BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Lembaga keuangan pada dasarnya adalah lembaga perantara, berposisi sentral di antara pemilik dana, antara penyimpan dan peminjam, antara pembeli dan penjual, serta antara pengirim uang dan lembaga keuangan. Lembaga keuangan bukanlah sebuah pabrik atau produsen yang menghasilkan uang secara sendiri dan kemudian membagikan atau meminjamkan kepada pihakpihak yang membutuhkannya. Lembaga keuangan syari'ah merupakan lembaga intermediasi keuangan yang hadir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan suatu bentuk transaksi yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah Islam, namun adakalanya dalam menjalankan transaksi syari’ah, para pihak dihadapkan pada sejumlah resiko yang bisa menyebabkan terjadinya kerugian, resiko tersebut di antaranya bisa disebabkan oleh adanya wanprestasi atau kelalaian nasabah dengan menunda-nunda pembayaran hal ini tentunya sangat kontradiktif dengan syari’ah Islam yang sangat melindungi kepentingan semua pihak yang bertransaksi, baik lembaga keuangan syari’ah maupun nasabah, sehingga tidak boleh ada satu pihak yang di rugikan hak-haknya. Dalam hukum Islam seseorang diwajibkan untuk menghormati dan mematuhi setiap perjanjian atau amanah yang dipercayakan kepadanya. Apabila seseorang telah mendapat kredit atau pembiayaan dari bank, maka 1
ia telah mendapat amanah dari orang lain (deposan atau pemilik modal di bank), jika debitur tersebut melakukan cidera janji, maka dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi. Orang yang melakukan wanprestasi bisa dikenakan tindakan atau sanksi sesuai dengan kondisi dan alasannya. Pada zaman modern, dalam dunia perbankan nasional muncul fenomena sikap menunda-nunda pembayaran yang dilakukan oleh debitur atau nasabah terhadap bank yang memberi dana pinjaman pembiayaan. Akibatnya bank mengalami kerugian, karena dalam melakukan penagihan tidak jarang bank mengeluarkan biaya, mulai dari masalah administrasi, hingga biaya yang besar untuk menyewa pengacara. Fenomena ini memunculkan berbagai permintaan dari pengelola perbankan syari’ah akan pentingnya penanganan ganti rugi dan pengenaan sanksi, ganti rugi atas biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penagihan kepada nasabah yang lalai dan nakal (menunda-nunda pembayaran). Dalam hal ini MUI ikut andil untuk mengeluarkan fatwa bagi nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran, yang mana mereka bisa dikenakan hukuman ta’zir (denda). Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis perlu melakukan penelitian denda yang diberlakukan bank syari’ah, dengan menganalisa pengenaan denda yang ada di perbankan syari’ah dan pandangan sistem ekonomi Islam terhadap denda yang diberlakukan.
2
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat rumusan masalah dalam penelitian tugas ini sebagai berikut : Bagaimana operasional denda murâbahah dan implementasinya dalam BPRS HIK Parahyangan ? 1.3. Tujuan Penulisan Kegiatan penelitian di PT BPRS HIK memiliki tujuan antara lain : Untuk mengetahui operasional denda murâbahah dan implementasinya dalam Bank BPRS HIK Parahyangan, apakah telah sesuai dengan aturan syari’ah atau belum dan apakah telah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan atau belum. 1.4. Manfaat Penulisan Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat, antara lain: a. Manfaat secara teoritis Secara teoritis, penelitian yang penulis lakukan dapat memberikan penambahan ilmu pengetahuan bagi penulis sendiri, dan dalam bidang ilmu pengetahuan dapat pula memecahkan atau mencari solusi dari suatu permasalahan yang ada. b. Manfaat secara praktis Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat untuk penulis dan masyarakat, khususnya bagi penulis akan lebih memudahkan jika suatu waktu berhadapan dengan persoalan yang menyangkut perbankan syariah,
selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi
pengalaman bagi penulis sebagai modal untuk bekerja dengan baik di 3
masa mendatang. 1.5. Konsep Pemikiran Murâbahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin), yang disepakati penjual dan pembeli. Murâbahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam Murâbahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah. Pembayaran Murâbahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu, dalam Murâbahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk cara pembayaran yang berbeda. Bank dapat memberikan potongan kepada nasabah jika mempercepat pembayaran cicilan atau melunasi piutang murâbahah sebelum jatuh tempo. Harga yang disepakati dalam murâbahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah dilakukan berdasarkan
akad
maka pembagian
perjanjian yang
potongan
tersebut
dimuat dalam akad. Apabila
nasabah tidak dapat memenuhi piutang sesuai dengan yang diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa nasabah tidak mampu melunasi. Denda diterapkan bagi nasabah mampu yang menunda pembayaran, denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal
4
dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardul hasan). Denda keterlambatan dikenakan bagi nasabah yang "nakal", yang seharusnya dia bisa dan mampu untuk membayar tepat pada waktunya tetapi sengaja menunda- nunda. Biasanya uang yang seharusnya untuk membayar kewajibannya ke bank, “diputar-putar" dulu, sehingga terjadi kelalaian. Dana hasil dari denda ini tidak diambil dan dipergunakan bank melainkan ditampung dalam suatu pos atau rekening yang disebut "Dana Non Halal atau Dana Sosial", yang setiap bulannya akan dilimpahkan atau diserahkan kepada Lembaga Amil Zakat untuk membantu faqir miskin dan membangun sarana serta prasarana umum. Murâbahah adalah jual beli yang bersifat amanah yang dalam produk perbankan berupa produk pembiayaan, yaitu akad jual beli antara bank selaku penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk dibeli. Bank memperoleh keuntungan dari kesepatakan bersama. Dalam praktek biasanya nasabah telah menunjuk supplier yang diinginkan,
sehingga
bank
akan
membelinya secara tunai dan menjualnya secara tangguh pada nasabah. Pendapat lainnya dari Elias G.Kazarian berpendapat bahwa murâbahah adalah jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi jual beli dengan cicilaan. Penundaan pembayaran dalam murâbahah digambarkan sebagaimana tertera di bawah ini :
1. Nasabah yang memiliki kemampuan, tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya. 5
2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan segaja atau dngan salaha
satu
pihak
tidak
menunaikan
kewajibannya
maka
penyelesaisannya diselesaikan melalui badan abritase syari’ah setelah tidak terjadi kesepakatan melalui musyawarah. 1.6. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan tugas akhir ini, pembahasan dan penganalisaannya diklasifikasikan secara sistematis ke dalam empat bab yaitu: BAB I Pendahuluan Dalam bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,kerangka konsep, sistematika penulisan. BAB II Gambaran Umum Penulisan Dalam bab ini menjelaskan tentang sejarah berdirinya PT BPRS Cabang Parahyangan, tujuan, visi dan misi perusahaan, tinjauan pustaka, metodelogi dan jenis/sumber data. BAB III : Analisa Dan Pembahasan Dalam bab ini peneliti berusaha menganalisa tentang implementasi sistem denda pada akad murâbahah di PT BPRS HIK. BAB IV : Kesimpulan Dan Saran Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran yang diambil dalam melakukan penelitian sebagai masukan bagi perkembangan perusahaan.
6