alat untuk menyampaikan pesan kepada khalayak melalui sebuah media cerita (Wibowo, 2006: 196). Banyak film yang dibuat untuk memberikan pesan dan terkadang menggambarkan realita yang ada. Pesan yang disampaikan melalui film biasanya disajikan dalam bentuk yang menarik dan ringan sehingga dapat diterima oleh banyak kalangan masyarakat. Film merupakan teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang dapat menciptakan suatu ilusi gerak dan tindakan dalam kehidupan nyata. Film yang dalam perkembangannya berhasil menggabungkan fotografi dan perekaman suara mampu menimbulkan imajinasi, ketegangan, ketakutan dan benturan emosional penonton, sehingga seolah-olah mereka ikut merasakan menjadi bagian dari cerita dalam film tersebut. (Danesi, 2010: 134) Film
mampu
memanipulasi
kenyataan
tanpa
menghilangkan
kredibilatasnya, sehingga mampu menarik orang banyak dalam waktu yang relatif singkat. Sehingga khalayak perlu memperhatikan unsur ideologi dan propaganda terselubung dan tersirat
dalam banyak fenomena hubungan
umum, fenomena yang merefleksikan kondisi masyarakat dan mungkin bersumber dari keinginan untuk memanipulasi (McQuail, 2003: 14).
1
Untuk itu film merupakan media yang sangat kuat melebihi media yang lain baik radio, majalah. Karena film tidak hanya mengandung unsur audio atau visual saja melainkan keduanya. Melalui film, masyarakat dapat melihat dan mendengar suatu pesan dengan jelas. Film dapat dikatakan sebagai konstruksi ulang dari sebuah realita yang ada untuk kemudian disampaikan dan diterima oleh orang banyak. Pembuat film menggunakan film sebagai alat untuk mengajak khalayak setuju dengan ideologi dan sudut pandang mereka, sehingga bagi mereka yang tidak bisa memilah informasi dan pesan yang dibuat oleh si pembuat film akan dapat dengan mudah terpengaruh oleh sudut pandang si pembuat film. Pengaruh film yang sangat besar tidak hanya timbul di gedung bioskop saja tapi sampai pada aktivitas sehari-hari. Biasanya penonton pada usia muda seperti remaja dan anak-anak lebih mudah terpengaruh seperti menirukan tingkah laku tokoh dalam film yang mereka tonton (Effendy, 2003: 208). Seperti film Tanda Tanya yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Film ini menarik untuk diteliti karena menuai banyak kontroversi saat film ini ditayangkan. Film ini mengandung unsur SARA yang cukup kuat karena keinginannya yang memperlihatkan pluralisme beragama, namun di sisi lain film ini secara jelas menggambarkan kekerasan yang terjadi dalam masyarakat kita sendiri yaitu Indonesia. Indonesia masih cukup kental dengan pandangan rasismenya. Hal ini terbukti dengan kutipan dari Kompas.com
2
yang mengatakan bahwa ketika film ini baru ditayangkan banyak pihak yang memberikan respon negatif seperti MUI (Majelis Ulama Indonesia), GP Ansor/ Banser NU dan FPI (Front Pembela Islam) yang tidak setuju dengan ditayangkannya film ini karena dianggap mencemarkan nama-nama yang terlibat dan berkaitan dengan agama dan ras. Dalam menganalisis fenomena-fenomena kekerasan yang terjadi di film Tanda Tanya (?) ini, peneliti menggunakan teknik analisis semiotika Charles Sanders
Peirce
untuk
mendeskripsikan
tanda-tanda
kekerasan
dan
menggambarkan bagaimana simbol-simbol tersebut tidak hanya tampak dalam perbuatan yang terlihat tetapi juga dalam kata-kata dengan menggunakan
objek-objek
yang
membawa
informasi,
tetapi
juga
mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Sobur, 2009: 15). Mengambil kutipan dari okezone.com film Tanda Tanya menduduki peringkat pertama pada awal pekan ketika film tersebut ditayangkan dengan mencapai jumlah penonton mencapai 70.498 orang mengalahkan film lainnya seperti 13 Cara Memanggil Setan, Skandal,Oh Tidak…!, dan lain-lain. Berikut lima film teratas dalam periode film yang berdekatan dengan jadwal tayang film Tanda Tanya:
3
Tabel 1.1 Peringkat Film Tanda Tanya Judul Film Tanda Tanya 13 Cara memanggil Setan Skandal Virgin 3: Satu Malam Mengubah Segalanya Oh Tidak…!
Jumlah Penonton 70.498 orang 51.061 orang 49.969 orang 29.585 orang 658 orang
Film ini menjadi menarik diteliti karena film ini memberikan banyak opini di dalam masyarakat yang menimbulkan kontroversi bahkan menyinggung beberapa pihak. Pesan pluralisme yang ingin disampaikan tidak semuanya diterima secara positif karena dalam film ini unsur kekerasannya juga terlihat dengan jelas sehingga dapat memberikan kesan yang buruk bagi beberapa pihak. oleh karena itu pihak-pihak seperti MUI dan Banser NU merasa citra mereka disinggung sebagai salah satu oknum yang terlibat didalam film tersebut. Film bertemakan kekerasan juga menarik untuk diteliti karena kekerasan merupakan salah satu tindakan yang mudah ditiru oleh orang lain sehingga bisa memberikan efek yang luas bagi masyarakat jika kita tidak mampu mengolah informasi yang ada. Kekerasan yang ingin dikaji dalam penelitian ini dapat dilihat dari visual dan non visualnya. Kekerasan visual dapat dilihat dari adegan, cara pengambilan gambar, pencahayaan, dan lain-lainnya. sedangkan kekerasan
4
non-visualnya dapat diteliti melalui dialog antar tokoh, nada bicara dan pemilihan kata yang digunakan oleh karakter didalam film tersebut. Meskipun mendapat banyak kecaman dari berbagai pihak, Film ini mampu bertahan dan menarik banyak penonton serta secara sadar maupun tidak sadar, film ini merefleksikan realitas kehidupan kita yang sebenarnya kemudian dikemas dengan tayangan yang menarik dan memberikan banyak pemikiran baru tentang hidup berdampingan dalam perbedaan. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: -
Bagaimana representasi kekerasan dalam film Tanda Tanya?
-
Apa makna visual dan non visual yang terkandung dalam film Tanda Tanya yang bersifat ikonik, simbolik dan indeksial?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dibuatnya penelitian ini, yakni: -
Mengetahui representasi kekerasan akibat rasisme dalam film Tanda Tanya.
-
Menjelaskan tanda visual dan non visual yang terkandung dalam film Tanda Tanya yang bersifat ikonik, simbolik dan indeksial.
1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan studi komunikasi dan kebudayaan agar dapat lebih 5
menghargai budaya lain tanpa adanya kekerasan. Selain itu diharapkan penelitian ini juga dapat dijadikan referensi untuk penelitian serupa khsusnya penelitian tentang film.
1.4.2. Kegunaan Praktis Sedangkan kegunaan praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi dan gambaran terhadap kekerasan yang ditimbulkan akibat adanya rasisme dalam lingkungan beragama dan tanda-tanda tersebut dapat dikaji secara mendalam melalui metode semiotika.
6